You are on page 1of 26

Konsep dasar molahidatidosa 1.

Pengertian Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 23) Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339). Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104). Etiologi Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah : 1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati , tetapi terlambat dikeluarkan. 2. Imunoselektif dari tropoblast. 3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah. 4. Paritas tinggie.Kekurangan proteinf.Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas. (Mochtar, Rustam ,1998 : 23)

C. Patofisiologi Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi : 1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.

2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin. Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :

Teori missed abortion Mudigah mati pada kehamilan 3 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.

Teori neoplasma dari Park Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.

Studi dari Hertig Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan. (Silvia, Wilson, 2000 : 467)

D. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta komplikasi mola : 1. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS. 2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar). 3. Gejala gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab. 4. Gejala gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).

E. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :

1. Serum -hCG untuk memastikan kehamilan dan pemeriksaan -hCG serial (diulang pada interval waktu tertentu). 2. Ultrasonografi (USG). Melalui pemeriksaan USG kita dapat melihat adakah janin di dalan kantung gestasi (kantung kehamilan) dan kita dapat mendeteksi gerakan maupun detak jantung janin. Apabila semuanya tidak kita temukan di dalam pemeriksaan USG maka kemungkinan kehamilan ini bukanlah kehamilan yang normal. 3. Foto roentgen dada. F. Penatalaksanaan Medis Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah : 1. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.

2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson.

3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.

4. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus).

5. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-

hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi.

1. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Mola Hidatidosa

A. Pengkajian Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :

Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat.

Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang.

Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :


o

Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan. Riwayat kesehatan masa lalu Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.

o o

Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.

Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang

terdapat dalam keluarga.

Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya.

Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.

Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.

Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.

Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.

Pemeriksaan Fisik :

Inspeksi Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung. Hal yang diinspeksi antara lain : Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya.

Palpasi Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
o

Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus. Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.

Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal.

Perkusi Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya.
o

Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi. Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak.

Auskultasi Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin. (Johnson & Taylor, 2005 : 39)

B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri.

4. Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

B. Intervensi

DIAGNOSA I

Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan Tujuan : Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang Kriteria Hasil :

Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang Ekspresi wajah tenang TTV dalam batas normal

Intervensi :

Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien. Rasional : Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi yang tepat.

Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam Rasional : Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien.

Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi Rasional : Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan.

Beri posisi yang nyaman Rasional : Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri.

Kolaborasi pemberian analgetik Rasional : Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan.

DIAGNOSA II Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri Kriteria Hasil :

Kebutuhan personal hygiene terpenuhi Klien nampak rapi dan bersih.

Intervensi :

Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya.

Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari Rasional : Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat.

Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya Rasional : Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya.

Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien. Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri.

DIAGNOSA III Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri Tujuan : Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu Kriteria Hasil :

Klien dapat tidur 7-8 jam per hari. Konjungtiva tidak anemis.

Intervensi :

Kaji pola tidur Rasional : Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menentukan intervensi selanjutnya.

Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang Rasional :Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.

Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur Rasional :Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur.

Batasi jumlah penjaga klien Rasional : Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat.

Memberlakukan jam besuk Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.

Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam Rasional : Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur.

DIAGNOSA IV

Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas Kriteria Hasil :

Tanda-tanda vital dalam batas normal Klien tidak mengalami komplikasi.

Intervensi :

Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaphoresis Rasional : Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu diagnosa.

Pantau suhu lingkungan Rasional : Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal.

Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak Rasional : Minum banyak dapat membantu menurunkan demam.

Berikan kompres hangat Rasional : Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat menurunkan suhu tubuh.

Kolaborasi pemberian obat antipiretik Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus.

DIAGNOSA V Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

Tujuan : Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang

Kriteria Hasil :

Ekspresi wajah tenang Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.

Intervensi :

Kaji tingkat kecemasan klien Rasional : Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien.

Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya Rasional : Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi kecemasan.

Mendengarkan keluhan klien dengan empati Rasional : Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa diperhatikan.

Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan Rasional : menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya.

Beri dorongan spiritual/support Rasional : Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang.

Daftar Pustaka Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta Soekojo, Saleh, 1973, Patologi, UI Patologi Anatomik, Jakarta Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. EGC. Jakarta Johnson & Taylor, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. EGC. Jakarta

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb Alhamdulilaahirabbialaamin,puji syukur senangtiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat limpahan rahmat, karunianya dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan pada Ibu dengan kehamilan Mola Hidatidosa ini.Selain bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah maternitas II makalah ini juga disusundengan maksud agar pembaca dapat memperluas ilmu dan pengetahuan tentang bagaiamana teori tentang Mola Hidatidosa serta asuhan keperawatannya . Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca dan dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.Wassalamualaikum Wr. Wb

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Mola Hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri tumor jinak (benigna) dari chorion penyebab embrio mati dalam uterus tetapi plasenta melanjutkan sel-sel trophoblastik terus tumbuh menjadi agresif dan membentuk tumor yang invasif, kemudian edema dan membentuk seperti buah anggur, karakteristik mola hidatiosa bentuk komplet dan bentuk parsial, yaitu tidak ada jaringan embrio dan ada jaringan embrio.

Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsialis kadang-kadang ada janin. Gelembung itu sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri. Di bawah mikroskop nampak degenerasi hydrotopik dari stoma jonjot, tidak adanya pembuluh darah dan proliferasi trofoblast. Pada bagian pemeriksaan kromosom didapatkan poliploidi dan hampir pada semua kasus mola susunan sex chromatin adalah wanita. Pada mola hidatidosa, ovaria dapat mengandung kista lutein kadang-kadang hanya pada satu ovarium, kadang-kadang pada kedua-duanya. Kista ini berdinding tipis dan berisi cairan kekuning-kuningan dan dapat mencapai ukuran sebesar sarung tinju atau kepala bayi. Kista lutein terjadi karena perangsangan ovarium oleh kadar gonadotropin chorion yang tinggi, kista ini hilang sendiri setelah mola dilahirkan.

1.2 Rumusan Masalah


apa definisi dari mola hidatidosa ? apakah etiologi dari mola hidatidosa ? bagaimana patofisiologi dari mola hidatidosa ? bagaimana tanda dan gejala dari mola hidatidosa ? bagaimana gambaran diagnostik dari mola hidatidosa ? bagaimana penatalaksanaan pada klien dengan mola hidatidosa ? bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan mola hidatidosa ?

1.3Tujuan

Agar mahasiswa mengetahui dan memahami pengertian dari mola hidatidosa Agar mahasiswa mengetahui dan memahami etiologi dari mola hidatidosa Agar mahasiswa mengetahui dan memahami tanda dan gejala dari mola hidatidosa Agar mahasiswa mengetahui komplikasi dari mola hidatidosa Agar mahasiswa mengetahui gambaran diagnostik dari mola hidatidosa Agar mahasiswa mengetahui penatalaksanaan dari mola hidatidosa

Agar mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada

Klien dengan mola hidatidosa

1.3 Manfaat Setelah membuat makalah mola hidatidosa ini, mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami pengertian mola hidatidosa, etiologi mola hidatidosa, patofisiologi mola hidatidosa, tanda dan gejala mola hidatidosa, komplikasi mola hidatidosa, gambaran diagnostic mola hidatidosa, penatalaksanaan mola hidatidosa, serta membuat dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan mola hidatidosa. BAB II Tinjauan Teori

2.1 Konsep Dasar Teori 2.1.1 Pengertian Mola Hidatidosa ditandai oleh kelainan vili korialis, yang terdiri dari proliferasi trofoblastik dangan derajat yang bervariasi dan edema sroma vilus. Mola biasanya menempati kavum uteri, tetapi kadang-kadang tumor ini ditemukan dalam tuba falopii dan bahkan dalam ovarium. Perkembangan penyakit trofoblastik ini amat menarik, dan ada tidaknya jaringan janin telah digunakan untuk menggolongkannya menjadi bentuk mola yang komplet (klasik) dan parsial (inkomplet)

Karakteristik Mola Hidatidosa bentuk komplet dan parsial : Gambaran Jaringan embrio atau janin Pembengkakan hidatidosa pada vili Hyperplasia Inklusi stroma Mola parsial (inkomplet) Ada Fokal Fokal Ada Mola Komplet (klasik) Tidak ada Difus Difus Tidak ada

Lekukan vilosa

Ada

Tidak ada

1. Mola Hidatidosa Komplet (klasik) Vili korialis berubah menjadi kumpulan gelembung yang jernih. Gelembung-gelembung atau vesikula ini bervariasi ukurannya mulai dari yang mudah terlihat sampai beberapa cm, dan bergantung dalam beberapa kelompok dari tangkai yang tipis. Massa tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga memenuhi uterus, yang besarnya bisa mencapai ukuran uterus kehamilan normal lanjut. Berbagai penelitian sitogenetik terhadap kehamilan mola komplet, menemukan komposisi kromosom yang paling sering (tidak selalu) 46XX, dengan kromosom sepenuhnya berasal dari ayah. Fenomena ini disebut sebagai androgenesis yang khas ovum dibuahi oleh sebuah sperma haploid yang kemudian mengadakan duplikasi kromosomnya sendiri setelah miosis. Kromosom ovum bias tidak terlihat atau tampak tidak aktif. Tetapi semua mola hidatidosa komplet tidak begitu khas dan kadang-kadang pola kromosom pada mola komplet biSA 46XY. Dalam keadaan ini dua sperma membuahi satu ovum yang tidak mengandung kromosom. Variasi lainnya juga pernah dikemukakan misalnya 45X. jadi mola hidatidosa yang secara morfologis komplet dapat terjadi akibat beberapa pola kromosom.

2. Mola Hidatidosa Parsial (inkomplet) Kalau perubahan hidatidosa bersifat fokal serta belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantong amnion, keadaan ini digolongkan sebagai mola hidatidosa parsial. Pada sebagian vili yang biasanya avaskuler terjadi pembengkakan hidatidisa yang berjalan lambat, sementara vili lainnya yang vaskular dengan sirkulasi darah fetus plasenta yang masih berfungsi tidak mengalami perubahan. Hyperplasia trofoblastik yang terjadi, lebih bersifat fokal dari pada generalisata. Katiotipe secara khas berupa triploid, yang bias 69XXY atau 69XYY dengan satu komplemen maternal tapi biasanya dengan dua komplemen haploid paternal. Janin secara khas menunjukkan stigmata triploidi yang mencakup malformasi congenital multiple dan retardasi pertumbuhan. Etiologi Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah : 1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan 2. Imunoselektif dari tropoblast: yaitu dengan kematian fetus,pembuluh darah pada stroma villi menjadi jarang dan stroma villi menjadi sembab dan akhirnya terjadi hyperplasia.

3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah: keadaan sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap pemenuhan gizi ibu yang pada akhirnya akan mempengaruhin pembentukan ovum abnormal yang mengarah pada terbentuknya mola hidatidosa. 4. Paritas tinggi: ibu dengan paritas tinggi, memiliki kemungkinan terjadinya abnormalitas pada kehamilan berikutnya,sehingga ada kemungkinan kehamilan berkembang menjadi mola hidatidosa. 5. Kekurangan protein:sesuai dengan fungsi protein untuk pembentukan jaringan atau fetus sehingga apabila terjadi kekurangan protein saat hamil menyebabkan gangguan pembentukan fetus secara sempurna yang menimbulkan jonjot-jonjot korion. 6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

2.1.3 Patofisiologi Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya didalamnya tidak berisi embrio. Secara histopatologik kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah satu janin tumbuh dan yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari satu cm. mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung-gelembung mola. Secara mikroskopik terlihat trias : 1) 2) 3) Proliferasi dari trofoblast Degenerasi hidropik dari stroma vili dan kesembaban Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.

Sel-sel langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya sel sinsisial giantik (syncytial giant cell). Pada kasus mola banyaak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih. Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil dan hilang setelah mola hidatidosa sembuh.

2.1.4 Tanda dan Gejala Tanda dan Gejala yang biasanya timbul pada klien dengan mola hidatidosa adalah : a.Amenore dan tanda-tanda kehamilan b.Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.

c.Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan. d.Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih. e.Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu. f. hiperemesis lebih sering terjadi, lebih keras dan lebih lama. g. mungkin timbul preeklampsia dan eklampsia. Terjadinya preeclampsia dan eklampsia sebelum minggu kedau empat menuju kearah mola hidatidosa. h.kadar gonadotropin tinggi dalam darah serum pada hari ke 100 atau lebih sesudah periode menstruasi terakhir.

2.1.5 Komplikasi

Perdarahan yang hebat sampai syok, kalau tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia. Infeksi sekunder. Perforasi karena kegananasan dan Karena tindakan. Menjadi ganas (PTG) pada kira-kira 18%-20% kasus akan menjadi mola destruens atau koriokarsinoma.

2.1.6 Gambaran Diagnostik Kita harus mempertimbangkan kemungkinan data-data tentang menstruasi atau uterus hamil yang lebih lanjut membesar akibat mioma, hidramnion, atau terutama akibat janin lebih dari satu. Ultrasonografi Ketapatan diagnostic yang terbesar diperoleh dari gambaran USG yang khas pada mola hidatidosa keamanan dan ketepatan pada pemeriksaan sonografi membuat pemeriksaan ini menjadi prosedur pilihan. Tetapi kita harus ingat bahwa beberapa stuktur lainnya dapat memperlihatkan gambaran yang serupa dengan gambaran mola hidatidosa, termasuk mioma uteri dengan kehamilan dini dan kehamilan dengan janin lebih dari satu. Tinjauan cermat mengenai riwayat penyakit bersama hasil evaluasi pemeriksaan USG yang cermat dan kalau perlu diulang satu atau dua minggu kemudian, harus bias menghindari diagnose mola hidatidosa lewat USG yang keliru ketika kehamilan sebenarnya normal.

Amniografi Penggunaan bahan radiopak yang dimasukkan kedalam uterus secara transabdominal akan memberikan gambaran radiografik khas pada mola hidatidosa. Cavum uteri ditembus dengan jarum untuk amniosintesis. 20ml hypaque disuntikkan segera dan 5 hingga 10 menit kemudian difoto anteroposterior. Pola sinar x seperti sarang tawon, khas ditimbulkan oleh bahan kontraks yang mengelilingi gelembung-gelembung corion. Pada kehamilan normal terdapat sedikit resiko abortus akibat penyuntikan bahan kontraks hipertonik intra amnion. Dengan semakin banyaknya sarana USG yang tersedia, teknik pemeriksaan amniografi sudah jarang dipakai lagi. Pengukuran kadar corionic gonadotropin Pengukuran kadar corionic gonadotropin kadang-kadang digunakan untuk membuat diagnose jika metode pengukuran secara kuantitatif yang andal telah tersedia, dan variasinya cukup besar pada sekresi gonadotropin dalam kehamilan normal sudah dipahami khusus kenaikan kadar gonadotropin yang kadang-kadang menyertai kehamilan dengan janin lebih dari satu. Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison) 2.1.7 Penatalaksanaan

Kuretase isap (suction curettage)

Apabila pasien menginginkan keturunan di kemudian hari, penanganan yang dipilih adalah evakuasi jaringan mola dengan kuretase isap. Dua sampai empat unit darah harus tersedia karena evakuasi dapat disertai dengan kehilangan darah yang banyak.setelah evakuasi awal, kontraksi uterus dirangsang dengan oksitosin intravena untuk mengurangi kehilangan darah.jaringanjaringan sisa dibersikan dengan kuretase tajam.spesimennya dikirim secara terpisah ke laboratorium patologi.

Histerektomi abdominal

Pada mola ini merupakan suatu alternatif lain bagi pasien yang tidak lagi menginginkan kehamilan di kemudian hari.Histerektomi menyingkirkan kemungkinan berfungsinya sel-sel trofoblastik yang tertinggal di dalam uterus setelah kuretase isap dan mengurai resiko penyakit trofoblastik residual sampai 3-5%.keputusan mengenai salpingo-ooforektomi adalah tersendiri.setelah pengeluaran mola dan pengurangan stimulas chorionic gonadotropin,kista teka-lutein ovarium mengalami regresi secara spontan. Pengangkatan dengan pembedahan hanya diperlukan bila ada kaitan dengan torsi atau perdarahan.

Program lanjut

Setelah evakuasi suatu kehamilan mola pasien diamati dengan seksama terhadap serangkaian titer chorionic gonadotropin (HCG), menggunakan radioimmunoassay untuk submit beta, setiap satu atau dua minggu sampai negative. Hilangnya HCG secara sempurna diperkirakan terjadi dalam 9-15 minggu setelah pengosongan uterus. Pasien disarankan untuk menghindari kehamilan sampai titer chorionic gonadotropin negative selama satu tahun. Biasanya diberikan kontrasepsi oral estrogen-progestin. Pelvis diperiksa secara berkala untuk menilai ukuran uterus, adneksa untuk kista teka-lutein, dan traktus genitalis bagian bawah untuk metastase. Apabila 2 titer chorionic gonadotropin yang berurutan stabil (plateu) atau meningkat atau apabila tampak adanya metastase, pasien harus dievaluasi terhadap keganasan neoplasia tropoblastik gestasional dan kemoterapi. Hamper 15-20% pasien dengan Mola Hidatidosa berkembang gejala keganasan ssetetal kuretase isap. Dari kelompok ini hamper 80% menderita penyakit trofoblastik non metastatic sedangkan yang 20% menderita metastase keluar batas uterus, paling sering ke paru-paru atau vagina. Selain titer chorionic gonadotropin yang persisten atau meningkat, gejala keganasan neoplsia trofoblastik gestasional meliputi perdarahan pervaginam yang persisten, pendarahan intra abdominal dan lesi perdarahan di paru-paru, hepar, otak, atau ogan-organ lainnya. DAFTar Pustaka

Bagian obstetric & ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. 1984. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar Offset Bobak, dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4. Jakarta : EGC Cunningham, F Garry, dkk. 1995. Obstetri Williams. Jakarta : EGC Johnson & Taylor. 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta : EGC Mochtar, Rustam . 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. Jakarta : EGC Taber Ben-Zion. 1994. Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC

Kehamilan mola merupakan komplikasi dan penyulit kehamilan pada trimester satu. Hasil konsepsi pada kehamilan mola tidak berkembang menjadi embrio setelah pembuahan tetapi terjadi villi koriales disertai dengan degenerasi hidropik. Rahim menjadi lunak dan berkembang lebih cepat dari usia kehamilan yang normal, tidak dijumpai adanya janin, dan rongga rahim hanya terisi oleh jaringan seperti buah anggur. Kehamilan mola hidatidosa disebut juga dengan kehamilan anggur.

Pengertian Kehamilan Mola Hidatidosa

Kehamilan mola hidatidosa adalah suatu kondisi tidak normal dari plasenta akibat kesalahan pertemuan ovum dan sperma sewaktu fertilisasi (Sarwono Prawirohardjo, 2003). Mola hidatidosa adalah penyakit neoplasma yang jinak berasal dari kelainan pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan degenerasi kristik villi dan perubahan hidropik sehingga tampak membengkak, edomatous, dan vaksikuler (Benigna).

Kejadian Kehamilan Mola Hidatidosa


Kehamilan mola hidatidosa ditemukan pada wanita dalam masa reproduksi dan multiparitas. Kejadian kehamilan mola hidatidosa di rumah sakit besar Indonesia berkisar 1 dari 80 kehamilan. Sedangkan di negara barat prevalensinya adalah 1 : 200 atau 2000 kehamilan.

Patofisiologi Kehamilan Mola Hidatidosa


Penyakit trofoblastik gestasional (GTD) terjadi ketika diferensiasi sel normal dalam blastokis berhenti dan sel trofoblastik berpoliferasi. Poliferasi trofoblas mengakibatkan peningkatan kadar hCG. Mola hidatidosa komplit terjadi ketika ovum tidak mengandung kromosom dan sperma mereplikasi kromosomnya sendiri ke dalam zigot abnormal. Gambaran mikroskopik kehamilan mola hidatidosa antara lain proliferasi trofoblas, degenerasi hidopik dari stroma villi, serta terlambatnya pembuluh darah dan stroma.

Klasifikasi Kehamilan Mola Hidatidosa


Kehamilan mola hidatidosa dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Mola hidatidosa lengkap; 2. Mola hidatidosa parsial, dan 3. Mola hidatidosa invasif.

Mola hidatidosa lengkap


Mola hidatidosa lengkap apabila vili hidropik, tidak ada janin dan membran, kromosom maternal haploid dan paternal 2 haploid.

Mola hidatidosa parsial


Mola hidatidosa parsial apabila janin tidak teridentifikasi, campuran villi hidropik dan normal, kromosom paternal diploid.

Mola hidatidosa invasif


Mola hidatidosa invasif apabila korioadenoma destruen, menginvasi miometrium, terdiagnosis 6 bulan pasca evakuasi mola.

Etiologi Kehamilan Mola Hidatidosa


Penyebab kehamilan mola hidatidosa antara lain faktor ovum, imunoselektif trofoblas, sosio

ekonomi rendah, paritas tinggi, umur hamil ibu di atas 45 tahun, kekurangan protein, infeksi virus dan faktor kromosom.

Tanda dan Gejala Kehamilan Mola Hidatidosa


Kebanyakan wanita dengan kehamilan mola juga mengalami reaksi kehamilan seperti wanita hamil normal. Wanita dengan GTD mengalami perdarahan bercak coklat gelap pada akhir trimester pertama. Hipertensi dan hiperemesis akibat kehamilan sebelum umur kehamilan 20 minggu. Inspeksi pada muka dan badan tampak pucat kekuning-kuningan atau disebut muka mola (mola face). Pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan, tidak ditemukan ballotemen dan denyut jantung janin, keluar jaringan mola. Kadar hCG tinggi dan tiroksin plasma juga mengalami peningkatan. Pemeriksaan USG terdapat gambaran vesikular (badai salju) dan tidak terlihat janin.

Diagnosa Banding Kehamilan Mola Hidatidosa


Diagnosa banding dari kehamilan mola hidatidosa antara lain: kehamilan ganda, hidramnion atau abortus.

Komplikasi Kehamilan Mola Hidatidosa


Komplikasi yang dapat timbul akibat kehamilan mola hidatidosa adalah:
1. Perdarahan hebat sampai syok; 2. Perdarahan berulang; 3. Anemia; 4. Infeksi sekunder;

5. Perforasi karena tindakan dan keganasan, dan


6. Keganasan apabila terjadi mola destruens/ koriokarsinoma

Penatalaksanaan Kehamilan Mola Hidatidosa


Prinsip penatalaksanaan kehamilan mola hidatidosa adalah evakuasi dan evaluasi.
1. Jika perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, maka atasi syok dan perbaiki keadaan

umum terlebih dahulu;


2. Kuretase dilakukansetelah diagnosis dapat ditegakkan secara pasti; 3. Pemeriksaan dan pemantauan kadar hCG pasca kuretase perlu dilakukan mengingat

kemungkinan terjadi keganasan;


4. Penundaan kehamilan sampai 6 bulan setelah kadar ?-hCG normal, dan 5. Pemberian kemoterapi pada mola hidatidosa dengan resiko tinggi.

Referensi
Errol, Norwitz. 2006. At Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: erlangga. Hlm: 70-71 Fadlun, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika. Hlm: 47. Linda, Walsh. 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC. Hlm: 452-453 Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hlm: 238-243. Scoot, James. 2002. Danforth Buku Saku Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika. Hlm: 525-533. Image, biomedicum.ut.ee.

Insidensi mola hidatidosa dilaporkan Moore dkk (2005) pada bagian barat Amerika Serikat, terjadi 1 kejadian kehamilan mola dari 1000-1500 kehamilan. Mola hidatidosa ditemukan kurang lebih 1 dari 600 kasus abortus medisinalis Di Asia insidensi mola 15 kali lebih tinggi daripada di Amerika Serikat, dengan Jepang yang melaporkan bahwa terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000 kehamilan. Di negara-negara Timur Jauh beberapa sumber memperkirakan insidensi mola lebih tinggi lagi yakni 1:120 kehamilan

Mola Hidatidosa adalah salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG), yang meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta yakni mola hidatidosa parsial dan komplit, koriokarsinoma, mola invasif dan placental site trophoblastic tumors. Pada kebanyakan kasus, mola tidak berkembang menjadi keganasan, namun sekitar 2-3 kasus per 1000 wanita, mola dapat berubah menjadi ganas dan disebut koriokarsinoma. Kemungkinan terjadinya mola berulang berkisar 1 dari 1000 wanita. Kadar hormon yang dihasilkan oleh mola hidatidosa lebih tinggi dari kehamilan biasa. Pengertian Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya mengalami perubahan hidrofik. Uterus dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi yang normal, tidak dijumpai adanya janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur. Mola hidatidosa sering disebut hamil anggur yang merupakan kelainan di dalam kehamilan dimana jaringan plasenta (ari-ari) berkembang dan membelah terus menerus dalam jumlah yang berlebihan. Mola dapat mengandung janin (mola parsial) atau tidak terdapat janin di dalamnya (mola komplit). Etiologi Belum diketahui pasti, ada yang menyatakan akibat infeksi, defisiensi makanan dan genetic, gangguan pada telur, kekurangan gizi pada ibu hamil, dan kelainan rahim berhubungan dengan peningkatan angka kejadian mola. Faktor risiko 1. Faktor umur Risiko Mola Hidatidosa paling rendah pada kelompok umur 20-35 tahun. Risiko Mola Hidatidosa naik pada kehamilan remaja <> 40 tahun, kenaikan sangat mencolok pada umur = 45 tahun 2. Faktor riwayat kehamilan sebelumnya Wanita yang mempunyai riwayat Mola Hidatidosa sebelumnya, punya risiko lebih besar naiknya kejadian berikutnya 3. Faktor kehamilan ganda Mempunyai risiko yang meningkat untuk terjadinya Mola Hidatidosa 4. Faktor graviditas Risiko kejadian Mola Hidatidosa makin naik,dengan meningkatnya graviditas. 5. Faktor kebangsaan/ etnik Wanita kulit hitam meningkat,dibanding wanita lainnya. 6. Faktor genetika Frekuensi Balance Tranlocation, wanita dengan Mola hidatidosa komplit lebih banyak dibandingkan dengan yang didapatkan pada populasi normal 7. Faktor makanan dan minuman Angka kejadian Mola Hidatidosa tinggi diantara wanita miskin, diet yang kurang

protein ,kelainan genetik pada kromosom.(kontroversi) 8. Faktor sosial ekonomi Risiko MH tinggi pada sosial ekonomi rendah (kontroversi) 9. Faktor lain Faktor hubungan keluarga/consanguinity, Faktor merokok, Faktor toksoplasmosis. Pembagian a. Mola hidatidosa klasik / komplet : tidak terdapat janin atau bagian tubuh janin. Ciri histologik, ada gambaran proliferasi trofoblas, degenerasi hidropik villi chorialis dan berkurangnya vaskularisasi / kapiler dalam stroma. Sering disertai pembentukan kista lutein (25-30%). b. Mola hidatidosa parsial / inkomplet : terdapat janin atau bagian tubuh janin. Ciri histologik, terdapat jaringan plasenta yang sehat dan fetus. Gambaran edema villi hanya fokal dan proliferasi trofoblas hanya ringan dan terbatas pada lapisan sinsitiotrofoblas. Perkembangan janin terhambat akibat kelainan kromosom dan umumnya mati pada trimester pertama. Patogenesis Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih biasanya tidak ada janin, hanya pada molapartialis kadang-kadang ada janin. Gelembung itu sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri. Di bawah mikroskop nampak degenerasi hydropik dari stroma jonjot, tidak adanya pembuluh darah dan proliferasi trofoblast. Pada pemeriksaan chromosom didapatkan poliploid dan hampir pada semua kasus mola susunan sek chromatin adalah wanita. Pada mola hidatidosa, ovaria dapat mengandung kista lutein. Kadang-kadang hanya pada satu ovarium kadang pada keduanya. Manifestasi klinis 1. Amenore dan tanda tanda kehamilan 2. Perdarahan kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, karena perdarahan ini pasien biasanya anemis. 3. Perbesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan 4. Tidak teraba adanya janin, tidak adanya balloment, tidak ada bunyi jantung anak dan tidak nampak rangka janin pada rotgen foto. Pada mola partialis, keadaan yang jarang terjadi, dapat di ketemukan janin 5. Hiperemisis lebih sering terjadi, lebih keras dan dan lebih lama. 6. Pre eklampsi atau eklamsi yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu 7. Gejala klinik mirip dengan kehamilan muda dan abortus imminens, tetapi gejala mual dan muntah berat. 8. Gejala gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab. Pemeriksaan klinis

1. Palpasi abdomen Teraba uterus membesar,tidak teraba bagian janin,gerakan janin, balotemen. 2. Auskultasi Tidak terdengar denyut jantung janin. 3. Periksa dalam vagina uterus membesar, Bagian bawah uterus lembut dan tipis, serviks terbuka dapat diketemukan gelembung Mola Hidatidosa, perdarahan, sering disertai adanya Kista Teka Lutein Ovarium (KTLO) 4. Pemeriksaan dengan sonde uterus (Acosta Sison), Mola Hidatidosa hanya ada gelembung-gelembung yang lunak tanpa kulit ketuban sonde uterus mudah masuk sampai 10 cm tanpa adanya tahanan. 5. Fungsi melalui dinding perut / omniosentesis / guiffredas test / aspirasi test. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan sonde uterus (hanifa) 2. Tes acorta sison dengan tang abortus, gelembung mols dapat dikeluarkan 3. Peningkatan kadar beta HCG darah atau urin 4. Ultrasonografi menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern) 5. Foto torak ada gambaran emboli udara 6. Pemeriksana T3 dan T4 bila ada gejala hiotoksikosis Diagnosis 1. Anamnesis Perdarahan pervaginam / gambaran NOK, gejala toksemia pada trimester I dan II, hipermisis gravidarum, gejala tirotoksikosis dan gejala emboli paru 2. Pemeriksaan fisik Uterus lebih besar dari usia kehamilan, kista lotein balotemen negatif denyut jantung janin negatif 3. Pemeriksaan penunjang Diagnosis Banding Hampir 20% molahidatidosa komplet berlanjut menjadi choriocarcinoma. Sedangkan molahidatidosa parsial jarang. Mola yang terjadi berulang disertai tirotoksikosi atau kista lutein memiliki kemungkinan menjadi ganas lebih tinggi. Kehamilan dengan mioma uteri, Abortus, Hidramnion, dan Gemelli (kehamilan kembar). Prinsip Penatalaksanaan 1. Perbaiki keadaan umum 2. Keluarkan jaringan mola dengan vakum kuretas dilanjutkan dengan kuret tajam. Lakukan kuretas bila tinggi fundus uterus lebih dari 20 minggu sesudah hari ketujuh. 3. Untuk memperbaiki kontraksi, sebumnya berikan uterotonik (20-40 unit oksitosin dalam 250 cc/50 unit oksitosin dalam 500 ml NaCl 0,9%) bila tidak dilakukan vakum kuretase, dapat diambil tindakan histeroktomi. 4. Histeroktomi perlu dipertimbangkan pada wanita yang telah cukup umur dan

cukup anak. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga 5. Terapi proflaksis dengan sitostatik metroteksat atau aktinomisin D pada kasus dengan resiko keganasan tinggi seperti umur tua dan paritas tinggi 6. Pemeriksaan ginekologi, radiologi dan kadar Beta HCG lanjutan untuk deteksi dini keganasan. Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola. Yang paling banyak dalam 6 bulan pertama, pemeriksaan kadar Beta HCG tiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu lalu tiap bulan selama 6 bulan pemeriksaan foto toraks tiap bulan sampai kadar Beta HCG negatif. Follow up / pengamatan lanjut pasca evakuasi mola Kontrol terhadap progresifitas menjadi penyakit trofoblas ganas (koriokarsinoma) 1. Profilaksis terhadap keganasan dengan sitostatika, terutama pada kelompok risiko keganasan tinggi. 2. pemeriksaan ginekologik dan B-hCG kuantitatif rutin tiap 2 minggu pasca evakuasi sampai remisi, sesudah remisi, tetap teratur tiap 3 bulan sampai selama 1 tahun. 3. foto toraks pada awal terapi, diulang bila kadar B-hCG menetap atau meningkat. 4. kontrasepsi hormonal aman selama 1 tahun pasca remisi. Sebaiknya menggunakan preparat progesteron oral selama 2 tahun. 5. penyuluhan pada pasien akan kemungkinan keganasan Pencegahan Karena pengertian dan penyebab dari mola masih belum diketahui secara pasti maka kejadian mola hidatidosa sulit untuk dicegah. Bagaimanapun juga, nutrisi ibu yang baik dapat menurunkan risiko terjadinya mola.
DAFTAR PUSTAKA Taber Benzlon, MD. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginakologi. Jakarta:EGC. Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Media Aeskula Plus. UNPAD. 1984. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar Offser Moore,Lisa,MD, 2005, Hydatidiform Mole, available at www.e-medicine.com Fox,Harold, 1997, Gestational Trophoblastic disease, available at www.bmj.com http://drnyol.info http://www.klikdokter.com

You might also like