You are on page 1of 17

Kata Penghantar

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan keberkahan, kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat mengerjakan tugas ini. Takkan pernah lupa pula sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW yang sudah memberikan cahaya dalam agama. Ucapan terimakasih kami ucapkan pula kepada dosen kami yang senantiasa membimbing kami dari ketidak-tahuan kami sehingga kami menjadi tahu.Terima kasih pula kepada orang tua kami yang selalu mendoakan keberadaan kami, serta teman-teman yang selalu menjaga kebersamaan, kekompakan dan penyelesaian tugas ini. Kami sangat menyadari akan kekurangan makalah ini, maka dari itu memohon kritik dan saran dari para pembaca. Kesempurnaan hanya milik Allah semata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja. Amin yarobbal alamin

Jombang, 2012

Tim Penyusun

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL....................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ KATA PENGANTAR.................................................................................... DAFTAR ISI................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang........................................................................... 1.2 TujuanPenulisan........................................................................ BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian.................................................................................. 2.2 Etiologi...................................................................................... 2.3 Patofisiologi.............................................................................. 2.4 Tanda dan gejala....................................................................... 2.5 Penatalaksanaan........................................................................ 2.6 Komplikasi................................................................................ 3 3 4 4 4 5 1 2 i ii iii iv

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 isi seluruh proses keperawatan BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan............................................................................... DAFTAR PUSTAKA 16 9

ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan otototot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal). Myasthenia gravis mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta orang. Kelemahan otot yang parah yang disebabkan oleh penyakit tersebut membawa sejumlah komplikasi lain, termasuk kesulitan bernapas, kesulitan mengunyah dan menelan, bicara cadel, kelopak mata murung dan kabur atau penglihatan ganda. Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering terjadi pada para wanita, yaitu wanita berusia antara 20 dan 40 tahun. Pada laki-laki lebih dari 60 tahun. Dan jarang terjadi selama masa kanak-kanak. Siapapun bisa mewarisi kecenderungan terhadap kelainan autoimun ini. Sekitar 65% orang yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar thymus, dan sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Sekitar setengah thymoma adalah kanker (malignant). Beberapa orang dengan gangguan tersebut tidak memiliki antibodi untuk reseptor acetylcholine tetapi memiliki antibodi terhadap enzim yang berhubungan dengan pembentukan persimpangan neuromuskular sebagai pengganti. Orang ini bisa memerlukan pengobatan berbeda. Pada 40% orang dengan myasthenia gravis, otot mata terlebih dahulu terkena, tetapi 85% segera mengalami masalah ini. Pada 15% orang, hanya otot-otot mata yang terkena, tetapi pada kebanyakan orang, kemudian seluruh tubuh terkena, kesulitan berbicara dan menelan dan kelemahan pada lengan dan kaki yang sering terjadi. Pegangan tangan bisa berubahubah antara lemah dan normal. Otot leher bisa menjadi lemah. Sensasi tidak terpengaruh. Ketika orang dengan myasthenia gravis menggunakan otot secara berulang-ulang, otot tersebut biasanya menjadi lemah. Misalnya, orang yang dahulu bisa menggunakan palu dengan baik menjadi lemah setelah memalu untuk beberapa menit. Meskipun begitu, kelemahan otot bervariasi dalam intensitas dari jam ke jam dan dari hari ke hari, dan rangkaian penyakit tersebut bervariasi secara luas. Sekitar 15% orang mengalami peristiwa
iii

berat (disebut myasthenia crisis), kadangkala dipicu oleh infeksi. Lengan dan kaki menjadi sangat lemah, tetapi bahkan kemudian, mereka tidak kehilangan rasa. Pada beberapa orang, otot diperlukan untuk pernafasan yang melemah. Keadaan ini dapat mengancam nyawa.

1.2 Tujuan Tujuan umum Dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien miestenia gravis. Tujuan khusus a. b. c. d. e. f. Dapat mengetahui definisi miestenia gravis. Dapat mengetahui etiologi miestenia gravis Dapat menjelaskan tanda dan gejala miestenia gravis. Dapat menjelaskan patofisiologi miestenia gravis. Dapat menjelaskan penalalaksanaan medis pada kasus miestenia gravis. Dapat memberikan asuhan keperawatan

iv

BAB II PEMBAHASAN

2.1

PENGERTIAN

Miestenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi kelelahan pada otot- otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf kranial. Serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering pada wanita antara 15 sampai 35 tahun dan pada pria sampai 40 tahun.( Brunner and Suddarth 2002). Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang mempengaruhi transmisi impuls pada otot-otot volunter tubuh (Sandra M. Neffina 2002). Myasthenia gravis merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-satunya penyakit neuromuskular dengan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari normal) (Price dan Wilson, 1995).

2.2

ETIOLOGI

Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot.

Penyebab pasti gangguan transmisi neuromuskuler pada Miastenia gravis tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang paling banyak berperanan

2.3 PATOFISIOLOGI

Dasar ketidaknormalan pada myastenia gravis adalah adanya kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membran post sinaps pada sambungan neuromuscular. Penelitian memperlihatkan adanya penurunan 70 % sampai 90 % reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuscular setiap individu. Miastenia gravis dipertimbangkan sebagai penyakit autoimun yang bersikap lansung melawan reseptor asetilkolin (AChR) yang merusak tranmisi neuromuscular Antibodi

Menghancurkan AChR

vi

Kerusakan tranmisi Implus saraf

Sel otot lemah

Kontraksi otot

Atrofi disuse

2.4 TANDA dan GEJALA Mudah lelah saat beraktifitas Ptosis (jatuhnya kelopak mata / sayu) Kelemahan otot pada jari-jari, tangan dan kaki (seperti gejala stroke tapi tidak disertai gejala stroke lainnya) Gangguan menelan, mengunyah. Disfonia (Gangguan suara) Yang khas adalah otot menjadi semakin lemah. Penderita mengalami kesulitan dalam menaiki tangga, mengangkat benda dan bisa terjadi kelumpuhan Kelemahan diafragma dan otot- otot interkostal progresif menyebabkan gawat nafas yang merupakan keadaan darurat akut.

2.5 PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan diarahkan pada perbaikan fungsi melalui pemberian obat antikolinestrase dan mengurangi serta mengeluarkan antibodi yang bersikulasi Agens agens anti kolinestrase piridostigmin bromide (mestinon), ambenonium klorida (Mytelase), neostigmin bromide (Prostigmin). diberikan untuk meningkatkan respon otot terhadap impuls saraf dan meningkatkan kekuatan otot, hasil diperkirakan dalam 1 jam setelah pemberian.

vii

Obat obat anti kolinestrase diberikan dengan susu,krekers atau substansi penyangga makanan lainnya. Efek sampingnya : kram abdominal, mual, muntah, diare. Efek samping pada otot-otot skelet, seperti adanya fesikulasi(kedutan halus), spasme otot dan kelemahan. Efek samping pada system saraf : cepat marah, cemas, insomnia, sakit kepala, disartria (gangguan pengecapan), sinkope,atau pusing, kejang dan koma. Terapi imunosupresif

ditujukan pada penurunan pembentukan antibody antireseptor atau pembuangan antibody secara langsung dengan pertukaran plasma. kortikostreoid menekan respon imun, menurunkan jumlah antibody yang menghambat pertukaran plasma (plasmaferesis) menyebabkan reduksi sementara dalam titer antibodi

Terapi Plasma (plasma feresis) Pembuangan selektif plasma dan komponen plasma. Sel-sel sisa kembali dimasukkan. Penukaran menghasilkan reduksi sementaradalam titer sirkulasi antibody. 2.6 Komplikasi a) Gagal nafas b) Disfagia c) Krisis miastenik d) Krisis cholinergic e) Komplikasi sekunder dari terapi obat Penggunaan steroid yang lama :
a) b) c)

Osteoporosis, katarak, hiperglikemi Gastritis, penyakit peptic ulcer Pneumocystis carini

2.7 Klasifikasi Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), miastenia gravis dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kelas I Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat menutup mata dan
viii

kekuatan otot-otot lain normal Kelas II Kelas IIa Kelas IIb Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular. Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya. Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan dibandingkan klas IIa. Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dalam derajat ringan. Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan. Penderita menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi. Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

Kelas III Kelas III a Kelas III b

Kelas IV

Kelas IV a Kelas IV b

Kelas V

Klasifikasi menurut osserman ada 4 tipe : 1. Ocular miastenia terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan tidak ada kematian 2. Generalized myiasthenia a) Mild generalized myiasthenia Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot-otot skelet dan bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon terhadap otot baik. b) Moderate generalized myasthenia
ix

Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat tidak memuaskan. 3. Severe generalized myasthenia A. Acute fulmating myasthenia Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progresi penyakit biasanya komplit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurang memuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi thymoma B. Late severe myasthenia Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis jelek 4. Myasthenia crisis Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis dapat disebabkan :

pekerjaan fisik yang berlebihan emosi infeksi melahirkan anak progresif dari penyakit obat-obatan yang dapat menyebabkan neuro muskuler, misalnya streptomisin, neomisisn, kurare, kloroform, eter, morfin sedative dan muscle relaxan. Penggunaan urus-urus enema disebabkan oleh karena hilangnya kalium

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 PENGKAJIAN

1. Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status 2. Keluhan utama : Kelemahan otot 3. Riwayat kesehatan : Diagnosa miastenia didasarkan pada riwayat dan pesentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan pasial setelah istirahat sangatlah menunukkan miastenia gravis, pasien mugkin mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana . riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot. 4. Pemeriksaan B 6
xi

a. B1 (Breathing) Dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut. b. B2 (Bleeding) Hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi. c. B3 (Brain) Kelemahan otot ektraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata atau dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik. d. B4 (Bladder) Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih. e. B5 ( Bowel) Kesulitan menelan-mengunyah, disfagia, kelemahan otot diafragma dan peristaltic usus turun. f. B6 (Bone) Gangguan aktifitas/ mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan. 5. Pemeriksaan Fisik a. Otot mata: diplopia, ptosis, kelemahan otot bola mata. b. Otot wajah: kelemahan otot wajah, kesulitan tersenyum, kesulitan mengunyah, menelan, suara dari hidung hilang. c. Otot leher: kesulitan mempertahankan posisi kepala. d. Otot pernapasan: pernapasan lambat, kegagalan pernapasan dengan penurunan tidal volume dan vital capacity, tidak efektifnya batuk. e. Otot lain: kelemahan otot rangka dan ekstremitas. f. Status nutrisi: penurunan berat badan, tanda-tanda kekurangan nutrisi. 6. Psikosoial a. Pekerjaan b. Peran dan tanggungjawab yang biasa dilakukan c. Penerimaan terhadap kondisi d. Koping yang biasa digunakan e. Status ekonomi atau penghasilan. 7. Pengetahuan pasien dan keluarga a. Pemahaman terhadap penyakit, komplikasi, prognosis, pengobatan dan perawatan.
xii

b. Kemampuan membaca dan belajar


3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan kelemahan otot perenafasan. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan otot-otot volunter. Resiko terhadap aspirasi yang berhubungan dengan kelemahan otot bulbar Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan.

Aktivitas intoleran berhubungan dengan kelemahan otot Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kelemahan otot

3.3 INTERVENSI

No . 1.

Dx Keperawatan pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan kelemahan otot perenafasan.

Tujuan Dalam jangka waktu 1x24jam pola nafas pasien bias kembali efektif.

Kreteria Standart a. ira ma, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal b. Bu nyi nafas terdengar jelas c. Re spirator terpasang dengan optimal
xiii

Intervensi 1. Kaji kemampuan ventilasi

Rasional
1.

Untuntuk klien dengan penurunan kapasitas ventilasi perawat mengkaji frekuensi pernafasan, kedalaman dan bunyi nafas,

pantau hasil tes fungsi paruparu (volume tidal, kapasitas vital, kekuatan inspirasi), dengan interval yang sering dalam mendeteksi masalah paruparu, sebelum perubahan kadar gas darah arteri dan sebelum tampak gejala klinis. 2. Kaji kualitas, frekuensi,Dan kedalaman pernapasan,laporka nsetiap perubahan yang terjadi.

2. Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dankedalaman pernapasan, kita dapatmengetah ui sejauh mana perubahan kondisiklien. 3. Penurunan diafragma memperluas daerah dada

Baringkan klien dalam posisi yang nyaman dalam posisi duduk


3. xiv

sehingga ekspansi paru bisa maksimal 4. Observasi tanda-tanda vital (nadi,RR) 4. Peningkat an RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru 5. Obat dapat memecah fibrin-fibrin secret dan dapan menormalkan pola nafas. 6. Menurunk an produksi antibodi antireseptor. 7. Mencegah kerusakan kornea.

5. Kolaborasi dengan tim medis lainnya untuk pemberian obat 6. Kolaborasi untuk tindakan terapi imunosupresan 7. HE tentang perawatan mata : meneteskan air mata buatan.

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan 1. Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai kelemahan dan kelelahan otot yang bersifat progresif, dimulai dari otot mata dan berlanjut keseluruh tubuh hingga ke
xv

otot pernapasan. 2. Miastenia gravis disebabkan oleh kerusakan reseptor asetilkolin pada hubungan neuromuskular akibat penyakit otoimun. 3. Gejala utama miastenia gravis adalah kelemahan otot setelah mengeluarkan tenaga yang sembuh kembali setelah istirahat. 4. Diagnosis miastenia gravis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan gambaran klinis, serta tes diagnostik yang terdiri atas: antibodi anti-reseptor asetilkolin, antibodi anti-otot skelet, tes tensilon, foto dada, tes wartenberg, dan tes prostigmin. 5. Pengobatan miastenia gravis adalah dengan menggunakan obat-obat antikolinesterase yang kerjanya menghancurkan asetilkolin. 4.2 Saran

Penulis mengharap agar para pembaca khususnya Mahasiswa dan teman sejawat dan bidang kesehatan umumnya, dapat mengerti serta mengetahui pengertian penyakit dan pengobatan.dan tidak lupa penulis juga mengharap kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth.2002.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta.EGC Dorland.1998.Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC. Dungues .2003. Rencana Asuhan keperawatan.Jakarta. EGC
xvi

Price, Sylvia A. Dan Lorraine M. Wilson.1995.Patofisiologi.Jakarta:EGC. Wilkonson, Judith M.2007.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta:EGC. Greenberg. Michael.I. 2008. Kedokteran Kedaruratan,jilid I. Jakarta.Erlangga

PUSTAKA DATA

http://copyaskep.wordpress.com/2011/09/13/asuhan-keperawatan-pasien-dengan-myastheniagravis/

xvii

You might also like