You are on page 1of 34

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Setiap orang pasti mengetahui bagaimana rasa sakit, dan alasan untuk perawatan darurat endodontik adalah rasa sakit yang kadang-kadang terdapat juga pembengkakan. Diperlukan suatu pengetahuan dan keterampilan dalam beberapa aspek endodonsia karena ketidakberhasilan dalam pengaplikasiannya akan menimbulkan akibat yang serius bagi pasien. Nyeri tetap tidak akan hilang jika diagnosisnya tidak tepat atau perawatannya tidak benar, dan karenanya keadaan ini bisa memperparah keadaan. Penyebab kedaruratan seperti ini adalh kombinasi iritan yang mengiduksi inflamasi hebat di dalam pulpa dan jaringan periradikuler. Bakteri dan produk sampingnya telah diketahui merupakan salah satu elemen utama dalam kedaruratan dental. Bakteri adalah penyebab patosis jaringan pulpa dan periapeks yang penting. Iritasi pada jaringan periradikuler akan mengakibatkan inflamasi dan dilepaskannya kelompok mediator kimia yang akan mengawali inflamasi. Nyeri timbul akibat dua faktor yang terkait dengan infamasi yakni mediator kimia dan tekanan. Mediator kimia akan menyebabkan peningkatan tekanan cairan yang secara langsung akan menstimulasi reeseptor nyeri, sedangkan tekanan merupakan factor yang lebih penting.

1.2 Batasan Masalah A. Oral Biologi 1. Nyeri Klasifikasi Nyeri Akut dan Kronis Mekanisme Kualitas dan Intensitas 1. Hubungan Sakit Gigi dengan Penyakit Jantung 2. Immunopatogenesis B. Konservasi
1. Etiologi dan Patogenesis

2. Diagnosis (Pemeriksaan Klinis) 3. Klasifikasi


1

4. Rencana Perawatan Jenis Perawatan Triad Endodontik 5. Proses Penyembuhan 6. Evaluasi Pasca Perawatan C. Radiologi 1. Gambaran Radiografi D. Farmakologi 1. Analgesik a. b. c. 2. Antibiotik 3. Anastesi 4. Medikasi Saluran Akar E. Periodontologi
1. Hubungan Oral Hygiene dengan Jaringan Periodontal dan Penyakit

Jenis Indikasi dan Kontraindikasi Mekanisme Kerja

Sistemik

BAB II PEMBAHASAN

2.1 ORAL BIOLOGI 2.1.1 Nyeri 2.1.1.1 Klasifikasi Nyeri Akut dan Kronis Nyeri Akut Definisi : Perasaan dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang timbul dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. atau gambaran adanya kerusakan. Hal ini dapat timbul secara tiba-tiba atau lambat, intensitasnya dari ringan atau berat. Dengan prediksi waktu kesembuhan kira-kira kurang dari 6 bulan. Batasan karakteristik : a. Laporan verbal dan nonverbal b. Laporan pengamatan c. Posisi pasien berhati-hati untuk menghindari nyeri d. Gerakan melindungi diri e. Tingkah laku berhati-hati f. Muka topeng g. Gangguan tidur (mata sayu, tampak lelah, pergerakan yang sulit atau kacau, menyeringai) h. Fokus pada diri sendiri i. Fokus menyempit (penurunan persepsi tentang waktu, kerusakan proses fikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan) j. Aktivitas distraksi (jalan-jalan, menemui orang lain dan atau aktivitas, aktivitas yang berulang-ulang) k. Respon otonomi (diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil). l. Perubahan respon otonomi pada tonus otot (tampak dari lemah ke kaku) m. Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang, berkeluh kesah) n. Perubahan nafsu makan minum Nyeri Kronis Definisi : Perasaan dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang timbul dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. atau gambaran adanya kerusakan. Hal ini

dapat timbul secara tiba-tiba atau lambat, intensitasnya dari ringan atau berat. Secara konstan atau hilang timbul, tanpa prediksi waktu kesembuhan, dan lebih dari 6 bulan. Batasan karakteristik : a. Perubahan berat badan b. Laporan secara verbal dan non verbal, atau laporan adanya tingkah laku melindungi, berjaga-jaga, muka topeng, iritabilitas, fokus pada diri sendiri, gelisah, depresi) c. Atropi pada sekumpulan otot d. Perubahan pola tidur e. Kelelahan f. Takut cedera kembali g. Berkurangnya interaksi dengan orang lain h. Ketidakmampuan untuk melanjutkan aktivitas sebelumnya i. Respon simpatik (temperature, dingin, perubahan posisi tubuh, hipersensitivitas) j. Anoreksia 2.1.1.2 Mekanisme Nyeri Fisiologi perjalanan nyeri : Reseptor nyeri yang jumlahnya jutaan di tubuh, menerima sensasi yang kemudian dibawa ke spinal cord yaitu pada daerah kelabu dilanjutkan ke traktus spinothalamikus selanjutnya ke korteks serebral. Mekanismenya sebagai berikut:

Alur nyeri mengeluarkan zat kimia bradykinin, prostaglandin kemudian merangsang ujung reseptor saraf yang kemudian membantu transmisi nyeri ke otak. Impuls disampaikan ke otak melalui nervus ke kornu dorsalis pada spinal cord. Pesan diterima oleh thalamus sebagai pusat sensori pada otak. Impuls dikirim ke corteks dimana intensitas dan lokasi nyeri dirasakan. Penurunan nyeri dimulai sebagai signal dari otak, turun melalui spinal cord. Pada kornu dorsalis zat kimia seperti endorfin dikeluarkan untuk menurunkan nyeri. 2.1.1.3 Kualitas dan Intensitas Nyeri

Intensitas Nyeri Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007). Menurut Smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut : 1. Skala intensitas nyeri deskritif

Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Pasien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi operator dan pasien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan. 2. Skala identitas nyeri numerik Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992). 3. Skala analog visual Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi pasien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005). 4. Skala nyeri menurut bourbanis Keterangan: 0 : Tidak nyeri 1-3 : Nyeri ringan; secara obyektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik. 4-6 : Nyeri sedang; Secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. 7-9 : Nyeri berat; secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi 10 : Nyeri sangat berat; Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul. Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari tidak terasa nyeri sampai nyeri yang tidak tertahankan. Operator menunjukkan pasien skala tersebut dan meminta pasien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Operator juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan pasien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. 1

Kualitas Nyeri Menurut kualitasnya, nyeri dibedakan menjadi 2 yaitu: 1. Nyeri cepat (nyeri akut, tajam, tertusuk). Sinyal nyeri ini dijalarkan melalui saraf perifer menuju ke medula spinalis oleh saraf tipe A delta pada kecepatan penjalaran antara 6-30 m/dtk. 2. Nyeri lambat (nyeri kronik, terbakar, pegal). Sinyal nyeri ini dijalarkan serabut saraf tipe C dengan kecepatan penjalaran antara 0,5-2m/dtk (Guyton, 2000)2. 2.1.2 Hubungan Sakit Gigi dengan Penyakit Jantung Daerah anatomis diluar kepala dan leher dapat menyebabkan nyeri alihan pada gigi. Daerah yang sering adalah jantung. Nyeri dapat timbul dari :Penyempitan arteri koroner (angina pectoris) maupun infark miokardial dapat menyebabkan nyeri alihan disemua kuadran, yang paling sering adalah mandibula kiri. Nyeri pada jantung tidak selalu diikuti nyeri dada tetapi dapat dirsakan pada wajah dan rahang. 2.1.3 Immunopatogenesis masuknya karies ke pulpa,email dan sementum hilang bakteri masuk melalui tubuli dentin bakteri berkembang dan melakukan pembelahan terjadinya reaksi pulpadentinal kompleks pembentukan dentin peritubuler,penurunan permeabilitas dentin,pembentukan dentin reperatif, yg tdk teratur inflamsi pulpa adanya limfosit, sel plasma, dan makrofag tertarik PMN secara kemotaksis abses dalam jangka waktu yg lama berkembang menjadi kronik nekrosis.3 2.2 2.2.1 KONSERVASI Etiologi dan Patogenesis Etiologi Iritan Mikroba Mikroorganisme di dalam jaringan karies akan memproduksi toksin yang akan berpenetrasi ke dalam pulpa melalui tubulus, shingga jaringan pulpa akan terinfiltrasi secara lokal. Ketika karies meluas ke arah pulpa, intensitas dan karakter infiltrat akan berubah jika pulpa terbuka, jaringan pulpa akan difiltrasi oleh leukosit PMN untuk membentuk suatu daerah nekrosis likulfaksi pada lokasi terbukanya pulpa. Jaringan pulpa bisa tetap terinflamasi untuk waktu lama sampai akhirnya nekrosis, bergantung pada :virulensi bakteri, kemampuan untuk mengeluarkan cairan inflamasi guna mencegah peningkatan tekanan intrapulpa yang besar, ketahanan pejamu, jumlah sirkulasi, dan drainase limfe.

Iritan Mekanik Preparasi kavitas yang dalam, pembuangan struktur gigi tanpa pendinginan yang memadai, dampak trauma, trauma oklusal, kuretase periodontium yang dalam, dan gerakan ortodonsia, merupakan iritan suhu dan fisik yang paling berperan terhadap jaringan pulpa.

Iritan Kimia Iritan kimia pulpa mencakup berbagai zat yang digunakan untuk disentisasi, sterilisasi, pembersih dentin, ddan zat yang terdapat pada material tambalan sementara dan permanen serta pelapik kavitas. Zat iritan lainnya adalah pembersih kavitas seperti alkohol, klorofom, hidrogen peroksida dan bermacammacam asam.

Patogenesis Keradangan pada pulpa dapat terjadi karena adanya jejas yang dapat menimbulkan iritasi pada jaringan pulpa. Jejas tersebut dapat berupa kuman beserta produknya yaitu toksin, dan iritasi juga dapat terjadi karena faktor fisik dan kimia tanpa adanya kuman. Namun kebanyakan dari inflamasi pulpa disebabkan oleh karies, dimana karies ini proses kerusakannya terhadap gigi dapat bersifat lokal dan agresif. Apabila lapisan luar gigi atau enamel tertutup oleh sisa makanan, dalam waktu yang lama maka hal ini merupakan media kuman sehingga terjadi kerusakan didaerah enamel yang nantinya akan terus mengenai dentin hingga ke pulpa. Ada tiga bentuk pertahanan dalam menaggulangi proses karies yaitu : Penurunan permeabilitas dentin Pembentukan dentin reparative Reaksi inflamasi secara immunologic

Apabila pertahanan tersebut tidak dapat mengatasi maka terjadilah radang pulpa yang disebut pulpitis. Radang adalh reaksi pertahanan dari pembuluh darah, saraf, dan cairan sel di jaringan yang mengalami trauma.3

2.2.2 Diagnosis (Pemeriksaan Klinis) 7

Diagnosis Kedaruratan endodontik Tahap-tahap diagnosis yang diperlukan : Riwayat Medis

Buatlah riwayat standar dengan lengkap dengan meliputi pengumpulan data prosedur gigi yang pernah dilakukan, kronologis gejala dan menanyakan pada pasien bagaimana komentar dokter gigi terakhir yang dikunjunginya. Pemeriksaan subjektif

Dilaksanakan dengan menunjukkan pertanyaan yang berkaitan dengan riwayat penyakit, lokasi, keparahan, durasi, karakter, dan stimulus yang dapat menimbukan nyeri. Tiga factor penting ynag membentuk kualitas dan kuantitas nyeri yaitu spontanitas, intensitas, dan durasi. Pemeriksaan objektif

Meliputi pemeriksaan waja (ekstra oral), pemeriksaan jaringan keras dan lunak rongga mulut (intra oral), observasi pembengkakan, pemeriksaan karies, ada tidaknya restorasi dan fraktur. Pemeriksaan periodontium

Gunakan probe periodontal untuk membedakan kasus endodontk atau periodontik.

Pemeriksaan radiografi

Radigraf sayap gigit atai bite wing dan periapeks dapat mendeteksi keberadaan karies, kemungkinan adanya pulpa yang terbuka, resorbsi interna dan eksterna, patosis periradikuler dan lain-lain.4

2.2.3 Klasifikasi

1. Klasifikasi Penyakit Pulpa a. Hiperemi Pulpa

Penumpukan darah secara berlebihan pada pulpa, yang disebabkan oleh kongesti vaskular. Hiperemi pulpa ada dua tipe:arteri (aktif) dan vena (pasif). Gejala Hiperemi Pulpa ditandai dengan rasa sakit yang tajam dan pendek. Umumnya rasa sakit timbul karena rangsangan air, makanan, dan udara dingin. Diagnosis Hiperemi Pulpa didiagnosis melalui gejalanya dan pemeriksaan klinis. Rasa sakit yang tajam dan berdurasi pendek, berlangsung beberapa detik sampai kira-kira 1menit, umumnya hilang jika rangsangan disingkirkan. Pemeriksaan visual dan riwayat sakit pada gigi harus diperhatikan. Pada pemeriksaan perkusi gigi tidak peka walaupun kadang-kadang ada respon ringan, hal ini disebabkan oleh vasodilatasi kapiler didalam pulpa. b. Pulpitis Reversibel Yaitu suatu kondisi inflamasi pulpa ringan sampai sedang yang disebabkan oleh adanya jejas, tetapi pulpa masih mampu kembali pada keadaan tidak terinflamasi setelah jejas dihilangkan. Rasa sakit biasanya berlangsung sebentar, yang dihasilkan oleh jejas termal. Gejala Pulpitis Reversibel penyebab rasa sakit umumnya peka terhadap suatu stimulus, seperti air dingin dan aliran udara. Rasa sakitnya tajam dan hanya sebentar. Diagnosis Pulpitis Reversibel Anamnesa : ditemukan rasa sakit atau nyeri sebentar dan hilang setelah rangsang dihilangkan. Gejala subjektif : ditemukan lokasi nyeri lokal dan rasa ngilu timbul bila ada rangsangan. Durasi nyeri sebentar. Gejala objektif : kariesnya tidak dalam, perkusi dan tekanan tidak sakit. Terapi : jika karies media dapat langsung dilakukan penumpatan, tetapi jika karis profunda perlu dilakukan pulp capping terlebih dahulu, apabila tidak ada keluhan maka dapat langsung dilakukan penumpatan. Perawatan Pulpitis Reversibel Perawatan terbaik yang dilakukan untuk kasus ini adalah pencegahan. Maksudnya yaitu mencegah perkembangan karies dan melakukan penumpatan awal bila kavitas meluas. Penghilangan stimulus biasanya sudah cukup. Begitu reda, gigi harus dites vitalitasnya untuk memastikan bahwa tidak terjadinya nekrosis. Prognosis Pulpitis Reversibel

Prognosis untuk pulpa baik bila iritan diambil cukup dini, kalau tidak kondisinya dapat berkembang menjadi pulpitis irreversibel. c. Pulpitis Irreversibel Yaitu keadaan ketika vitalitas jaringan pulpa tidak dapat dipertahankan,tetapi gigi masih dapat dipertahankan didalam rongga mulut setelah perawatan endodontik. Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif atau terganggunya aliran darah pulpa akibat trauma atau pergerakan gigi dalam perawatan orthodontia dapat pula menyebabakan pulpitis irreversibel. Lambat laun pulpa akan menjadi nekrosis. Etiologi Pulpitis Irreversibel Sebab paling umum pulpitis irreversible adalah keterlibatan bacterial pulpa melalui karies. Factor klinis, kimiawi, termal, juga disebut sebagai penyebab penyakit pulpa dan kemungkinan menyebabkan pulpitis. Diagnosis Pulpitis Irreversibel Biasanya ditemukan adanya suatu kavitas dalam yang meluas ke pulpa. Pulpa sudah terbuka, waktu mencapai jalan masuk ke lubang pembukaan akan terlihat suatu lapisan keabu-abuan yang menyerupai buih meliputi pulpa yang terbuka dan denti sekitarnya. Pada awal penyakit ini, tes termal dapat mendatangkan rasa sakit dan tetap tidak hilang walau stimulus termalnya dihlangkan. Diagnosis Banding Pulpitis Irreversibel Harus dibedakan antara pulpitis reversible dan irreversible. Pada pulpitis reversible rasa sakit yang disebabkan oleh stimulus termal akan hilang begitu stimulusnya dihilangkan, sedangakan irreversible tak akan hilang walaupun stimulusnya sudah dihilangkan. Prognosis Pulpitis Irreversibel Prognosis gigi adalah baik bila pulpa diambil dan pada gigi dilakukan terapi endodontik dan restorasi yang tepat. d. Nekrosis Pulpa Yaitu kematian proses lanjutan dari radang pulpa akut maupun kronis atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat trauma. Ada dua tipe nekrosis pulpa yaitu tipe koagulasi dan tipe likuefaction.5

10

2. Faktor Resiko Penyakit Pulpa a. Karies Gigi b. Preparasi Kavitas c. Bahan Gigi d. Kebocoran Bakteri e. Luka Traumatik
f. Terbukanya dentin.6

2.2.4 Rencana Perawatan

2.2.4.1Jenis Perawatan

Pulpektomi Tindakan pengambilan seluruh jaringan pulpa dari seluruh akar dan korona gigi Indikasi : - Gigi sulung dengan infeksi yang melewati kamar pulpa, baik pada gigi vital,nekrosis sebagian maupun sudah non vital. - Saluran akar dapat dimasukan instrument. - Kelainan jaringan periapeks dalam gambaran radiografi kurang dari 1/3 apikal.

Jenis Pulpektomi :

11

a. Pulpektomi Vital Sering dilakukan pada gigi anterior dengan karies yang telah meluas ke arah pulpa, atau gigi yang mengalami fraktur. b. Pulpektomi Devital Sering dilakukan pada gigi posterior yang telah mengalami pulpitis atau dapat juga pada gigi anterior pada pasien yang tidak tahan terhadap anastesi. Pulpektomi ini masih sering dilakukan hanya pada gigi sulung, dengan mempergunakan bahan devitalisasi paraformaldehid, seperti toxavit. c. Pulpektomi Non-Vital Sering dilakukan pada gigi anterior yang mempunyai saluran akar satu, walaupun kini telah banyak dilakukan pada gigi posterior jika sarana benar-benar mengizinkan dan seleksi gigi yang tepat. Gigi yang dirawat secara pulpektomi non vital adalah gigi dengan diagnosis gangrene pulpa atau nekrosis.

Indikasi : - Mahkota gigi masih dapat direstorasi dan berguna untuk keperluan prostetik. - Gigi tidak goyang dan periodontal normal. - Foto rontgen menunjukkan resoprsi akar tidak lebih dari 1/3 apikal. - Kondisi pasien baik serta ingin giginya dipertahankan. - Keadaan ekonomi pasien yang memungkinkan. Kontraindikasi : - Gigi tidak dapat direstorasi lagi. - Resorpsi akar lebih dari 1/3 apikal. - Kondisi pasien buruk (mengidap penyakit Diabetes Melitus, TBC, dll). - Terdapat granuloma atau kista yang sukar dibersihkan.

12

Pulpotomi Pemotongan jaringan pulpa pada bagian koronal yang telah mengalami infeksi. Indikasi : - Pulpa vital, bebas dari penanahan atau tanda nekrosis. - Pulpa terbuka karena factor mekanis selama preparasi kavitas yang kurang hatihati. - Pulpa terbuka karena, sudah lebih dari 2 jam, tetapi tidak lebih dari 24 jam. - Gigi masih dapat diperbaiki, minimal dan didikung lebih dari 2/3 panjang akar. - Tidak kehilangan tulang pada bagian interradikal. - Pada gigi posterior yang eksterpasi pulpa sulit dilakukan. - Apeks akar belum tertutup sempurna Kontraindikasi : - Sakit jika diperkusi dan dipalpasi. - Ada radiolusen pada daerah periapeks atau interradikular. - Mobilitas patologik. - Ada nanah pada pulpa yang terbuka.7

2.2.4.2 Triad Endodontik triad endodontik Untuk mendapatkan hasil yang optimal, dokter gigi harus memahami 3 prinsip dasar perawatan endodontic yang dikenal dengan endodontic, yaitu debridement, sterilisasi sel akar, dan obturasi. Tahapan tersebut saling berkaitan, tumpang tindih, dan saling bergantung satu sama lain dalam menentukan keberhasilan perawatan. Preparasi saluran akar dan sterilisasi saluran akar dilakukan secara bersamaan dan dikenal sebagai prosedur cleaning and shaping. 2.2.5 Proses Penyembuhan

13

Proses penyembuhan radang sudah terjadi sejak pulpa terkena cedera. Jaringan pulpa yang terkena radang memperlihatkan spektrum proses radang yang terbagi atas empat daerah yaitu : daerah infeksi, daerah kontaminasi, daerah iritasi, daerah stimulasi. Smulson membagi empat daerah tersebut menjadi dua tahap : Tahap eksudatif : adalah proses pertahanan jaringan, pada tahap ini terlihat udem oleh karena keluarnya serum untuk melarutkan agen cedera, agen anti bakteri seperti opsonin, agglutinin, antitoksin, bakteriolisin, serta fibrinogen. Terlihat juga eksudasi selular yang berasal dari darah yaitu neutrofil dan monosit yang akan menjadi makrofag, sedangkan limfosit sebagai zat antibodiy.

2.2.6

Evaluasi Pasca Perawatan Pemeriksaan Pasca Perawatan 1. Pemeriksaan klinis Dilakukan behaasil apabila : tidak ditemukan lagi gejala klinis serta gigi dapat berfungsi kembali secara fisiologis stelah selsai perwatan, tidak di jumpai lagi rasa sakit atau pembengkakan pada regio gigi yang dirawat. Jaringan pada daerah apeks dan periodontal pada foto roentgen terlihat normal. Kegagalan : Pengisian saluran akar yang tidak sempurna. Preparasi akar Adanya lesi periapeks Pengisian berlebihan Saluran akar tidak terisi penuh Adanya kista apikal Injeksi dari gigi ke rongga Instrumen yang patah pada saluran akar Saluran ada yang tidak terisi
14

Perforasi sinus maxilaris

2. Ketentuan Radiograf Dilakukan berhasil, jika lesi radiolusen di apeks Tidak ada. Dikatakan gagal, jikapatosisnya jelas menetap dan berkembang. Khususnya, lesi radiolusen yang tetap tidak berubah, lebih membesar,. Dikatakan meragukan, jika keadaannya tidak menentu. Lesi radiolusennya tidak menjadi lebih besar maupun tidak mengecil. 2.3 2.3.1 RADIOLOGI Gambaran Radiografi Suatu pulpa yang terinflamasi dengan aktifitas dentinoklas dapat memperlihatkan pembesaran ruang pulpa yang berubah abnormal dan merupakan tanda patologis dari resorbsi interna. Lesi radiolusensi 1. lamina dura didaerah apeks tidak ada karena telah teresorbsi. 2. keradiolusensinya sering memiliki tampilan hanging drop of oil 3. radiolusensi akan tetap tidak berubah di apeks, tidak terpengaruh oleh posisi penyudutan tabung sinarnya 4. penyebabnya biasanya jelas yaitu pulpa nekrosis Lesi radioopak 1. lesi ini telah merupakan condensing osteitis. Tampilannya menyebar (difus) dan opak dan secara histologis memperlihatkan adanya peningkatan tulang trabikuler. 2. pada radiografinya berupa batas yang menyebar dan susunan konsentris yang kasar mengelilingi apeks. 3. nekrosis pulpa dan lesi inflamasi yang radiolusen bisa ada atau tidak. Sering, condensing osteeitis ini dijumpai bersama-sama penyakit periodontitis apikalis. Pulpanya sering vital dan terinflamasi.3

2.4

FARMAKOLOGI 2.4.1Analgesik

15

Analgesik adalah penghilang rasa sakit. Umumnya analgesika narkotik digunakan untuk menghilangkan rasa sakit berat dan akut, analgesika non-narkotik atau analgesika ringan digunakan untuk menghilangkan rasa sakit ringan sampai sedang. Ada beberapa analgesik non-narkotik yang sering digunakan yaitu, aspirin, acetaminophen, diflunisal, naproxen, dan ibuprofen. Aspirin, sendiri atau dalam bentuk gabungan yang paling sering digunakan. Untuk menambah pengurangan rasa sakit, aspirin mempunyai sifat antipiretik dan antiradang. Aspirin dikontraindikasikan bagi pasien yang mengalami terapi koagulen, pada pasien yang menjalani kemoterapi antineoplastik, pada pasien yang menderita diabetes, dan yang menderits gout atritis. Acetaminophen, analgesika kedua yang palingsering digunakan. Sama efektifnya dengan aspirin untuk mengurangi rasa sakit ringan sampai sedang. Obat ini mempunyai insidensi efek samping lebih rendah dari pada aspirin dan efektif dalam dosis kecil, tetapi tidak mempunyai efek anti radang. Dikontraindikasikan bagi pasien yang menderita asma, urtikaria dan ulserpeptik. Naproxen, seperti diflunisal, merupakan analgesika yang bertahan lama. Diresepkan dalam tablet 275 mg, diminum 2 kali sehari. Baik naproxen maupun ibuprofen adalah derivate asam proprionik, tetapi berbeda potensinya, ibuprofen ditentuukan dalam dosis 300 sampai 400 mg 4 kali sehari, lebih efektif untuk mengurangi rasa sakit parah dari pada dosis terapeutik harian aspirin, 3600 mg. ibuprofen sebaiknya tidak digunakan pada pasien dengan riwayat ulser peptic atau tidak tahan terhadap aspirin. Ada juga beberapa analgesika narkotik digunakan untuk menghilangkan rasa sakit akut dan analgesic non-narkotik digunakan untuk menghilangkan rasa sakit yang ringan sampai sedang. Analgesic narkotik dapat mengontrol rasa sakit lebih baik daripada obatobat lain, cara kerjanya yaitu sebagai suatu hambatan nevrotransmisi sepanajng jalan, rasa sakit sentral dengan menghalangi lepasnya suatu transmitter rasa sakit yang cenderung untuk merangsang. Obat yang paling sering digunakan untuk analgesic biasanya : 1. Analgesik non-opoid Cara kerjanya dengan mengganggu metabolisme membrane fosfolifid ke jaringan mengalami kerusakan dan dilepaskan asam arakidonik secara enzimatis dari komponen fosfolofid lalu siklo-oksigenase menyebabkan asam arakodonik membrane prostaglandin, prostasimik, dan trombrokran lalu analgesic ringan pada tingkat siklooksigenase dan mengurangi sintesis prostaglandin kemudian hasilnya pengurangan atau penghilangan rasa sakit.
2. Moryphine : tidak digunakan secara oral.

3. Meperidine :dosisnya 50-100mg (Demerol), 1tablet setiap 4jam bila perlu. 4. Codoine :30mg, 1tablet setiap 4jam 5. Oxycodane : 5mg, dengan acetamynaphen, lalu 325mg (vicodine), 1tablet setiap 4jam bila perlu.

16

Untuk analgesic yang non-narkotik yang sering digunakan adalah : 1. Aspirin Sering digunakan baik sendiri maupun dalam bentuk gabungan. Cara kerjanya aspirin mempunyai sifat antipiretik dan anti radang untuk mengurangi rasa sakit, obat ini bekerja efektif pada rasa sakit yang ringan sampai sedang, 600mg aspirin lebih unggul dari pada 30mg codeine (untuk mengurangi rasa sakit), tetapi dapat menyebabkan reaksi anafilaktoid pada orang yang alergi dan reaksi yang merugikan pada penderita ulser-peptik. 2. Acitaminophen (Tylenol) Analgesic kedu yang sering digunakan untuk mengurangi rasa sakit dari ringan sampai sedang. Efek sampingnya lebih rendah dari aspirin dan efektif dalam dosis kecil sehingga tidak mempunyai efek anti radang. Biasanya dianjurkan untuk anakanak dan tersedia dalam bentuk cairan. 3. Diflunisal (Dolobid) Diflunsal ini sama efektifnya seperti gabungan acetaminophen dan codeine, efek analgesiknya lebih lama sampai 12jam, diresepkan 500mg tiap 12jam, kontra indikasinya untuk pasien penderita asma, ulser peptic dan lain-lain. 4. Naproxen (Naprosyn) Merupakan analgesic yang bertahan lama, diresepkan dalam tablet 275mg diminum setiap 12jam. 5. Ibuprofen (Motrin) Diresepkan dalam dosis 400-500mg setiap 6jam, lebih efektif untuk mengurangi rasa sakit yang parah, tidak diindikasikan untuk pasien yang tidak tahan aspirin.5 2.4.2 Antibiotik Antibiotik adalah bahan penolong terapeutik yang digunakan sebagai perlindungan profilaktik pada pasien yang secara medis membahayakan dan pada keadaan khusus seperti perawatan tambahan infeksi periapikal akut atau infeksi periodontal. Antibiotik yang paling efektif untuk digunakan pada endodontik darurat adalah : 1. Penicillin Cara kerjanya dengan menghambat sintesis dinding sel pada waktu perkembangbiakab mikroorganisme. Kekuatan mikrobialnya adalah bakterisida.
17

Penicillin efektif terhadap cocus gram positif. Penicillin V dengan asam stabl (phenoxymethil penicillin) adalah antibiotik yang diberikan lewat mulut pada ppasien yang secara medis membahayakan. Dosisnya : penicillin V 2,0gr diminum 1jam sebelum perawatan, selanjutnya 1,0gr diminum 6jam kemudian. 2. Erythromycin (untuk pasien yang alergi terhadap penicillin) Cara kerjanya menghambat sintesis protein tetapi spktrum antibakterialnya sama dengan penicillin. Erythromycin adalah asam-labil, sebaiknya digunakan bersama makanan. Obat ini dapat diberikan dalam bentuk tablet dengan lapisan yang tidak dapat dilarutkan asam, untuk menjamin tingkat darah yang efektif dan dapat mencegah inaktivasi oleh asam lambung. Dosisnya : 1.0gr diinum 1jam sebelumnya dan 500mg 6jam kemudian. 3. Cephalexin (keflex) : 250-500mg tiap 6jam 4. Clindamycin phosphate (cleocin HCl) : 150-300mg tiap 6jam 5. Tetracycline hydrochloride (achromycin V) : 250-300mg tiap 6jam.5 6. 2.4.3 Anastesi Faktor yang mempengaruhi anastesi 1. Kekhawatiran dan kecemasan Emosi berperan dalam persepsi pasien mengenai perawatan dan juga mengenai reaksi terhadap nyeri. Pasien akan menjadi cemas dan khawatir akibat cerita seram yang didengarnya mengenai nyeri itu sendiri saat perawatan endodonsi.

2. Kelelahan Selama menderita sakit gigi banyak pasien tidak tidur dengan nyenyak berharihari lamanya. Pada akhirnya pasien dalam menanggulangi stress menurun dan kurang dapat mentoleransi nyeri.

3. Inflamasi Jaringan Jaringan terinflamasi menyebabkan ambang rangsang persepsi nyeri menurun. Jaringan yang terinflamasi jauh lebih sensitive terhadap stimulus yang lebih rendah dimana jaringan terinflamasi lebih sukar dianastesi.

18

4. Kegagalan anastesi Weinstein dan kawan-kawan melaporkan bahwa kesukaran yang telah dialami dalam memperoleh anastesia mungkin menyebabkan ketidakstabilan anastesi si masa depan.

Anastesi Konvensional

Ada sejumlah factor yang mempengaruhi anastesi klinis Macam-macam perawatan seperti endodonsi, pencabutan, restorasi, atau lainnya Lengkung yang dianastesi Tingkat ketakutan pasien Jaringan terinflamsi

Tidak adanya respon setelah anastesi berarti adanya kemungkinan anastesi yang dalam pada gigi yang asimtomatik dengan pulpa vital. Anastesi Mandibula Anestetik yang paling umum digunakan adalah lidokain 2% dengan epinefrin 1:100.000. Kecuali disebutkan lain, larutan anestetik yang digunakan adalah larutan tersebut. Lidokain adalah obat yang aman dan efektif. Vasokontriksi pada umumnya merupakan bahan yang aman. Pada sejumlah kecil keadaan, yakni pada pasien yang sedang minum antidepresan trisiklik atau agen pemblok adrenergic nonselektif, atau pasien dengan penyakit jantung sedang sampai parah terdapat potensi untuk timbul masalah. Tanda-tanda keberhasilan atau kegagalan anastesi setelah injeksi 1. Rasa kebas dibibir (5-7 menit) Berarti injeksi telah memblok saraf kejaringan lunak bibir. Walaupun tidak berarti bahwa pulpa telah teranastesi. Jika kebaalan bibir tidak timbul, berarti anastesi blok gagal.

19

2. Awitan anastesi pulpa (10-15 menit)

3. Durasi Durasi anastesi pulpa mandibula cenderung lebih sering di molar dan premolar, dan sedikit kurang berhasil di gigi anterior.

4. Keberhasilan Anastesi pulpa pada mandibula cenderung lebih sering dimolar dan premolar dan sedikit kurang berhasil di gigi anterior.

Anastesi Maksila

Kecuali disebutkan lain, larutan anastetik yang digunakan adalh larutan konvensional yakni lidokain 2% dengan apinefrin 1:100.000. Secara klinis anastesia lebih mudah berhasil di maksila daripada dimandibula. Injeksi yang paling umum untuk daerah maksila adalah injeksi infiltrasi.

Faktor yang berkaitan dengan anastesi maksila

1. Rasa baal dibibir Biasanya terjadi dalam beberapa menit. Anastesi jaringan lunak tidak berhubungan sepenuhnya dengan durasi anastesi pulpa karena pulpa tidak teranastesi sama lamanya dengan jaringan lunak.

2. Keberhasilan dan kegagalan Infiltrasi maksila lebih berhasil daripada blok nervus alveolaris inferior.

20

3. Awitan anastesi (3-5 menit) di pulpa

4. Durasi pada sepertiga pasien anastesi pulpa pada: Gigi anterior menurun sekitar kurang lebih 30 menit, dan menghilang kurang lebih 60 menit. Pada gigi premolar dan molar satu, pasien tidak mengalami anastesi pulpa kurang lebih 45 menit dan sebagian hilang sekitar 60 menit.3 2.4.4 Medikamen Saluran Akar Irigasi Saluran Akar dan Antseptik Kebersihan saluran adalah merupakan tahap yang paling penting pada perawatan Endodonti. Dengan demikian pemakaian irigasi saluran akar dan obat-obat antiseptik sangatlah diperlukan. Ada tiga macam irigasi saluran akar yang digunakan yaitu:
1) Larutan H2 O2 3%

2) Larutan NaOl 1%, 2%, 5% 3) Providon iodine seperti Septadine, Isodine ataupun Betadine gargle

Khasiat sari obat irigasi tersebut antara lain: 1) Melarutkan kotoran jaringan pulpa 2) Secara mekanis mengeluarkan kotoran-kotoran yang melekat pada saluran akar 3) Membunuh kuman-kuman 4) Memutihkan jaringan gigi 5) Melicinkan saluran akar Efek samping yang dapat timbul akibat pemakaian obat ini adalah: 1) Konsentrasi pekat NaOCl dapat merangsang jaringan periapikal
2) Pemakaian H2O2 3% saja dapat mengakibatkan iritasi jaringan periapikal

3) Pemakaian Septadine, Isodine ataupun Betadine yang berlebihan dapat menimbulkan stomatitis.
21

Cara Pemakaian Kedalam saluran akar diirigasikan larutan H2O2 3% kemudian larutan NaCl. Karena pemakaian H2O2 akan terurai menjadi H2O + On. Dimana On akan mengiritasi jaringan periapikal dan menimbulkan rasa sakit. Oleh karena itu haruslah dinetralisir dengan NaOCl, dan akan terjadi reaksi NaOCl + H2O2 NaCL + H2O + O2. Pemakaian septadine, Isodine maupun Betadine dapat dengan cara menyemprotnya kedalam saluran akar. Setelah saluran akar diirigasi, maka tahap selanjutnya adalah sterilisasi saluran akar. Pada sterilisasi saluran akar ini kita kenal dua golongan obat anti septik, yaitu:

Obat-obat non spesifik ChKM (Chlorphenol Kamfer Menthol) o Sifat-sifat: a) Desinfeksi dan sifat mengiritasi akar gigi b) Mempunyai spektrum anti bakteri yang luas o Indikasi: a) Semua perawatan saluran akar gigi b) Gigi yang mempunyai kelainan apikal Cresatin Mempunyai sifat dan indikasi pemakaian yang sama dengan ChKM. Dipakai pada gigi dengan periodontitis apikalis tahap awal akibat instrumentasi berlebih. Formokresol o Sifat-sifat: a) Desinfeksi b) Mumifiksasi jaringan pulpa o Indikasi: a) Fiksasi pada perawatan pulpotomi b) Kasus-kasus darurat dimana peradangan pulpa masih dalam kamar pulpa.
22

TKF (Trikresol formalin) Bahan ini mempunyai sifat merangsang jaringan periapikal sehingga mengakibatkan jaringan menjadi nekrosis. Eugenol Sifatnya sedatif o Indikasi a) Pemakaian setelah pulpektomi b) Sebagai bagian dari sealer saluran akar c) Sebagai campuran dari tambalan sementara CMCP Merupakan desinfektan yang stabil dan efektif pemakaiannya. Obat ini digunakan pada gigi non vital. Secara umum sifat dari obat-obat golongan non spesifik ini adalah sebagai berikut: 1) Mudah menguap 2) Tegangan permukaan rendah 3) Bersifat mengiritasi jaringan apikal 4) Pemakaian yang berlebihan (medikamentasi berlebihan) akan mengakibatkan rasa sakit. Khasiat golongan non spesifik adalah menghancurkan bakteri dan jamur karena ia menghancurkan protoplasma. Efek samping nya adalah iritasi terhadap jaringan periapikal dan jaringan periapikal dapat menjadi nekrosis. Cara penggunaan obat golongan ini adalah keringkan saluran akar dengan paper point. Kemudian ambil kapas kecil dan basahi dengan obat sterilisasi saluran akar dan diletakkan diatas kamar pulpa, dan di atasinya dengan tambalan sementara.

Bahan yang dipakai pada Devitalisasi, Mumifikasi dan Pengisi Saluran Akar Bahan devitalisasi yang paling sering digunakan dalam perawatan saluran akar adalah arsen (As2O3).

23

o Keuntungannya 1) Mudah pemakaiannya. 2) Dapat digunakan pada penderita dengan kontra indikasi terhadap bahan anastesi. 3) Operator mempunyai waktu yang banyak untuk mengadakan amputasi pulpa atau eksterpasi pulpa. o Kerugiannya 1) Adanya rasa sakit pada proses matinya pulpa. 2) Menurunnya vitalitas jaringan periapikal yang disebabkan sifat dari arsen yang mempunyai efek tidak terbatas non limiting effect. 3) Bocornya tambalan sementara dapat menyebabkan nekrosis jaringan gingiva, jaringan periapikal ataupun tulang alveolar. 4) Waktu atau lamanya proses kematian pulpa tidak dapat dipastikan. o Jenisnya Tanpa dosis 1) Necro pulp (Burk) 2) Rapid arsen 3) Hartwigs Atz-Tampons 4) Neuron Atzpaste (Dr. Gonser) Dengan dosis 1) Kaustisin (Woelm)
a. Kaustisin merah 2 mg As2O3

Pemakaiannya: Pada pulpa yang terbuka, 1-2 hari Pada pulpa yang tertutup,3-4 hari
b. Kaustisin biru 2 mg As2O3

24

Pemakaiannya: Pada pulpa yang terbuka, 2-3 hari Pada pulpa yang tertutup, 3-4 hari
c. Kaustisin kuning 1,5 mg As2O3

Pemakaiannya: pada pulpa yang terbuka 3-5 hari


d. Kaustisin hitam 2 mg (metal) As2O3

Pemakaiannya: o Dalam proses matinya pulpa oleh arsen akan terjadi beberapa fase yaitu Pada pulpa dewasa, 6-8 hari Pada pulpa gigi susu, 5-6 hari

Fase Primer Fase ini merupakan efek vasotrop yang dapat terjadi beberapa jam setelah pemberian arsen. Fase Sekunder Pada fase ini terjadi efek neurotrop. Pada fase ini efek dari arsen bekerja pada sistem saraf.

Fase Tertier Pada fase ini terjadi efek plasmotrop yang terutama tertuju pada selnya. Pada fase ini terjadi: 1) Piknosis dari pada inti sel, sehingga inti menjadi kecil/gelap dan bergerigi. 2) Karioheksis yaitu pecahnya atau hancurnya inti. 3) Kariolisis yaitu larutnya inti yang ditandai dengan tidak terlihatnya inti pada pewarnaan.

25

o Efek samping dari penggunaan arsen adalah: a. Periodontitis Hal ini terjadi karena dosis pemakaian yang berlebihan pada pemakaian arsen trioksida sebagai bahan devitalisasi gigi, atau pemakaian arsen terlalu lama dalam gigi sehingga arsen keluar melalui foramen apikalis yang dapat mengakibatkan periodontitis arsen.

b. Perubahan warna gigi Arsen menyebabkan kongesti pulpa, sehingga mengakibatkan pecahnya kapiler yang halus sehingga darah masuk kedalam tubulus-tubulus dentin. Akibat pecahnya pembuluh darah ini maka Fe yang terdapat dalam hemoglobin menjadi Fe bebas dan membentuk cairan yang berwarna kehitaman dalam tubulus dentin sehingga menyebabkan perubahan warna gigi.

c. Manifestasi keracunan arsen kronis Meliputi antara lain: Faringitis, Gingivitis, Glositis, Stomatitis Ulseratif. Keracunan arsen dapat juga menyebabkan hiperpigmentasi kulit sehingga berwarna hitam keabu-abuan pada bagian bukal membran mukosa. Oleh karena efek samping arsen ini, banyak peneliti menganjurkan agar jangan menggunakannya lagi pada bidang Endodonti.

o Cara penggunaan 1. Bersihkan karies dengan hati-hati, kemudian kavitas dikeringkan dengan kapas.
2. Diintruksikan kepada pasien untuk membuka mulut selama aplikasi dengan

As2O3. 3. Arsen harus diletakkan pada bagian pulpa yang terbuka pada lapisan dentin yang paling ti[is. Kemudian ditutup dengan tambalan sementara tanpa tekanan.
26

4. Pada kavitas kelas II harus hati-hati, jangan meletakkan arsen pada pinggir kavitas. Dan untuk mencegah bacornya tambalan alangkah baiknya kalau kita tutup dengan tambalan sementara yang baik seperti Cavit W atau semen seng fosfat.

Bahan-bahan mumifikasi Bahan mumifikasi digunakan untuk mengawetkan pulpa/gigi sesudah devital pulpotomi, antara lain: 1) Putri domors 2) Triplex pasta 3) Pasta dari walkhoft 4) Pasta dari Knap 5) Trio pasta Gysi 6) Semen Zinc oxyde eugenol (untuk gigi sulung)
7) Pasta N2

8) Triodin (Leman) 9) Trioxy (Burk) Bahan pengisi saluran akar Persyaratan untuk pengisi saluran akar yang baik adalah mudah pemakaiannya, bertahan lam dalam saluran akar dan mudah pula dibongkar kembali. Secara detail dapat dikatakan: 1. Mudah dimasukkan ke dalam saluran akar. 2. Bahan cair atau pasta yang kemudian mengeras. 3. Menutup saluran akar dengan baik secara lateral dan apikal. 4. Tidak mengalami penyusutan. 5. Tidak dapat ditembus oleh bahan cair. 6. Bakteriostatik.

27

7. Tidak memberi warna ke gigi. 8. Mudah dibongkar. 9. Dapat disterilisasi. 10. Dapat terlihat pada foto rontgen. Bahan pengisi saluran akar dibagikan menjadi: 1) Bahan semipadat Terdiri atas bahan pasta atau semen. Sekarang sudah mulai ditinggalkan. 2) Bahan padat Bahan padat contohnya adalah metal (Ag, Au, Ti) dan kunstoff. Tetapi bahan-bahan ini juga sekarang mulai ditinggalkan karena kerugian yang diberikannya, seperti: Ag terkorosi. Au harganya mahal dan berkorosi. Ti lebih tahan terhadap korosi, tetpi kerapatannya ke dinding saluran akar dipertanyakan . kunstoff karena adanya bahan besi sebagai pengisinya,sekarang juga sudah mulai diringgalkan.

3) Gutaperca Keuntungan Mudah ditekan. Mempunyai adaptasi yang baik pada dinding saluran akar gigi bila ditekan. Mempunyai dimensi stabil. Toleransi jaringan baik. Radiopak. Mudah disterilkan. Tidak dapat ditembus oleh cairan. Tidak mewarnai struktur gigi. Mudah dikeluarkan dari saluran akar bila perlu.

28

Mudah didapat dan murah harganya.

Kerugian Mudah patah, sehingga sulit digunakan pada saluran akar yang bengkok. Bila terlalu banyak ditekan secara vertikal, dapat masuk kejaringan periapikal.

4) Sealer Merupakan semen yang pada takaran tertentu dapat menutupi celah-celah saluran akar yang belum diisi oleh utaperca. Menurut Grossmann, syarat-syarat sealer addalah: 1) Toleran terhadap jaringan. 2) Tidak terjadi pengerutan pada saat pengerasan. 3) Dapat diukur waktu pengerasannya. 4) Melekat ke dinding kanal dengan baik. 5) Radioopak. 6) Tidak mewarnai gigi. 7) Dapat dilarutkan dengan baik menggunakan bahan pelarut. 8) Tidak larut oleh cairan jaringan pada mulut. 9) Bakteriostatik. 10) Dapat menutupi bagian apikal, lateral dan koronal.

Macam-macam sealer: 1) Preparat Zu-O-Eugenol, mempunyai sifat penutupan celah yang baik sehingga dapat mencegah masuknya air ludah dan bakteri kesaluran akar.
2) Ca(OH)2, digunakan untuk menunjang penyembuhan periodontitis apikalis.

3) Bahan resin, meminimalkan penyusutan. Dapat melekat kedentin dan hanya sedikit dilarutkan air. 4) Bahan pelunak gutaperca,seperti kloroform, eukaliptus, dan xyloi.

29

5) Paraformaldehid atau kamfer. 6) Kortikoid Memasukkan sealer ke saluran akar Biasanya masih menggunakan lentuto, file-K, paper point atauultrasonik. Memasukkan sealer terlebih dahulu sebelum bahan pengisi dapat menyebabkan sealer terdorong ke arah apeks. Olehkarena itu,dianjurkan agar sealer dioleskan sedikit diatas ujung gutaperca, kemudian dimesukkan kesaluran akar. Smear Layer Smear layer dapat terdesak masuk ke tubulus dentin sampai 40 mm. Pembersihan dilakukan dengan kombinasi irigasi dari EDTA 15% dengan NaOCl 5,25%.EDTA melarutkan unsur anorganis, sementara NaOCl melarutkan unsur orgaris. Juga asam sitrum (50%) atau dapat dikombinasikan sengan NaOCl (5,25%) akan memberikan hasil yang serupa. Teknik pengisian saluran akar Gutaperca Dingin 1. Pada akar harus digunakan gutaperca yang sama besar dengan instrumen yang digunakan, teknik ini disebut teknik kerucut tunggal. Gutaperca yang telah dipilih kemudian diolesi dengan sealer. 2. Kondensasi lateral. Mula-mula ditentukan master point dan cocokkan kesaluran akar, kemudian dilakukan pembuatan foto rontgen. Sealer dicampur, olesi sedikit pada ujung apeks master point dan perlahan-lahan dimasukkan kesaluran akar. Digunakan penguak (spreader) yang 1-2 mm lebih pendek dari master pointyang dimasukkan kesaluran akar. Gutaperca tambahan dimasukkan kembali kedalam saluran, demikian seterusnya sehingga seluruh saluran akar terisi dengan baik. Gutaperca panas 1. Kondensasi vertikal Digunakan master cone 3-4 mm, yang dimasukkan kedalam saluran akar setelah diolesi sealer, ditekan sampai baik, lalu dibuat foto rontgen untuk melihat kedudukan gutaperca ini diujung saluran akar. Pada pengisian ini juga digunakan stoper yang bisa masuk kedalam saluran akar. Gutaperca yang ada

30

dalam saluran akar dipanasi dan ditekan dengan pemampat (plugger) ke arah foramen apikal. Pemanasan ini diulang beberapa kali sampai segmen gutaperca pada saluran akar lunak 3-4 mm. Selanjutnya pada bagian saluran akar yang belum terisi, sedikit demi sedikit dimasukkan gutaperca yang telah dipotong kedalam saluran akar dan distoper lagi, sampai seluruh saluran akar terisis dengan baik. 2 Gutaperca selagi panas langsung dimasukkan kedalam saluran akar, misalnya thermafill, densfill, dan soft-core. 3 Gutaperca dipanaskan diluar mulut, dimasukkan kesaluran akar dengan sistem pistol. Teknik kombinasi yang digunakan adalah trifecta dan inject R-fill.7

2.5 PERIODONTOLOGI 2.5.1 Hubungan Oral Hygiene dengan Jaringan Periodontal dan Penyakit Sistemik Penyakit pada gusi belum dikenal sebagi faktor resiko penyebab peyakit jantung. Namun, ternyata terdapat hubungan antara penyakit periodontal dan penyakit jantung koroner. Bakteri terdapat pada gusi dapat menyebabkan penyakit kardiovaskuler. Secara umum, bakteri yang terdapat di gusi mempunyai peluang menjadi 3 ( tiga ) penyakit sistemik, yaitu diabetes militus (DM), penyakit kardiovaskular, dan maslah penggumpalan darah. Yang paling cepet terpengaruh adalah penyakit kardiovaskular. Bakterials yang terbawa dalam aluran darah dapat tersangkut pada katup jantung abnormal, sehingga dapat menyebabkan endokarditis bakterials yang dapat merusak atau menghancurkan katup jantung. Hasil penelitian , pasien yang meninggal karena penyakit jantung , 54 % nya mengalami maslah periodontal. Untuk itu, menjaga kesehatan gigi mulut secara menyeluruh merupakan hal yang penting untuk kesehatan pada umumnya dan dapat mengurangi kejadian penyakit kardiovaskuleer. Waspadai plak yang menjadi sumber utama jarang bkteri patogen yang dapat menganggu jaringan gusi ( periodontal ). Yang dapat dilakukan adalah memperbaiki OH buruk dan menjaga kesehatan gigi dan mulut.8

31

BAB III KESIMPULAN

Jabaran pemicu : Bapak Abi (42tahun) datang keklinik gigi dengan keluhan sakit gigi yang sangat parah. Rasa sakit timbul secara spontan sejak semalam. Sudah minum obat pereda sakit, namun tidak bisa mengurangi rasa sakit giginya. Rasa sakit yang hebat membuat pak Abi tidak bisa tidur malam. Pasien ingin giginya segera diobati. Pasien memiliki riwayat penyakit jantung. Oral hygiene buruk. Pembahasan Kasus : Rasa sakit yang timbul secara spontan dan mengakibatkan bapak Abi tidak bisa tidur malam mengindikasikan adanya nyeri akut yang disebabkan oleh pulpitis irreversible dan pasien dinyatakan sedang dalam keadaan darurat endodontik. Penyebabnya biasanya adalah kombinasi iritan yang mengiduksi inflamasi hebat didalam pulpa dan jaringan periradikuler. Pada gambaran radiografi terlihat pembesaran ruang pulpa yang berubah abnormal dan merupakan tanda patologis dari resorbsi interna. Perawatan untuk kedaruratan endodontik adalah pulpektomi, tetapi karena dokter gigi tidak mempunyai banyak waktu maka dilakukan pulpotomi darurat. Bapak Abi sering mengkonsumsi obat antibiotik, padahal antibiotik tidak dapat di konsumsi secara sembarangan, jadi bapak Abi harus mengkonsumsi obat-obatan yang sesuai dengan resep dokter. Pak Abi mempunyai riwayat penyakit jantung, sehingga dokter gigi harus memberikan resep yang sesuai untuk pasien.

32

DAFTAR PUSTAKA
1 2 3 4

Beri Setiawan. Konsep Dasar Nyeri. Available online [URL] http://berisetiawanblog.friendplay.com/post/6622. Post on Feb 6th, 2009. 01:16 pm. Ananta Benvonuto. Doctorology.net: Nyeri. Available http://www.ppcindo.com/index.php. Post on March, 24th, 2009. online [URL]

Walton, Richard E. dan Mahmoud Torabinejad. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, Ed. 3. Jakarta: EGC. 2008. 316-323, 31-35, 114 - 131 http://www.akademik.unsri.ac.id/download/penatlaksanaan % kedaruratan endodontik .pdf. Oleh : Milly Armalia, drg. Sp.KG, februari, 2007, Unpad, FKG, Bandung.
5 6 7

Grossman, Louis I, dkk. Ilmu Endodontik dalam Praktek, Ed.3. Jakarta: EGC. 2008, 65-74, 28-30, 30-31. Harty, F.J, Endodontik Klinis, Ed. 3, Jakatra: Hipokrates, 1992. 59-64.

Prof.DR. drg. Tarigan, Rasinta, Perawatan Pulpa Gigi, Jakarta: EGC, 2004.101103,145-149, 71-82. 8 Drg. Melanie Sadono, dalam semiloka Gigi dan Mulut sebagai Focal Infection Penyakit Kardiovaskuler, Bali, maret 2009

33

34

You might also like