You are on page 1of 56

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Penyakit jantung di Indonesia masih merupakan penyakit nomor satu yang mendorong angka kematian cukup tinggi, akibat kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai bahaya penyakit tersebut. Saat ini, angka kejadian masuk ke rumah sakit akibat Sindrom Koroner Akut (SKA) berupa Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS) maupun Infark Miokard Akut (IMA) semakin meningkat disertai dengan angka mortalitas yang masih tinggi (Anderson et al., 2007). Data statistik American Heart Association (AHA) 2008 melaporkan bahwa dalam tahun 2005, penderita yang menjalani perawatan medis di Amerika Serikat akibat SKA hampir mencapai 1,5 juta orang. Laporan tersebut menyebutkan, kira-kira 1,1 juta orang (80%) menunjukkan kasus APTS atau infark miokard tanpa elevasi ST (NSTEMI), sedangkan 20% kasus tercatat menderita infark miokard dengan elevasi ST (STEMI) (Kolansky, 2009). Data epidemiologis pada tingkat nasional yaitu diantaranya, laporan studi mortalitas tahun 2001 oleh Survei Kesehatan Nasional (SurKesNas, 2001 cit Jamal, 2004) menunjukkan bahwa penyebab utama kematian di Indonesia adalah penyakit sistem sirkulasi (jantung dan pembuluh darah) sekitar 26,39%. Adapun berdasarkan data rekam medis Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (Sulastomo., 2010), penderita IMA yang berusia di bawah 45 tahun berjumlah 92 orang dari 962 penderita IMA (10,1%) pada tahun 2006 dan angka ini menjadi 10,7% yaitu 117 penderita IMA usia muda dari 1.096 seluruh penderita IMA pada tahun 2007. Salah satu faktor risiko yang fundamental pada kejadian penyakit jantung adalah kolesterol dan lemak dalam darah (Soeharto, 2004 & Jamal, 2004). Hampir pada semua kasus penyakit jantung didapatkan plak aterosklerosis pada dinding arteri akibat substansi ini. Komplikasi utama terbentuknya plak aterosklerosis koroner adalah iskemia miokard (angina) dan infark miokard akibat insufisiensi aliran darah koroner (Santoso & Setiawan, 2005). Infark akut tanpa elevasi ST (NSTEMI) dapat terjadi akibat adanya penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard 1

yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner, dengan presentasi gejala yang sering ditemukan adalah Nyeri dada pada lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan. Apabila tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat maka berbagai komplikasi dapat terjadi. Untuk itu, alangkah baiknya kita semua memelihara kesehatan dengan diantaranya menciptakan gaya hidup yang sehat dimulai dari diri sendiri. Dengan demikian diharapkan kita dapat terhindar dari berbagi penyakit, diantaranya penyakit jantung. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Diperoleh pengalaman secara nyata alam merawat klien dengan infark miokard akut tanpa elevasi ST (Non STEMI), diperoleh gambaran / informasi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Ny. P dengan penyakit Non STEMI di ruang perawatan jantung lantai 2 RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat. 2. Tujuan Khusus Diharapkan mahasiswa mampu: a. Melakukan pengkajian pada klien dengan infark miokard akut tanpa elevasi ST (Non STEMI) b. Menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan infark miokard akut tanpa elevasi ST (Non STEMI) c. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan infark miokard akut tanpa elevasi ST (Non STEMI) d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan infark miokard akut tanpa elevasi ST (Non STEMI) e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien dengan infark miokard akut tanpa elevasi ST (Non STEMI) f. Mampu mengidentifikasikan kesenjangan antara teori dengan kasus g. Mengidentifikasikan faktor-faktor pendukung, penghambat serta solusinya.

C. Ruang Lingkup Masalah Pada laporan kasus ini, pengambilan kasus ini dilakukan di ruang perawatan Jantung lantai 2 RSPAD Gatot Soebroto pada Ny. P dengan diagnosa medis infark miokard akut tanpa elevasi ST (Non STEMI), dari tanggal 10 Januari - 15 Januari 2011. Sumber dari laporan kasus diperoleh dari berbagai literatur yang berhubungan dengan anatomi fisiologi dan potologi dari sistem kardiovaskuler serta melihat langsung situasi pasien dengan menghubungkan teori dengan keadaan yang ada pada pasien dengan infark miokard akut tanpa elevasi ST (Non STEMI).

BAB II TINJAUAN TEORI A. Anatomi dan Fisiologi Jantung Anatomi Jantung Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada diantara kedua paru. Terdapat selaput yang mengitari jantung yang disebut perikardium, terdiri dari dua lapisan: Perikardium parietalis : lapisan luar melekat pada tulang dada dan paru Perikardium viseralis : lapisan permukaan jantung/ epikardium

Diantara kedua lapisan ini terdapat cairan pericardium Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan : Lapisan luar (epikardium) Lapisan tengah (Miokardium) Lapisan dalam (endokardium)

Ruang-ruang jantung Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu 2 berdinding tipis disebut atrium (serambi) dan 2 berdinding tebal disebut ventrikel (bilik). 1. Atrium a) Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh. Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan melalui katub dan selanjutnya ke paru. b) Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4 buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri melalui katub dan selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta. Kedua atrium dipisahkan oleh sekat yang disebut septum atrium. 2. Ventrikel Merupakan alur alur otot yang disebut trabekula. Alur yang menonjol disebut muskulus papilaris, ujungnya dihubungkan dengan tepi daun katub atrioventrikuler oleh serat yang disebut korda tendinae. 4

a) Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru melalui arteri pulmonalis b) Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan keseluruh tubuh melalui aorta Kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat yang disebut septum ventrikel. c) Katup Katup Jantung Katup atrioventrikuler Terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang terletak diantara atrium kanan dan ventrikel kanan mempunyai 3 buah daun katup ( trikuspid). Sedangkan katup yang terletak diantara atrium kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua buah daun katup (Mitral). Memungkinkan darah mengalir dari atrium ke ventrikel pada fase diastole dan mencegah aliran balik pada fase sistolik. Katup Semilunar Katup Pulmonal terletak pada arteri pulmonalis dan memisahkan pembuluh ini dari ventrikel kanan. Katup Aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Kedua katup ini mempunyai bentuk yang sama terdiri dari 3 buah daun katup yang simetris. Dan katup ini memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke arteri selama sistole dan mencegah aliran balik pada waktu diastole. Pembukaan katup terjadi pada waktu masing-masing ventrikel berkontraksi, dimana tekanan ventrikel lebih tinggi dari tekanan didalam pembuluh darah arteri. d) Pembuluh Darah Koroner Arteri Dibagi menjadi dua : Left Coronary Arteri (LCA) : left main kemudian bercabang besar menjadi: left anterior decending arteri(LAD), left circumplex arteri (LCX) 5

Right Coronary Arter Vena: vena tebesian, vena kardiaka anterior, dan sinus koronarius.

A. Fungsi Sistem Cardiovascular Lingkaran sirkulasi dapat dibagi atas dua bagian besar yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonalis 1. Sirkulasi Sistemik 2. 3. Mengalirkan darah ke berbagi organ Memenuhi kebutuhan organ yang berbeda Memerlukan tekanan permulaan yang besar Banyak mengalami tahanan Kolom hidrostatik panjang Hanya mengalirkan darah ke paru Hanya berfungsi untuk paru Mempunyai tekanan permulaan yang rendah hanya sedikit mengalai tahanan Kolom hidrostatik pendek

Sirkulasi Pulmonal

Sirkulasi Koroner

Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung dan membawa oksigen untuk miokardium melalui cabang cabang intar miokardial yang kecil. Aliran darah koroner meningkat pada: Aktifitas Denyut jantung Rangsang sistem syaraf simpatis

B. Fisiologi Jantung

Jantung merupakan organ utama dalam system kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah. Posisi jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah dada, bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus xiphoideus. Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis. Selaput yang membungkus jantung disebut pericardium dimana teridiri antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50 cc yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara pericardium dan epicardium. Epicardium adalah lapisan paling luar dari jantung, lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan yang paling tebal. Lapisan terakhir adalah lapisan endocardium. Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium dan sisanya adalah ventrikel. Pada orang awan atrium dikenal dengan serambi dan ventrikel dikenal dengan bilik. Fungsi utama jantung adalah memompa darh ke seluruh tubuh dimana pada saat memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak. Selain itu otot jantung juga mempunyai kemampuan untuk menimmbulkan rangsangan listrik. Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel 7

mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan. Aktifitas kontraksi jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh selalu didahului oleh aktifitas listrik. Aktifitas listrik inidimulai pada nodus sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada celah antara vena cava suiperior dan atrium kanan. Pada nodus SA mengawali gelombang depolarisasi secara spontan sehingga menyebabkan timbulnya potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel otot atrium, nodus atrioventrikuler (nodus AV), berkas His, serabut Purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel. Oleh karena itu jantung tidak pernah istirahat untuk berkontraksi demi memenuhi kebutuhan tubuh, maka jantung membutuhkan lebih banyak darah dibandingkan dengan organ lain. Aliran darah untuk jantung diperoleh dari arteri koroner kanan dan kiri. Kedua arteri koroner ini keluar dari aorta kira-kira inchi diatas katup aorta dan berjalan dipermukaan pericardium. Lalu bercabang menjadi arteriol dan kapiler ke dalam dinding ventrikel. Sesudah terjadi pertukaran O2 dan CO2 di kapiler , aliran vena dari ventrikel dibawa melalui vena koroner dan langsung masuk ke atrium kanan dimana aliran darah vena dari seluruh tubuh akan bermuara. Sirkulasi darah ditubuh ada 2 yaitu sirkulasi paru dan sirkulasi sistemis. Sirkulasi paru mulai dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis, arteri besar dan kecil, kapiler lalu masuk ke paru, setelah dari paru keluar melalui vena kecil, vena pulmonalis dan akhirnya kembali ke atrium kiri. Sirkulasi ini mempunyai tekanan yang rendah kira-kira 15-20 mmHg pada arteri pulmonalis. Sirkulasi sistemis dimulai dari ventrikel kiri ke aorta lalu arteri besar, arteri kecil, arteriole lalu ke seluruh tubuh lalu ke venule, vena kecil, vena besar, vena cava inferior, vena cava superior akhirnya kembali ke atrium kanan Sirkulasi sistemik mempunyai fungsi khusus sebagai sumber tekanan yang tinggi dan membawa oksigen ke jaringan yang membutuhkan. Pada kapiler terjadin pertukaran O2 dan CO2 dimana pada sirkulasi sistemis O2 keluar dan CO2 masuk dalam kapiler sedangkan pada sirkulasi paru O2 masuk dan CO2 keluar dari kapiler.

Volume darah pada setiap komponen sirkulasi berbeda-beda. 84% dari volume darah dalam tubuh terdapat pada sirkulasi sistemik, dimana 64% pada vena, 13% pada arteri dan 7 % pada arteriol dan kapiler. C. Sistem Konduksi Jantung 1. Di dalam otot jantung terdapat jaringan khusus yang mengahntarkan aliran listrik. Jaringan tersebut mempunyai sifat-sifat khusus: Otomatisasi : menimbulkan impuls/rangsang secara spontan Irama : pembentukan rangsang yang teratur Daya konduksi : kemampuan untuk menghantarkan Daya rangsang : kemampuan bereaksi terhadap rangsang

2. Perjalan impuls/rangsang dimulai dari: 1) Nodus SA (sino atrial) traktus iternodal Brachman bundle

2) Nodus AV (atrio ventrikel) 3) Bundle of HIS ( bercabang menjadi dua: kanan dan kiri): Right bundle branch Left bundel brac

4) Sistem PURKINJE 3. Siklus Jantung 1) 2) 3) 4) 5) Fase kontraksi isovolumetrik Fase ejeksi cepat Fase diastasis Fase pengisian cepat Fase relaksasi isovolumetrik

4. Perjalanan konduksi jantung Umumnya jantung berkontraksi secara ritmik sekitar 70 sampai 90 denyut per menit pada orang dewasa dalam keadaan istirahat. Kontraksi ritmik

berasal secara spontan darisistem konduksi dan impulsnya menyebar ke berbagai bagian jantung; awalnya atrium berkontraksi bersama-sama dan kemudian diikuti oleh kontraksi ke dua ventrikel secara bersama-sama. Sedikit penundaan penghantaran impuls dari atrium ke ventrikel memungkinkan atrium mengosongkan isinya ke dalam ventrikel sebelum ventrikel berkontraksi. Sistem konduksi jantung terdiri atas otot jantung khusus yang terdapat pada nodus sinuatrialis, nodus atrioventricularis, fasciculus atrioventricularis beserta dengancrus dextrum dan crus sinistrumnya, dan plexus jantung yang membentuk sistem konduksi jantung dikenal sebagai serabut purkinje. a. Nodus Sinuatrialis Nodus Sinuatrialis terletak pada dinding atrium dextrum di bagian atas sulcus terminalis, tepat di sebelah kanan muara vena cava superior. Dan Nodus ini merupakan asal impuls ritmik elektronik yang secara spontan disebarkan ke seluruh otot-otot jantung atrium dan menyebabkan otot-otot ini berkontraksi. b. Nodus atrioventricularis Nodus atrioventricularis terletak pada bagian bawah septum ineratriale tepat di atas tempat perlekatan cuspis septalis valva tricuspinalis. Dari sini, impuls jantung dikirim ke ventrikel oleh fasciculus atriovenricularis. Nodus atrioventricularis distimulari oleh gelombang eksitasi pada waktu gelombang ini melalui myocardium atrium. Kecepatan konduksi impuls jantung melalui nodus atriovenricularis ( sekitar 0,11 detik) memberikan waktu yang cukup untuk atrium mengosongkan darahnya ke dalam ventrikel sebelum ventrikel mulai berkontraksi. c. Fasciculus Atrioventricularis Fasciculus atrioventricularis (berkas dari His) merupakan satu-satunya jalur serabut otot jantung yang menghubungkan myocardium atrium dan myocadium ventriculus, oleh karena itu fasciculus ini merupakan satu-satunya jalan yang dipergunakan oleh impuls jantung dari atrium 10

ke ventrikel. Fasciculus ini berjalan turun melalui rangka fibrosa jantung. Fasciculus atrioventricularis kemudian berjalan turun di belakang cuspis septalis valva tricuspidalis untuk mencapai pinggir inferior pars membranacea septum interventriculare. Pada pinggir pars muscularis septum, fasciculs ini terbelah menjadi dua cabang, satu cabang untuk setiap ventrikel. Cabang berkas kanan berjalan turun pada sisi kanan septum interventriculare untuk mencapai trabecula septomarginalis, tempat cabang ini menyilang dinding anterior ventriculus dexter. Di sini cabang tersebut melanjut sebagai serabut-serabut plexus purkinje. Cabang berkas kiri menembus septum dan berjalan turun pada sisi kiri di bawah endocardium. Biasanya cabang ini bercabang dua ( anterior dan posterior), yang akhirnya melanjutkan diri sebagai serabut-serabut plexus Purkinje ventriculus sinister. Jadi terlihat bahwa sistem konduksi jantung bertanggung jawab tidak hanya untuk pembentukkan impuls jantung tetapi untuk penghantaran impuls ini dengan cepat ke selurh myocardium jantung, sehingga ruang-ruang jantung berkontraksi secara terkoordinasi dan efisien. Aktivitas sistem konduksi/ penghantar dapat dipengaruhi oleh saraf otonom yang menyarafi jantung. Saraf parasimpatis memperlambat irama dan mengunakan kecepatan penghantaran impuls; saraf simpatis mempunyai efek yang berlawanan d. Jalur konduksi internodus Impuls dari nodus sinuatrialis kenyataanya berjalan ke nodus atrioventricularis lebih cepat daripada kesanggupannya berjalan sepanjang myocardium melalui jalan yang seharusnya. Fenomena ini dijelaskan dengan adanya jalur-jalur khusus di dalam dinding atrium, yang terdiri atas struktur campuran antara serabut-serabut Purkinje dan sel-sel otot jatung. Jalur Internodus anterior meninggalkan ujung anterior nodus sinuatrialis dan berjalan ke anterior menuju ke muara vena cava superior. Jalur ini berjalan turun pada septum atrium dan 11

berakhir pada nodus atrioventricularis. Jalur Internodus medius meninggalkan ujung posterior nodus sinoatrialis dan berjalan ke posterior menuju muara vena cava superior. Jalur ini turun ke tricularis. Jalur internodus posterior meninggalkan bagian posterior nodus sinuatrialis dan turun melalui crista terminalis dan valva vena cava inferior menuju ke nodus atrioventricularis. e. Suplai darah untuk sistem konduksi Nodus sinoatrialis biasanya diperdarahi oleh arteriaconoria dextra tetapi kadang-kadang pleh arteri conoria sinistra. Nodus dan fasciculus atrioventricularis diperdarahi oleh arteri conoria dextra. Cabang berkas kanan fasciculus atrioventricularis diperdarahi oleh arteri conoria sinistra; cabnag berkas kiri fasciculus atrioventricularis diperdarahi oleh arteri conoria sinistra dan arteri conoria dextra. f. Persarafan pada jantung Jantung dipersarafi oleh serabut simpatisdan parasimpatis susunan saraf otonom melalui plexus cardiacus yang terletak di bawah arcus aortae. Saraf simpatis berasal dari bagian cervicale dan thoracale bagian atas truncus symphaticus, dan persarafan parasimpatis berasal dari nervus vagus. Serabut-serabut postganglionik simpatis berakhir di nodus sinuatrialis dan nodus atrioventricularis, serabut-serabut otot jantung, dan arteriae conoriae. Perangsangan serabut-serabut saraf ini menghasilkan akselerasi jantung, meningkatnyadaya kontraksi otot jantung, dan dilatasi arteriae conoriae. Serabut-serabut postganglionik parasimpatis berakhir pada nodus sinuatrialis, nodus atrioventricularis dan ateriae cononariae. Perangsangan saraf parasimpatis dapat mengakibatkan berkurangnya denyut dan daya kontraksi jantung dan konstriksi arteriae cononariae. Serabut-serabut aferen yang berjalan bersama saraf simpatis membawa impuls saraf yang biasanya tidak dapat disadari. Akan tetapi, bila suplai darah ke myocardium terganggu, impuls rasa nyeri dirasakan 12

melalui lintasan tersebut. Serabut-serabut aferen yang berjalan bersama nervus vagus mengambil bagian dalam refleks kardiovaskular. g. Cara kerja jantung Jantung merupakan kerja muskular. Serangkaian perubahan yang terjadi di dalam jantung pada saat pengisian darah dan pengosongan darah disebut sebagai Siklus Jantung. Jantung normal berdeyut sekitar 70 sampai 90 kali permenit pada orang dewasa yang sedang istirahat dan sekitar 130 sampai 150 kali per menit pada anak yang baru lahir. Darah secara terus menerus kembali ke jantung, dan selam sistolik ventrikel (kontraksi), saat valva atrioventricularis tertutup, darah untuk sementara di tampung dalam vena-vena besar dan atrium. Bila ventrikel mengalami diastolik (relaksasi), valva atrioventricularis membuka, dan darah secara psif mengalir dari atrium ke ventrikel. Waktu ventrikel hampir penuh, terjadi sistolik atrium dan memaksa sisa darah dalam atrium masuk kedalam ventrikel.Nodus sinuatrialis memulai gelombang kontraksi pada atrium, Yang dimulai sekitar muara-muara vena-vena besardan memeras darah ke ventrikel. Dengan cara ini tidak terdapat refluks darah ke dalam vena. Impuls jantung yang telah mencapai nodus atrioventricularis diteruskan ke musculi papillares melalui fasciculus atrioventricularis dan cabangcabangnya. Musculi papillares lalu mulai berkontraksi dan memendekkan chordae tendineae yangnkendur. Sementara itu, ventrikel mulai berkontraksi dan valva atrioventricularis menutup. Penyebaran impuls jantung sepanjang fasciculus atrioventricularis dan cabang-cabang terminalnya, terjadi myocardium terjadi hampir bersamaan waktunya di seluruh ventrikel. Bila tekanan darah intraventrikular melebihi tekanan di dalam arteriarteri besar (aorta dan truncus pulmonalis), cuspis valvula semilunaris terdorong ke samping dan darah dikeluarkan dari jantung. Pada akhir sistolik ventrikel, darah mulai bergerak kembali ventrikel dan dengan segera mengisi kantong-kantong valvula semilunaris. Cuspis terletak 13

dalam keadaan aposisi dan menutupi ostium aortae dan pulmonalis dengan sempurna.

Sindrom Koroner Akut (SKA) Andra (2006) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. Wasid (2007) menambahkan bahwa Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard Akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil. Harun (2007) mengatakan istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. a. Etiologi Sindrom Koroner Akut (SKA) Rilantono (1996) mengatakan sumber masalah sesungguhnya hanya terletak pada penyempitan pembuluh darah jantung (vasokonstriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh empat hal, meliputi: a. Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat konsumsi kolesterol tinggi. b. Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus). 14

c. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus menerus. d. Infeksi pada pembuluh darah. Wasid (2007) menambahkan mulai terjadinya Sindrom Koroner Akut (SKA) dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni: a b c Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan) Stress emosi, terkejut Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, dan kontraktilitas jantung meningkat. b. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut (SKA) Rilantono (1996) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque disruption disrupsi plak. Setelah plak mengalami ruptur maka faktor jaringan (tissue factor) dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner. Ini disebut fase acute thrombosis trombosis akut. Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur plak. Oleh karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP merupakan petanda inflamasi pada kejadian koroner akut (IMA) dan mempunyai nilai prognostic. Pada 15% pasien IMA didapatkan kenaikan CRP meskipun troponin-T negatif. Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. 15

Jika mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/ NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung. Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah, misalnya lipooxygenases dan P450monooxygenases. Angiotensin II juga merupakan aktivator NADPH oxidase yang poten. Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh darah melalui pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1 dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensial. c. Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin). Nitrit Oksid secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark. Sindrom koroner akut yang diteliti secara angiografi 6070% menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik. Adapun mulai terjadinya sindrom koroner akut, khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni aktivitas/ latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari dari suatu mingguan (Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran koroner juga

16

meningkat. Dari mekanisme inilah beta blocker mendapat tempat sebagai pencegahan dan terapi.

17

Aterosklerosis Rupture Plaque Aktifasi factor pembekuan dan platelet

Factor pencetus : Hiperkolesterolemia Dm Merokok Ht Usia lanjut Kegemukan

Pengeluaran tissue faktor Factor VII a Factor VII a complex

Factor X

Factor Xa Produksi trombin Terjadi adhesi dan agregasi Factor pendukung : DECOM CORDIS

Pembentukan trombus Proses inflamasi

Penurunan aliran darah koroner

SKA Aktivasi : Makrofag, proteinaseas, sel T limfosit, sitokin

Destabilitas plaque

kebutuhan O2 supplay o2

Adanya ST elevasi CKMB Troponin STEMI

Tk ada ST elevasi CKMB normal Troponin normal NSTEMI

MK: Curah Jantung Menurun

Metab. anaerob

produksi asam laktat filtrasi glomerulusI Merangsang nosiseptor ambang nyeri Angina Pektoris retensi cairan oliguria MK: Kelebihan Volume cairan Takipneu/ dyspneu Nyeri Tx Diuretik supplay O2 ke paru Kebutuhan O2

Kompensasi : RR

MK : Gangguan rasa nyaman : nyeri

MK : Resiko gangguan keseimbangan elektrolit: hipokalemi

MK : Gangguan pola nafas

18

ST Elevasi Miokard Infark A. Pengertian Secara klinis infark akut tanpa elevasi ST (NSTEMI) sangat mirip dengan angina tidak stabil. Hal yang membedakan adalah adanya enzym petanda jantung yang positif. Pada NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total/ oklusi tidak total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresi, trombosis dan vasokonstriksi. B. Patofiologi NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limposit T yang menunjukkan adanya proses imflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sel sitokin proinflamasi seperti TNF, dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran hsCRP di hati (Sudoyo Aru W, 2006). C. Manifestasi Klinis Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga

19

terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun. Pada pemeriksaan Elektro Kardiogram (EKG) Segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Trombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupakan prediktor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan resiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST. Pemeriksaan Laboratorium Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard lebih spesifik dari pada CPK dan CKMB. Pada pasien IMA, peningkatan Troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu. Stratifikasi Resiko Penilaian klinis dan EKG, keduanya merupakan pusat utama dalam pengenalan dan penilaian risiko NSTEMI. Jika ditemukan resiko tinggi, maka keadaan ini memerlukan terapi awal yang segera. Karena NSTEMI merupakan penyakit yang heterogen dengan subgrup yang berbeda, maka terdapat keluaran tambahan yang berbeda pula. Penatalaksanaan sebaiknya terkait pada faktor resikonya, Skor Resiko Insiden keluaran yang buruk (kematian, (re) infark miokard, atau iskemia berat rekuren) pada 14 hari berkisar antara 5% dengan risiko 0-1, sampai 41% dengan skor risiko 6-7. Skor resiko ini berasal dari analisis pasien-pasien pada penelitian TIMI IIB dan telah divalidasi pada empat penelitian tambahan dan satu registry, terdapat banyak bukti yang menunjukkan disfungsi ginjal berhubungan dengan peningkatan resiko keluaran yang buruk. Beberapa penelitian seperti Platelet Receptor Inhibition Ischemic Syndrome Management in Patien Limited by Unstable Sign and Symptom (PRISM-PLUS). Treat Angina with Aggrastat and Determine Cost of Therapy with invasive or Conservative Strategy (TACTICS)TIMI 18, DAN Global Use Strategies to Open Ocluded Coronary Arteries (GUSTO) IV-ACS, kesemunya menunjukkan pasien-pasien dengan kadar klirens kreatinin yang lebih rendah memiliki gambaran resiko yang lebih besar 20

dan keluaran yang kurang baik. Walaupun strategi invasive banyak bermanfaat pada pasien disfungsi ginjal, namaun memiliki resiko perdarahan lebih banyak. Karena molekul kecil inhibitor GP IIb/IIIa dan LMWH diekskresikan lewat ginjal (Sudoyo Aru W, 2006). Newby et al. mendemonstrasikan bahwa strategi bedside menggunakan mioglobin, creatinin kinase MB dan Troponin I memberikan stratifikasi risiko yang lebih akurat dibandingkan jika menggunakan petanda tunggal berbasis laboratorium. Sabatin et al. Mempertimbangkan 3 faktor patofisiologi yang terjadi pada UA /NSTEMI yaitu: Ketidaksetabilan plak dan nekrosis otot yang terjadi akibat mikroembolisasi. Inflamasi vaskuler. Kerusakan ventrikel kiri

Masing-masing dapat dinilai secara independen berdasarkan penilaian terhadap petanda-petanda seperti cardiac-spesific troponin. C-reactive protein dan brain natriuretic peptide, berturut-turut. Pada penelitian TACTICS-TIMI 18, dimana resiko relative, mortalitas 30 hari pasien dengan bio marker 0, 1, 2, dan 3 semakin meningkat berkali lipat 1,2. 1,5. 7, dan 13,0 berturut-turut. Pendekatan petanda laboratorium sebaiknya tidak digunakan sendiri-sendiri tapi seharusnya dapat memperjelas penemuan klinis. D. Penatalaksanaan Harus Istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG guna pemantauan segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi yang harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu: E. Terapi Terapi antiiskemia Terapi anti platelet/antikoagulan Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi), Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sudah perawatan RS.

21

1. Terapi Antiiskemia Obat Propranolol Metoprolol Atenolol Nadolol Timolol Asebutolol Betaksolol Bisoprolol Esmolol (intravena) Labetalol Pindolol Nitrat ( ISDN ) Penyekat Beta Selektivitas Tidak Beta 1 Beta 1 Tidak Tidak Beta 1 Beta 1 Beta 1 Beta 1 Tidak Tidak Aktivitas Parsial Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Ya Ya AgonisDosis umum untuk Angina 20-80mg 2 kali sehari 50-200mg 2 kali sehari 50-200mg/hari 40-80mg/hari 10mg 2 kali sehari 200-600mg 2 kali sehari 10-20mg/hari 10mg/hari 50-300mcg/kg/menit 200-600mg 2 kali sehari 2,5-7,5mg 3 kali sehari

2. Terapi Antitrombotik Antitrombotik (Streptokinase, Urokinase, rt-PA) Antiplatelet (Aspirin, Klopidogrel, Antagonis Platelet GP IIb/IIIa) 4. Terapi Antikoagulan LMWH (low Molekuler weight Heparin) 5. Strategi Invasif dini vs Konservasif dini Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membandingkan strategi invasif dini (arteriografi koroner dini dilanjutkan dengan revaskularisasi sebagaimana diindikasikan oleh temuan arteriografi) dengan strategi konservatif dini (kateterisasi dan jika diindikasikan revaskulaisasi, hanya pada yang mengalami kegagalan terhadap terapi oral/obat-obatan). 3. Terapi Antiplatelet

Asuhan Keperawatan

22

a. Pengkajian: 1) Identitas klien (umumnya jenis kelamin laki-laki dan usia > 50 tahun) 2) Keluhan (nyeri dada, Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat , terasa panas, di dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri berlangsung 10 menit) 3) Riwayat penyakit sekarang (Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat , terasa panas, di dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri berlangsung 10 menit) 4) Riwayat penyakit sebelumnya (DM, hipertensi, kebiasaan merokok, pekerjaan, stress), dan Riwayat penyakit keluarga (jantung, DM, hipertensi, ginjal). b. Pemeriksaan Penunjang: 1) Perubahan EKG (berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q patologik) 2) Enzim jantung (meningkat paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal, terutama CKMB dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila > 0,2 ng/dl). c. Pemeriksaan Fisik 1) dispneu (+), diberikan O2 tambahan 2) suara jantung murmur (+), chest pain (+), crt 2 dtk, akral dingin 3) pupil isokor, reflek cahaya (+), reflek fisiologis (+) 4) oliguri 5) penurunan nafsu makan, mual (-), muntah (-) d. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan 1) Chest Pain b.d. penurunan suplay oksigen ke miokard sekunder terhadap IMA Tujuan : Klien dapat beradaptasi jam Nyeri berkurang setelah intervensi selama 10 menit 23 dengan nyeri setelah mendapat perawatan 1x24

Kriteria hasil : Intervensi 1. Anjurkan klien untuk istirahat Skala nyeri berkurang Klien mengatakan keluhan nyeri berkurang Klien tampak lebih tenang

(R: istirahat akan memberikan ketenangan sebagai salah satu relaksasi klien sehingga rasa nyeri yang dirasakan berkurang, selain itu dengan beristirahat akan mengurangi O2 demand sehingga jantung tidak berkontraksi melebihi kemampuannya) 2. Motivasi teknik relaksasi nafas dalam

(R: relaksasi napas dalam adalah salah satu teknik relaks dan distraksi, kondisi relaks akan menstimulus hormon endorfin yang memicu mood ketenangan bagi klien) 3. Kolaborasi analgesik ASA 1 x 100 mg

(R: Analgesik akan mengeblok nosireseptor, sehingga respon nyeri klien berkurang) 4. Evaluasi perubahan klien: Nadi, TD, RR, skala nyeri, dan klinis

(R: mengevaluasi terapi yang sudah diberikan 2) Penurunan curah jantung

Tujuan: Curah jantung meningkat setelah untervensi selama 1 jam Kriteria hasil : Intervensi 1. Berikan posisi kepala (> tinggi dari ekstrimitas) TD normal, 100/80 -140/90 Nadi kuat, reguler

24

(R: posisi kepala lebih tinggi dari ekstremitas (30 o) memperlancar aliran darah balik ke jantung, sehingga menghindari bendungan vena jugular, dan beban jantung tidak bertambah berat) 2. Motivasi klien untuk istirahat (bed rest) (R: beristirahat akan mengurangi O2 demand sehingga jantung tidak berkontraksi melebihi kemampuannya) 3. Berikan masker non reservoir 8 lt/mnt (R: pemberian oksigen akan membantu dalam memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh) 4. Kolaborasi medikasi: Pemberian vasodilator captopril, ISDN, Pemberian duretik furosemid (R: vasodilator dan diuretic bertujuan untuk mengurangi beban jantung dengan cara menurunkan preload dan afterload) 5. Evaluasi perubahan: TD, nadi, dan klinis (R: mengevaluasi terapi yang sudah diberikan dan sebagai perbaikan intervensi selanjutnya) http://rasidnurse.blogspot.com/2010/10/nstemi.html

25

BAB III TINJAUAN KASUS 1. PENGKAJIAN A. Informasi data Identitas pasien Nama Tgl Lahir Umur Jenis kelamin Alamat Agama Pendidikan Suku Pekerjaan Tanggal masuk RS Tanggal pengkajian Sumber Informasi : Ny.P : 25 Desember 1947 : 65 tahun : Perempuan : Jln.Sunter Jakut : Islam : SMA : Sunda : PNS Depatemen Pertahanan : 9 Januari 2011 : 9 Januari 2011 : Klien, keluarga klien, perawat ruangan, dan rekam medis

B. Status Kesehatan saat ini 1. Keluhan Utama (saat masuk rumah sakit). Klien datang ke RS dengan keluhan sesak napas dan nyeri dada 2 hari sebelmmasuk rumah sakit, mual. 2. Lamanya Keluhan : Selama 2 hari sebelum masuk rumah sakit. 3. Timbulnya Keluhan : Mendadak/tiba-tiba. 4. Faktor yang memperberat : Bila bekerja terlalu berat. 5. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya sendiri : Klien mengatakan mengatasinya dengan istirahat dan meminum obat warung. 6. Diagnosa Medis : Non ST Elevasi Mikard Infark (NSTEMI) tanggal 9 Januari 2011 26

C. Riwayat Kesehatan yang lalu 1. Riwayat Penyakit Terdahulu. Klien memiliki riwayat penyakit Hipertensi. 2. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada riwayat penyakit keturunan. D. Pola Aktivitas Sehari-hari Aktivitas a. Pola Nutrisi 1) 2) 3) 4) 5) disukai 6) 7) Makanan yang Daging Kambing,jeroan, kandungan garam yang banyak Makanan tidak disukai pantang Frekuensi Jenis makanan Berat Badan Tinggi Badan Makan 2 x sehari Jenis: nasi,ikan,sayur 70 Kg 155 cm Tidak ada Tinggi garam Makan 3 x sehari Jenis : Diit DJ II Rendah garam 1500 kKal 65 Kg 155 cm Sebelum MRS MRS

Makanan yang Semua makanan disukai

27

b. 1) 2) 3) 4) 1) 2)

Pola Eliminasi Frekuensi Waktu Warna Konsistensi Frekuensi Warn 1 x /hari Pagi atau sore Kuning Lunak 5-6 x sehari Kuning 2 hari sekali Pagi Kuning Lunak Terpasang Chateter Kuning

Buang air besar

Buang Air Kecil

c. Tidur-istirahat 1) Waktu tidur Jam 21.00-04.00 Tak tentu/ sering terbangun di malam hari. 2) 3) 4) ini 5) Kesulitan dalam hal tidur Lama tidur/hari Kebiasaan Kebiasaan 6-7 jam/hari Tidak ada saat Tidak ada Tidak ada Tidak tentu 5-6 jam/hari. Tidak ada Tidak ada Merasa tidak puas setelah bangun tidur,tidur kurang nyenyak pengantar tidur

28

d.

Aktivitas Jarang berolah raga,jalan Tidak ada santai 1-2 x seminggu Menonton TV Tidak ada Mengobrol dengan keluarga yang menemani.

1) Olahraga Jenis 2) Frekuensi 3) Kegiatan waktu luang 4) Pola bekerja Jenis pekerjaan Jumlah pekerjaan Jadwal kerja

Tidak bekerja,Ibu rumah Tidak ada tangga Pagi hingga malam Setiap hari Tidak ada Tidak ada

e. Ketergantungan

Kebiasaan merokok(-), , ketergantungan terhadap bahan kimia(-), jamu (-),

Kebiasaan merokok(-), ketergantungan terhadap bahan kimia(-), jamu (-),

penggunaan obat bebas(-) penggunaan obat bebas(-),

E.

Riwayat Keluarga

Genogram

Klien

29

Keterangan : : Laki-laki : Perempuan Klien anak ke 6 dari 9 bersaudara. klien mempunyai anak perempuan umur 9 tahun. F. Bahaya Polusi G. a) Riwayat Lingkungan : Kebersihan : lingkungan selalu bersih karena sering dibersihkan : Jauh dari bahaya seperti pabrik,jalan raya,airport,rel kereta api. : Jauh dari polusi karena tinggal diperumahan Aspek Psikososial Pola sensori dan kognitif Sensori Daya penciuman Daya rasa Daya raba Daya pendengaran Daya penglihatan Kognitif b) Persepsi Hal yang dipikirkan saat ini : Menginginkan cepat sembuh dan akan merubah pola hidup yang lebih baik. Harapan setelah menjalani perawatan : Penyakit yang diderita saat ini tidak terulang kembali. c) d) Perubahan yang dirasa setelah sakit : Merasa mengalami perubahan Hubungan / komunikasi : 30 dalam aktivitas : Tidak ada gangguan sensori : Penciuman baik, mampu membedakan wangi : Tidak ada gangguan perasa, mampu : Tidak ada gangguan perabaan, mampu : Mampu mendengar dengan baik : Kurang baik, mengeluh sedikit rabun : Tidak ada gangguan pada kognitif

minak kayu putih, balsam, dan teh menyabutkan rasa pahit dan manis membedakan benda tajam atau tumpul

1) 2) 3) e)

Bicara : jelas, relevan, mampu mengepresikan, mampu mengerti Tempat : klien tinggal dengan suami dan anaknya. Pembuatan keputusan dalam keluarga : keputusan diambil secara

pembicaraan orang lain.

musyawarah dengan keluarga. Kesulitan dalam keluarga Tidak ada masalah dalam hubungan dengan orang tua, sanak keluarga, dan hubungan perkawinan f) Pertahanan Koping Pertahanan diri dalam menghadapi masalah biasanya klien meminta bantuan pada suami,anak, dan saudara terdekat klien. g) Sistem nilai Kepercayaan 1) 2) 3) Siapa atau sumber kekuatan Apakah Tuhan, agama, kepercayaan penting untuk anda: ya Kegiatan agama atau kepercayaan yang dilakukan (macam dan Allah dan Keluarga

frekuensi) Sebutkan : Sholat 5 waktu, mengaji. 4) Kegiatan agama atau kepercayaan yang ingin dilakukan selama di Rumah Sakit Sebutkan : Melakukan sholat H. 1. Pemeriksaan Fisik Status kesehatan umum Keadaan penyakit sedang,Klien dari ICU sehingga butuh perawatan continue, kesadaran composmentis, suara bicara jelas, tekanan darah 160/80 mmHg, suhu tubuh 37,5 C, pernapasan 22 x/menit, nadi 92 x/menit (regular), GCS E6 V5 M4. 2. Sistem integument

31

Tidak tampak ikterus, permukaan kulit tidak kering, tekstur tidak kasar, rambut hitam dan bersih , tidak botak, perubahan warna kulit tidak ada, dekubitus tidak ada. 3. Kepala Bentuk : Normocephal, simetris, benjolan tidak ada, pusing dan sakit kepala, lesi tidak ada. 4. 5. Muka Simetris, wajah tampak pucat, lesi tidak ada. Mata Alis mata, kelopak mata normal, Konjungtiva Pupil Sclera Reflek cahaya Fungsi Penglihatan : ananemis : isokor : anikterik : +/+ : Baik

Klien menggunakan kaca mata (+)1 Tidak pernah di operasi mata 6. Telinga Sekret(-),serumen(-),benda asing(-),lesi(-),alat bantu pendengaran(-),Nyeri(-) 7. Hidung Sekret tidak ada, pernafasan cuping hidung tidak ada, tidak ada alergi, pernah mengalami flu tapi tidak sering, tidak ada sinusitis atau epistaksis. 8. Mulut dan faring Bau mulut tidak ada, gigi berlubang, tidak ada kesulitan menelan, tidak ada gangguan bicara, gigi palsu tidak ada. 9. Paru-paru (Pernapasan) Gerakan simetris, suara napas vesikuler, tidak ada sputum, tidak ada batuk, tidak ada batuk darah, sesak napas. 10. Jantung (sirkulasi) a. b. Nadi perifer Suara jantung 32 : normal, teraba kuat, reguller : S1, S2, gallop (-), mumur (-).

c. d. e. f. g. h. 11.

Capillary refill Distensi vena Jugularis Edema Palpitasi Clubbing Keadaan Ekstremitas Abdomen

: 2 detik . : tidak ada distensi : tidak ada : tidak ada : tidak ada : akral hangat, tidak ada edema

Supel, datar, bising usus 6 x/menit, tidak ada benjolan, nyeri tekan tidak ada, perabaan massa tidak ada, hepatomegali tidak ada, asites ( - ). 12. Status neurologi a. Tingkat kesadaran b. Riwayat epilepsi/kejang 13. +. 14. Kekuatan Menggenggam 5555 5555 15. Muskuloseletal 5555 5555 : tidak ada kekakuan, Refleks : Compos mentis : tidak ada : patella +/+, achiles +/+, biseps +/

pergerakan luas, fraktur tidak ada. 16. Pemeriksaan a. Kimia Natrium Kalium Klorida Ureum Kreatinin Asam Urat b. Darah Pemeriksaan Penunjang (9 Januari 2011) Saat ini 141 4,2 108 32 1,08 8.5 Nilai Rujukan 135-145 mEq/ L 3,5-5,3 mEq/ L 97-107mEq/L 20-50 mg/dL 0,5-1,5 mg/dL 3.5-7.4 mg/dl

33

Hb Ht Leukosit Eritrosit Trombosit SGOT SGPT MCV MCH MCHC d. Urine Warna PH CPK CKMB Kolesterol

15,3 46,2 10.900 5.11 318.000 22 14 91 29,9 33,1 kuning 6.0 195 46 233

13-18/dL 40-52 % 4800-10800/UL 4,3-6,0 juta/UL 150.000-400.000/UL

80-96 fl 27-32 pg 32-36 g/dL

<190 U/l <24 U/l <200 mg/dl

Pemeriksaan EKG (10 Januari 2011) : Kesan Supraventikular Rhytm

34

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN NSTEMI (Non ST Elevasi Miokard Infark) Nama Ruang Analisa Data Data DS : Nyeri pada daerah Nyeri yang dada kiri. dirasakan dalam rentang nilai 7 (skala nyeri 7), nyeri hilang timbul, nyeri dirasakan saat batuk, napas panjang, bergerak berat. DO : - Tampak meringis - Tampak tegang dan gelisah - TD : 160/90mmHg N : 92 x/menit P : 22 x/menit S : 37,5 C DS : Sakit kepala dan Merasa lemas pusing Resiko tinggi penurunan curah jantung Perubahan factor listrik, penurunan karakteristik miokard Masalah Gangguan rasa nyaman: nyeri Etiologi Iskemi jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner : Ny. P (65 tahun) : Lt. II Jantung

35

DO : - Klien tampak lemah - Akral hangat - Capilary refill 2 detik - Warna kulit pucat - Sianosis (-) - Edema -/- Auskultasi jantung S1,S2,gallop(-), murmur(-) - Urin berwarna kuning, jumlah 350 cc/8 jam - TD : 160/90mmHg N : 92 x/menit P : 22 x/menit S : 37 ,5C Data Penunjang: CPK : 195 U/l () CKMB : 46 U/l () Klorida: 108 EKG : Ketidakseimbangan suplai oksigen terhadap kebutuhan, kelemahan umum

mEq/L() supraventrikular rhythm DS : Intoleransi aktivitas Sakit kepala dan Terasa sesak napas lemas dan nyeri dada saat ngobrol, duduk lama

36

DO : - Keadaan umum lemah - Klien belum mampu melakukan aktifitas secara mandiri Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan Iskemi jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner 2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor listrik, penurunan karakteristik miokard 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigsigen terhadap kebutuhan, kelemahan umum

37

RENCANA KEPERAWATAN
NO. 1. DIAGNOSA KEPERAWATAN Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b.d perubahan faktor listrik, penurunan karakteristik miokard TUJUAN & KRITERIA HASIL Penurunan curah jantung tidak terjadi dalam kriteria: tekanan darah 120/80 dalam batas normal (110/70 mmHg) - irama dan frekuensi jantung dalam batas normal (60 90 kali/menit) - akral hangat - CTR < 2 detik 3x24 jam dengan perawatan INTERVENSI RASIONAL 1. diatas dipertimbangkan sebagai peningkatan pertama. sistolik merupakan resiko dutentukan penyakit serebrovaskular dan penyakit iskemi umum pada hipertensi atrium. S3 jantung. 2. pasien hipertrofi menunjukkan hipertrofi dan 3. warna Amati kulit, fungsi. ventrikel kerusakan S4 terdengar Hipertensi juga faktor yang untuk Hasil 130

1.
tangan

Kaji TD. untuk

Ukur pada kedua evaluasi awal.

pengukuran diasrolik

2.

Auskulta

si suara jantung dan bunyi napas

berat karena adanya Perkembangan

3.

Adanya

pucat, dingin, kulit

38

kelembaban, suhu, dan masa pengisisan kapiler.

lembab, dan masa pengisisan lambat berkaitan vasokontriksi. pernafasan. 4. Membantu menurunkan simpatis, kapiler mungkin dengan

4. tenang, kurangi

Berikan nyaman, aktivitas dan

untuk rangsang

lingkungan

meningkatkan relaksasi.

lingkungan. Batasi pengunjung 5. kan aktivitas istirahat temapat bantu melakukan aktivitas perawatan 6. panduan imajinasi, aktivitas pengalihan. diri 6. Dapat yang stres, efek menurunkan rangsangan menimbulkan membuat tenang. sesuai kebutuhan. Anjurka n teknik relaksasi, lamanya tinggal. Pertahan pembatasan seperti di tidur; pasien 5. Menurunkan

stres dan ketegangan yang memperngaruhi tekanan darah.

39

No. Diagnosa 2. Nyeri b.d Iskemi 3. Intoleransi aktivitas b.d jaringan sekunder kelemahan umum, terhadap sumbatan Ketidak seimbangan arteri koroner suplai oksigsigen terhadap kebutuhan, adanya iskemik jaringan miokard

Tujuan Setelah dilakuakan Setelah dilakuakan intervensi keperawatan intervensi keperawatan 4x24 jam, nyeri 4x24 jam, klien mampu berkurang. menunjukkan peningkatan aktivitas Kriteria Hasil: 1. Menyatakan Kriteria Hasil: nyeri Menunjukkan hilang/terkontrol peningkatan 2. Skala nyeri 2-3 toleransi 3. Menunjukkan terhadap rileks, istirahat/tidur, aktivitas yang dan peningkatan dapat diukur aktivitas dengan dengan tidak tepat adanya dispnea, 4. Mendemonstrasi kelemahan kan teknik relaksasi berlebihan, dan nafas dalam TTV normal.

Rencana Keperawatan 1. Tentukan karakteristik 1. Evaluasi respon pasien nyeri, mis: tajam, konstan, terhadap aktivitas. Catat ditusuk. Selidiki perubahan laporan dispnea, peningkatan karakter/lokasi/intensitas kelemahan/kelelahan dan nyeri. perubahan TTV.

Rasional Nyeri dada, biasanya 1. Menetapkan ada dalam pneumonia. kemampuan/kebutuhan 1. pasien dan memudahkan pilihan intervensi

2. Pantau tanda vital 2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi 3. Berikan tindakan nyaman,

mis: pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenamg/perbincangan, 3. Jelaskan pentingnya realaksasi/latihan napas. istirahat dalam rencana 4. Anjurkan dan bantu pasien pengobatan dan perlunya dalam teknik menekan dada keseimbangan aktivitas dan selama episode batuk istirahat. 4. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur.

2. Perubahan frekuensi 2. Menurunkan stres jantung atau TD dan menunjukkan bahwa rangsangan pasien mengalami berlebihan, nyeri. meningkatkan 3. Dengan sentuhan istirahat. lembut dapat menghilangkan 3. ketidaknyamanan. Pembatasan aktivitas 4. Alat untuk ditentukan dengan mengontrol respon individual ketidaknyamanan terhadap aktivitas. dada. 4. Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi, atau menunduk ke depan meja/bantal.

40

BAB IV PEMBAHASAN Pada pembahasan akan dijelaskan tentang kesenjangan yang ditemukan selama penulis melakukan asuhan keperawatan. Pemabahasan dilakukan dengan

membandingkan antara fakta yang didapat dengan landasan teori yang meliputi setiap tahap proses keperawatan yang dumulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi : a. Pengkajian.

Selama melakukan pengkajian, penulis menemukan kesenjangan antara data yang didapat dengan data yang ada dalam landasan teori. Data yang ditemukan pada klien yaitu mengeluh nyeri dada kiri, sesak nafas jika beraktivitas, sakit kepala, merasa lemas. Manifestasi klinis tersebut sesuai dengan manifestasi klinis pada diagnosa medis NSTEMI namun hasil CKMB klien mengalami peningkatan yaitu 46 u/L sedangkan menurut teori hasil CKMB pada NSTEMI normal. Pada aspek psikososial penulis tidak menemukan adanya gangguan psikososial yang bermakna seperti pada teori. Pada teori dikatakan bahwa klien mengalami masalah yang berhubungan dengan interaksi sosial yaitu kurangnya dukungan dari orang tua/keluarga terdekat. Tetapi pada kasus yang penulis ambil klien 41

mendapatkan perhatian/dukungan penuh dari keluarganya hal ini dibuktikan dengan adanya kedua orang tua yang selalu menjaga klien. Kesenjangan lain yang penulis temukan pada saat pengkajian adalah tidak ada dilakukan pemeriksaan diagnostik satupun. Hal ini disebabkan salah satunya oleh karena klien merupakan pasien ulangan yang sudah sering dirawat dengan penyakit jantung. Akan tetapi dengan tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh klien diagnosa NSTEMI sudah dapat diketahui. b. Diagnosa Keperawatan. Langkah kedua dari proses keperawatan adalah merumuskan diagnosa keperawatan. Pada tahap ini penulis tidak menemukan kesenjangan antara diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny. P dengan landasan teori. Pada kasus Ny. P penulis mengangkat tiga diagnosa keperawatan di mana ketiga diagnosa keperawatan sama dengan diagnosa keperawatan yang ada pada landasan teori yaitu : Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d Iskemi jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner, Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload, dan Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum. c. Perencanaan.

Pada tahap ini penulis menemukan kesesuaian antara rencana tindakan pada landasan teori dengan rencana tindakan pada kasus Ny. P. Intervensi keperawatan dengan diagnosa resiko penurunan curah jantung intervensi yang diberikan Kaji TD. Ukur pada kedua tangan untuk evaluasi awal, Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas, Amati warna kulit, kelembaban,

42

suhu, dan masa pengisisan kapiler, Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas lingkungan. Batasi pengunjung dan lamanya tinggal, Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat di tempat tidur; bantu pasien melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan, Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan. Intervensi keperawatan diagnosa keperawatan gangguan rasa nyaman : nyeri yaitu Tentukan karakteristik nyeri, Pantau tanda vital, Berikan tindakan nyaman. Intervensi keperawatan intoleransi aktivitas yaitu Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan TTV, Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi, Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat, bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur. d. Pelaksanaan.

Pada tahap ini penulis melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang telah disusun, juga disesuaikan dengan kebutuhan klien saat itu. Dalam melakukan tindakan keperawatan dibedakan menjadi tiga macam yaitu pendidikan kesehatan yang melibatkan keluarga, tindakan keperawatan yang menggunakan sarana dan prasarana yang ada serta tindakan kolaborasi. Penulis juga bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lainnya demi kesinambungan dalam pemberian asuhan keperawatan. Penulis melaksanakan tindakan keperawatan selama 6 hari perawatan yaitu dari tanggal 10 Januari 2011 sampai dengan tanggal 15 Januari 2011.

43

e. Evaluasi Diketahui terdapat dua komponen untuk mengevaluasi tindakan keperawatan yaitu evaluasi formatif yang dilaksanakan secara terus menerus terhadap tindakan yang telah dilakukan dan evaluasi sumatif yang dilakukan untuk menilai keberhasilan tindakan dan menggambarkan perkembangan dalam mencapai tujuan yang telah ditemukan. Pada kasus Ny.P, evaluasi yang dapat dilakukan untuk seluruh diagnosa yang penulis angkat adalah evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Pada evaluasi formatif penulis lakukan setiap harinya setelah melakukan tindakan keperawatan selama 8 jam. Sedangkan evaluasi sumatif yang sesuai dengan kriteria waktu yang telah ditentukan dan dapat dilakukan pada semua diagnosa yang muncul. Adapun diagnosa keperawatan yang dapat dievaluasi secara sumatif adalah Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d Iskemi jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner, resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. perubahan faktor listrik, penurunan karakteristik miokard, dan intoleransi aktivitas b.d. ketidak seimbangan suplai oksigsigen terhadap kebutuhan, adanya iskemik jaringan miokard, kelemahan umum. Hasil dari evaluasi formatif yang penulis lakukan pada hari pertama adalah masalah gangguan rasa nyaman : nyeri actual yang ditandai dengan nyeri dada kiri, skala nyeri 7, wajah meringis dan tegang, sakit kepala dan pusing, TD 160/90 mmHg, nadi 96x/menit. Resiko tinggi penurunan curah jantung tidak terjadi, hal ini ditandai dengan kesadaran compos mentis, nadi 96x/menit, reguller, teraba kuat, warna kulit pucat, akral hangat, sakit kepala, capillary refill

44

2 detik. Intoleransi aktivitas actual ditandai dengan nyeri dada dan sesak napas setelah beraktivitas, keadaan umum lemah, merasa lemas, sakit kepala. Pada diagnosa pertama masalah belum teratasi, diagnosa kedua masalah belum terjadi, dan diagnosa ketiga masalah belum teratasi. Sedangkan hasil dari evaluasi formatif pada hari kedua adalah masalah gangguan rasa nyaman : nyeri actual yang ditandai dengan nyeri dada kiri, skala nyeri 5, wajah meringis dan dahi mengkerut, sakit kepala dan pusing sudah berkurang, TD 150/90 mmHg, nadi 92x/menit. Resiko tinggi penurunan curah jantung tidak terjadi, hal ini ditandai dengan kesadaran compos mentis, nadi 92x/menit, reguller, teraba kuat, warna kulit pucat, akral hangat, sakit kepala berkurang, capillary refill 2 detik. Intoleransi aktivitas actual ditandai dengan nyeri dada dan sesak napas setelah beraktivitas, keadaan umum lemah, merasa lemas, sakit kepala jika terlalu lama beraktivitas. Pada diagnosa pertama masalah teratasi sebagian, diagnosa kedua masalah belum terjadi, dan diagnosa ketiga masalah belum teratasi. Hasil dari evaluasi formatif yang penulis lakukan pada hari ketiga adalah masalah gangguan rasa nyaman : nyeri actual yang ditandai dengan nyeri dada kiri sudah berkurang, skala nyeri 5, wajah tampak rileks, sakit kepala dan pusing tidak ada, TD 140/90 mmHg, nadi 97x/menit. Resiko tinggi penurunan curah jantung tidak terjadi, hal ini ditandai dengan kesadaran compos mentis, nadi 97x/menit, reguller, teraba kuat, warna kulit pucat, akral hangat, tidak ada sakit kepala, capillary refill 2 detik. Intoleransi aktivitas actual ditandai dengan nyeri dada dan sesak napas setelah beraktivitas lama, keadaan umum lemah, merasa

45

lemas. Pada diagnosa pertama masalah teratasi sebagian, diagnosa kedua masalah belum terjadi, dan diagnosa ketiga masalah belum teratasi. Hasil dari evaluasi formatif yang penulis lakukan pada hari keempat adalah masalah gangguan rasa nyaman : nyeri actual yang ditandai dengan nyeri dada kiri sudah berkurang (hilang timbul), skala nyeri 3, wajah tampak rileks, sakit kepala dan pusing berkurang, TD 150/90 mmHg, nadi 88x/menit. Resiko tinggi penurunan curah jantung tidak terjadi, hal ini ditandai dengan kesadaran compos mentis, nadi 88x/menit, reguller, teraba kuat, warna kulit kemerahan, akral hangat, capillary refill 2 detik. Intoleransi aktivitas actual ditandai dengan nyeri dada dan sesak napas setelah beraktivitas lama, keadaan umum masih lemah, merasa lemas jika terlalu lama berdiri. Pada diagnosa pertama masalah teratasi, diagnosa kedua masalah belum terjadi, dan diagnosa ketiga masalah belum teratasi. Pada hari kelima, hasil evaluasi formatif yang penulis lakukan adalah masalah gangguan rasa nyaman : nyeri aktual yang ditandai dengan nyeri dada kiri timbul lagi, skala nyeri 4, wajah sudah tampak tegang, TD 140/80 mmHg, nadi 90x/menit. Resiko tinggi penurunan curah jantung tidak terjadi, hal ini ditandai dengan kesadaran compos mentis, nadi 90x/menit, reguller, teraba kuat, warna kulit kemerahan, akral hangat, sakit kepala tidak ada, capillary refill 2 detik. Intoleransi aktivitas aktual ditandai dengan nyeri dada dan sesak napas setelah beraktivitas sudah berkurang, keadaan umum sakit sedang, merasa lemas jika terlalu lama beraktivitas. Pada diagnosa pertama masalah timbul lagi (teratasi

46

sebagian), diagnosa kedua masalah belum terjadi, dan diagnosa ketiga masalah belum teratasi. Hari keenam hasil evaluasi sumatif pada Gangguan rasa nyaman : nyeri ditandai dengan nyeri dada berkurang, skala nyeri 2, nyeri hilang timbul, TD 140/90 mmHg, nadi 88x/menit. Evaluasi resiko tinggi penurunan curah jantung tidak terjadi ditandai dengan bunyi jantung S1 S2, murmur(-), akral hangat, capillary refill 2 detik, sakit kepala dan lemas tidak ada, warna kulit kemerahan, TD 140/90 mmHg, nadi 84x/menit, nadi teraba kuat, nadi reguler. Intoleransi aktivitas aktual ditandai dengan nyeri dada dan sesak napas setelah beraktivitas sudah berkurang, keadaan umum sakit sedang, klien sudah mampu beraktivitas tetapi cepat merasa lelah jika terlalu lama beraktivitas seperti ke kamar mandi. Pada diagnosa pertama masalah sudah teratasi, diagnosa kedua masalah belum terjadi, dan diagnosa ketiga masalah teratasi sebagian.

47

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada Ny. P selama enam hari (10-15 Januari 2011), maka dapat diambil kesimpulan, sebagai berikut : 1. Pada diagnosa pertama, yaitu gangguan rasa nyaman: nyeri didapatkan analisa bahwa masalah sudah teratasi, ditandai dengan nyeri dada berkurang, skala nyeri 2, nyeri hilang timbul, TD 140/90 mmHg, nadi 88x/menit. 2. Pada diagnosa kedua, yaitu resiko tinggi penurunan curah jantung didapatkan analisa bahwa masalah tidak terjadi, ditandai dengan bunyi jantung S1 S2, murmur (-), akral hangat, capillary refill 2 detik, sakit kepala dan lemas tidak ada, warna kulit kemerahan, TD 140/90 mmHg, nadi 84x/menit, nadi teraba kuat, nadi reguler. 3. Pada diagnosa ketiga, yaitu intoleransi aktivitas didapatkan analisa bahwa masalah teratasi sebagian, ditandai dengan nyeri dada dan sesak napas setelah beraktivitas sudah berkurang, keadaan umum sakit sedang, klien sudah mampu beraktivitas tetapi cepat merasa lelah jika terlalu lama beraktivitas seperti ke kamar mandi. B. Saran

48

Guna mencapai keberhasilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan N STEMI di masa yang akan datang, saran dari penulis adalah : 1. Bagi mahasiswa Agar lebih meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan 2. Bagi institusi pendidikan Agar lebih meningkatkan keterampilan praktek klinik serta meningkatkan bimbingan yang diberikan dalam pelaksanaan praktek klinik keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 1. Jakarta: EGC. 2004 Doenges. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. 2000 Price & Wilson. Patofisiologi Manusia. Jakarta: EGC. 2002 Wilkinson. http://rasidnurse.blogspot.com/2010/10/nstemi.html

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.2,5

49

Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG:6 No 1 2 3 4 Lokasi Anterior Anteroseptal Anterolateral Lateral Gambaran EKG Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1V4/V5 Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3 Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan aVL Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di 5 6 7 8 9 Inferolateral Inferior Inferoseptal True posterior RV Infraction I dan aVL Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL). Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVF Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3 Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2 Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama infark.

50

A. Patofisiologi STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).2 Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural.namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial.Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus ratarata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural.Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam.Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi.7 B. Gejala Klinis Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah sternum,bisa menjalar ke dada kiri atau kanan,ke rahang,ke bahu kiri dan kanan dan pada lengan.Penderita melukiskan seperti tertekan,terhimpit, diremas-remas atau kadang hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Walau sifatnya dapat ringan ,tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam.Jarang ada hubungannya dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat. 7 Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan 51

lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal. Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung.6

C. Faktor Resiko Faktor yang tidak dapat dimodifikasi: 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Suku bangsa dan warna kulit 4. Genitik Faktor yang dapat dimodifikasi: 1. Hipertensi 2. Hiperlipidemia 3. Merokok 4. Diabetes mellitus 5. Kegemukan 6. Kurang gerak dan kurang olahraga 7. Konsumsi kontrasepsi oral.8 D. Diagnosis 1. Anamnesis Adanya nyeri dada yang lamanya lebih dari 30 menit di daerah prekordial,retrosternal dan menjalar ke lengan kiri,lengan kanan dan ke belakang interskapuler. Rasa nyeri 52

seperti dicekam,diremas-remas,tertindih benda padat,tertusuk pisau atau seperti terbakar.Kadang-kadang rasa nyeri tidak ada dan penderita hanya mengeluh lemah,banyak keringat, pusing, palpitasi, dan perasaan akan mati. 2. Pemeriksaan fisik atau rendah.Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah Penderita nampak sakit,muka pucat,kulit basah dan dingin.Tekanan darah bisa tinggi,normal paradoksal,irama gallop. Kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau teraba di dinding dada pada IMA inferior. 3. EKG Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Pada STEMI inferior, ST elevasi dapat dilihat pada lead II, III, dan aVF. 4. Pemeriksaan laboratorium Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CKMB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT). Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard.6,7 E. Penatalaksanaan Medis Time is muscle semboyan dalam penanganan STEMI, artinya semakin cepat tindakan maka kerusakan otot jantung semakin minimal sehingga fungsi jantung kelak dapat dipertahankan. Terapi STEMI hanyalah REPERFUSI, yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI) yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat melalui jalur infuse (agen fibrinolitik). 53

PCI walaupun terkesan lebih menyeramkan ketimbang terapi dengan sekedar obat per infuse, sebenarnya memiliki efek samping yang lebih kecil ketimbang terapi obat per infuse tersebut selain itu efektivitasnya jauh lebih baik, bahkan mendekati sempurna. Tindakan PCI yang berupa memasukkan selang kateter langsung menuju jantung dari pembuluh darah di pangkal paha dapat berupa pengembangan ballon maupun pemasangan cincin/stent.. Walaupun terkesan mudah saja untuk dilakukan (hanya seperti obat-obat per infuse seperti umumnya), fibrinolitik menyimpan efek samping yang sangat berbahaya yaitu perdarahan. Resiko paling buruk adalah terjadinya stroke perdarahan (sekitar 1,4 % pasien. Efektivitas fibrinolitik adalah baik, walaupun tidak sebaik PCI. 5

54

F. Penatalaksanaan Fisioterapi Manajemen fisioterapi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pada tahap in patient, tahap out patient, dan yang terakhir tahap long-term maintenance. Selama fase inpatient, tujuan intervensi fisioterapi adalah mencegah atau menangani sequelae dari bed rest. Teknik-teknik yang digunakan bertujuan untuk mencegah kolaps paru dan membantu mengembalikan aktivitas secara mandiri dengan bantuan sederhana. Aktivitas harus ditingkatkan secara perlahan dan mencakupkan program latihan dan mobilisasi sehingga pada saat pasien keluar dari rumah sakit, pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Pada tahap outpatient, lanjutan fisioterapi untuk pasien jantung bisa dilakukan dengan edukasi dan sesi latihan sekali atau lebih per minggu selama 1-2 bulan, yang disertai dengan latihan di rumah, atau bisa juga dibuatkan program latihan berbasis-rumah agar lebih memudahkan pasien. Latihan long term maintenance untuk pasien jantung sekarang telah banyak tersedia. Banyak pasien yang termotivasi untuk melakukan program latihan bersama pasien jantung lainnya. Adapun modalitas fisioterapi yang dapat digunakan dalam penanganan pasien gagal jantung kongestif antara lain: 1. Breathing exercise. Merupakan latihan yang bertujuan untuk memberikan latihan pernafasan, pada kasus ini untuk meningkatkan volume paru selama bed rest, pemberian breathing exercise dapat memperlancar jalannya pernafasan. Latihan pernafasan ini dilakukan bila pasien mampu menerima instruksi dari fisioterapis. Latihan pernafasan ini juga dapat digunakan untuk relaksasi, mengurangi stress,dan ketegangan. 2. Passive movement, adalah suatu latihan yang digunakan dengan gerakan yang dihasilkan oleh tenaga/kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot atau aktifitas otot. Semua gerakan dilakukan sampai batas nyeri atau toleransi pasien. Efek pada latihan ini adalah memperlancar sirkulasi darah, relaksasi otot, memelihara dan meningkatkan LGS, mencegah pemendekan otot, mencegah perlengketan jaringan. 3. Active movement, Merupakan gerak yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu sendiri. Gerak yang dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara reflek dan disadari. Gerak yang dilakukan secara sadar dengan perlahan dan berusaha hingga 55

mencapai lingkup gerak penuh dan diikuti relaksasi otot akan menghasilkan penurunan nyeri. Disamping itu gerak dapat menimbulkan pumping action pada kondisi oedem sering menimbulkan keluhan nyeri, sehingga akan mendorong cairan oedem mengikuti aliran ke proximal. 4. Latihan gerak fungsional, Latihan ini bertujuan untuk mempersiapkan aktivitas kesehariannya seperti duduk, berdiri, jalan sehingga penderita mampu secara mandiri dapat melakukan perawatan diri sendiri. 5. Home program education, Dalam hal ini pasien diberi pengertian tentang kondisinya dan harus berusaha mencegah cidera ulang atau komplikasi lebih lanjut dengan cara aktifitas sesuai kondisi yang telah diajarkan oleh terapis. Disamping itu juga peran keluarga sangatlah penting untuk membantu dan mengawasi segala aktifitas pasien di lingkungan masyarakatnya. Pasien diberi pengertian juga tentang kontraindikasi dari kondisi pasien itu sendiri untuk menghindari hal-hal yang dapat memperburuk keadaannya.

56

You might also like