You are on page 1of 46

MATI BATANG OTAK

Ismail Setyopranoto Unit Stroke RSUP Dr Sardjito / Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UGM

Tujuan
Memahami definisi mati klasik dan mati batang otak (mati otak)
Mengetahui prasyarat tes mati otak

Mengetahui penyebab mati otak Mengetahui cara melakukan tes mati otak
Mengetahui kesulitan dalam menentukan diagnosis mati otak.

Anatomi Otak Normal

Korteks serebri

Brain Stem

Reticular Activating System

Definisi Mati
Mati Klasik = Asistol + Apnea
Berhenti secara total dan pasti fungsi napas dan jantung, hal ini diketahui setelah dilakukan tindakan resusitasi emergensi.

Definisi Mati
Mati otak = Mati Batang Otak
Kehilangan menetap kemampuan untuk sadar bersama-sama dengan kehilangan menetap fungsi batang otak termasuk kemampuan untuk bernapas.

Mekanisme Mati Otak


Cedera Neuronal

Menurunnya Blood Flow Intrakranial

ICP>MAP is incompatible with life

Edema Neuronal

TIK

Pernyataan IDI No. 336/PB/A.4/88


Seseorang dinyatakan mati bila a) Fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau b) Telah terbukti terjadi MBO (mati batang otak)

Penentuan diagnosis mati batang otak ???

Tiga komponen dalam menegakkan diagnosis mati batang otak

1. Memenuhi prasyarat untuk dilakukan tes diagnosis MBO


2. Pemeriksaan (tes) MBO 3. Tes konfirmasi

Prasyarat
Secara klinis atau neuroimaging terbukti adanya kerusakan SSP yang berperan dalam diagnosis mati batang otak. Disingkirkan adanya kondisi komplikasi medis yang dapat meragukan penilaian klinis (Gangguan elektrolit dan asam basa berat, atau gangguan endokrin) Bukan intoksikasi obat atau keracunan atau bisa Temperatur tubuh (core) 32C.
9

Beberapa faktor yang dapat menjadi pitfalls atau kesukaran dalam menentukan diagnosis MBO Hasil pemeriksaan Kemungkinan kausa

1. Pupil terfiksasi

obat anti kolinergik obat pelumpuh otot penyakit sebelumnya


vestibuler supressan ototoksik agents penyakit sebelumnya henti nafas pasca hiperventilasi obat pelumpuh otot obat pelumpuh otot locked in state obat sedativa

2.Refleks okulo vestibuler

3. Tidak ada nafas 4. Tidak ada aktivitasmotorik

5. EEG isolelektrik

obat sedativa anoksia hipotermi ensefalitis trauma

Beberapa macam obat yang dapat mengacaukan pemeriksaan mati batang otak
Drugs Lorazepam Midazolam T (hr) 10-20 2-5 Therapeutic range 0.1-0.3 mcg/ml 50-150 ng/ml

Diazepam
Carbamazepine Phenobabitone Pentobarbitone Thiopentone Morphine Amitriptyline Alcohol

40
10-60 100 10 10 2-3 10-24 10 ml/h

0.2-0.8 mcg/ml
2-10 mcg/ml 20-40 mcg/ml 1-5 mcg/ml 6-35 mcg/ml 70-450 ng/ml 75-200 ng/ml 800-1500 mg/l
11

Tes Klinis MBO


1. Koma atau tidak ada respon

2. Tidak ditemukan refleks-refleks batang otak. 3. Apneu komplit yang dikonfirmasi dengan tes apnea

12

Koma atau tidak ada respon

Tidak ada respon motorik !!


13

Refleks Batang Otak


Pupil

Kornea Okulosefalik
Respon motorik pd distribusi saraf kranialis Okulo-Vestibular Gag reflexes
14

Penilaian hilangnya reflek batang otak


Pupil
Tidak ada respon cahaya. Posisi pupil di tengah dan dilatasi pupil (4 6 mm)

Pergerakan bola mata


Menilai ada tidaknya dolls eye movement. Penilaian reflek vestibulo-ocular (tes kalori) dilakukan dengan
irigasi air dingin (7 derajat dibawah suhu tubuh) 50 ml

pada tiap telinga (interval 5 menit).

Refleks Pupil
Pupil melebar tanpa konstriksi bila disinari

Pergerakan bola mata

Respons okulosefalik Dolls Eyes Maneuver

Pergerakan bola mata

Respons Okulovestibular Cold Caloric Testing

Respons Fasial Sensomotor


Respons Kornea

Refleks kornea Menyeringai pada penekanan supraorbital dan temporomandibular

Brain Stem
Mesensefalon

Nervus III funksi pupil


pergerakan mata

Brain Stem

Pons
Syaraf kranial IV, V, VI pergerakan mata konyugate refleks kornea

PERGERAKAN MATA KONJUGATE


Rektus lateral KIRI Rektus medial KANAN Rektus lateral

TRAKTUS CORTICOBULBAR

Pusat Gaze vertikal Nukleus Okulomotor

III Mesensefalon

III

FRONTAL EYE FIELD

MLF

(Brodmanns Area 8(Girus frontal media) Nukleus Abdusen

Pons Caudal

VI
Pusat Gaze lateral

VI
Pusat Gaze lateral

= LMN

MLF = Medial Longitudinal Fasciculus

Volunter, Pergerakan mata konyugat ; cepat, Pergerakan Saccadik Pada perintah sisi kontralateral

Brain Stem
Medulla Syaraf kranial IX, X

Gag Reflex faringeal Reflex tracheal (batuk) Pernafasan

Penyebab mati otak

Normal

Anoksia Serebral

Penyebab mati otak

Normal

Perdarahan Cerebral

Penyebab mati otak

Normal

Perdarahan Subarakhnoid

Penyebab mati otak

Normal

Trauma

Penyebab mati otak

Normal

Meningitis

Penilaian respon motorik dan sensoris


Respon terhadap beberapa rangsangan tidak ada: reflek kornea, jaw reflex, dan penilaian gerakan otot wajah pada saat diberikan rangsang nyeri di kuku, supraorbita, dan temporomandibular.
Reflek muntah dan batuk tidak ada: hilangnya reflek faring dan trakea. Reflek muntah timbul dengan stimulasi bagian posterior faring dengan spatel lidah. Suction trakeal/ bronchial akan menstimulasi reflek batuk.

Tes Apnea

30

Penilaian tes apnea


Sebelum dilakukan tes apneu perhatikan syarat yang harus dipenuhi. Menurut Widjick (1995) tes apnea dapat dilakukan bila: Temperatur sentral >36,5C.
Tekanan sistolik >90 mmHg Euvolemia

pCO2 normal (optional pCO2 arterial >40mmHg) pO2 normal (optional pO2 >200mmHg)

Hipotermia
Kondisi hipotermia harus segera dikoreksi. Bila temperatur sentral (rektal) di bawah 36,5C pasien harus diselimuti, namun di beberapa literatur kondisi
hipotermi dapat diatasi dengan pemberian cairan dekstrose 5%.

Hipotensi
Pada keadaan hipotensi dapat diberikan maintance dopamin sampai tekanan sistolik > 90 mmHg. Untuk dapat memperoleh nilai pCO2 dan pO2 normal maka dilakukan preoksigenasi dengan oksigen 100% selama 10-20 menit
Pasang pulse oksimetri dan diskoneksi ventilator

Pada pasien tetap diberikan oksigen 6L/menit ke dalam trakea (optional tempatkan kanul setinggi karina)

Pernafasan
Perhatikan gerakan napas (abdominal dan dada) selama diskoneksi 8-10 menit, ukur pula pO2 dan pCO2 arterial. Kemudian pasang kembali ventilator. Bila tidak terdapat gerakan napas dan pCO2 arterial >60 mmHg, tes apnea dinyatakan positif.
Bila terdapat gerakan napas maka tes apnea dinyatakan negatif dan tes harus di ulang

Pertimbangan ventilator
Pemasangan kembali ventilator selama tes dilakukan bila TS<90 mmHg atau pulse oksimetri menunjukkan desaturasi oksigen yang signifikan dan aritmia jantung. Segera lakukan analisa gas darah.
Bila pCO2 > 60 mmHg atau kenaikkan pCO2 > 20 mmHg dari nilai awal, maka tes apnea dinyatakan positif. Bila pCO2 < 60 mmHg atau kenaikkan pCO2 < 20 mmHg nilai awal yang normal maka hasil tes indeterminat sehingga tes konfirmasi perlu dilakukan.

Pengulangan tes
Tes ulang perlu dilakukan untuk mencegah kesalahan pengamat dan perubahan tanda-tanda. Interval waktu berkisar 25 - 24 jam, bergantung rumah sakit atau rekomendasi yang dianut
Setelah tes apnea dilakukan dan ventilator dipasang kembali, keluarga pasien, dipanggil untuk mendapat penjelasan Keputusan akhir diserahkan kembali kepada keluarga apakah bantuan ventilator tetap akan dilanjutkan

TES KONFIRMASI MATI BATANG OTAK

Meliputi EEG, SSEP, TCD, angiografi serebral, MR angiografi dan scintigrafi serebral
Di Indonesia tidak memerlukan tes-tes konfirmasi

Tes Konfirmasi
EEG

Normal

Electrocerebral Silence

Tes Konfirmasi
Somatosensory Evoked Potentials

Tes Konfirmasi

Transcranial

Ultrasonography

Tes Konfirmasi
Cerebral Angiography

Normal

No Intracranial Flow

Tes Konfirmasi
MR- Angiography

Tes Konfirmasi
Technetium-99 Isotope Brain Scan

44

Algorithm of Brain Death Determination


Comatose patient
Yes

Exclude - Metabolic disorders - Drug Intoxication - Residual Effect from drug Therapy

No

Reexamine - Drugs screening - Laboratory results

Yes

Yes

Clinical Brain Death? Reexamine - Normothermia ? -Areactive coma ? Consider baseline EEG - Normotension ? -Absent brain stem reflexes? - Apnea ? No

Observation period - Neonates 2 mo : 48 h - >1 yr : 12 24 hrs - 2 mos 1 yr : 24 h - Adults : 6 12 hrs


Unchange dExam

Change in exam

Consider confirmatory testing - Patients < 1 yr - Brain pathology not consistent with clinical course or neurologic exam

Brain Death

45
From Christoper N et el. Textbook of Neurointensive Care.2004; 647

You might also like