You are on page 1of 49

ACARA 1

A. I. Kadar Amilosa Serealia Tujuan Tujuan diadakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui kadar amilosa tiap sampel yang digunakan yaitu tepung ketan, tepung beras, tepung terigu dan tepung maizena. II. Tinjauan Pustaka Menurut Thomas dan Atwell (1999), amilosa merupakan suatu polimer lurus yang tersusun hampir seluruhnya dari D-glukopiranosa yang disambung dengan ikatan -1,4. Bila dalam bentuk pilinan, maka amilosa dapat membentuk kompleks chlatrate dengan asam bebas, komponen asam lemak gliserida, beberapa alkohol, dan iodin karena sebagian dalam dari pilinan tersebut bersifat hidrofobik. Sedangkan amilopektin tersusun atas segmen-segmen glukosa yang berikatan -1,4 dan bagian-bagian tersebut dihubungkan oleh titik-titik percabangan -1,6. Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus tergantung pemakaiannya. Biasanya digunakan untuk keperluan penelitian, rumah tangga dan bahan baku industri. Tepung bisa berasal dari bahan nabati misalnya tepung terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari jagung atau hewani misalnya tepung tulang dan tepung ikan(Anonima, 2008). Tepung ketan (glutinous flour) merupakan tepung yang terbuat dari beras ketan hitam atau putih, dengan cara digiling/ditumbuk/dihaluskan. Tepung ketan putih teksturnya mirip tepung beras, tetapi bila diraba tepung ketan akan terasa lebih berat melekat. Untuk membedakan dengan tepung beras, larutkan dengan sedikit air. Larutan tepung beras akan lebih encer sedangkan larutan tepung ketan akan lebih kental. Hal ini disebabkan tepung ketan lebih banyak mengndung pati yang berperekat(Anonim b, 2008). Tepung beras adalah salah satu yang paling sederhana. Isinya sebagian besar adalah pati. Protein, vitamin dan mineral semua terdapat di

kulitnya (rice bran) dan bukan di biji beras yng putih itu. Rice bran inilah yang bergizi tinggi. Dalam tepung beras (yang dibuat dari biji beras tanpa kulit) mengandung protein yang jauh lebih sedikit daripada tepung terigu, misalnya pati yang terdapat di beras (dan tepungnya) justru lebih sederhana lagi. Pati adalah rangkaian gula (tech speaks glucose) yang sambungmenyambung menjadi sebuah rantai (Anonimc,2008). Menurut Koswara (2006), beras biasa mempunyai tekstur yang keras dan transparan, sedangkan beras ketan lebih rapuh, butirnya lebih besar dan warnanya putih opak (tidak transparan). Perbedaan lainnya adalah dalam hal bahan yang menyusun pati. Komponen utama pati beras ketan adalah amilopektin, sedangkan kadar amilosanya hanya berkisar antara 1 2% dari kadar pati seluruhnya. Beras yang mengandung amilosa lebih besar dari 2% disebut beras biasa atau bukan beras ketan. Pemasakan akan mengubah sifat beras ketan menjadi sangat lengket, dan mengkilat. Sifat ini tidak berubah dalam penyimpanan beberapa jam atau bahkan beberapa hari. Ketan digunakan sebagai bahan utama kue basah dalam bentuk tepung ketan atau ketan utuh. Tepung terigu merupakan tepung/ bubuk halus yang berasal dari biji gandum dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mie dan roti. Tepung terigu banyak mengandung zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu banyak mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berpern dalam menentukan kekenyalan makanan yng terbuat dari bahan terigu (Anonimd, 2008) Tepung terigu kaya akan kandungan protein. Protein tepung terigu memiliki struktur yang unik. Seperti yang disebutkan dalam Desrosier (1988), bila tepung terigu dicampur dengan air dalam perbandingan tertentu, maka protein akan membentuk suatu massa atau adonan koloidal yang plastis yang dapat menahan gas dan akan membentuk suatu struktur spons bila dipanggang. Karakteristik tepung terigu ini, yang memungkinkan pembuatan roti tawar yang lunak tidak dijumpai dalam butir serealia lain.

Tepung terigu memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Kandungan nutrisi tepung terigu dapat dilihat pada tabel 1.1 Tabel 1.1.1. Kandungan nutrisi tepung terigu Kandungan nutrisi tepung terigu Lemak(%) : 2,09 Serat kasar(%) Abu(%) Protein(%) : 1,92 : 1,83 : 14,45

Pati(%) : 78,74 Sumber : (Suarni dan Patong, 1999) Tepung maizena atau cornflour/cornstarch berwarna putih yang terbuat dari sari pati jagung. Biasanya digunakan untuk mengentalkan sup atau membuat cookies atau makanan lain menjadi lebih lembut (Anonime,2008). Menurut Setyowati (2006), tepung maizena atau pati jagung yang tersusun atas 25% amilosa dan 75% amilopektin. Amilosa mendorong proses mekar sehingga produk yang berasal dari pati-patian beramilopektin tinggi bersifat porous, ringan, gating, dan mudah patah. III. a) Metode Alat Labu takar 100 ml, pipet 1 ml, pipet 10 ml, neraca analitik, spektrofotometer, tabung reaksi, kompor listrik, timbangan, waterbath. b) Bahan Tepung ketan, tepung beras, tepung terigu, tepung maizena, etanol 95%, larutan NaOH, asam asetat, larutan iod.

c)

Cara Kerja Pembuatan kurva standar amilosa

Amilosa murni (amilosa kentang) (40 mg)

Dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambah 1 ml ethanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N

Dididihkan selama 10 menit

Campuran dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, dan ditambah aquades sampai tanda tera

Larutan dipipet ke dalam labu takar dan ditambah asam asetat 1 N, masing-masing sebagai berikut: Amilosa (ml)Asam Asetat (ml)10,220,430,640,851

Penambahan larutan iod ke dalam masingmasing tabung sebanyak 2 ml

Penambahan air sampai tanda tera

Larutan digojog, dan dibiarkan selama 20 menit

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 625 nm

Pembuatan larutan iod Larutan Iod 200 mg + KI 2 gram

4 Larutkan dalam aquades hingga volumenya 100 ml

Penentuan kadar amilosa Tepung (100 mg)

Dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambah 1 ml ethanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N Dididihkan selama 10 menit, kemudian didinginkan Campuran dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, dan ditambah aquades sampai tanda tera Larutan dipipet ke dalam labu takar sebanyak 5 ml dan ditambah asam asetat 1 N, serta larutan iod 2 ml

Penambahan air sampai tanda tera

Larutan digojog, dan dibiarkan selama 20 menit

Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 625 nm

IV.

Hasil dan Pembahasan (x) 1/100 x 40 mg = 0,4 mg 2/100 x 40 mg = 0,8 mg 3/100 x 40 mg = 1,2 mg 4/100 x 40 mg = 1,6 mg 5/100 x 40 mg = 2,0 mg

Tabel 1.1.2. Data absorbansi larutan standar amilosa ml amilosa A0 (y) 1 0,047 2 0,097 3 0,143 4 0,190 5 0,221 Sumber : Laporan Sementara

Persamaan kurva standar : y = 0,0073 + 0,11025 x Tabel 1.1.3. Kadar amilosa berbagai jenis tepung Jenis Tepung Tepung Ketan Tepung Beras Tepung Terigu Tepung Maizena Sumber : Laporan Sementara Pada praktikum kali ini digunakan berbagai macam tepung untuk dianalisa kadar amilosanya. Tepung yang digunakan meliputi tepung ketan, tepung beras, tepung terigu, dan tepung maizena. Mula mula dibuat kurva standar kandungan amilosa murni dari amilosa kentang. Proses perhitungan besarnya kadar amilosa murni menggunakan pendekatan nilai absorbansi dengan peneraan pada spektrofotometer. Setelah didapat kurva standar kadar amilosa dari amilosa murni maka akan dihitung besarnya kadar amilosa dari keempat tepung di atas. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap nilai absorbansi larutan standar amilosa murni maka diperoleh persamaan kurva standar y = 0,0073 + 0,11025x. Nilai dari persamaan kurva standar tersebut akan digunakan untuk menghitung kandungan amilosa dari berbagai jenis tepung. Berdasarkan hasil praktikum menunujukkan bahwa tepung beras memiliki kadar amilosa tertinggi yaitu sebesar 58,3%. Selanjutnya disusul Nilai A0 0,079 0,074 0,073 0,103 0,105 0,063 0,061 Kadar Amilosa (%) 12,46 58,3 32,05 46,62

secara berturut turut kadar amilosa tepung maizena 46,62%,; tepung terigu 32,05%; dan yang paling kecil kadar amilosa tepung ketan yaitu 12,46%. Pada dasarnya tepung tersusun atas amilosa dan amilopektin. Amilosa menyebabkan tepung menjadi lebih lengket sedangkan amilopektin menyebabkan tepung menjadi lebih rapuh (bahasa jawa : pero). Itu artinya jika tepung dengan kadar amilosa tinggi sedangkan kadar amilopektinnya rendah maka tepung tersebut jika ditambah air akan menjadi lebih lengket. Secara organoleptik juga dapat diketahui bahwasanya tepung dari beras ketan lebih lengket jika dibandingkan tepung dari beras ketan. Sedangkan menurut Koswara (2006), perbedaan lainnya adalah dalam hal bahan yang menyusun pati. Komponen utama pati beras ketan adalah amilopektin, sedangkan kadar amilosanya hanya berkisar antara 1 2% dari kadar pati seluruhnya. Pada tepung beras, kandungan amilosa dari hasil praktikum adalah 58,3%, sedangkan menurut Winarno (1992) amilosa tertinggi pada beras, adalah sekitar 25-33%. Sehingga dengan demikian kandungan amilosa pada tepung beras hasil percobaan, tergolong sangat tinggi. Hal ini dapat terlihat dari uji pengamatan kelengketan pada saat tepung beras tersebut setelah diberi air. Tepung beras yang digunakan ternyata sangat lengket. Kadar amilosa tepung maizena lebih besar jika dibandingkan kadar amilosa tepung terigu. Menurut Setyowati (2006), tepung maizena atau pati jagung yang tersusun atas 25% amilosa dan 75% amilopektin. Amilosa mendorong proses mekar sehingga produk yang berasal dari pati-patian beramilopektin tinggi bersifat porous, ringan, gating, dan mudah patah. Berdasarkan hasil praktikum menunjukkan bahwa kadar amilosa tepung maizena sebesar 46,62%. Itu artinya bahwa kadar amilosa tepung terigu hasil praktikum menunjukkan nilai yang lebih besar jika dibandingkan referensi. Kadar amilosa tepung terigu lebih kecil jika dibandingkan dengan kadar amilosa tepung maizena. Kandungan amilosa pada tepung terigu dari hasil praktikum adalah sebesar 32,05%. Sedangkan menurut

Anonimd (2008), tepung terigu banyak mengandung zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu banyak mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berpern dalam menentukan kekenyalan makanan yng terbuat dari bahan terigu. Tepung terigu kaya akan kandungan protein. Protein tepung terigu memiliki struktur yang unik. Seperti yang disebutkan dalam Desrosier (1988), bila tepung terigu dicampur dengan air dalam perbandingan tertentu, maka protein akan membentuk suatu massa atau adonan koloidal yang plastis yang dapat menahan gas dan akan membentuk suatu struktur spons bila dipanggang. Hipotesis terhadap pernyataan di atas menunjukkan bahwa tepung terigu banyak mengandung amilopektin dan rendah amilosa. Hal tersebut ditunjukkan bahwa tepung terigu jika digunakan sebagai koloidal akan membentuk suatu struktur spons yang rapuh dan tidak lengket. V. a) b) c) 46,62% d) e) Kadar amilosa tepung terigu sebesar 32,05% Kadar amilosa tepung ketan sebesar 12,46 Kesimpulan Kadar amilosa tertinggi pada tepung beras Kadar amilosa tepung beras sebesar 58,3% Kadar amilosa tepung maizena sebesar sedangkan kadar amilosa terendah pada tepung ketan.

B. I.

Daya Serap Air Tepung Terigu Tujuan Tujuan diadaknnya praktikum ini adalah untuk mengetahui daya serap tepung air pada terigu cakra kembar, tepung terigu kunci biru dan segitiga biru. II. Tinjauan Pustaka Tepung terigu merupakan tepung/bubuk halus yang berasal dari biji gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mi dan roti. Kata terigu dalam Bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis trigo yang berarti gandum.Tepung terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu. Tepung terigu memiliki kandungan pati sebesar 65-70%, protein 813%, lemak 0,8-1,5% serta abu dan air masing-masing 0,3-0,6% dan 1315,5%. Di antara komponen tersebut yang erat kaitannya dengan sifat khas mie adalah proteinnya yaitu prolamin (gliadin) dan glutelin (glutenin) yang digolongkan sebagai protein pembentuk gluten (Kent Jones dan Amas, 1967) Tepung terigu memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Kandungan nutrisi tepung terigu dapat dilihat pada tabel 1.2 Tabel 1.2.1. Kandungan nutrisi tepung terigu Kandungan nutrisi tepung terigu Lemak(%) : 2,09 Serat kasar(%) Abu(%) Protein(%) Pati(%) : 1,92 : 1,83 : 14,45 : 78,74

Sumber : (Suarni dan Patong, 1999)

Tepung terigu kaya akan kandungan protein. Protein tepung terigu memiliki struktur yang unik. Seperti yang disebutkan dalam Desrosier (1988), bila tepung terigu dicampur dengan air dalam perbandingan tertentu, maka protein akan membentuk suatu massa atau adonan koloidal yang plastis yang dapat menahan gas dan akan membentuk suatu struktur spons bila dipanggang. Karakteristik tepung terigu ini, yang memungkinkan pembuatan roti tawar yang lunak tidak dijumpai dalam butir serealia lain. Jenis- jenis tepung terigu antara lain: a) Tepung berprotein tinggi (bread flour): tepung terigu yang mengandung kadar protein tinggi, antara 11%-13%, digunakan sebagai bahan pembuat roti, mi, pasta, donat. b) Tepung berprotein sedang/serbaguna (all purpose flour): tepung terigu yang mengandung kadar protein sedang, sekitar 8%-10%, digunakan sebagai bahan pembuat kue cake c) Tepung berprotein rendah (pastry flour): mengandung protein sekitar 6%-8%, umumnya digunakan untuk membuat kue yang renyah, seperti biskuit atau kulit (Kent Jones dan Amas, 1967). Menurut Sudarmanto (1999), pati merupakan cadangan bahan baku pada tanaman yang disimpan pada berbagai jaringan penimbun. Pati tersimpan dalam bentuk butiran (granula) yang kenampakan dan ukurannya beragam. Pati merupakan glukan yang terdiri dari 2 macam fraksi. Granula pati tersusun secara berlapis-lapis mengelilingi nukleus. Pembentukan granula pati dikontrol untuk endogeneus. Granula pati bersifat higroskopis, mudah menyerap air, lembab dan diikuti dengan peningkatan diameter granula. Pati tidak larut dalam air dingin karena antar molekulnya terikat 1 dengan lainnya lewat ikatan H. Dalam proses pembentukan jendalan pati, pati yang kandungan amilosanya tinggi akan lebih cepat dan banyak menyerap air, hasil jendalannya bervolume lebih mengembang dan kurang lekat. Sedangkan pati yang kadar amilosanya rendah lebih sedikit menyerap air dan jendalannya kurang mengembang tetapi lebih lekat.

10

Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dan karbohidrat, melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten akan mengembang dengan adanya air. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6 9, hal ini disebabkan absorpsi air makin meningkat dengan naiknya pH. Makin banyak air yang diserap, mie menjadi tidak mudah patah. Jumlah air yang optimum membentuk pasta yang baik (Anonim, 2006). Di pasaran lebih dikenal dengan terigu Cakra Kembar. Tepung ini diperoleh dari gandum keras (hard wheat). Kandungan proteinnya 11-13%. Tingginya protein terkandung menjadikan sifatnya mudah dicampur, difermentasikan, daya serap airnya tinggi, elastis dan mudah digiling. Karakteristik ini menjadikan tepung terigu hard wheat sangat cocok untuk bahan baku roti, mie dan pasta karena sifatnya elastis dan mudah difermentasikan (Anonim, 2007). Menurut Winarno (1992), amilopektin dan amilosa sebagai fraksi dalam pati dapat dipisahkan berdasarkan kelarutannya dalam air panas. Amilosa merupakan fraksi terlarut dalam air panas, sedangkan amilopektin merupakan fraksi tidak terlarut. Semakin kuat gluten menahan terbentuknya gas CO2, semakin mengembang volume adonan roti. Mengembangnya volume adonan Ditimbang sebanyak 25 gram terigu mengakibatkan roti yang telah dioven akan menjadi mekar. Hal ini terjadi karena struktur berongga yang terbentuk di dalam roti (Made Astawan 2004). III. a) b) Metode Alat dan Bahan Ditambah air sebanyak 10-20 ml dengan buret Tepung terigu Cakra Kembar Tepung terigu Kunci Biru Diuleni hingga menjadi adonan dengan menggunakan Tepung terigu Segitiga Biru tangan Buret dan mangkok Cara Kerja Ditambahkan dengan buret sedikit demi sedikit sambil terus diuleni sampai terbentuk adonan yang tidak lengket 11 Dicatat jumlah air yang diperlukan Ditempatkan dalam mangkok

IV. No.

Hasil dan Pembahasan Sampel Tepung terigu ml aquades 13 13,5 12 12 14 12 Daya Serap Air 52 % 54 % 48 % 48 % 56 % 48 %

Tabel 1.2.2 Daya serap air tepung terigu Kelompok 1 1. 4 Cakra Kembar Tepung terigu 2 2. 5 Kunci Biru Tepung terigu 3 3. 6 Segitiga Biru Sumber : Laporan Sementara

Pada praktikum daya serap air tepung terigu digunakan 3 macam tepung terigu dengan merk yang berbeda yaitu tepung terigu Cakra Kembar, tepung terigu Kunci Biru dan tepung terigu Segitiga Biru. Adapun mekanisme kerjanya dapat dilihat pada cara kerja di atas. Daya serap air merupakan salah satu sifat tepung terigu yang dapat mempengaruhi hasil dari pembuatan suatu produk makanan dari tepung

12

terigu. Daya serap air pada tepung ini perlu diketahui untuk menentukan atau membuat suatu formulasi adonan. Penambahan air harus disesuaikan dengan daya serap air dari tepung terigu yang bersangkutan/digunakan. Penetapan daya serap air juga dapat digunakan untuk menilai mutu suatu tepung terigu. Pada umumnya daya serap air sekitar 60% telah dianggap baik, namun perlu dingat bahwa sifat ini tidak mutlak digunakan untuk menilai mutu suatu tepung terigu. Dari data hasil percobaan dapat diketahui bahwa jumlah air yang diperlukan/diserap oleh tepung terigu Cakra Kembar baik ulangan kesatu maupun kedua adalah 13,25 ml, sedangkan tepung terigu Kunci Biru jumlah air yang diserap adalah 12 ml untuk ulangan kesatu maupun ulangan kedua. Kemudian untuk tepung terigu Segitiga Biru jumlah air yang diserap pada ulangan kesatu dan kedua adalah sebanyak 13 ml. Daya serap air = ml air x100% g terigu

Setelah dihitung dengan persamaan di atas diperoleh daya serap air pada tepung terigu Cakra Kembar adalah 53%, tepung terigu Kunci Biru 48%, sedangkan pada tepung terigu Segitiga Biru adalah 52%. Dari hasil tersebut dapat ditentukan bahwa daya serap air paling kecil adalah tepung terigu Kunci Biru dan yang paling tinggi daya serap airnya adalah tepung terigu Cakra Kembar. Hal ini berarti bahwa mutu terigu berdasarkan daya serap airnya untuk tepung terigu Cakra Kembar adalah yang paling baik. Asumsi ini berlaku karena mendekati daya serap air sekitar 60%.

V. a)

Kesimpulan Kandungan daya serap air pada tepung terigu

Berdasarkan hasil praktikum maka dapat disimpulkan bahwa: yang paling baik terdapat pada tepung cakra kembar.

13

b) c)

Penetapan daya serap air dapat digunakan Pada umumnya daya serap air sekitar 60%

untuk menilai mutu suatu tepung terigu tepung terigu telah dianggap baik C. I. Uji Gluten Tepung Terigu Tujuan Tujuan diadakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui kadar gluten tepung terigu merek cakra kembar, kunci biru dan segitiga biru. II. Tinjauan Pustaka Tepung terigu Tepung terigu merupakan tepung/bubuk halus yang berasal dari biji gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mi dan roti. Kata terigu dalam Bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis trigo yang berarti gandum.Tepung terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu. Tepung terigu memiliki kandungan pati sebesar 65-70%, protein 8-13%, lemak 0,8-1,5% serta abu dan air masing-masing 0,30,6% dan 13-15,5%. Di antara komponen tersebut yang erat kaitannya dengan sifat khas mie adalah proteinnya yaitu prolamin (gliadin) dan glutelin (glutenin) yang digolongkan sebagai protein pembentuk gluten (Kent Jones dan Amas, 1967) Tepung terigu memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Kandungan nutrisi tepung terigu dapat dilihat pada tabel 1.2 Tabel 1.3.1 Kandungan nutrisi tepung terigu Kandungan nutrisi tepung terigu

14

Lemak(%) Serat kasar(%) Abu(%) Protein(%)

: 2,09 : 1,92 : 1,83 : 14,45

Pati(%) : 78,74 Sumber : (Suarni dan Patong, 1999) Tepung terigu kaya akan kandungan protein. Protein tepung terigu memiliki struktur yang unik. Seperti yang disebutkan dalam Desrosier (1988), bila tepung terigu dicampur dengan air dalam perbandingan tertentu, maka protein akan membentuk suatu massa atau adonan koloidal yang plastis yang dapat menahan gas dan akan membentuk suatu struktur spons bila dipanggang. Karakteristik tepung terigu ini, yang memungkinkan pembuatan roti tawar yang lunak tidak dijumpai dalam butir serealia lain. Tepung terigu dibedakan atas kandungan proteinnya. Jenisjenis tepung terigu berdasar kandungan proteinnya antara lain: 1) Tepung berprotein tinggi (bread flour): tepung terigu yang mengandung kadar protein tinggi, antara 11%-13%, digunakan sebagai bahan pembuat roti, mi, pasta, donat. 2) Tepung berprotein sedang/serbaguna (all purpose flour): tepung terigu yang mengandung kadar protein sedang, sekitar 8%-10%, digunakan sebagai bahan pembuat kue cake. 3) Tepung berprotein rendah (pastry flour): mengandung protein sekitar 6%-8%, umumnya digunakan untuk membuat kue yang renyah, seperti biskuit atau kulit (Kent Jones dan Amas, 1967). Kualitas tepung terigu dipengaruhi juga oleh moisture (kadar air), ash (kadar abu), dan beberapa parameter fisik lainnya, seperti water absorption, development time, stability, seperti yang dijelaskan di bawah ini: Moisture adalah jumlah kadar air pada tepung terigu yang mempengaruhi kualitas tepung. Bila jumlah moisture melebihi standar

15

maksimum maka memungkinkan terjadinya penurunan daya simpan tepung terigu karena akan semakin cepat rusak, berjamur dan bau apek. Ash adalah kadar abu yang ada pada tepung terigu yang mempengaruhi proses dan hasil akhir produk antara lain: warna produk (warna crumb pada roti, warna mie) dan tingkat kestabilan adonan. Semakin tinggi kadar Ash semakin buruk kualitas tepung dan sebaliknya semakin rendah kadar Ash semakin baik kualitas tepung. Hal ini tidak berhubungan dengan jumlah dan kualitas protein. Kemampuan tepung terigu menyerap air disebut Water Absorption. Kemampuan daya serap air tepung terigu berkurang bila kadar air dalam tepung (Moisture) terlalu tinggi atau tempat penyimpanan yang lembab. Water Absorption sangat bergantung dari produk yang akan dihasilkan, dalam pembuatan roti umumnya diperlukan water absorption yang lebih tinggi dari pada pembuatan mie dan biskuit. Kecepatan tepung terigu dalam pencapaian keadaan develop (kalis) disebut Developing Time. Bila waktu pengadukan kurang disebut under mixing yang berakibat volume tidak maksimal, serat/remah roti kasar, roti terlalu kenyal, aroma roti asam, roti cepat keras, permukaan kulit roti pecah dan tebal. Sedangkan bila kelebihan pengadukan disebut Over Mixing yang berakibat volume roti melebar/datar, roti kurang mengembang, serat/remah roti kasar, warna kulit roti pucat, permukaan roti mengecil, permukaan kulit roti banyak gelembung dan roti tidak kenyal. Terakhir adalah Stability yaitu kemampuan tepung terigu untuk menahan stabilitas adonan agar tetap sempurna meskipun telah melewati waktu develop (kalis). Stabilitas tepung pada adonan dipengaruhi beberapa hal antara lain jumlah protein, kualitas protein dan zat additive/tambahan (anonim, 2008). Gluten

16

Tepung terigu memiliki kelebihan dibandingkan dengan tepung serelia yang lainnya. Kelebihan terigu dibanding dengan tepung serealia lainnya adalah sifat fisikokimianya, terutama kemampuan protein dalam membentuk gluten. Sifat ini kurang dimiliki oleh tepung serealia lainnya, apalagi komoditas non serealia (Winarno dan Pudjaatmaka, 1989). Keistimewaan gluten terigu adalah memiliki kandungan protein penyusun yang seimbang, yaitu glutenin dan gliadin. Bila ditambah air, gluten akan membentuk sifat elastisitas yang tinggi. Sifat ini sangat dibutuhkan dalam pembuatan mi dan roti (Ahza, 1998). Secara terperinci kandungan gluten serta sifat tepung terigu yang lain dapat dilihat pada tabel dibawah. Tabel 1.3.2 Kandungan gluten dalam tepung terigu
Gluten (%) Kadar nutrisi gluten dalam tepung terigu : 11,45 : 27,70 : 403 : 26,02 : 42,52 (sedang)

Nilai pengendapan (mm) Aktivitas diastatik (mg maltosa/10g tepung) Amilosa (%) Konsistensi gel (mm)

Sumber: (Suarni dan Zakir, 2000) Gluten adalah campuran amorf (bentuk tak beraturan) dari protein yang terkandung bersama pati dalam endosperma (dan juga tepung yang dibuat darinya) beberapa serealia, terutama gandum, gandum hitam, dan jelai. Dari ketiganya, gandumlah yang paling tinggi kandungan glutennya. Kandungan gluten dapat mencapai 80% dari total protein dalam tepung, dan terdiri dari protein gliadin dan glutenin. Gluten membuat adonan kenyal dan dapat mengembang karena bersifat kedap udara (Anonim a, 2007). Banyak atau sedikitnya gluten yang didapat, tergantung dari berapa banyak kandungan protein tepung yang kita gunakan. Semakin tinggi kandungan proteinnya, maka semakin banyak jumlah gluten yang didapat. Dan sebaliknya. Karena itu, produk makanan yang memerlukan

17

gluten, sebaiknya menggunakan tepung terigu yang kandungan proteinnya tinggi. Jumlah gluten yang dihasilkan juga, sangat tergantung pada jumlah energi (atau lamanya pengadukan) yang diberikan. Perlu diketahui, bahwa gluten bisa rusak. Penyebabnya adalah bila: 1) 2) 3) Jumlah kadar abu pada terigu (ash contain) terlalu tinggi. Waktu aduk adonan kurang. Waktu aduk adonan berlebih. 1) 2) 3) 2005). III. a) Metode Alat dan Bahan Tepung terigu Kunci Biru Ditimbang tepung terigu sebanyak 10 gram Tepung terigu Cakra Kembar Tepung terigu Segitiga Biru Mangkuklarutan NaCl 1% sebanyak 5 ml Ditambah Oven Stop watch Diuleni sampai terbentuk adonan yang elastis Diberikan gula. Diberikan lemak. Diberikan asam misal padaproses fermentasi (Rustandi,

Gluten akan lunak dan lembut bila:

Adanon dibentuk bola

Direndam air selama 1 menit

b)

Caradengan Kerja air mengalir sampai air cuciannya bersih Dicuci

Ditimbang sisa adonan sebagai gluten basah 18 Dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC untuk memperoleh gluten kering

IV. No. 1. 2. 3.

Hasil dan Pembahasan Sampel Tepung terigu Cakra Kembar Tepung Terigu Kunci Biru Tepung terigu Segitiga Biru g berat basah 4,7 3,3 2,7 2,2 3,3 2,9 mg berat kering 1,18 1,4 0,9 0,8 1,4 1,3

Tabel 1.3.3. Hasil uji gluten tepung terigu

Sumber : Laporan Sementara Pada praktikum uji gluten tepung terigu digunakan 3 jenis merk pasar, yakni tepung terigu dengan merk yang berbeda yaitu tepung terigu Tepung terigu Cakra Kembar, Tepung terigu Kunci Biru, Tepung terigu dan Segitiga Biru.

19

Secara umum berdasarkan kadar gluten atau proteinnya ada 3 jenis tepung terigu yaitu protein tinggi (Bread Flour, High Grade Flour), Protein sedang (All Purpose Flour, Cake flour), Protein Rendah (Low Protein Flour, Pastry Flour). Kadar protein ini menentukan elastisitas dan tekstur sehingga penggunaannya disesuaikan dengan jenis dan spesifikasi adonan yang akan dibuat. Gluten sering didefinisikan sebagai protein yang tidak larut dalam air yang hanya terdapat pada tepung terigu. Gluten mempunyai peran yang penting sehubungan fungsi terigu sebagai bahan pembuatan roti. Adonan roti memiliki sifat yang liat/elastis dan licin permukaannya. Gluten merupakan komponen tepung terigu yang membentuk sifat tersebut. Menurut data hasil pengamatan yang telah didapatkan pada tepung terigu Cakra Kembar, berat gluten basah adalah 4,7 gram dan 3,3 gram; sedangkan berat gluten basah pada tepung terigu Kunci Biru adalah 2,7 gram dan 2,2 gram; dan tepung terigu Segitiga Biruadalah 3,3 gram dan 2,9 gram. Setelah proses pengovenan pada suhu 100C berat kering yang didapatkan pada tepung terigu Cakra Kembar adalah 1,8 gram dan 1,4 gram; sedangkan berat gluten kering pada tepung terigu Kunci Biru adalah 0,9 gram dan 0,8 gram; dan tepung terigu Segitiga Biru mempunyai berat kering gluten sebesar 1,4 gram dan 1,3 gram. Dari hasil tersebut kandungan gluten paling tinggi adalah pada tepung terigu Cakra Kembar, dan yang paling rendah kandungan glutennya adalah tepung terigu Kunci Biru. Secara keseluruhan barat gluten kering lebih rendah dibandingkan gluten basah. Hal ini disebabkan pada gluten kering terjadi penguapan air pada saat pengovenan. Berat yang hilang dari gluten basah diasumsikan sebagai air yang menguap pada saat pengovenan. Jumlah gluten yang dihasilkan selain karena perbedaan jenis terigu berdasar kandungan protein, juga sangat tergantung pada jumlah energi (atau lamanya pengadukan) yang diberikan. Perbedaan jumlah gluten pada hasil praktikum terjadi karena perbedaan energi atau lamanya pengadukan

20

yang diberikan pada adonan oleh masing-masing kelompok. Gluten juga bisa rusak, penyebabnya antara lain: 1) Jumlah kadar abu pada terigu (ash contain) terlalu tinggi. 2) Waktu aduk adonan kurang. 3) Waktu aduk adonan berlebih. (Rustandi, 2005). V. a) Kesimpulan Kandungan gluten paling tinggi adalah pada Berdasarkan hasil praktikum maka dapat ditarik kesimpulan yaitu: tepung terigu Cakra Kembar, dan yang paling rendah kandungan glutennya adalah tepung terigu Kunci Biru. b) c) Secara keseluruhan barat gluten kering lebih Faktor yang mungkin mempengaruhi rendah dibandingkan gluten basah. kerusakan gluten antara lain adalah kadar abu pada terigu yang terlalu tinggi serta waktu pengadukan adonan yang kurang ataupun berlebih. d) pengadukan adonan. D. I. Uji Bleaching pada Tepung Terigu Tujuan Tujuan dari acara Uji Bleaching pada Tepung Terigu ini adalah untuk mengetahui apakah tepung terigu sudah dibleaching terlebih dahulu atau belum. II. Tinjauan Pustaka Tepung terigu yang baru berwarna kekuningan dan bersifat kurang elastis. Bila dijadikan adonan roti, tidak dapat mengembang dengan baik. Untuk memperoleh terigu dengan mutu baik, terigu dibiarkan selama lebih kurang enam minggu. Selama masa pemeraman tersebut, bahan-bahan yang menyebabkan sifat lekat dan juga pigmen karotenoid akan teroksidasi sehingga akan diperoleh tepung terigu yang berwarna putih dan dengan Faktor yang mempengaruhi jumlah gluten yang dihasilkan adalah jumlah protein pada tepung dan juga lama

21

daya kembang yang baik. Namun proses pemeraman ini sangat tidak praktis, sehingga untuk mempercepat proses tersebut biasanya ditambahkan zat pemucat. Zat pemucat ini bersifat oksiadator. Ikatan rangkap dalam karotenoid, yaitu xantofil akan dioksidasi. Degradasi pigmen karotenoid akan menghasilkan senyawa yang tidak berwarna (Winarno, F. G, 2002 ). Menurut Buckle et al, (1985) tepung gandum biasanya berwarna krem, karena adanya zat warna xantofil. Warna tepung akan memutih selama penyimpanan, tetapi ini merupakan proses yang lambat. Karena konsumen lebih menyukai tepung yang berwarna putih, maka digunakan bahan pemutih tepung. Bahan pemutih tepung yang paling sering digunakan adalah Benzil Peroksida. Semua tepung dapat disediakan sebagai tepung yang dipucatkan atau tidak dipucatkan. Bila tepung gandum lunak ingn dipucatkan, pada umumnya dilakukan dengan klor yang memiliki pengaruh pengerasan terhadap gluten yang terbatas; besarnya pengaruh pengerasan berbanding langsung dengan jumlah klor yang digunakan. Sebagai pedoman tepung yang dipucatkan dengan klor tidak dianjurkan untuk memproduksi kue keringan, kecuali hanya digunakan untuk jenis kue keringan lunak, dimana jumlah yang relatif besar dari bahan yang mengempukkan dan menahan air digunakan, seperti misalnya gula, sortening dan kuning telur (Desrosier, Norman W., 1988). III. a) b) Metode Alat dan Bahan Tepung terigu Cakra Kembar Tepung terigu Kunci Biru Tepung terigu Segitiga Biru Petroleum ether Beaker glass Pipet volume dan neraca analitik Cara Kerja

22

Larutkan 1,4 gram tepung terigu dalam 5 ml petroleum ether

Biarkan mengendap

Diamati

Tepung terigu dibleaching tidak menimbulkan warna pada larutan supernatannya IV. Hasil dan Pembahasan

Tepung terigu tidak dibleaching menimbulkan warna pada larutan supernatannya

Tabel 1.4.1. Data hasil uji bleaching pada tepung terigu Jenis Tepung Terigu Kelompok Warna Cairan Supernatan 1 Cakra Kembar Sedikit keruh 4 2 Kunci Biru Putih 5 3 Segitiga Biru Kuning 6 Sumber : Laporan Sementara Pada percobaan Uji Uji Bleaching pada Tepung Terigu ini digunaka tepung terigu dengan merk yang berbeda-beda yaitu cakra kembar, kunci biru dan segitiga biru dengan tujuan untuk mengetahui apakah pada masing-masing tepung terigu tersebut dilakukan bleaching atau tidak. Menurut Buckle (1985) tepung terigu biasanya berwarna krem. Namur karena konsumen kurang menyukainya, sehingga untuk memperoleh tepung terigu yang berwarna putih maka dilakukan bleaching. Proses bleaching ini berhubungan dengan oksidasi karoten yaitu pigmen yang terdapat pada tepung terigu. Tepung terigu yang dibleaching tidak menghasilkan warna pada cairan supernatannya. Sebelumnya tepung terigu tersebut ditambahkan petroleum ether dan diendapkan. Penambahan petroleum ether pada

23

percobaan ini dimaksudkan untuk melarutkan pigmen yang terdapat pada tepung terigu yaitu karoten. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa pada tepung terigu Cakra Kembar menghasilkan cairan supernatan yang sedikit keruh dan ada warna kuning pada endapannya. Ini menunjukkan bahwa tepung terigu Cakra Kembar tersebut tidak dibleaching karena masih terdapat karoten yang ditunjukkan dengan adanya warna kuning. Pada tepung terigu Kunci Biru dihasilkan cairan supernatan yang berwarna putih. Ini berarti tepung terigu Kunci Biru sudah dibleaching atau dipucatkan karena betakaroten yang merupakan zat warna alami yang terdapat pada tepung terigu sudah dioksidasi atau sudah hilang. Sedangkan Sehingga dapat diketahui bahwa pada tepung terigu Segitiga Biru belum terjadi proses bleaching, masih terdapat karoten pada tepung tersebut. V. Kesimpulan Berdasarkan percobaan Uji Bleaching pada Tepung Terigu ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. lebih putih. 2. 3. 4. Tepung terigu yang dibleaching tidak menimbulkan Tepung terigu yang tidak dibleaching menimbulkan Tepung terigu Cakra Kembar tidak dibleaching warna pada larutan supernatannya. warna pada larutan supernatannya. karena masih terdapat karoten yang ditunjukkan dengan adanya warna kuning pada cairan supernatannya. 5. Tepung terigu Kunci Biru sudah dibleaching atau dipucatkan karena betakaroten yang merupakan zat warna alami yang terdapat pada tepung terigu sudah dioksidasi atau sudah hilang. 6. Pada tepung terigu Segitiga Biru diperoleh cairan supernatan berwarna kuning, berarti tepung ini belum dibleaching. Tepung terigu yang dibleaching biasanya warnanya

24

E. I.

Swelling Power Beras Tujuan Tujuan diadakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui sweeling power dari beras mentik, beras C4 dan beras jatah. II. Tinjauan Pustaka Peranan perbandingan amilosa dan amilopektin terlihat pada serealia, contohnya pada beras. Semakin kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi kandungan amilopektin, semakin lekat nasi tersebut. Beras ketan praktis tidak ada amilosanya (1-2%), sedang beras yang mengandung amilosa lebih besar dari 2% disebut beras biasa atau beras bukan ketan. Berdasarkan kandungan amilosanya, beras(nasi) dapat dibagi menjadi empat golongan: (1) beras dengan kadar amilosa tinggi 25-35%; (2). beras dengan kadar amilosa menengah 20-25%; (3). Beras dengan kadar amilosa rendah (9-20%) dan beras dengan kadar amilosa sangat rendah(<9%) (Winarno,2002). Sifat tanak beras meliputi nilai pengembangan volume beras setelah menjadi nasi dan waktu penanakan. Sifat tanak (cooking quality) ini ditentukan oleh beberapa faktor dalam dan faktor luar. Sedangkan nilai pengembangan volume beras tergantung pada kandungan amilosa beras itu sendiri. Semakin tinggi kadar amilosa maka nilai pengembangan volume akan semakin tinggi. Hal itu karena dengan kdar amilosa yang tinggi maka akan menyerap air lebih bnyak sehingga pengembangan volume juga semakin besar (Makfoeld,1982). III. a) b) Metode Alat Bahan Baskom kecil, Rice cooker, timbangan Beras C4, Beras jatah dan beras mentik.

25

c)

Cara Kerja Beras sebanyak 100 gram ditimbang kemudian dicuci sebanyak 3 kali

Ditanak dalam rice cooker sampai matang menjadi nasi Timbang berat nasi seluruhnya dan dibandingkan dengan berat sebelum dimasak IV. No. 1. Hasil dan Pembahasan Jenis Beras Beras Mentik Beras C4 Kelompok Berat sebelum dimasak 100 100 100 100 100 100 Berat setelah dimasak 425 425 305 305 400 400 Sweeling power 4,25 4,25 3,05 3,05 4,00 4,00

Tabel 1.5.1 Sweeling power beras

1 4 2. 2 5 3. Beras Jatah 3 6 Sumber: Laporan Sementara

Sweeling power beras merupakan indiksi mutu dari beras tersebut. Sweeling power didefinisikan sebagai rasio berat beras setelah pemasakan dengan berat beras sebelum dimasak. Semakin besar sweeling power berarti semakin banyak ir yang diserap selama pemasakn, artinya beras semakin pulen. Hal ini tentu saja berkaitan dengan kandungan amilosa dan amilopektin yang terkandung dalam beras. Nilai pengembangan volume beras tergantung pada kandungan amilosa beras itu sendiri. Semakin tinggi kadar amilosa maka nilai pengembangan volume akan semakin tinggi. Hal itu karena dengan kdar amilosa yang tinggi maka akan menyerap air lebih bnyak sehingga pengembangan volume juga semakin besar (Makfoeld,1982).

26

Dalam pengujian sweeling power beras dilakukan dengan membandingkan berat beras sebelum dan sesudah dimasak. Beras yang digunakan yaitu beras C4, beras mentik dan beras jatah. Dari hasil pengujian diperoleh data bahwa sweeling power yang paling tinggi pada beras Mentik yaitu 4,25.Dengan berat awal 100 gram dan bert akhir 425 gram. Sehingga dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa beras mentik mempunyi mutu yang paling bagus dibandingkan dengan beras C4 dan beras jatah. V. 1. 2. Kesimpulan Beras mentik mempunyi mutu yang Beras mentik memiliki berat beras paling bagus dibandingkan dengan beras C4 dan beras jatah. yang paling tinggi setelah pemasakan 425 gram, sedangkan beras C4 memiliki berat beras yang paling rendah setelah pemasakan 305 gram

27

DAFTAR PUSTAKA
Kadar Amilosa Serealia Anonima. 2008. Tepung.www.wikipedia.org (diakses pada tanggal 5 Desember 2008). Anonimb. 2008. Tepung beras.www.irvankrta.blogspot.com.(diakses pada tanggal 5 Desember 2008). Anonimc. 2008. Mengenal berbagai macam tepung. www.kamusdapurku.blogspot.com (diakses pada tanggal 5 desember 2008). Anonimd. 2008. Tepung Terigu. www.wikibooks.org (diakses pada tanggal 5 Desember 2008). Anonime. 2008. Gluten. www.wikipedia.org (diakses pada tanggal 5 desember 2008). Desrosier W Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta. Koswara, Sutrisno. 2006. Lebih Akrab Dengan Kue Basah. http://www.ebookpangan.com/.pdf. Diakses 12 Januari 2008. Pukul 09.00 WIB. Setyowati, V.A: Hastuti; dan Supriyadi. 2006. Pembuatan Bawang Merah Goreng: Penggunaan Kalsium Klorida dan Tepung Jagung serta Perkiraan Umur Simpannya. Jurnal Agrosains Vol. 19(3) hal 295-308. Suarni dan R. Patong. 1999. Peranan Komposisi Asam Amino Tepung Sorgum Terhadap Roti Tawar Hasil Substitusi Terigu. Prosiding Seminar Nasional Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Biromaru, Palu 10-11 Oktober 1999.hlm 287-292. Thomas, D.J dan Atwell, W.A., 1999. Starches. American Association of Cereal Chemists, Inc., Minnesota.

Daya Serap Air Tepung Terigu Anonim. 2007. Pilih-Pilih Tepung. http://www.banjar masinpost.co.id. // content/ view/3962/232/. Diakses pada tanggal 15 Januari 2008. Anonim. 2006. Teknologi Mie Instan. http://www.ebookpangan.com /ARTIKEL/TEKNOLOGI%20MIE%20INSTAN.pdf. Diakses pada tanggal 15 Januari 2008. Astawan, Made. 2004. Kandungan Serat dan Gizi pada Roti Ungguli Mi dan Nasi. http://www.gizi.net/ cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid10875 32236,16801. Diakses pada tanggal 15 Januari 2008.

28

Desrosier W Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta. Kent-Jones, D.W. and A.J. Ames,1967. Modern Cereal Chemistry. Food Trade Press Inc., London Suarni dan R. Patong. 1999. Peranan Komposisi Asam Amino Tepung Sorgum Terhadap Roti Tawar Hasil Substitusi Terigu. Prosiding Seminar Nasional Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Biromaru, Palu 10-11 Oktober 1999.hlm 287-292. Sudarmanto. 1999. Kimia Hasil Pertanian. UGM. Press. Yogyakarta Winarno, F.G, 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Uji Gluten Tepung Terigu Ahza, A.B. 1998. Aspek Pengetahuan Material Dan Diversifikasi Produk Sorgum Sebagai Substitutor Terigu/Pangan Alternative. Dalam Laporan Lokakarya Sehari Prospek Sorgum Sebagai Bahan Substitusi Terigu PT. ISM Bogasari Flour Mills. Jakarta. Anonim a. 2007. http://id.wikibooks.org/wiki/Resep:Tepung_teriguorengan. Diakses 12 Januari 2008. Pukul 09.15 WIB Anonim b. 2008. Referensi Terigu. http://www.bogasariflour.com/english/v_ref_ flour.htm. diakses pada tanggal 4 Desember 2008. Desrosier W Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta. Kent-Jones, D.W. and A.J. Ames,1967. Modern Cereal Chemistry. Food Trade Press Inc., London Rustandi, Deddy.2005. Mendapatkan Gluten Secara Maksimal. http://www. wacanamitra. com/wm5117/tips.htm.diakses pada tanggal 4 desember 2008 Suarni dan m Zakir. 2000. Studi Sifat Fisikokimia Tepung Sorgum Sebagai Bahan Substitusi Terigu. Jurnal Penelitian Pertanian 20(2): 58-62. Suarni dan R. Patong. 1999. Peranan Komposisi Asam Amino Tepung Sorgum Terhadap Roti Tawar Hasil Substitusi Terigu. Prosiding Seminar Nasional Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Biromaru, Palu 10-11 Oktober 1999.hlm 287-292. Winarno, F.G dan AH Pudjaatmaka. 1989. Gluten dalam Ensiklopedia Nasional Indinesia. Jilid 6. PT Cipta Adi Pustaka. Jakarta. Hlm 184.

Uji Bleaching pada Tepung Terigu

29

Bucle, K. A, et al. 1985. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta. Desrosier, Norman W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Swelling Power Beras Makfoeld, Djarir. 1982. Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati. Agritech. Yogyakarta. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

30

ACARA 2 KADAR ASAM FITAT KORO BENGUK


I. Tujuan Tujuan dari praktikum acara dua ini adalah menentukan kadar asam fitat koro benguk secara kualitatif dengan berbagai variasi perlakuan (koro benguk segar, direndam 3 hari, direndam + soda kue selama 3 hari, direbus, dikukus, dan dibuat tempe koro). II. Tinjauan Pustaka Koro benguk (Mucuna pruriens) merupakan jenis koro-koroan yang bila dibandingkan dengan kedelai, kadar protein dan lemak kara benguk lebih rendah, sedangkan kadar karbohidratnya lebih tinggi, bahkan dua kali kandungan karbohidrat kedelai. Pembudidayaan yang mudah dapat menjadikan koro benguk sebagai alternatif sumber protein (Anonim-a, 1981). Meskipun demikian, kara benguk memiliki kelemahan, yaitu tingginya kadar asam fitat yang dapat berikatan dengan logam dan protein membentuk kompleks senyawa tidak larut sehingga menyebabkan turunnya ketersediaan mineral dan protein bagi tubuh dengan demikian akan menurunkan nilai gizi produk pangan yang bersangkutan. HCN dalam kara benguk mentah juga sangat tinggi sehingga dapat menyebabkan keracunan bahkan sampai kematian (dosis 0,5-3,5 mg HCN/kg berat badan)(Winarno, 2002). Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok Cyano CN, dengan atom karbon terikattiga ke atom nitrogen. Kelompok CN dapat ditemukan dalam banyak senyawa. Beberapa adalah gas, dan lainnya adalah padat atau cair. Beberapa seperti garam, beberapa kovalen. Beberapa molelular, beberapa ionic dan banyak juga polimerik. Sianida yang dapat melepas ion cyanide CN- sangat beracun (Anonim-b, 2006). Asam sianida (HCN) secara alami terdapat pada umbi-umbian, diantaranya gadung, singkong, talas dan bengkuang. HCN dihasilkan jika produk dihancurkan, dikunyah, diiris atau diolah. Jika dicerna, HCN sangat cepat terserap oleh alat pencernaan masuk ke dalam saluran darah dan terikat

31

bersama oksigen. Bahaya HCN terutama pada system pernafasan, dimana oksigen dalam darah terikat oleh senyawa HCN dan terganggunya system pernafasan (sulit bernafas). Tergantung jumlah yang dikonsumsi, HCN dapat menyebabkan kematian jika pada dosis 0,5-3,5 mg HCN/kg berat badan (Winarno, 2002). Asam fitat merupakan senyawa anti gizi yang terdapat pada kacangkacangan. Pada proses fermentasi kandungan asam fitat dapat dikurangi hingga 1/3 nya. Hal ini disebabkan karena selama fermentasi jamur Rhizopus oligosporus akan menghasilkan enzim phitase yang akan memecah asam fitat (inosinol hexaphosphat) menjadi inosinol dan phosphate organic. Sebagian phosphate organik tersebut digunakan untuk pertumbuhan jamur itu sendiri (Sudarmadji, 1975). Asam fitat mempunyai nama kimia myo inositol 1,2,3,4,5,6- heksakis (dihidrogen fosfat) (Oberleas,1973). Penamaan dan penggolongan asam fitat, fitase didefinisikan oleh enzim yang mengkatalisis hidrolisis asam fitat menjadi inositol bebas dan 6 anion P anorganik (Pa), ada 2 fitase yang dikenal : 3-fitase atau myo-inositol heksakifosfat 3-fosfohidrolase (EC 3.1.3.8), yang mengkatalisis defosforilasi fitat mulai posisi 1;6-Fitase yang menghidrolisis fitat mulai posisi 6. Kedua enzim mengkatalisis defosforilasi asam fitat dengan sempurna menjadi myoinositol dan Pa (Nayini&Markakis,1984). Brown dkk (1961) mengadakan penelitian untuk mengetahui struktur asam fitat. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa asam fitat mempunyai 18 ion H 2 sesuai dengan pendapat Neuberg ; 12 ion H 2 dapat dibebaskan pada akhir titrasi, sedangkan 6 ion H 2 bersifat asam lemah dan sukar bereaksi dalam air. III. a) Metode Alat Timbangan Tabung reaksi Pipet Penangas air

32

Sentrifuse Spektrofotometer b) Bahan Tempe koro benguk Larutan HNO3 0,5 M Larutan FeCl3 Amil alkohol Amonium tiosianat Koro benguk segar Koro benguk direndam air 3 hari Koro benguk direndam air + soda kue 3 hari Koro benguk dikukus Koro benguk direbus c) Cara Kerja

5 gram koro benguk dengan berbagai perlakuan

Suspensikan dalam 50 ml larutan HNO3, diaduk 3 jam, dan disaring.

0,5 ml filtrate sample + 0,9 ml larutan HNO3 0,5 M dan 1 ml larutan FeCl3.

Direndam dalam penangas air 100 0C selama 20 menit

Didinginkan, kemudian ditambah 5 ml amil alkohol dan 1 ml larutan amonium thiosianat

Disentrifuse pada 1000 rpm selama 2-3 menit

Diamkan 12-13 menit

IV.

Lapisan amil alcohol diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada 465 nm dengan blanko amil alkohol. Semakin besar absorbansinya berarti semakin kecil kandungan Hasil dan Pembahasan asam fitatnya

33

Tabel 2.1. Hasil analisis kadar sianida Kelompok Sampel 1 Koro benguk segar 2 Koro benguk direndam air 3 hari 3 Koro benguk direndam air + soda kue 3 hari 4 Koro benguk dikukus 5 Koro benguk direbus 6 Tempe koro benguk Sumber : Laporan Sementara Pembahasan : Pada penentuan kadar asam fitat, mula-mula sampel disuspensikan ke dalam larutan HNO3 dan diaduk selama 3 jam kemudian disaring dan diambil filtratnya. Filtrate inilah yang akan digunakan untuk penentuan kadar asam fitat. Larutan HNO3 berfungsi sebagai pelarut yang dapat melarutkan asam fitat pada bahan. Sedangkan pengadukan selama 3 jam berfungsi untuk mengoptimalkan proses keluarnya asam fitat dari bahan. Dengan adanya pengadukan, HNO3 dan koro benguk akan tercampur lebih merata, selain itu adanya pengadukan dapat menyebabkan koro benguk menjadi pecah, sehingga luas permukaan kontak dengan HNO3 menjadi lebih besar. Filtrat yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan direaksikan dengan larutan FeCl3 dan HNO3 0,5 M. asam fitat yang keluar dari bahan akan berikatan dengan Fe membentuk Fe-fitat. Tabung reaksi kemudian direndam dalam penangas air 100oC selama 20 menit setelah dingin ditambahkan amil alkohol dan amonium tiosianat. Fe sisa akan bereaksi dengan amonium tiosianat dan amil alkohol yang berwarna merah. Selanjutnya, sampel disentrifuse selama 2-3 menit kemudian didiamkan selama 12-13 menit dan ditera absorbansinya dengan panjang gelombang 465 nm. Dari praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa absorbansi terbesar terdapat pada koro benguk rendam air + soda kue 3 hari (0,056), kemudian koro benguk direbus (0,034), koro benguk rendam 3 hari, tempe koro benguk (0,020), koro benguk segar (0,014), koro benguk dikukus (0,009). Semakin besar absorbansinya berarti semakin kecil kandungan asam fitatnya Absorbansi 0,014 0,032 0,056 0,009 0,034 0,020

34

Kandungan asam fitat yang tinggi maka akan semakin banyak yang bereaksi dengan FeCl membentuk Fe-fitat sehingga Fe sisa semakin kecil. Dengan demikian Fe-sisa yang bereaksi dengan amil alcohol juga semakin sedikit dan diperoleh intensitas warna yang semakin pudar, sehingga pada waktu ditera absorbansinya maka akan menunjukkan angka yang kecil. Setiap tahapan pengolahan memberikan efek yang berbeda terhadap kandungan asam fitat. Koro benguk segar seharusnya mengandung asam fitat yang paling tinggi karena belum mengalami perlakuan apapun yang menyebabkan turunnya kadar asam fitat akan tetapi pada praktikum terjadi sedikit penyimpangan. Kadar asam fitat koro benguk kukus memberikan nilai absorbansi paling rendah (0,009) yang mengindikasikan bahwa kandungan asam fitatnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan koro benguk segar yang memberikan nilai absorbansi (0,014). Hal tersebut diatas mungkin disebabkan karena efek pemanasan dalam hal ini pengukusan kurang memberikan dampak yang nyata bagi penurunan kadar asam fitat hal ini sesuai dengan pendapat Muchtadi (1998) dalam Anonim-c (2007) menyebutkan bahwa asam fitat sangat tahan terhadap pemanasan selama pengolahan. Perlakuan direbus, direndam air 3 hari, direndam air + soda kue 3 hari dan perlakuan fermentasi (dalam hal ini pembuatan tempe) cukup memberikan efek dalam penurunan kadar asam fitat, dan yang paling efektif adalah perlakuan dirandam air + soda kue 3 hari karena nilai absorbansinya paling tinggi (0,056) yang mengindikasikan kadar asam fitat paling kecil. Pada proses pembuatan tempe benguk seluruh tahapan prosesnya, yaitu perendaman sampai fermentasi dapat menurunkan kadar asam fitat dengan total penurunan mencapai 53%. Senyawa phytate atau phytin merupakan inositol hexaphosphoriric acid yang mengikat kalsium, magnesium dan terdapat hampir pada semua jenis kacang-kacangan. Senyawa ini menyebabkan penurunan ketersediaan mineral karena dapat membentuk kompleks dengan kalsium dan magnesium dapat mengurangi nilai gizi protein dan sifat fungsional

35

protein melalui mekanisme pengikatan kalsium dan magnesium (Sutardi dkk, 1993). Pada fermentasi tempe kara benguk digunakan ragi dan terlibat pula berbagai jenis mikrobia yang dapat menghasilkan enzim fitase sehingga pemecahan fitat berlangsung sangat cepat. Keberadaan mikroorganisme pada ragi mempunyai peranan penting khususnya dalam membantu menurunkan asam fitat. Semakin lama waktu fermentasi, miselium jamur semakin tebal karena pertumbuhan ragi yang semakin meningkat. Dengan pertumbuhan ragi dan semakin tebalnya miselium jamur maka enzim fitase yang diproduksi semakin meningkat dengan ditunjukkan semakin menurunnya kadar asam fitat. Sudarmadji dan Markakis, (1975); Sutardi (1988) menyatakan bahwa Rhizopus oligosporus merupakan salah satu jenis jamur yang dapat menghasilkan fitase yang dapat menghidrolisis asam fitat. Sebenarnya dalam kacang-kacangan dan serealia terdapat enzim fitase dalam jumlah yang sangat sedikit dan dalam kondisi terinhibisi oleh substrat (asam fitat sendiri) (Widowati, 2008). Sehingga diperlukan enzim fitase secara ekstraseluler yang dapat dilakukan melalui proses fermentasi. V. a) Kesimpulan Kadar asam fitat paling rendah terdapat pada koro benguk

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikun ini adalah: dengan perlakuan perendaman + soda kue selama 3 hari, dengan ditunjukkan nilai absorbansinya paling tinggi yaitu 0,056. b) c) Kadar asam fitat terendah dalam praktikum ini terdapat dalam Semakin tinggi absorbansinya maka kadar asam fitatnya sampel koro benguk dikukus dengan nilai absorbansi 0,009. semakin rendah begitupun sebaliknya semakin kecil absorbansi maka kadar asam fitat semakin tinggi. d) Kadar asam fitat tertinggi menuju ke yang paling rendah berturut-turut adalah koro benguk dikukus (Absorbansi 0,009), koro benguk segar (Absorbansi 0,014), koro benguk dibuat tempe (Absorbansi 0,020),

36

koro benguk direndam 3 hari (Absorbansi 0,032), koro benguk direbus (Absorbansi 0,034), dan koro benguk rendam + soda kue selama 3 hari. e) Perlakuan perendaman, perendaman + soda, perebusan dan perlakuan pembuatan tempe dapat menurunkan kadar asam fitat pada sample koro benguk. f) Dari praktikum diketahui bahwa perlakuan rendam + soda kue selama 3 hari merupakan perlakuan yang paling efektif untuk menurunkan kadar asam fitat.

37

DAFTAR PUSTAKA
Anonim-a, 1981. Daftar Kompoisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. Bharata. Jakarta Anonimb. 2006. Sianida. www.wikipedia.org/wiki/sianida Anonim-c. 2007. Produsen Tahu Tempe Protes Kenaikan Harga Kedelai. http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2008/01/12/brk,20080112115302,id.html. Diakses 12 Januari 2008 Jam 21.07 WIB Brown, E. C, M. L. Heit and D E Ryan, 1961. Phytic Acid : An Analitical Invertigation Nayini, N and P Markakis, 1984. The Pytase Of Yeast Lebensm. Wiss. U. Technol. 17 : 24 26. Oberleas, D.,1973. Phytase In : Toxicant occuring Naturally in Food. National Academic of science, Washington D.C. Sudarmadji, 1975. Certain Chemical and Nutritional Aspect of Soybean tempeh. Michigan State University Sutardi, 1988. Phytase Activity During Tempe Production. Thesis Submitted for The degree of Doctor Of Phylosophy. Dept of Food Science and Technology. The university Of New South Wales. Sutardi, Tranggono dan Hartuti. 1993. Aktivitas Fitase pada Tahap-tahap pembuatan Tempe Kara Benguk, Kara Putih dan Gude Menggunakan Inokulum Rhizopus Oligosporus NRRL 2710. Agritech Vol 13 (3):1-5. Widowati, Sri. 2008. Pemanfaatan Hasil Samping Penggilingan Padi dalam Menunjang Sistem Agroindustri di Pedesaan. Buletin Agrobio 4(1) Hal 3338. Balai Penelitian dan Bioteknologi Tanaman Bogor. Bogor. Winarno, FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

38

ACARA 3 PEMBUATAN MIE BASAH


I. 1. 2. II. Tujuan Memahami dan mampu membuat mie basah Mengetahui pengaruh variasi penggunaan tepung terigu dan bahan pengenyal terhadap sifat fisik mie basah. Tinjauan Pustaka Bahan baku Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung terigu diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan terigu di antara serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten pada saat terigu dibasahi dengan air. Sifat elastis gluten pada adonan mie menyebabkan mie yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan (Astawan, 1999). Pada dasarnya tepung terigu mengandung protein yang merupakan zat gizi yang paling penting. Dalam sel protein terdapat protein struktural dan metabolik. Protein struktural merupakan bagian integral dari struktur sel dan tidak dapat diekstraksi sehingga menyebabkan disintegrasi sel tersebut. Protein metabolik dapat diekstraksi tanpa merusak integrasi struktur sel itu sendiri. Dalam molekul protein mengandung unsur C, H, O dan N (Nurmala, 1980). Tepung terigu memiliki kandungan pati sebesar 65-70%, protein 813%, lemak 0,8-1,5% serta abu dan air masing-masing 0,3-0,6% dan 1315,5%. Diantara komponen tersebut yang erat kaitannya dengan sifat khas mie adalah proteinnya yaitu prolamin (gliadin) dan glutelin (glutenin) yang digolongkan sebagai protein pembentuk gluten (Kent dan Ames, 1967). Penambahan STPP (Sodium Try PolyPhospat) berfungsi untuk meningkatkan elastisitas mie. BTM ini bersifat emulsifier sekaligus sebagai pemantap. STPP ini ditambahkan dalam adonan mie sebagai bahan pengikat air, agar air dalam adonan tidak mengalami kekeringan dipermukaan, Tujuan dari praktikum acara Pembuatan Mie Basah ini adalah :

39

sebelum proses pembentukan lembaran adonan mie dalam pembuatan mie penambahan sodium carbonat berfungsi untuk meningkatkan kehalusan tekstur mie, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie serta meningkatkan sifat kenyal (Astawan, 1999). Air yang ditambahkan dalam pembuatan mie berfungsi sebagai media reaksi pada tepung terigu, yang akan membentuk sifat kenyal pada gluten. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6-9, makin tinggi pH pada air maka mie yang dihasilkan tidak mudah patah 1999). Zat warna kuning sengaja ditambahkan dalam pembuatan mie yang digunakan untuk memperbaiki mutu dan penampilan mie yang sesuai dengan minat warna mie pada umumnya. Zat warna yang digunakan dalam pembuatan mie biasanya menggunakan tartazine CI 19140. Tartazine CI 19140 merupakan pewarna makanan yang berbentuk tepung dengan warna kuning jingga yang digunakan sebagai pewarna sintetik pada proses pembuatan mie. Tartazine CI 19140 mudah larut dalam air dengan larutan yang dihasilkan adalah warna kuning keemasan (Winarno, 1984). Mie Mie merupakan salah satu jenis makanan yang paling populer di Asia khususnya di Asia Timur dan Asia Tenggara. Menurut cerita legenda, mie pertama kali dibuat dan diproduksi di daratan Cina kira-kira 2000 tahun yang lalu di bawah kekuasaan dinasti Han. Dari Cina, mie berkembang dan menyebar ke Jepang, Korea, Taiwan, Indochina, dan Asia Tenggara, bahkan meluas ke seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat dan daratan Eropa (Anonim,2007). Mie merupakan bahan pangan yang berbentuk pilinan memanjang dengan diameter 0,07-0,125 inchi yang dibuat dengan bahan baku terigu atau tanpa tambahan kuning telur (Beans et al,1974). Mie umumya dikemas dengan platik polipropilen (PP) atau polietilen (PE). Polipropilen memiliki sifat kaku , kuat, ringan , daya tembus uap air rendah, tahan tehadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi, dan (Astawan

40

mengkilap. Oleh karena itu pengemasan dengan menggunakan polipropilen diharapkan mampu menjaga kestabilan uap air produk lebih baik dari pada pengemas dari bahan polietilen (Astawan, 1999). Mie dapat dibedakan dengan mie jenis lain berdasarkan kadar air dan tingkat pemasakan awalnya. Mie mentah yang belum direbus mengandung air sekitar 35 %, mie basah (mie mentah yang direbus) mengandung air sekitar 52%, mie kering (mie mentah yang dikeringkan) sekitar 10%, mie instant (mie mentah yang dikukus kemudian digoreng) sekitar 8%, sedangkan mie goreng (mie mentah yang digoreng) mengandung lipid sekitar 20% (Kruger et al, 1996). Proses Pengolahan Mie Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 3551-1994, mie instan didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk khas mie dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 4 menit. Mie instan umumya dikenal sebagai ramen. Mie ini dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah diperoleh mie segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan, dan pengeringan. air mie instan umumnya mencapai 5-8% sehingga memiliki daya simpan yang lama (Astawan, 1999). Sifat khas mie adalah elastis dan kukuh dengan lapisan permukaan yang tidak lembek dan tidak lengket. Menurut Oh, et al (1983) tahapan proses pembuatan mie secara garis besar berupa pencampuran (mixing), pengadukan (kneeting), pemotongan (cutting) dan pemasakan (cooking). Mie instan dapat berbentuk dalam kemasan polyetilen yang tiap helainya telah mengalami pengerasan, dan dikeringkan menggunakan oven yang relatif sangat panas. Kelompok mie tersebut dapat dibagi menjadi mie yang telah diperkaya atau dicampur dengan bumbu yang terpisah kemasannya. Sedangkan mie dalam kemasan sterofoam, dilengkapi dengan bumbu, sayuran, udang atau daging kering yang terpisah. Produk tersebut

41

dapat dikonsumsi setelah dituangi air panas ke dalam wadahnya dan dibiarkan selama kurang lebih 5 menit (Anonim, 2007). Proses pengolahan mie antara lain yakni dari bahan campuran (tepung terigu, garam, air, soda abu, pewarna makanan dan minyak goreng) dicampur, kemudian adonan tersebut diuleni, selanjutnya adonan tersebut dibentuk lembaran dengan ketebalan 1,5-2 mm. Lalu dibentuk mie dengan alat pencetak dan selanjutnya direbus 3 menit, kemudian didinginkan dan dikeringkan (Astawan, 1999). Faktor yang harus diperhatikan untuk membuat adonan dalam pembuatan mie yang baik adalah jumlah air yang ditambahkan, lama pengadukan dan suhunya. Pada awal pencampuran terdapat pemecahan lapisan tipis air dan tepung. Semakin lama semua bagian tepung trbasahi oleh air dan menjadi gumpalan-gumpalan adonan. Adanya air tersebut juga mengakibatkan serat-serat gluten ditarik, disusun bersilang dan terbungkus dalam pati, sehingga adonan menjadi lunak, halus serta elastic (Sunaryo, 1985). Air yang digunakan untuk pembuatan mie sebanyak 30-43%, bila kurang dari 30% atau lebih dari 43% akan mengalami penurunan kaulitas terutama pada tahap pencetakan adonan atau ketika pengeringan (Oda, dkk., 1989). III. a) Metode Alat Pencetak mie Baskom Plastik Mangkok Timbangan Digital Kompor Gas Wajan Kalo dari plastik

42

b) c)

Bahan Tepung Terigu Garam Air Soda Abu Pewarna Makanan Minyak Goreng STPP Boraks Cara Kerja Pencampuran Bahan

Pengulenan adonan

Pembentukan Lembaran

Pembentukan mie

Perebusan

Pendinginan

Mie Basah

43

IV.

Hasil dan Pembahasan


warna 4 3 2 2 2 2 rasa 4 5 3 3 3 4 bau 5 5 5 4 4 3 kekenyalan 4 3 3 3 2 2 elastisitas 5 4 4 4 2 2

Tabel 3.1. Hasil Pengamatan Pada Pembuatan Mie Basah


Cakra kembar + STTP Cakra kembar + soda abu Kunci biru + STTP Kunci biru + soda abu Segitiga biru + STTP Segitiga biru + soda abu

Sumber : laporan sementara Keterangan : 1 : lebih suka 2 : suka 3 : netral 4 : kurang suka 5 : tidak suka

Pada Praktikum Pembuatan mie basah ini diperlukan sejumlah bahan utama dan bahan tambahan. Masing-masing bahan memiliki peranan tertentu seperti menambah bobot, menambah volume, atau memperbaiki mutu, cita rasa, dan warna. Salah satu bahan utama yang diperlukan yaitu tepung terigu yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan mie, dalam praktikum pembuatan mie basah digunakan 3 macam jenis tepung terigu yaitu merek cakra kembar, kunci biru, dan segitiga biru. Ketiga jenis merek tepung terigu tersebut merupakan tepung terigu jenis Bread Flour atau High Grade Flour yang memiliki kandungan protein yang tinggi yang cocok untuk bahan dasar pembuatan mie karena jika bereaksi dengan air maka glutennya akan mengembang dan saling mengikat dengan kuat membentuk adonan yang sifatnya liat. Mutlak diperlukan oleh adonan dengan sifat elastis maupun yang memerlukan kerangka kokoh seperti mi, roti, pasta, kulit martabak telur, pita bread, donat, croissant/puff pastry, sus/ cream puff (Anonim, 2006). Bahan tambahan lain yang digunakan yaitu garam, air, pengenyal (soda abu, STPP, boraks), pewarna makanan dan minyak goreng. Garam dapur yang digunakan dalam pembuatan mie digunakan dalam pemberian citarasa pada mie tersebut sehingga tidak berasa hambar, memperkuat tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mie. Selain itu garam dapur juga mampu mengikat air yang telah tercampur (Astawan, 1999). Selain variasi pada tepung terigu

44

dalam praktikum pembuatan mie basah juga digunakan variasi dalam penggunaan bahan pengenyal yaitu soda abu, STPP (Sodium Try PolyPhospat), dan boraks. Produk mie yang dihasilkan dari praktikum dilakukan pengamatan terhadap warna, rasa, bau, kekenyalan, dan elastisitas, setelah proses perebusan atau mie matang. Dari pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa : Warna Dari pengamatan terhadap warna setelah perebusan diketahui bahwa semua jenis variasi mie umumnya disukai, hanya pada mie dengan bahan dasar tepung terigu cakra kembar + soda abu warnanya netral dan cakra kembar + STTP kurang disukai karena warnanya agak pucat. Zat warna kuning sengaja ditambahkan dalam pembuatan mie yang digunakan untuk memperbaiki mutu dan penampilan mie yang sesuai dengan minat warna mie pada umumnya. Zat warna yang digunakan dalam pembuatan mie biasanya menggunakan tartazine CI 19140. Tartazine CI 19140 merupakan pewarna makanan yang berbentuk tepung dengan warna kuning jingga yang digunakan sebagai pewarna sintetik pada proses pembuatan mie. Tartazine CI 19140 mudah larut dalam air dengan larutan yang dihasilkan adalah warna kuning keemasan (Winarno, 1984). Perbedaan warna pada mie yang dihasilkan ternyata tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh bahan tepung terigu maupun perbedaan pengenyal yang digunakan. Perbedaan tersebut mungkin disebabkan adanya penggunaan tepung tabur setelah mie dicetak dengan pencetak mie yang berbeda jumlahnya, sehingga jika penggunaan tepung tabur terlalu banyak atau terlalu sedikit akan mempengaruhi terhadap warna mie yang dihasilkan. Rasa

45

Untuk parameter rasa, pengamatan menunjukkan hasil yang bervariasi. Mie dengan bahan dasar tepung terigu kunci biru dan segitiga biru + STTP rasanya netral, kemudian untuk cakra kembar + STTP dan segitiga biru + soda abu rasanya kurang disukai panelis, dan yang paling tidak disukai yakni cakra kembar + soda abu. Adanya variasi hasil penilaian panelis terhadap atribut rasa ini karena pada proses pembuatan mie dilakukan oleh masing masing kelompok, dimana hal ini akan sangat mempengaruhi produk yang dihasilkan, dan sulit untuk dibandingkan, selain itu juga karena kesukaan panelis terhadap mie bersifat subjektif. Bau Dari pengamatan bau, pada umumnya panelis tidak suka dengan bau mie dengan berbagai variasi tersebut. Hanya pada mie yang berasal dari tepung terigu segitiga biru dan pengenyal soda abu memiliki aroma yang paling baik, dan disusul mie dari bahan kunci biru dan soda abu, Hal ini karena sifat dari bahan baku yang digunakan baik dari tepung terigu maupun soda abu sebagai bahan pengenyal. Setelah proses pendinginan dalam pembuatan mie juga ditambahkan minyak goreng. Minyak goreng yang digunakan sudah agak rancid sehingga mempengaruhi aroma dari mie yang dihasilkan, sedangkan minyak goreng yang ditambahkan jumlahnya berbeda-beda antar kelompok. Jadi tiap sample mie memiliki kandungan minyak goreng yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi aroma mie tersebut. Dari pembahasan dapat diuraikan bahwa variasi tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mie tidak berpengaruh terhadap aroma mie yang dihasilkan. Sedang penambahan variasi bahan pengenyal mempengaruhi penerimaan bau mie pada panelis, bahan pengenyal yang baik yang dapat menghasilkan bau yang baik adalah dari soda abu. Kekenyalan

46

Pada penilaian terhadap atribut kekenyalan, tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, pada umumnya disukai. Namun hanya pada mie dengan bahan dasar tepung terigu cakra kembar + STTP yang kurang disukai panelis. Jenis tepung terigu yang digunakan untuk pembuatan mie tidak mempengaruhi banyak terhadap kekenyalan mie, akan tetapi lebih pada peran bahan pengenyal yakni STTP dan soda abu. Bahan pengenyal soda abu lebih menghasilkan kekenyalan mie yang lebih disukai panelis, terutama pada tepung terigu segitiga biru. Elastisitas Dari pengamatan elastisitas mie, menunjukkan nilai yang berbeda beda, hal ini mungkin disebabkan daya ikat air oleh masing masing mie berbeda sesuai jenis bahan dasarnya, sehingga mempengaruhi tekstur dan elastisitas mie yang dihasilkan. Air yang ditambahkan dalam pembuatan mie berfungsi sebagai media reaksi pada tepung terigu, yang akan membentuk sifat kenyal pada gluten. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6-9, makin tinggi pH pada air maka mie yang dihasilkan tidak mudah patah (Astawan 1999). Penambahan STPP (Sodium Try PolyPhospat) berfungsi untuk meningkatkan elastisitas mie. BTM ini bersifat emulsifier sekaligus sebagai pemantap. STPP ini ditambahkan dalam adonan mie sebagai bahan pengikat air, agar air dalam adonan tidak mengalami kekeringan dipermukaan, sebelum proses pembentukan lembaran adonan mie dalam pembuatan mie penambahan sodium carbonat berfungsi untuk meningkatkan kehalusan tekstur mie, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie serta meningkatkan sifat kenyal (Astawan, 1999). Mie yang berasal dari tepung segitiga biru memiliki elastisitas yang paling disukai, sedang cakra kembar + STTP tidak disukai. Dari uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa variasi penggunaan tepung terigu dan bahan pengenyal tidak berpengaruh nyata terhadap daya elastisitas mie yang dihasilkan. Hal ini karena oleh ada perbedaan pada

47

waktu proses perebusan yang berpengaruh terhadap elastisitas masingmasing mie yang dihasilkan. V. a) b) c) d) Kesimpulan Mie merupakan bahan pangan yang berbentuk pilinan memanjang Soda abu dan STPP merupakan bahan pengenyal dalam pembuatan Pada atribut warna pada umumnya disukai, kecuali pada mie Pada atribut rasa menunjukkan nilai yang bervariasi, dalam hal ini Dari praktikum pembuatan mie basah dapat disimpulkan bahwa : yang dibuat dengan bahan baku terigu. mie basah. dengan bahan baku tepung cakra kembar. yang lebih berpengaruh adalah factor jenis tepung terigunya, dimana jenis kunci biru lebih disukai panelis, sedangkan yang lainnya kurang disukai. e) Variasi tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mie berpengaruh terhadap bau mie yang dihasilkan, yang paling disukai adalah segitiga biru. f) Variasi penggunaan tepung terigu dan bahan pengenyal tidak berpengaruh nyata terhadap kekenyalan dan elastisitas mie yang dihasilkan.

48

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000. Boraks. http//www.pu. go. id. Diakses pada tanggal 14 januari 2008, pukul 13.00 WIB. Anonim. 2006. info-bahan-macam-macam-tepung. http://ncc.blogsome.com. Diakses pada tanggal 17 Desember 2007. Pukul 14.23 WIB. Anonim. 2007. Mie Instant. http://www.pintunet.com. Diakses pada Selasa, 26 Juni 2007. Pukul 23.43 WIB. Astawan, Made. 1999. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta. Beans, M.M.; C.C. Nimmo; J.G. Fallington; D.M Keagy and D.K. Mecham. 1974. Effect of amylase, protease, salt and pH on Noodle Dough. Cereal Chemistry 51:427-433. Kent-Jones, D.W. and A.J. Ames. 1967. Modern Cereal Chemistry. Food Trade Press Inc., London. Kruger, James E.; Robert B. Matsuo; Joel W. Dick. 1996. Pasta and noodle technology. American Association of Cereal Chemistry, Inc. Minnesota, USA. Nurmala, Wiyono Tati. 1980. Budidaya Tanaman Gandum (Triticum spp). PT Karya Nusantara. Jakarta Oh, N.H.; P.A. Seib; C.W. Deyoe and A.B. Ward. 1983. Measuring the Texural Characteristic of Cooked Noodles. Cereal Chemistry 60:433-437. Oda, M. , 1989. Noodle Book (in Japanese) Food in Rho, K.I., Scib, P.A., Chung, O.K. 1988. Noodles VII. Investigating the Surface Elenviess of Cooked Oriental dry Noodles Made from Hard Wheat Flours. Cereal Chemistry 65 (4) : 320-326. Sunaryo, E., 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian dalam Sosiawan, A., 1996. Penambahan Rumput Laut Turbinaria sp dan Sargussum sp untuk meningkatkan p zodium Mie Basah. Skripsi Fakultas TP, UGM, Yogyakarta. Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan gizi.PT. gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F.G. http://www.pintunet.com/pintunet . Diakses pada Selasa, 26 Juni 2007. Pukul 23.43 WIB.

49

You might also like