You are on page 1of 10

Asuhan Keperawatan Pada PPOK

I. Pengkajian Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang: 1. Biodata Pasien Biodata pasien setidaknya berisi tentang nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan. Umur pasien dapat menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun psikologis. Jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah atau penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang masalah atau penyakitnya. 2. Riwayat Kesehatan Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang lalu. Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, dan riwayat kesehatan keluarga. a. Keluhan Utama Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang kondidinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien PPOK adalah sesak nafas yang sudah berlangsung lasa sampai bertahun-tahun , dan semakin berat setelah beraktivitas . keluhan lainnya adalah batuk, dahak berwarna hijau,, sesak semakin bertambah, dan badan lemah. b. Riwayat Kesehatan Sekarang Klien dengan serangan PPOK dating mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak nafas, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan, terjadi penumpukan lender, dan sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan nafas.

c.

Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetic dengan lingkungan. Misalnya pada orang yang sering merokok, polusi udara dan paparan di tempat kerja. d. Riwayat Kesehatan Keluarga Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu: Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberkolosis ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya. Manfaat menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya. Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu. Selain itu serangan asma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau orang terdekat. Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkat polusi udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronis, melainkan hanya memperburuk penyakit tersebut. 3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik focus pada PPOK a. Inspeksi Pada klien denga PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu nafas (sternokleidomastoid0. Pada saat inspeksi, biasanya dapat terlihat klien mempunyai batuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap, penipisan massa otot, bernafas dengan bibir yang dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut, dispnea terjadi pada saat beraktifitas, bahkan pada beraktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian produk produktif dengan sputum parulen mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernafasan.

b. Palpasi

Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun. c. Perkusi Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor, sedangkan diafragma mendatar/menurun. d. Auskultasi Sering didapatkan adanya suara nafas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus. (Muttaqin. 2008) II. 1. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang mungkin muncul pada Penyakit Paru Obstruktif Menahun antara lain: Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan kontriksi bronkus peningkatan pembentukan sputum, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmnal. 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen 3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek dan produsi sputum. 4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan produksi sputum berlebih. 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipoksemia, keletihan, pola nafas tidak efektif.

III. a.

Intervensi Dari diagnosa diatas, dapat disusun intervensi sebagai berikut : Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kontriksi bronkus peningkatan produksi stputum, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.

Tujuan : Setelah dilakukan asuha keperawatan selama . . . . . . . . jam, diharapkan bersihan jalan nafas kembali efektif. Kriteria Hasil, klien akan : Frekuensi nafas normal (16 20 per menit) Tidak sesak Tidak ada sputum Batuk berkurang Intervensi Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum Rasional Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat ringannya obstruksi Meningkatkan ekspansi dada Atur posisi semifowler Batuk yang terkontrol dan efektif dapat Ajarkan cara batuk efektif memudahkan pengeluaran secret yang melekat di jalan nafas. Ventilasi maksimal membuka lumen jalan Bantu klien nafas dalam nafas dan meningkatkan gerakan secret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan. Hidrasi menbantu menurunkan kekentalan secret, ml/hari sesuai toleransi jantung. mempermudah cairan pengeluaran. hangat dapat Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 Penggunaan

menurunkan spasme bronkus. Postural drainage dengan perkusi dan

vibrasi menggunakan bantuan gaya gravitasi untuk membantu menaikkan sekresi Lakukan fisioterapi dada dengan teknik sehingga dapat dikeluarkan atau dihisap postural drainage, perkusi, dan fibrasi dengan mudah. dada Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung Kolaborasi pemberian obat : Bronkodilator Nebulizer (via inhalasi) dengan golongan Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan terbutaline 0,25 mg, fenoterol HBr 0,1% pelengketan secret paru untuk memudahkan solution, orcipenaline sulfur 0,75 mg Agen mukolitik dan ekspektoran pembersihan. dari jalan nafas. Agen ekspektoran akan memudahkan secret lepas dari pelengketan berdilatasi. menuju area bronchus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat

b. Tujuan

Diagnosa 2 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama . . . . . . jam, gangguan pertukaran gas. diharapkan tidak terjadi

Kriteria hasil, klien akan : Frekuensi nafas normal (16 20 kali/menit) Tidak terdapat disritmia Adanya penurunan dispnea Menunjukan perbaikan dalam laju aliran ekspirasi Intervensi Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Rasional Berguna dalam evaluasi derajat disstres

Catat penggunaan otot aksesori, napas pernafasan bibir, keridakmampuan berbicara. . Atur posisi semifowler penyakit.

dan

atau

kronisnya

proses

Pengiriman oksigen Sianosis mungkin perifer (terlhat pada kuku) atau sentral (terlihat di sekitar bibir atau telinga). Keabu-abuan dan sianosis sentral Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna mengindikasikan beratnya hipoksemia.

membrane mukosa.

Bunyi nafas mungkin redup karena adanya penurunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/tertahannya secret. Gelisah dan ansietas adalah menifestasi umum pada hipoksia. Takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukan efekl hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan.

Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan.

c. Tujuan

Awasi tanda vital dan irama jantung. Diagnosa 3 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek dan produksi sputum. : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama . . . . . . jam, diharapkan pola nafas kembali efektif.

Kriteria hasil, klien akan : Frekuensi nafas normal (16 20 per menit) Frekuensi nadi normal (70 90 permenit)

Tidak ada dispnea Ajarkan Intervensi pasien diafragmatik dan Rasional Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas lebih efisien dan efektif. Membrikan jeda aktivita akan

pernafaan bibir dirapatkan.

Berikan dorongan untuk menyelingi memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas dengan istirahat. Biarkan pasien aktivitas tanpa disstres berlebih. membuat beberapa keputusan (mandi, bercukur) berdasarkan pasien. Menggunakan dan mengkondisikan otottentang pada perawatannya tingkat toleransi

Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot pernafasan. otot-otot pernafasan jika diharuskan.

d. Tujuan

Diagnosa 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan produksi sputum berlebih. : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama . . . . . . jam, diharapkan terpenuhinya kebutuhan nutrisi sesuai kebutuhan.

Kriteria hasil, klien akan : Menunjukan perilaku mempertahankan masukan nutrisi adekuat. Mengidentifikasi kebutuhan nutrisi individual. Peningkatan asupan makanan dari sepertiga porsi menjadi setengah porsi untuk setiap kali makan. Intervensi Rasional

Kaji kebiasaan diet, masukan makanan Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

Pasie distress pernafasan akut sering dan obat. Selain itu pasien makan PPOM buruk,

saat ini. Catat derajat kesulitan makanan. anoreksia karena dispnea, produksi sputum mempunyai kebiasaan

meskipun kegagalan pernafasan membuat ststus hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan kalori. Auskultasi bunyi usus Penurunan (konstipasi dengan pemulihan bising umum) makanan usus yang buruk, menunjukan berhubungan cairan, penurunan

penurunan mobilitas gaster dan konstipasi pembatasan pemasukan

aktivitas dan hipoksemia. Rasa tak enak, bau, dan penampillan adalah pencehgahan utama terhadap nafsu makan Berikan perawatan oral sering, buang dan dapat membuat mual dan muntah secret, berikan wadah khusus untuk dengan peningkatan kesulitan nafas. sekali pakai dan tisu. Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total. Dorong periode istirahat selama 1 jam porsi kecil atapi sering. Suhu ekstrem dapat mencetus atau sebelum dan sesudah makan. Berikan meningkatkan spasme batuk.

Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin.

e.

Diagnosa 5 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipoksemia, keletihan, poal nafas tidak efektif.

Tujuan

: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama . . . . . . jam, diharapkan klien dapat melakukan aktivitas seperti orang normal (sehat)

Kriteria hasil, klien akan : Melakukan aktivitas dengan nafas pendek lebih sedikit. Mengungkapkan perlunya untuk melakukan latihan setiap hari dan memperagakan rencana latihan yang akan dilakukan di rumah. Berjalan dan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak berjalan untuk memperbaiki kindisimfisik. Minimal bias berjalan 10 15 meter. Dukung regimen Intervensi pasien dalam latihan teratur menegakkan dengan Rasional Otot-otot yuang mengalami kontaminasi

cara membutuhkan lebih banyak oksigen dan

berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, memberikan beban tambahan pada paruseperti berjalan perlahan, latihan berdiri paru. Melalui latihan yang teratur, bertahap, tanpa alat bantu, dll. kelpmpk otot ini menjadi lebih terkondisi, dan pasien dapat melakukan lebih banyak tanpa mengalami nafas pendek. Ahli terapi fisik akan lebih tau tentang

Konsultasikan dengan ahli terapi fisik latihan fisik yang akan diberikan pada klien, untuk menentkan program latihan spesifik akan membrikan porsi yang sesuai dengan terhadap kemampuan pasien. klien.

IV.

Implementasi dan Evaluasi Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi dan evaluasi yang dilakukan sesuai tujuan dan kriteria hasil termasuk di dalamnya evaluasi proses.

Daftar Pustaka

Corwin, Elisabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC Danu Santoto, Halim. 2000. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipokrates Kowalak. Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika Rab, Tabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : TIM Somantri. Irman . 2009. Askep Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika Somantri. Irman . 2008. Askep Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika

You might also like