You are on page 1of 7

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

Pencegahan dan pengobatan hipertensi pada Penderita usia dewasa


Muljadi Budisetio Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

ABSTRACT
High blood pressure (BP) is associated with an increased risk of developing coronary heart disease, stroke, congestive heart failure, renal insufficiency, and peripheral vascular disease. Several intervention are effective to prevent hypertension, liked weight control, reduced sodium chloride intake, increased physical activity, reduced alcohol consumption, and stress management. The primary purpose of the pharmacologic treatment of hypertension is to prevent major cardiovascular complication such as stroke. The four most widely used antihypertensive drugs classes include diuretics, beta-blockers, calcium channel blockers, and angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitiors. Controlled clinical trial have demonstrated that treatment patients with age range of 2170 years with hydochlorothiazide, atenolol, nitrendipine, and enalpril showed no superiority of the new drug classes. The main determinant of response to different drugs is the patients age. Younger patients respond well to ACE inhibitiors, angiotension receptors blockers (A), and beta blockers (B). Elderly patients respond well to calcium channel blockers (C), and diuretics (D). Target blood pressure is 14/85 and less than 50% of patients are likely to reach these targets on one drug (monotherapy). The best combinations is one of (A or B) + one of (C or D). Despite the clear benefits of trating hyperetension, this approach alone will not prevent all of the BP-related cardiovascular-renal disease in the community. Primary prevention of hypertension is a natural extension of hypertension treatment (J. Kedokter Trisakti 2001;20(2):101-07). Key words : Hypertension, pharmacologic treatment, prevention, younger patients, elderly patients.

ABSTRAK
Meningginya tekanan darah (TD) berhubungan dengan meningkatnya risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung, insufisiensi renal, dan penyakit vaskuler perifer. Berbagai intervensi sangat efektif untuk mencegah hipertensi, misalnya pengendalian berat badan, mengurangi asupan sodium chloride, meningkatnya aktifitas fisik, mengurangi konsumsi alcohol, dan manajemen stress. Tujuan utama dari pengobatan farmakologi untuk hipertensi adalah mencegah terjadinya komplikasi kardiovaskular seperti stroke. Empat jenis obat anti-hipertensi untuk pasien dewasa yang paling banyak digunakan adalah diuretic, beta-bloker, kalsium antagonis, dan angiotensin-converting enzymen (ACE) inhibitors. Penelitian klinik dengan menggunakan control, memberikan obat hipertensi hidrokloorotiasid, atenolol, nitrendipine, dan enalapril pada pasien berusia 21-70 tahun menunjukkan obat baru tidak lebih unggul. Determinan utama terhadap respons pengobatan adalah usia pasien. Usia mudah responsive terhadap obat ACE inhibitors, angiotension receptors blockers (A), dan beta blockers (B). Pada lansia lebih responsive terhadap obat kalsium antagonis (C) dan diuretic (D). Sasaran pengobatan hipertensi adalah TD 140/85 dan <50% pasien yang dapat mencapai sasaran tersebut dengan satu macam obat (monoterapi). Kombinasi terbaik adalah satu dari (A atau B) + satu dari (C atau D). Pengobatan hipertensi terbukti sangat bermanfaat namun pengobatan saja tidak mampu mencegah penyakit kardiovaskulerrenal di masyarakat. Pencegahan terhadap hipertensi yang merupakan kepanjangan alami dari pengobatan sangat penting. Kata kunci : Hipertensi, pengobatan farmakologik, pencegahan, pasien usia muda, pasien lansia.

101

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

PENDAHULUAN Hipertensi merupakan pembunuh tersembunyi (silent killer ) dan perannya terhadap gangguan jantung dan otak tidak diragukan lagi. Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 menunjukkan prevalensi hipertensi semakin meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. (1) Baik di negara maju maupun berkembang terjadi kecenderungan meningkatnya prevalensi hipertensi. Hasil National Health and Nutrition Examination Survei (NHANES III) di Amerika Serikat tahun 1989-91, menunjukkan sekitar 50 juta atau satu dari 4 organ dewasa menderita tekanan darah tinggi (tekanan darah sistolik/TDS 90 mmHg) berdasarkan hasil satu kali pengukuran.(2) Prevalensi hipertensi semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Ternyata kematian dan cacad akibat penyakit jantung koroner (PJK) dan serebrovaskuler meningkat secara tajam di berbagai negara berkembang dan merupakan penyebab kematian utama. (3) Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting untuk penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung, insufisiensi ginjal dan vaskuler perifer. Faktor risiko tersebut tidak membedakan jenis kelamin dan usia. Dibandingkan dengan penderita normotensi, risiko absolut hipertensi akan lebih progresif dengan meningkatnya usia. Banyaj studi

lebih menekankan pada risiko yang berkaitan dengan meningginya TDD. Namun akhir-akhir ini meningginya TDS mulai banyak diteliti.(2) Resiko terjadinya kesakitan dan kematian penyakit kardiovaskuler semakin meningkat dengan meningginya TDS. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah dapat menurunkan morbiditas yang sering diukur dengan parameter serangan stroke dan infark miokard akut. (1,2,6,7) Di Amerika Serikat antara tahun 19801991, jumlah penderita hipertensi yang terkontrol sampai dibawah 140/90 mmHg meningkat dari 10% menjadi 29% dan ini menyebabkan penurunan yang dramatis dari morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi. Sebagai contoh angka kematian akibat stroke turun mendekati 60% dan akibat payah jantung koroner (PJK) turun 53%.(2) Meningginya tekanan darah merupakan faktor penting bagi terjadinya PJK dan stroke, dan jelas merupakan tantangan bagi dokter praktek untuk mengendalikan hipertensi baik secara individu maupun masyarakat. Batasan hipertensi Hipertensi atau tekanan darah yang meninggi bersifat arbitrary, berarti penentuan titik potong (cut-off point ) sebagai batas antara normotensi dan hipertensi sangat tergantung dari kondisi popilasu setempat (tabel 1). (3)

Tabel 1. Hipertensi versus Normotensi (3) Ukuran tekanan darah erat berkaitan dengan resiko penyakit kardiovaskuler, dan itulah sebabnya definisi hipertensi ditetapkan secara arbitrary. Ternyata banyak penyakit yang berkaitan menurunkan tekanan darah dijumpai pada individu yang dikategorikan normotensi. Pembuktian tentang manfaat dan resiko menurunkan tekanan darah diperoleh dari penelitian pada penderita hipertensi. Masih belum jelas apakah perkiraan efek pengobatan yang diperoleh dari penelitian penderita hipertensi dapat diekstrapolasikan pada individu dengan tekanan darah rendah. Perlu dilakukan penelitian untuk menilai manfaat menurunkan tekanan darah pada penderita resiko tinggi yang tidak menderita hipertensi. Tabel 2. Gradasi Tekanan Darah untuk Usia 18 tahun ke atas menurut WHO dan JNC (3,4)

102

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

CATEGORY JNC

CATEGORY WHO

Optimal Normal High-normal Hypertension stage 1 (mild) Hypertesion stage 2 (moderate) Hypertesion stage 3 (severe) Hypertension stage 4 (very severe)

SYSTOLIC (mmHg) Optimal <120 Normal <130 High-normal 130-139 Grade 1 Hypertension (mild) 140-159 Subroup : Borderline 140-149 Grade 2 Hypertension 160-179 (moderate) Grade 3 Hypertension 180 (severe) 210 Isolated Systolic Hypertension Subgroup: Borderline 140 140-149

DIASTOLOC (mmHg) <80 <85 85-89 90-99 90-94 100-109 110 120 <90 <90

WHO(3) dan Joint National Commitee VI (JNC VI) (4) mempunyai kriteria gradasi tekanan darah yang sama, hanya berbeda dalam istilah: stage dan grade (Tabel 2). Kriteria normal (normotensi) digunakan bila tekanan darah <130/85 mmHg dan berlaku untuk orang dewasa ( 18 tahun) yang tidak sedang memakai obat anti hipertensi (OAH) dan tidak menderita penyakit akut. Menurut WHO akhir-akhir ini banyak Negara berkembang mengalami kecenderungan seperti negara maju, hal inilah yang mendukung guidelines dari WHO berlaku secara global.(3) Untuk mendeteksi ada tidaknya kenaikan TD perlu dilakukan pengukuran berulang. Pengukuran TD berulang dilakukan dengan cara standar menggunakan merkuri

sphygmomanometer, bila menggunakan non-merkuri (aneroid) sphygmomanometer ketelitiannya harus dibandingkan dengan merkuri sphygmomanometer. (3,4) Akhir-akhir ini banyak tersedia alat tensimeter komersial non-invasive semiautomatic dan automatic, yang banyak digunakan di rumah tangga. Namun alat tersebut harus divalidasi untuk menilai ketelitiannya dengan tensimeter merkuri sebagai standard. Pengukuran TD yang dilakukan sendiri di luar klinik dapat memberikan infomasi penting untuk menilai penderita hipertensi dan memonitor respons pengobatan tekanan darah Klinisi harus menerangkan arti dari hasil pemeriksaan TD dan menyarankan perlunya pemeriksaan berkala (Tabel 3). (4)

Tabel 3. Rekomendasi follow-up berdasarkan intial blood pressure measurement Untuk orang dewasa (4) Initial Blood Pressure (mmHg) Systolic <130 130-139 140-159 160-179 180

Diastolic <85 85-89 90-99 100-109 110

Followup Recommended Recheck in 2 years Recheck in 1 years Confirm within 2 months Evaluate or refer to soure of care within 1 month Evaluate of refer to source of care immediately or within 1 week depending on clinical situation

103

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

Mengukur sendiri TD

(2,6)

Pengukuran sendiri TD memberi informasi yang berharga untuk penilaian pada penderita hipertensi dan untuk mengawasi respons pengobatan, disamping mencegah adanya white coat hypertension (WCH). WCH adalah meningkatnya TD secara persisten pada pengukuran di ruang pemeriksaan klinik dan TD normal di luar ruang pemeriksaan klinik. Definisi ini arbitrary dan diagnosis WCH ditegakkan dengan memonitor TD selama 24 jam. Prevalesi WCH besarnya berkisar antara 560% tergantung karakteristik klinik dari populasi setempat.(3,4) WCH banyak dijumpai pada usia muda, wanita kurus pada usia subur. Cara yang baik untuk menghindari adanya WHC adalah melakukan Ambulatory Blood Pressure Monitoring (ABPM, (1,2,7) namun cara ini jarang dipakai. Data criteria yang direkomendasikan adalah : Daytime, <135/85 mmHg probably normal, 140/90 mmHg probably abnormal Night-time, <120/70 mmHg probably normal, 125 /75 mmHg probably abnormal 24 hour <130/80 mmHg probably normal, 135/85 mmHg probably abnormal. Pencegahan hipertensi Haruslah diakui sangat sulit untuk mendeteksi dan mengobati penderita hipertensi secara adekuat, harga obat-obat antihipertensi tidaklah murah, obat-obat baru amat mahal, dan mempunyai banyak efek samping. Untuk alas an inilah pengobatan hipertensi memang penting tetapi tidak lengkap tanpa dilakukan tindakan pencegahan untuk menurunkan faktor resiko penyakit kardiovaskuler akibat hipertensi. Pencegahan sebenarnya merupakan bagian dari epngobatan hipertensi karena mampu memutus mata rantai penatalaksanaan hipertensi dan komplikasinya. Pencegahan hipertensi dilakukan melalui dua pendekatan : i) intervensi untuk menurunkan tekanan darah di populasi dengan tujuan menggeser

distribusi tekanan darah kea rah yang lebih rendah. Penurunan TDS sebanyak 2 mmHg di populasi mampu menurunkan kematian akibat stroke, PJK, dan sebabsebab lain masing-masing sebesar 6%, 4% dan 3%. Penurunan TDS 3 mmHg ternyata dapat menurunkan kematian masingmasing sebesar 8%, 5% dan 4%.(2) ii) strategi penurunan tekanan darah ditujukan pada mereka yang mempunyai kecenderungan meningginya tekanan darah, kelompok masyarakat ini termasuk mereka yang mengalami tekanan darah normal dalam kisaran yang tinggi (TDS 130-139 mmHg atau TDD 85-89 mmHg), riwayat keluarga ada yang menderita hipertensi, obsitas, tidak aktif secara fisik, atau banyak minum alcohol dan garam. Berbagai cara yang terbukti mampu untuk mencegah terjadinya hipertensi, yaitu pengendalian berat badan, pengurangan asupan natrium kloride, aktifitas alcohol, pengendalian stress, suplementasi fish oil dan serat The 5-year primary prevention of hypertension meneliti berbagai faktor intervensi terdiri dari pengurangan kalori, asupan natrium kloride dan alcohol serta peningkatan aktifitas fisik. Hasil penelitian menunjukkan penurunan berat badan sebesar 5,9 pounds berkaitan dengan penurunan TDS dan TDD sebesar 1,3 mmHg dan 1,2 mmHg.(7) Penelitian yang mengikut sertakan sebanyak 47.000 individu menunjukan perbedaan asupan sodium sebanyak 100 mmo1/hari berhubungan dengan perbedaan TDS sebesar 5 mmHg pada usia 15-19 tahun dan 10 mmHg pada usia 60-69 tahun.(7) Meningginya TDS dan TDD, meningkatnya sirkulasi kadar kateholamin, cortisol, vasopressin, endorphins, andaldosterone, dan penurunan ekskresi sodium di urine merupakan respons dari rangsangan stress yang akut. Intervensi pemnegdalian stress seperti relaksasi, meditasi dan biofeedback mampu mencegah dan mengobati hipertensi.(8) Pengobatan farmakologik Keputusan untuk memberikan pengobatan farmakologik mempertimbangkan beberapa factor, yaitu

104

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

derajat kenaikan TD, adanya kerusakan organ target, dan adanya penyakit kardiovaskuler.(2,9,10) Tujuan pengobatan adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi dengan memelihara tekanan darah sistolik di bawah 140 mmHg, tekanan diastolic di bawah 90 mmHg disamping mencegah resiko penyakit kardiovaskuler lainnya. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan pada penggunaan obat anti hipertensi,

yaitu : i) saat mulai pengobatan gunakanlah dosis yang kecil, ii) bila efek tidak memuaskan tambahkan obat untuk kombinasi, dan iii) pergunakan obat long acting dengan dosis tunggal yang dapat mencakup efek selama 24 jam. Terdapat enam golongan utama obat untuk hipertensi baik untuk pengobatan pemulaan maupun pemeliharaan yang dapat di lihat pada Tabel 4 di bawah ini. (3)

Tabel 4. Petunjuk pemilihan obat untuk pengobatan hipertensi (3) Class of drug Compelling indications Possible indications Compelling contraindications Gout Possible contraindications Dislipidemia laki-laki aktif seksual

Diuretika

Gagal jantung diabetes Penderita lansia Hipertensi sistolik Agina Pasca infark Miokard Takhiariatmia Gagal jantung kehamilan Diabetes

Beta-bloker

Asma dan penyakit Dislipidemia paru obstruktif kronik Atlit dan Blok jantung Penyakit vakuler perifer Kehamilan Stenosis arteri renal bilateral Hiperkalemia

AngiotensinGagal jantung Converting Disfungsi ventrikel (ACE) inhibitors kiri Pasca infark miokard Diabetik nefropati Kalsium Antagonis Angina Pasien lansia Hipertensi sistolik Hipertrofi prostat

Penyakit Blok jantung vaskuler perifer

Gagal jantung kongestif

Alfa bloker

intoleransi glukosa Dislipidemia Kehamilan Stesonosis arteri renalis bilateral

Hipertensi

Angotensin II Antagonist

Timbul efek Gagal jantung samping bila Gunakan obat lain, Contoh ACE inhibitor batuk

Ternyata terdapat empat jenis obat yang paling banyak digunakan, yaitu diuretika, beta-blocker, kalcium antagonis, dan ACE inhibitor.(11) Penelitian klinik secara random menunjukkan tidak terdapat

perbedaan efek antara keempat obat anti hipertensi dalam menurunkan tekanan darah, kualitas hidup, dan regresi massa ventrikel kiri. Hasil penelitian tersebut menunjukkan, dibandingkan dengan

105

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

plasebo ternyata pada pasien lansia diuterika lebih efektif untuk menurunkan risiko terjadinya stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, dan kematian, dan beta-bloker mencegah terjadinya stroke, gagal jantung kongestif tetapi kurang efektif untuk mencegah penyakit jantung koroner. Penelitian ini menunjukkan bahwa diuertika, betabloker, dan kalsium antagonis lebih efektif untuk mencegah stroke dibandingkan plasebo.(11,12) Menarik perhatian adalah penelitian double-blind randomized multicenter trial yang bertujuan membandingkan efektifitas dan tolerability dari hidroklorotiazide, atenolol, nitrendipine, dan enapril pada penderita hipertensi esensial (tekanan darah diastolik 95120 mm Hg). Sebanyak 868 pasien hipertensi esensial dengan usia berkisar antara 2170 tahun, awalnya diberikan 12,5 mg hidroklorotiazide, 25 mg atenolol, 10 mg nitrendipine, 25 mg enapril dengan dosis sekali sehari selama 4 minggu. Bila setelah 4 minggu tekanan darah diastolik tidak menurun sampai < 90 mmHg, maka dosis dinaikkan menjadi 25 mg, 50 mg, 20, dan 10 mg dengan dosis sekali sehari. Ternyata tidak terbukti adanya keunggulan efektifitas atau tolerability dari obat antihipertensi yang baru (kalsium antagonis dan ACE inhibitors).(13) Kedua jenis obat banyak digunakan sebagai pengobatan first chioce, ternyata keduanya menurunkan morbiditas dan mortalitas sama efektifnya seperti diuretika dan betabloker. Respons penderita terhadao pengobatan sangat tergantung pada usia penderita, probabilitas ini merefleksikan peran dominan dari sistem renin terhadap blood pressure regulation. (13) Pada pasien usia muda konsentrasi renin relatif lebih tinggi dan sangat responsif terdapat pengobatan untuk menekan sistem renin seperti ACE inhibitors, angiotensin receptor blockers (A) dan beta bloker (B). Pada pasien lansia konsentrasi renin relatif rendah dan sangat responsif terhadap pengobatan dengan kalsium antagonis (C) dan diuretika (D). Sasaran pengobatan hipertensi adalah TD 140/85 dan kurang dari 50% pasien yang dapat mencapai sasaran tersebut dengan satu obat

(monoterapi). Kombinasi terbaik yang mempnyai efek komplementer terhadap sistem renin adalah satu obat dari (A atau B) ditambah satu obat dari (C atau D). (13) Bila TD berhasil stabil dalam satu tahun atau lebih, maka pemeriksaan berkala dilakukan selang waktu 36 bulan. Namun bila terjadi resistensi hipertensi yaitu TD tidak dapat diturunkan di bawah 140/90 walaupun sudah diberikan pengobatan yang adekuat, tepat, dengan kombinasi 3 macam obat termasuk diuretik dengan dosis maksimal, maka penderita tersebut harus di rujuk dan dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya kausa sekunder. Beberapa penyakit dapat merupakan penyebab sekunder hipertensi misalkan pheochromocytoma, polycystic kidney, coarctatio aorta, sindroma Cushing, hipokalemia (primary aldosteronism), hyperkalsemia (hyper parathyroidism) dan hipertensi genetik. Salah satu penyebab lain yang dapat menimbulkan resistensi hipertensi adalah pengobatan dengan diuretik yang tidak adekuat. Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan alpha blocker, atau spiroronolactone (angiotensin blocker). Jarang penderita yang memerlukan minoxidil, vasodilator yang paling kuat. (4,14) KESIMPULAN Hipertensi merupakan penyebab paling penting untuk timbulnya penyakit kardiovaskuler-renal. Prevalensi hipertensi semakin meningkat dengan bertambahnya usia, dan pemberian obat-obatan terbukti sangat bermanfaat untuk mengobati hipertensi. Namun hanya pendekatan pengobatan saja tidak dapat mencegah terjadinya penyakit kardiovaskuler-renal akibat hipertensi di masyarakat. Selanjutnya sangatlah sulit untuk menjamin bahwa semua pasien hipertensi sudah terdeteksi dan diberikan pengobatan secara adekuat. Banyak obat=obat untuk hipertensi yang harganya cukup mahal dan tidak mungkin terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Pencegahan merupakan faktor penting untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian. Pengobatan bersifat individualistis dan sepanjang masa

(14)

106

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

dengan tetap memperhatikan perubahan gaya hidup. DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan R.I. Survei kesehatan rumah tangga. Studi morbiditas dan disabilitas, Studi pola penyakit. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 1997. 2. Natinal Institutes of Health. Primary preventiob of hypertension. U.S. Departement of health and human services. 1993. Available from URL : http:/www.nhlbi.nih.gov/health/prof/h eart/hbp/pphbp.htm 3. WHO. Guidelines for management of hypertension Geneva: WHO;1999. Available from URL: http:/www.who.int/ncd/cvd/ht_guide.h tml. 4. National Institute of Health National Heart Lung Blood Institute. The sixth report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. NIH Publication; 1997 No 98-4080. Available from URL: http/nhlbi/nih/gov/guidelines/hyperten sion/jnc6.htm 5. Psaty BM, Smith NL, Siscovick DS, Koepsell TD, Weiss NS, Heckbert with antihypertensive therapies used as first-line agents: a systematic review and metaanalysis. JAMA 1997;277:739-45.

6. Stamler R, Stamler J, Gosch FL. Primary prevention of hypertension by nutritional hygienic means. Final report of a randomized, comtrolled trials JAMA 1989;262:1801-7. 7. Law MR, Frost CD, Wald NJ. By how much does dietary salt reduction lower blood pressure? Analysis of observation data among population. Br Med J 1991;302:811-5. 8. Schnall PC, Pieper C, Schwartz JE, Karasek RA, Schussel Y, Devereux RB et al. The relationship between job strains, workplace, diastolic blood pressure, and left ventricular mass. JAMA 1990;263:1929-35. 9. Levy D, Larson MG, Vasan RS, Kannel WB. Ho KK. The progression from hypertension to congestive heart failure. JAMA 1996;275:1557-1562. 10. Klungel OH, Hekcbert SR, Longstreth Jr WT, Furberg CD, Kaplan RC, Smith NL et al. Antihypertensive drug therapies and the risk of ischemic stroke. Arch Intern Med 2001;161:3743. 11. Phillipp T, Analauf M, Distler A, Holzgreve H, Michaelis J, Wellek S on behalf of the Hane triral research group. Randomised, double-blind, multicentre comparison of hydrochlorothiazide, atenolol, nitrenpidine: results of the HANE study. Br Med J 1997; 315:154-9. 12. Brown MJ. Matching the right drug to the right patient in essential hypertension. Br Med J 2001;86:11320.

107

w
w

w
w

You might also like