You are on page 1of 25

BAB I PENDAHULUAN 1.

1Latar Belakang

Kelainan telinga dapat menyebabkan tuli konduktif dan tuli sensorineural. Dari semua kasus kehilangan pendengaran, 90 % merupakan tuli sensorineural. Tuli sensorineural adalah tuli yang terjadi karena adanya gangguan pada telinga dalam atau pada jalur saraf dari telinga dalam ke otak. Tuli sensorineural merupakan bagi jutaan orang. Kehilangan pendengaran ini dibagi dalam beberapa

masalah

derajat, yaitu ringan, sedang,dan berat.Tuli ini dapat mengenai segala usia dengan etiologi yang berbeda-beda.Sekitar 50% kasus merupakan faktor genetik dan 50 % lagi didapat (acquired).1,2 Tuli sensorineural dibagi dalam tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh kelainan kongenital, labirintitis (oleh bakteri/virus), intoksikasi obat, selain itu juga dapat disebabkan oleh tuli mendadak, trauma kapitis, trauma akustik dan pajanan bising.Sedangkan tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak dan kelainan otak lainnya.2,3 Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang paling sering dijumpai.. Lebih dari 28 juta orang Amerika mengalami ketulian dengan berbagai macam derajat, dimana 10 juta orang diantaranya mengalami ketulian.4 Oetomo, A dkk ( Semarang, 1993 ) dalam penelitiannya terhadap 105 karyawan pabrik dengan intensitas bising antara 79 s/d 100 dB didapati bahwa sebanyak 74 telinga belum terjadi pergeseran nilai ambang, sedangkan sebanyak 136 telinga telah mengalami pergeseran nilai ambang dengar, derajat ringan sebanyak 116 telinga ( 55,3% ), derajat sedang 17 ( 8% ) dan derajat berat 3 (1,4% ). 3 Kamal, A ( 1991 ) melakukan penelitian terhadap pandai besi yang berada di sekitar kota Medan. Ia mendapatkan sebanyak 92,30 % dari pandai besi tersebut yang diduga menderita NIHL. (google). Sedangkan Harnita, N ( 1995 ) dalam suatu penelitian

terhadap karyawan pabrik gula mendapati sebanyak 32,2% menderita sangkaan NIHL.3

1.2 Batasan Masalah Hal- hal yang dibahas pada referat ini terbatas pada patogenesis, diagnosis dan penatalaksaan tuli syaraf 1.3 Metode penulisan Referat ini merupakan tinjauan kepustakaan yang dirujuk dari berbagai sumber 1.4 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah pengetahuan penulis tentang patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan tuli syaraf

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Telinga dan Fisiologi Pendengaran 2.1.1. Anatomi Telinga Telinga terdiri atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam2. Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Bagian daun telinga berfungsi untuk membantu mengarahkan suara ke dalam liang telinga dan akhirnya menuju membran timpani.2,5,6 Liang telinga Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalamnya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2, 5 3 cm.2. Rancangan yang begitu kompleks pada telinga luar berfungsi untuk menangkap suara dan bagian terpenting adalah liang telinga. Saluran ini merupakan hasil susunan tulang dan rawan yang dilapisi kulit tipis. 6 Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjer serumen dan rambut. Kelenjer keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagaian dalamnya hanya sedikit dijumpai kelenjer serumen. 2 Membran Timpani Membran timpani merupakan suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya umbo, mengarah ke medial. Membran timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah dimana tangkai maleus dilekatkan, dan lapiasan mukosa bagian dalam. Lapisan Fibrosa tidak terdapat di atas prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membrana timpani yang disebut membran Shrapnell menjadi lemas ( flaksid ). 2,5 Membran timpani terlihat bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida

(membran shaphrnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars Flaksida terdiri dari 2 lapis: epitel kulit liang telinga dan sel kubus bersilia seperti epitel mukosa saluran nafas. Pars Tensa mempunyai satu lapis bagian tengahya yaitu lapisan yang terdii dari serat kolagen yang berjaln secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.2

Gambar 2.1 : Anatomi Telinga Telinga Tengah Bagian ini merupakan rongga yang berisi udara untuk menjaga tekanan udara agar seimbang. Di dalamnya terdapat saluran Eustachio yang menghubungkan telinga tengah dengan faring. Rongga telinga tengah berhubungan dengan telinga luar melalui membran timpani. Hubungan telinga tengah dengan bagian telinga dalam melalui jendela oval dan jendela bundar yang keduanya dilapisi dengan membran yang transparan.2,5,6 Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti rantai yang menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval. Ketiga tulang tersebut adalah

tulang martil (maleus) menempel pada gendang telinga dan tulang landasan (inkus). Kedua tulang ini terikat erat oleh ligamentum sehingga mereka bergerak sebagai satu tulang. Tulang yang ketiga adalah tulang sanggurdi (stapes) yang berhubungan dengan jendela oval. Antara tulang landasan dan tulang sanggurdi terdapat sendi yang memungkinkan gerakan bebas. Fungsi rangkaian tulang dengar adalah untuk mengirimkan getaran suara dari membran timpani menyeberangi rongga telinga tengah ke tingkap lonjong.2,5,7 Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibule yang terdiri dari 3 kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,menghubungkan perilimfe skala timpani dan skala vestibuli.2 Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut labirin .Derivat vesikel otika membentuk suatu rongga tertutup yaitu labirin membran yang terisi endolimfe, satu-satunya cairan ekstraseluler dalam tubuh yang tinggi kalium dan rendah natrium. Labirin membran dikelilingi oleh cairan perilimfe ( tinggi natrium dan rendah kalium) yang terdapat dalam kapsula otika bertulang. Labirin membran dikelilimgi oleh cairan perilimfe ( tinggi natrium, rendah kalium ) yang terdapat dalam kapsula otika bertulang.2 Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga bagian :,2,5,7 Skala vestibuli ( bagian atas), Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran timpani (Reissner s membrane). Pada skala ini berisi cairan perilimfe Skala media (duktus koklearis) yang panjangnya 35 mm dan berisi endolimfe. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria.Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di media; disebut sebagai limbus Skala timpani ( bagian bawah ) juga mengandung cairan perilimfe dan membrana basilaris. Pada

dipisahkan oleh lamina spiralis oseus dan

membrana basilaris terletak organ corti yang terdapat 4 lapisan sel rambut yang penting untuk mekanisme pendengaran, di mana 1 lapisan sel rambut 5

terletak pada sisi dalam dari terowong Corti (Tunnel of Corti) dan dikenal sebagai sel rambut dalam sedangkan 3 lapisan sel rambut luar terletak pada sisi luar terowong tersebut

Gambar 2.2 Organ Corti2 Perilimfe pada kedua skala berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah ujung buntu duktus kolearis melalui suatu celah yang dikenal sebagai

helikotrem.Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utikulus dan kanalis semisirkularis.2

2.1.2. Fisiologi Pendengaran Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea.Suara sebagai suatu gelombang getaran akan diterima oleh membrana timpani dan getaran ini akan diteruskan oleh tulang-tulang pendengaran (maleus, incus, dan stapes) di rongga telinga tengah. Selanjutnya akan diterima oleh tingkap lonjong dan diteruskan ke rongga koklea serta dikeluarkan lagi melalui tingkap bundar. Getaran suara tadi akan menggerakkan membrana basilaris, dimana nada tinggi diterima di bagian basal dan nada rendah diterima di bagian apeks. Akibat gerakan membran basilaris maka akan menggerakkan sel-sel rambut dan terjadi perubahan dari energi mekanik ke potensial

kemolistrik dan akan dibawa oleh serabut aferen nervus cochlearis ke inti dorsal dan ventral. Kemudian menginhibisi input, bagian kontralateral bersifat mengeksitasi input.Tetapi ada juga yang langsung ke nukleus lemniskus lateral. Dari kompleks olivari superior serabutnya berjalan ke nukleus lemniskus lateralis dan sebagaian langsung ke colliculus inferior. Serabut-serabut ini membentuk lemniskus lateralis. Dari colliculus inferior serabutnya berlanjut lagi ke corpus genikulatum medial sebagai brachium colliculus inferior. Dari corpus genikulatum medial ini serabutnya berjalan ke korteks serebri di area acustikus (area Broadmann, 41,42) dan disadari sebagai rangsang.2,5

2.2. Tuli Sensorineural 2.2.1. Definisi Tuli sensorineural adalah tuli yang terjadi karena terdapatnya gangguan jalur hantaran suara pada sel rambut koklea (telinga tengah), nervus VIII (vestibulokoklearis), atau pada pusat pendengaran di lobus temporalis otak.1 Tuli sensorineural disebut juga dengan tuli saraf atau tuli perseptif. Tuli sensorineural ini dibagi 2: 8 Tuli koklea, yaitu apabila gangguan terdapat pada reseptor atau mekanisme penghantar pada koklea (Dorland, ed 29). Pada tuli koklea ini terjadi suatu fenomena rekrutmen dimana terjadi peningkatan sensitifitas pendengaran yang berlebihan di atas ambang dengar. Pada kelainan koklea pasien dapat membedakan bunyi 1 dB, sedangkan orang normal baru dapat membedakan bunyi 5 dB8. Tuli retrokoklea, yaitu apabila terdapat gangguan pada nervus

vestibulokoklearis atau satu dari area pendengaran di lobus temporalis otak. Pada tuli retrokoklea terjadi kelelahan (fatigue) yang merupakan adaptasi abnormal, dimana saraf pendengaran cepat lelah bila dirangsang terus menerus. Bila diberi istirahat, maka akan pulih kembali. Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan audiologi khusus.

2.2.2 Epidemiologi Sebagian besar orang yang menderita kehilangan pendengaran, sekitar sembilan puluh (90) persen dari mereka merupakan tuli sensorineural. Tuli sensorineural merupakan masalah bagi jutaan orang. Tuli ini dapat mengenai segala usia dengan etiologi yang berbeda-beda. Sekitar 50% kasus merupakan faktor genetik dan 50 % lagi didapat (acquired)1. Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang paling sering dijumpai. Lebih dari 28 juta orang Amerika mengalami ketulian dengan berbagai macam derajat, dimana 10 juta orang diantaranya mengalami ketulian. Oetomo, A dkk ( Semarang, 1993 ) dalam penelitiannya terhadap 105 karyawan pabrik dengan

intensitas bising antara 79 s/d 100 dB didapati bahwa sebanyak 74 telinga belum terjadi pergeseran nilai ambang, sedangkan sebanyak 136 telinga telah mengalami pergeseran nilai ambang dengar, derajat ringan sebanyak 116 telinga ( 55,3% ), derajat sedang 17 ( 8% ) dan derajat berat 3 (1,4% ).10 Kamal, A ( 1991 ) melakukan penelitian terhadap pandai besi yang berada di sekitar kota Medan. Ia mendapatkan sebanyak 92,30 % dari pandai besi tersebut menderita sangkaan NIHL. Sedangkan Harnita, N ( 1995 ) dalam suatu penelitian terhadap karyawan pabrik gula mendapati sebanyak 32,2% menderita sangkaan NIHL.10 Salah satu literature memperlihatkan persentase dari penyebab tuli sensorineural pada orang dewasa.4

EPIDEMIOLOGI TULI SENSORINEURAL PADA ORANG DEWASA

2.3 Etiopatogenesis Penyebab tuli sensorineural dibagi menjadi: 2.3.1 Koklea Penyebab tuli sensorineural yang berasal dari koklea terdiri dari: 1. Labirinitis (oleh bakteri/ virus) Merupakan suatu proses radang yang melibatkan telinga dalam, paling sering disebabkan oleh otitis media kronik dan berat. Penyebab lainnya bisa disebabkan oleh meningitis dan infeksi virus. Pada otitis, kolesteatom paling sering menyebabkan labirinitis, yang mengakibatkan kehilangan pendengaran mulai dari yang ringan sampai yang berat. 9 Pada labirintitis virus, terjadi kerusakan pada organ Corti, membrana tektoria dan selubung myelin saraf akustik. Labirinitis serosa terjadi ketika toksin bakteri dan mediator inflamasi host misalnya sitokin, enzim dan komplemen melewati membran tingkap bundar dan menyebabkan inflamasi labirin. Kondisi ini dihubungkan dengan penyakit telinga tengah akut atau kronis. Toksin, enzim dan produk inflamasi lainnya menginfiltrasi skala timpani dan membentuk suatu presipitat halus di bagian medial

dari membran tingkap bundar. Penetrasi agen inflamasi ke endolimfe pada membran basilaris koklea mengakibatkan tuli sensorineural frekuensi sedang-tinggi.9

2. Obat ototoksik Obat ototoksik merupakan obat yang dapat menimbulkan gangguan fungsi dan degenerasi seluler telinga dalam dan saraf vestibuler. Gejala utama yang dapat timbul akibat ototoksisitas ini adalah tinnitus, vertigo, dan gangguan pendengaran yang bersifat sensorineural.11,12 Ada beberapa obat yang tergolong ototoksik, diantaranya: Antibiotik Aminogliksida : streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin, Tobramisin, Amikasin dan yang baru adalah Netilmisin dan Sisomisin. Golongan macrolide: Eritromisin Antibiotic lain: kloramfenikol

Loop diuretic : Furosemid, Ethyrynic acid, dan Bumetanides Obat anti inflamasi: salisilat seperti aspirin Obat anti malaria: kina dan klorokuin Obat anti tumor : bleomisin, cisplatin Kerusakan yang ditimbulkan oleh preparat ototoksik tersebut antara lain: 1. Degenerasi stria vaskularis. Kelainan patologi ini terjadi pada penggunaan semua jenis obat ototoksik 2. Degenerasi sel epitel sensori. Kelainan patologi ini terjadi pada organ korti dan labirin vestibular, akibat penggunaan antibiotika aminoglikosida sel rambut luar lebih terpengaruh daripada sel rambut dalam, dan perubahan degeneratif ini terjadi dimulai dari basal koklea dan berlanjut terus hingga akhirnya sampai ke bagian apeks 3. Degenerasi sel ganglion. Kelainan ini terjadi sekunder akibat adanya degenerasi dari sel epitel sensori

10

Umumnya efek yang ditimbulkan bersifat irreversible, kendatipun bila dideteksi cukup dini dan pemberian obat dihentikan, sebagian ketulian dapat dipulihkan.

3. Presbikusis Merupakan tuli sensorineural frekuensi tinggi yang terjadi pada orang tua, akibat mekanisme penuaan pada telinga dalam. Umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, simetris pada kedua telinga, dan bersifat progresif. Pada presbikusis terjadi beberapa keadaan patologik yaitu hilangnya sel-sel rambut dan gangguan pada neuron-neuron koklea. Secara kilnis ditandai dengan terjadinya kesulitan untuk memahami pembicaraan terutama pada tempat yang ribut/ bising.5,13,14,15 Presbikusis ini terjadi akibat dari proses degenerasi yang terjadi secara bertahap oleh karena efek kumulatif terhadap pajanan yang berulang. Presbikusis dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama faktor lingkungan, dan diperburuk oleh penyakit yang menyertainya. Adapun faktor- faktor tersebut diantaranya adalah adanya suara bising yang berasal dari lingkungan kerja, lalu lintas, alat-alat yang menghasilkan bunyi, termasuk musik yang keras. Selain itu, presbikusis juga bisa dipengaruhi oleh faktor herediter, dan penyakit-penyakit seperti aterosklerosis, diabetes, hipertensi, obat ototoksik, dan kebiasaan makan yang tinggi lemak. 13,14,15 Proses degenerasi yang terjadi secara bertahap ini akan menyebabkan perubahan struktur koklea dan n.VIII. Pada koklea perubahan yang mencolok ialah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ Corti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vascular juga terjadi pada stria vaskularis, pada dinding lateral koklea. Selain itu terdapat pula perubahan, berupa berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang sama terjadi juga pada myelin akson saraf. 13,14,15 Ada 4 tipe presbikusis berdasarkan patologi tempat terjadinya perubahan/ degenerasi di koklea, yaitu: 14 3.1 Presbikusis sensorik

11

Pada tipe ini terjadi atrofi epitel yang disertai dengan hilangnya sel rambut sensoris pada organ korti. Proses ini dimulai dari basal koklea dan secara perlahan berlanjut sampai ke bagian apeks lapisan epitel koklea. Perubahan pada epitel ini menyababkan ketulian pada nada tinggi.

3.2 Presbikusis neural Terjadi atrofi pada sel-sel saraf di koklea dan pada jalur hantaran suara ke saraf pusat. Jadi gangguan primer terdapat pada sel-sel saraf, sementara sel-sel rambut di koklea masih dipertahankan. Pada tipe ini, diskriminasi kata-kata relatif lebih terganggu dengan hanya sedikit gangguan sel rambut. 3.3 Presbikusis metabolik (strial presbikusis) Terjadinya atrofi pada stria vaskularis, dimana stria vaskularis tampak menciut akan tetapi masih memberi skor diskriminasi yang bagus terhadap suara walaupun proses degenerasi menyebabkan ketulian sedang hingga berat. 3.4 Presbikusis mekanik (presbikusis konduktif koklear) Terjadi oleh karena penebalan dan pengerasan membran basalis koklea.

4. Tuli mendadak Tuli mendadak merupakan tuli sensorineural berat yang terjadi tiba-tiba tanpa diketahui pasti penyebabnya.Tuli mendadak didefinisikan sebagai penurunan pendengaran sensorineural 30 dB atau lebih paling sedikit tiga frekuensi berturutturut pada pemeriksaan audiometri dan berlangsung dalam waktu kurang dari tiga hari. Iskemia koklea merupakan penyebab utama tuli mendadak, keadaan ini dapt disebabkan oleh karena spasme, trombosis atau perdarahan arteri auditiva interna. Pembuluh darah ini merupakan suatu end artery sehingga bila terjadi gangguan pada pembuluh darah ini koklea sangat mudah mengalami kerusakan. Iskemia mengakibatkan degenerasi luas pada sel-sel ganglion stria vaskularis dan ligamen spiralis, kemudian diikuti dengan pembentukan jaringan ikat dan penulangan. Kerusakan sel-sel rambut tidak luas dan membrana basilaris jarang terkena.3,16

12

5.

Kongenital

Menurut Konigsmark, pada tuli kongenital atau onset-awal yang disebabkan oleh faktor keturunan, ditemukan bahwa 60-70 % bersifat otosom resesif, 20-30% bersifat otosom dominan sedangkan 2% bersifat X-linked. Tuli sensorineural kongenital dapat berdiri sendiri atau sebagai salah satu gejala dari suatu sindrom, antara lain Sindrom Usher (retinitis pigmentosa dan tuli sensorineural kongenital) , Sindrom

Waardenburg (tuli sensorineural kongenital dan canthus medial yang bergeser ke lateral, pangkal hidung yang melebar, rambut putih bagian depan kepala dan heterokromia iridis) dan Sindrom Alport (tuli sensorineural kongenital dan nefritis).3,5

6. Trauma Trauma pada telinga dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu trauma akustik dan trauma mekanis. Trauma tertutup ataupun langsung pada tulang temporal bisa mengakibatkan terjadinya tuli sensorineural. Diantara semua trauma, trauma akustik merupakan trauma paling umum penyabab tuli sensorineural. Fraktur tulang temporal dapat menyebabkan tuli sensorineural unilateral dan tuli konduksi. Tuli sensorineural terjadi jika fraktur tersebut melibatkan labirin. Trauma dapat menimbulkan perpecahan pada foramen ovale sehingga perilymph bocor ke telinga. Pasien tiba-tiba mengalami kehilangan pendengaran, bersama dengan tinnitus dan vertigo. 17

7. Tuli akibat bising Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu dan tidak dikehendaki. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat subyektif, tergantung dari masingmasing individu, waktu dan tempat terjadinya bising. Sedangkan secara audiologi, bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekwensi.1 Bising dengan intensitas 80 dB atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan reseptor pendengaran corti pada telinga dalam. Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh setelah istirahat beberapa jam ( 1 2 jam ). Bising dengan intensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama ( 10 15 tahun ) akan

13

menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ Corti sampai terjadi destruksi total organ Corti. Hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar bising, kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian. Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia. Daerah yang pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di nukleus pendengaran pada batang otak. 10,19

2.3.2 Retrokoklea 1.Penyakit Meniere Penyakit Meniere merupakan penyakit yang terdiri dari trias atau sindrom Meniere yaitu vertigo, tinnitus dan tuli sensorineural. Penyebab pasti dari penyakit meniere belum diketahui, tapi dipercaya penyebab dari penyakit ini berhubungan dengan hidrops endolimfe atau kelebihan cairan di telinga dalam.Ini disebabkan cairan endolimfe keluar dari saluran yang normal mengalir ke area lain yang menyebabkan terjadinya gangguan.Ini mungkin dihubungkan dengan pembengkakan sakus endolimfatik atau jaringan di system vestibuler dari telinga dalam yang merangsang organ keseimbangan20 Gejala klinis penyakit ini disebabkan adanya hidrops endolimfe pada koklea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi mendadak dan hilang timbul diduga disebabkan oleh:

14

1. Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri 2. Meningkatnya tekanan osmotik ruang kapiler 3. Berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler 4. Tersumbatnya jalan keluar sakus endolimfatikus sehingga terjadi penimbunan cairan endolimfe Hal-hal di atas pada awalnya menyebabkan pelebaran skala media dimulai dari daerah apeks koklea kemudian dapat meluas mengenai bagian tengah dan basal koklea. Hal inilah yang menjelaskan terjadinya tuli sensorineural nada rendah penyakit Meniere.21 2. Neuroma Akustik 22 Neuroma akustik adalah tumor intrakrania yang berasal dari selubung sel Schwann nervus vestibuler atau nervus koklearis. Lokasi tersering berada di cerebellopontin angel. Neuroma akustik berasal dari saraf vestibularis dengan gambaran

makroskopis berkapsul, konsistensi keras, bewarna kuning kadang putih atau translusen dan bisa disertai komponen kistik maupun perdarahan. Neuroma akustik ini diduga berasal dari titik dimana glia (central) nerve sheats bertransisi menjadi sel Schwann dan fibroblast. Lokasi transisi ini biasanya terletak di dalam kanalis auditoris internus. Tumor akan tumbuh dalam kanalis auditoris internus dan menyebabkan pelebaran diameter dan kerusakan dari bibir bawah porus. Selanjutnya akan tumbuh dan masuk ke cerebellopontin angel mendorong batang otak dan cerebellum. Tuli akibat neuroma akustik ini terjadi akibat: a. trauma langsung terhadap nervus koklearis b. gangguan suplai darah ke koklea Trauma langsung yang progresif menyebabkan tuli sensorineural yang berjalan progresif lambat sedangkan pada gangguan suplai darah koklea ditemukan tuli sensorineural mendadak dan berfluktuasi.22

15

2.4 Diagnosis 2.4.1 Anamnesis Anamnesis menunjukkan gejala penurunan pendengaran, baik yang terjadi secara mendadak maupun yang terjadi secara progresif.Gejala klinis sesuai dengan etiologi masing-masing penyakit. 2.4.2. Pemeriksaan Fisik Penderita tuli sensorineural cenderung berbicara lebih keras dan mengalami gangguan pemahaman kata sehingga pemeriksa sudah dapat menduga adanya suatu gangguan pendengaran sebelum dilakukan pemeriksaan yang lebih lanjut. Pada pemeriksaan otoskop, liang telinga dan membrana timpani tidak ada kelainan. Pemeriksaan lain yang biasa digunakan adalah : Tes Penala Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif dengan menggunakan garpu tala 512 Hz. Terdapat beberapa macam tes penala, seperti tes Rinne, tes Weber dan tes Schwabach. Tes Rinne Tujuan : membandingkan hantaran melalui udara dengan hantaran melalui

tulang pada satu telinga penderita. Cara kerja : garpu tala digetarkan, letakkan tangkainya tegak lurus pada prosesus

mastoid penderita sampai penderita tidak mendengar, kemudian cepat pindahkan ke depan liang telinga penderita kira-kira 2,5 cm. Interpretasi : * Bila penderita masih mendengar disebut Rinne positif * Bila penderita tidak mendengar disebut Rinne negatif Pada tuli sensorineural, Tes Rinne positif. Tes Weber Tujuan Cara kerja : Membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita. : Garpu tala digetarkan, letakkan di garis tengah kepala (verteks, dahi,

pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau di dagu).

16

Interpretasi

* Apabila bunyi garpu tala terdengar keras padasalah satu telinga disebut weber lateralisasi ke telinga tersebut. * Bila tidak dapat dibedakan, kearah mana bunyi terdengar lebih keras disebut weber tidak ada leteralisasi. Pada tuli sensorineural, lateralisasi kearah telinga yang sehat. Tes Schwabach Tujuan : Membandingkan hantaran tulang penderita denganpemeriksa yang

pendengarannya normal. Cara kerja : Garpu tala digetarkan, letakkan garpu tala pada prosesus mastoideus

penderita sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus pemeriksa. Interpretasi :

* Bila pemeriksa masih mendengar getaran garpu tala, disebut schwabach memendek. Ini mempunyai arti klinis tuli semsorineural. * Bila pemeriksa tidak mendengar getaran garpu tala, maka pemeriksaan diulangi dengan garpu tala diletakkan terlebih dahulu di prosesus mastoideus pemeriksa. Jika penderita masih dapat mendengar disebut schwabach memanjang (tuli konduktif) dan jika penderita tidak mendengar disebut schwabach normal. Audiometri2 Pada pemeriksaan audiometri, dibuat grafik (audigram) yang merupakan ambang pendengaran penderitalewat hantaran tulang (bone conduction = BC) dan hantaran udara (air condation = AC) dan pemeriksaan audiometri ini bersifat kuantitatif dengan frekuensi suara 125, 500, 1000, 2000, 4000, dan 8000 Hz. Pada Tuli sensorineural, dari penilaian audiogram didapatkan : AC dan BC lebih dari 25 Db AC dan BC tidak terdapat gap

17

Selain dapat menentukan jenis tuli yang diderita, dengan audiogram kita juga menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya dengan ambang dengar (AD) hantaran udaranya (AC) saja.

Ambang dengar (AD) : AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz 4 Interpretasi derajat ketulian menurut ISO : 0 25 dB >25 40 dB >40 55 dB >55 70 dB >70 90 dB >90 dB : normal : tuli ringan : tuli sedang : tuli sedang berat : tuli berat : tuli sangat berat

Brainstem Evoked Respone Audiometry (BERA) BERA merupakan suatu pemeriksaaan untuk menilai fungsi pendengaran dan fungsi N.VIII. Cara pemeriksaan ini bersifat objektif, tidak invasif. Pemeriksaan ini bermanfaat terutama pada keadaan dimana tidak memungkinkannya dilakukan pemeriksaan pendengaran biasa, misalnya pada bayi, anak dengan gangguan sifat dan tingkah laku, intelegensi rendahdan kesadaran menurun. Pada orang dewasa juga bisa digunakan pada orang yang berpura-pura tuli (malingering) atau pada kecurigaan tuli sensorineural retrokoklea.2 Prinsip pemeriksaan BERA adalah menilai perubahan potensial listrik di otak setelah pemberian rangsangsensoris berupa bunyi. Rangsang bunyi yang diberikan melalui headphone akan menempuh perjalanan melalui N.VIII di koklea (gelombang I), nucleus koklearis (gelombang II), nucleus olivarius superior (gelombang III), lemnikus lateralis (gelombang IV), kolikulus inferior (gelombang V) kemudian menuju ke korteks auditorius di lobus temporal otak. Perubahan potensial listrik di otak akan diterima oleh elektroda di kulit kepala, dari gelombang yang timbul di setiap nucleus saraf sepanjang jalur saraf pendengaran tersebut dapt dinilai bentuk

18

gelombang dan waktu yang diperlukan dari saat pemberian rangsang suara sampai mencapai nucleus-nukleus saraf tersebut. Dengan demikian setiap keterlambatan waktu untuk mencapai masing-masing nucleus saraf dapat memeri arti klinis keadaan saraf pendengara, maaupu jaringan otak disekitarnya.2 Penilaian BERA : Masa laten absolute gelombang I, III, V Beda masing-masing masa laten absolute (interwave latency I V, I III, III V) Beda masa laten absolute telinga kanan dan kiri (interneural latency) Beda masa laten pada penurunan intensitas bunyi (latency intensity function) Rasio amplitudo gelombang V/I yaitu rasio antara nilai puncak gelombang V ke puncak gelombang I yang akan meningkat dengan menurunnya intensitas. OTOACUSTIC EMITTION / OAE (Emisi Otoakustik)2 Emisi otoakustik merupakan respon koklea yang dihasilkan oleh sel-sel rambut luar yang dipancarkan dalam bentuk energi akustik. Sel-sel rambut luar dipersarafi oleh serabut eferen yang mempunyai elektromobilitas, sehingga pergerakan sel-sel rambut akan menginduksi depolarisasi sel. Pergerakan mekanik yang besar diinduksi menjadi besar, akibatnya suara yang kecil diubah menjadi lebih besar. Hal inilah yang menunjukkan bahwa emisi otoakustik adalah gerakan sel rambut luar dan merefleksikan fungsi koklea. Sedangkan sel rambut dalam dipersarafi serabut aferan yang berfungsi mengubah suara menjadi bangkitan listrik dan tidak ada gerakan dari sel rambut sendiri. Emisi Otoakustik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : a. Emisi Otoakustik Spontan (Spontaneus Otoacustic Emission / SOAE) SOAE merupakan emisi otoakustik yang dihasilkan koklea tanpa stimulus dari luar, didapatkan pada 60% telinga sehat, bernada rendah dan mempunyai nilai klinis rendah. b. Evoked Otoacustic Emissin / EOAE

19

EOAE merupakan respon koklea yang timbul tiga jenis :

dengan adanya stimulus suara, ada

Stimulus Frequency Otoacustic Emission (SFOAE), adalah respon yang dibangkitkan oleh nada murni secara terus-menerus, jenis ini tidak mempunyai arti klinis dan jarang digunakan Transiently-evoked Otoacustic Emission (TEOAE), merupakan respon stimulus klik dengan waktu cepat yang timbul 2 2,5 ms setelah pemberian stimulus, TEOAE tidak dapat dideteksi dengan ambang dengar lebih dari 40 dB. Distortion-product Otoacustic Emission (DPAOE), terjadi karena stimulus dua nada murni dengan frekuansi tertentu. Nada murni yang diberikan akan merangsang daerah koklea secara terus menerus.

2.5 Penatalaksanaan Penatalaksanaan tuli sensorineural disesuaikan dengan penyebab ketulian. Tuli karena pemakaian obat-obatan yang bersifat ototoksik, diatasi dengan penghentian obat. Jika diakibatkan oleh bising, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak memungkinkan dapat menggunakan alat pelindung telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup teling (iear muff) dan pelindung kepala (helmet). Apabila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi bisa menggunakan alat bantu dengar.2 Alat Bantu Dengar (ABD) Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Memasang suatu alat bantu dengar merupakan suatu proses yang rumit yang tidak hanya melibatkan derajat dan tipe ketulian, namun juga perbedaan antar telinga, kecakapan diskriinasi dan psikoakustik lainnya. Selain itu pertimbangan kosmetik, tekanan sosial dan keluarga. Peraturan dari Food and Drug Administration mengharuskan masa uji coba selam 30 hari untuk alat bantu dengr yang baru, suatu masa untuk mengetahui apakah alat tersebut cocok dan efektif bagi pemakai.5

20

Alat bantu dengar merupakan miniatur dari sistem pengeras untuk suara umum. Alat ini memiliki mikrofon, suatu amplifier, pengeras suara dan baterei sebagai sumber tenaga. Selanjutnya dilengkapi kontrol penerimaan, kontrol nada dan tenaga maksimum. Akhir-akhir ini dilengkapi pula dengan alat pemproses sinyal otomatis dalam rangka memperbaiki rasio sinyal bising pada latar belakang. Komponen-komponen ini dikemas agar dapat dipakai dalam telinga (DT), atau dibelakang telinga (BT) dan pada tubuh. ABD dibedakan menjadi beberapa jenis : Jenis saku (pocket type, body worrn type) Jenis belakang telinga (BTE = behind the ear) Jenis ITE (In The Ear) Jenis ITC (In The Canal) Jenis CIC (Completely In the Canal)

Tipe dalam telinga yang terkecil adalah alat bantu dengar kanalis dengan beberapa komponen dipasang lebih jauh didalam kanalis dan lebih dekat dengan membrana timpani. Alat bantu tipe kanalis ini sangat populer karena daya tarik kosmetiknya. Alat ini dapat membantu pada gangguan pendengaran ringan sampai sedang. Akan tetai alat ini kurang fleksibel dalam respon frekuansi dan penerimaannya dibanding alat bantu DT dan BT. Kanalis juga tidak cocok untuk telingan yang kecil karena ventilasi menjadi sulit.2,5 Implan Koklea2,9 Implan koklea merupakan perangkat elektronik yang memepunyai kemampuan menggantikan fungsi koklea untuk meningkatkan kemampuan mendengar dan berkomunikasi pada pasien tuli sensorineural berat dan total bilateral. Indikasi pemasangan implan koklea adalah : Tuli sensorineural berat bilateral atau tuli total bilateral (anak maupun dewasa) yang tidak / sedikit mendapat manfaat dari ABD. Usia 12 bulan 17 tahun Tidak ada kontra indikasi medis Calon pengguna mempunyai perkembangan kognitif yang baik

21

Kontra Indikasi pemasangan implan koklea antara lain : Tuli akibat kelainan pada jalur pusat (tuli sentral) Proses penulangan koklea Koklea tidak berkembang

Adapun cara kerja Implan koklea adalah, impuls suara ditangkap oleh mikrofon dan diteruskan menuju speech processor melalui kabel penghubung. speech processor akan melakukan seleksi informasi suara yang sesuai dan mengubahnya menajdi kode suara yang akan disampaikan ke transmiter. Kode suara akan dipancarkan menembus kulit menuju stimulator. Pada bagian ini kode suara akan dirubah menjadi sinyal listrik dan akan dikirim menuju elektrode-elektrode yang sesuai di dalam koklea sehingga menimbulkan stimulasi serabut-serabut saraf. Pada speech processor terdapat sirkuit khusus yang berfungsi untuk meredam bising lingkungan. Keberhasilan implan koklea ditentukan denga menilai kemampuan

mendengar, pertambahan kosa kata dan pemahaman bahasa. Dewasa ini, dilaporkan beberapa penemuan baru tentang regenerasi sel rambut antara lain, proses pengkodean faktor transkripsi Math1 oleh vektor

adenovirus yang ditanam pada telinga kelinci percobaan yang tuli berhasil di mana ditemukan perbaikan ambang pendengaran kelinci tersebut. Ini karena transkripsi faktor Math1 ini penting bagi regenerasi sel rambut. Selain itu, sedang dijalankan penelitian 'stem cell' dimana diharapkan sel-sel ini dapat berdiferensiasi ke sel-sel rambut dan neuron akustik dan selanjutnya dipakai untuk menggantikan sel-sel rambut maupun neuron koklea yang sudah mengalami degenerasi atau rusak.23

22

BAB III KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan 1. Tuli sensorineural adalah tuli yang terjadi karena adanya gangguan pada telinga dalam atau pada jalur saraf dari telinga dalam ke otak. 2. Tuli sensorineural dibagi menjadi tuli koklea dan tuli retrokoklea. 3. Etiologi tuli sensorineural yang berasal dari koklea yaitu presbikusis, labirintitis, tuli mendadak, trauma dan bising. Sedangkan tyang berasal dari retrokoklea disebabkan karena gangguan pada Nervus VIII, tumor pada pons dan cerebellum, neuroma akustik dan perdarahan otak. 4. Diagnosis tuli sensorineural ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 5. Penatalaksanaan tuli sensorineural tergantung etiologi dan dengan

menggunakan alat bantu dengar atau implan koklea.

3.2 Saran Diharapkan kepada para dokter agar dapat meningkatkan pengetahuan mengenai tuli sensorineural secara umum.

23

DAFTAR PUSTAKA 1. Laughlin, ME. Sensorineural Hearing Loss. Diakses: www.hearing-loss review.com 2. Soetirto, I, et al. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007 3. Dobie, RA. Hearing Loss (Determining Eligibility for Social Security Benefits). The National Academies Press. Washington, DC. 2005 4. Joseph, A. The Epidemiology of Occupational Hearing Loss. Volume 5, no.3, 2002. Diakses dari www.oem.msu.edu/news/Hv5n3.pdf 5. Adam GL, Boies LR, Higler PA. 1997. Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997. 6. Telinga. Diakses dari: http://www.encyclopedia.es/ 7. Indera Pendengar. Diakses dari: http://free.vism.org/ 8. Sjafruddin, et al. Tuli Koklea dan Tuli Retrokoklea. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007 9. Suzuki J, et al. Hearing Impairment An Invisible Disability. Springer, Tokyo. 2004 10. Rambe, AY. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit THT. USU. 11. Roland PS, et al. Ototoxicity. Hamilton. London. 2004 12. Soetirto I, et al. Gangguan Pendengaran Akibat Obat Ototoksik. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007 13. Suwento R, et al. Gangguan Pendengaran Pada Geriatri. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007 14. Rolland PS. Inner Ear, Presbycusis. Diakses dari www.emedicine.com. 2008

24

15. Wales J. Presbycusis. Diakses dari www.wikipedia.com. 2007 16. Bashiruddin J, et l. Tuli Mendadak. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007 17. Isaacson JE, et al. Differential Diagnosis dan perlakuan Terhadap Hearing Loss. American Family Physician. 2003 18. Nadol.J. Review article : Hearing Loss. The New England Journal of medicine 1993 19. Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran Akibat Bising (Noise Induced Hearing Loss). Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007 20. Wales J. Meniere Disease. Dalam : www. Wikipedia.com.2007 21. Hadjar. E,et al. Penyakit Meniere. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. FKUI. 2007 22. Roland SP.Acoustic Neuroma.diakses dari www.emedicine.com 23. Sataloff J, et al. Occupational Hearing Loss. Third Edition. CRC Press

25

You might also like