You are on page 1of 6

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 LATAR BELAKANG Kehilangan gigi biasa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain trauma, karies, penyakit periodontal dan iatrogenik. Kehilangan gigi akan menyebabkan gangguan fungsi fonetik, mastikasi, dan estetik serta menyebabkan perubahan lingir alveolar.1 Tanggalnya gigi dapat mengakibatkan kemampuan menelan dan mencerna makanan berkurang. Kelemahan dan tidak adanya koordinasi dari lidah akan menyebabkan terjadinya retensi makanan di bagian bukal mulut. Sisa makanan yang terus tertimbun dapat mengakibatkan bau mulut, kerusakan gigi, penyakit periodontal, bone loss, dan jika tidak segera diganti dengan gigitiruan maka dapat menyebabkan bergesernya gigi alami ke ruang bekas gigi yang hilang. Dan bila keadaan ini terus berlanjut, akan terjadi disorientasi dari sendi temporomandibula yang dapat menimbulkan rasa nyeri. Kelainan yang mungkin timbul akibat hilangnya gigi yang tidak segera diganti adalah resorbsi tulang alveolar, perubahan dimensi vertikal, dan status kesehatan gigi dan mulut. Dengan terjadinya kehilangan beberapa gigi alami dari lengkung gigi, maka gigi yang telah hilang itu harus digantikan dengan menempatkan gigitiruan pada bagian dari lengkung gigi yang telah kehilangan gigi Telah dikembangkan beberapa jenis gigitiruan sehubungan dengan perbaikan fungsi kunyah dan kenyamanan untuk mengunyah bagi pasien. Secara umum gigitiruan dapat dibedakan atas gigitiruan lepasan dan gigitiruan cekat. Dewasa ini, penggunaan gigitiruan cekat (GTC) di kalangan masyarakat sudah sangat populer untuk menggantikan gigi yang hilang. Hal ini dikarenakan GTC memiliki konstruksi yang baik dan hanya menutupi sedikit jaringan penyangga sehingga lebih nyaman untuk digunakan serta terpasang secara cekat di dalam mulut. Tujuan utama perawatan gigi geligi dengan GTC adalah mempertahankan dan memelihara kesehatan gigi geligi yang masih ada beserta seluruh sistem pengunyahan supaya dapat berfungsi dengan baik dan tetap sehat. Oleh karena itu, agar suatu GTC dapat bertahan untuk jangka waktu yang lama di dalam mulut, maka pemeliharaan jaringan periodontal harus dilakukan agar gigi alami yang digunakan sebagai gigi penyangga juga dapat dipertahankan.2,3 Agar perawatan GTC berhasil, maka yang harus dipertimbangkan diantaranya pertimbangan faktor periodontal dari gigi-gigi penyangga. Jaringan penyangga gigi terdiri dari gingiva, tulang alveolar, ligamentum periodontal dan sementum. Kenyataan ini mutlak harus diperhatikan oleh para dokter gigi untuk membuat diagnosis dan rencana perawatan yang tepat untuk gigi dan jaringan penyangganya dengan restorasi cekat pada umumnya dan GTC pada khususnya.2 Masalah yang banyak dijumpai adalah masih ditemukannya ketidakpuasan dari pasien; pasien merasa tidak nyaman dalam pemakaian GTC tersebut dan adanya kerusakan pada jaringan pendukungnya. Hal ini karena kurang maksimalnya upaya pengguna GTC untuk membantu menjaga kesehatan jaringan mulutnya setelah pemakaian GTC. Faktor lain yang timbul dari awal prosedur perawatan GTC serta kemungkinan dari pembuatannya yang tidak memenuhi syarat-syarat biologis. Sementara pada pemasangan GTC yang tidak sesuai, menyebabkan timbulnya karies atau kelainan-kelainan jaringan penyangga seperti kelainan pada ligamentum periodontal, tulang alveolar, sementum, dan kelainan pada gingiva. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 GIGITIRUAN CEKAT Gigitiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang melekat pada gigi yang masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi. Jenis restorasi ini telah lama disebut dengan gigitiruan jembatan.5
47

2.1.1 Komponen-komponen Gigitiruan Cekat6 Gigitiruan cekat terdiri dari beberapa komponen, yaitu pontik, retainer, konektor, abutment, dan sadel, yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Pontik, adalah gigi buatan pengganti dari gigi atau gigi-geligi yang hilang. Dapat dibuat dari porselen, akrilik atau logam, atau gabungan dari bahan-bahan ini. 2. Retainer, adalah restorasi tempat pontik dicekatkan. Retainer dapat dibuat intrakoronal atau ekstrakoronal. 3. Konektor, adalah bagian yang mencekatkan pontik ke retainer. Konektor dapat berupa sambungan yang disolder, struktur cor (alumina derajat tinggi, jika terbuat dari porselen seluruhnya). 4. Abutment, adalah gigi penyangga dapat bervariasi dalam kemampuan untuk menahan gigitiruan cekat dan tergantung pada faktor-faktor seperti daerah membran periodontal, panjang serta jumlah akar. 5. Sadel, adalah daerah diantara gigi-gigi penyangga, yang terutama adalah tulang alveolar yang ditutupi oleh jaringan lunak. Tulang alveolar akan berubah kontur selama beberapa bulan setelah hilangnya gigi. Kontur dan tekstur sadel akan mempengaruhi desain pontik. 2.1.2 Macam-macam Desain GTC.7 Adapun 5 macam desain dari GTC yang perbedaannya terletak pada dukungan yang ada pada masingmasing ujung pontik. Kelima desain ini adalah: a. Fixed-fixed bridge Suatu gigitiruan yang pontiknya didukung secara kaku pada kedua sisi oleh satu atau lebih gigi penyangga. Pada bagian gigi yang hilang yang terhubung dengan gigi penyangga, harus mampu mendukung fungsional dari gigi yang hilang. GTC merupakan restorasi yang kuat dan retentif untuk menggantikan gigi yang hilang dan dapat digunakan untuk satu atau beberapa gigi yang hilang. Indikasi dari perawatan dengan menggunakan fixed-fixed bridge yaitu jika gigi yang hilang dapat terhubung dengan gigi penyangga yang mampu mendukung fungsional dari gigi yang hilang. Seperti pada gambar 1, Fixed-fixed bridge dengan menggunakan bahan porselen pada gigi insisivus sentralis.

Gambar 1. Gambaran fixed-fixed bridge pada gigi Insisivus sentralis (Sumber : Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill livingstone;2001.p. 115) b. Semi fixed bridge Suatu gigitiruan yang didukung secara kaku pada satu sisi, biasanya pada akhir distal dengan satu atau lebih gigi penyangga. Satu gigi penyangga akan menahan perlekatan intracoronal yang memungkinkan derajat kecil pergerakan antara komponen rigid dan penyangga gigi lainnya atau gigi c. Cantilever bridge
48

Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau lebih abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat mengatasi beban oklusal dari gigitiruan.

Gambar 3. Gambaran cantilever bridge (Sumber : Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill livingstone;2001.p. 120) d. Spring cantilever bridge Suatu gigitiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan ke gigi atau penyangga gigi. Lengan dari bar yang berfungsi sebagai penghubung ini dapat dari berbagai panjang, tergantung pada posisi dari lengkung gigi penyangga dalam kaitannya dengan gigi yang hilang. Lengan dari bar mengikuti kontur dari palatum untuk memungkinkan adaptasi pasien. Jenis gigitiriruan ini digunakan pada pasien yang kehilangan gigi anterior dengan satu gigi yang hilang atau terdapat diastema di sekitar anterior gigi yang hilang.

Gambar 4. Gambaran spring cantilever bridge (Sumber : Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill livingstone;2001.p. 122) e. Compound bridge Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigitiruan cekat dan bersatu menjadi suatu kesatuan. 2.1.3 Indikasi dan Kontraindikasi Pemakaian GTC.1 Adapun indikasi dan kontraindikasi dari GTC, yaitu : Kehilangan satu atau lebih gigi Kurangnya celah karena pergeseran gigi tetangga ke daerah edentulus Gigi di sebelah daerah edentulus miring Splint bagi gigi yang memiliki ketebalan email yang cukup untuk dietsa. Kontraindikasi pemakaian GTC : Pasien yang tidak kooperatif Kondisi kejiwaan pasien kurang menunjang
49

1. 2. 3. 4. 1. 2.

3. 4. 5. 6. 7. 2.2

Kelainan jaringan periodonsium Prognosis yang jelek dari gigi penyangga Diastema yang panjang Kemungkinan kehilangan gigi pada lengkung gigi yang sama Resorbsi lingir alveolus yang besar pada daerah anodonsia. JARINGAN PERIODONTAL

Normalnya, jaringan periodontal yang memberikan dukungan yang diperlukan untuk mempertahankan fungsi gigi terdiri dari empat komponen utama, yaitu gingiva, ligamentum periodontal, sementum, dan tulang alveolar. Masing-masing komponen dari jaringan periodontal berbeda lokasi, tekstur jaringan, komposisi biokimia, dan komposisi kimianya.8 2.3 Dampak Desain GTC yang Buruk Desain gigitiruan yang tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan pengaruh buruk pada beberapa jaringan di rongga mulut, terutama pada jaringan gingiva, misalnya : a. Tidak adanya rest, dan rest yang jelek atau patah karena preparasi yang tidak cukup, umumnya dapat mengakibatkan migrasi dari komponen-komponen logam ke apikal sehingga terjadi gingivitis hiperplasia. Jika migrasi dibiarkan berlanjut, maka dapat terjadi dehiscence dan penetrasi akar..11 b. Celah antara lengan cengkram dan tepi gingiva menyebabkan makanan terperangkap dan meningkatkan kemungkinan besar pembusukan makanan dan gingivitis.11 c. Penempatan cengkram atau konektor yang terlalu cepat ke tepi gingiva.11 d. Adanya penimbunan sisa makanan diantara pinggiran basis gigitiruan dan gigi alami. Timbunan sisa makanan akan mendorong tepi gingiva keluar dari perlekatannya terhadap inflamasi jaringan akibat toksin yang dibentuk oleh mikroorganisme yang berinkubasi.11 e. Penekanan atau penutupan basis yang terlalu menekan pada tepi gingiva dapat mengakibatkan trauma mekanik, respon inflamasi dan jika dalam keadaan kronik, dapat mempercepat terbentuknya poket.11 f. Kontrol plak yang kurang dari pasien11 g. Kurangnya perawatan di rumah, baik pada kebersihan gigitiruan cekat maupun kebersihan mulut yang menyebabkan respon tidak menguntungkan karena makanan terperangkap. Dengan berkurangnya perawatan di rumah, maka masalah jaringan periodontal sering mengikuti gingivitis dan karies gigi.11 h. Konstruksi GTC yang tidak benar mempengaruhi kondisi kesehatan rongga mulut, menghambat kemampuan saliva sebagai self-cleaning, trauma mekanis pada gingiva, mengalami kesulitan dalam membersihkan rongga mulut yang dapat menimbulkan bau mulut.12 Peradangan yang dapat terjadi pada jaringan periodontal akibat pemakaian GTC dikarenakan syaratsyarat dari suatu restorasi tidak terpenuhi. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam suatu restorasi cekat yaitu syarat biologis, syarat mekanis, dan syarat estetis. Di antara ketiga syarat tersebut yang sangat berhubungan dengan jaringan penyangga gigi adalah faktor biologis. Banyak faktor yang harus diperhatikan pada pembuatan restorasi cekat dalam hal ini adalah restorasi mahkota tiruan dan gigitiruan jembatan , antara lain yaitu faktor adaptasi tepi restorasi sangat berhubungan dengan jaringan gingiva, karena itu tepi tersebut tidak boleh menekan atau mengiritasi jaringan gingiva. Hal penting lainnya yaitu tepi restorasi yang tidak berlebihan (over hanging), karena akan menyebabkan mudahnya terjadi retensi plak penyebab utama timbulnya peradangan. Sehingga faktor yang paling penting untuk mengendalikan dampak dari restorasi terhadap kesehatan gigi adalah lokalisasi dari tepi mahkota relatif terhadap tepi gingiva. 3,17 Preparasi tepi servikal merupakan tahap preparasi yang paling penting yang menentukan keberhasilan perawatan GTC, karena pada tahap preparasi ini ditempatkan pada daerah pertemuan antara
50

jaringan gigi penyangga dengan tepi restorasi. Letak akhiran servikal di sekitar leher gigi yang berbatasan dengan gingiva, sehingga plak mudah terakumulasi dan hal ini merupakan tahap awal terjadinya penyakit periodontal. Preparasi tepi servikal dapat diletakkan di supragingiva, subgingiva, atau setinggi puncak gingiva. Namun dari beberapa ahli bidang prostodonsia dan periodonsia menganjurkan penempatan tepi preparasi di supragingiva, karena batas preparasinya cukup jelas terlihat, lebih mudah dibersihkan dan dikontrol serta tidak mengiritasi gingiva.4 Selain itu, pemeliharaan dari pengguna GTC sangat berperan dalam kesehatan jaringan periodontal. Agar pemeliharaan gigitiruan cekat dilakukan pada pasien, maka pertama dokter gigi harus memberikan dental health education (DHE) kepada pasien bagaimana cara menjaga kebersihan mulut pada umumnya dan GTC pada khususnya dengan cara menggosok gigi yang benar dan melakukan kontrol plak secara teratur.3

BAB VI PEMBAHASAN
Tujuan utama perawatan gigi-geligi dengan restorasi cekat terutama mahkota tiruan dan gigitiruan cekat adalah memelihara gigi-gigi yang masih ada dan seluruh sistem pengunyahan. Perawatan ini akan berhasil bila pertimbangan faktor periodontal dari gigi penyangga dan restorasi cekat diperhatikan. Restorasi cekat dan kesehatan jaringan penyangga gigi mempunyai ikatan yang tidak terpisahkan. Adaptasi tepi dan kontur restorasi, kehalusan permukaan, embrasure, dan disain pontik gigitiruan cekat, mempunyai dampak biologis pada jaringan gusi dan jaringan periodontal. Restorasi cekat mempunyai peranan yang jelas dalam mempertahankan kesehatan jaringan gingiva dan jaringan periodontal. Kontrol plak harus dilakukan secara teratur dan oklusi harus diperiksa secara teratur pula, setelah pemasangan restorasi cekat.2 Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan melakukan penghitungan jumlah kuisioner yang mencakup tentang pengguna gigitiruan baik yang menggunakan GTC, GTP, maupun GTSL, tampak bahwa dari 103 masyarakat Pulau Kodingareng yang memakai gigitiruan, hanya terdapat 12 orang sampel yang menggunakan GTC. Dari penelitian ini tampak bahwa bahwa lebih banyak perempuan yang menggunakan GTC dibanding laki-laki (tabel 1). Data ini menunjukkan bahwa perempuan lebih cenderung mementingkan estetik dibandingkan pada laki-laki. Ini sesuai dengan hasil penelitian yang mendapatkan bahwa laki-laki kurang peduli terhadap edentulus mereka, dan kecil kemungkinannya untuk mengunjungi dokter gigi dibandingkan wanita.20 Maka dapat dikatakan bahwa perempuan lebih mementingkan estetik dibandingkan pada laki-laki. Tingkat pendidikan erat kaitannya terhadap tuntutan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Banyak penelitian mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka makin tinggi pula tuntutannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu.21 Selain itu, menurut Green dan Pincus yang dikutip oleh Situmorang, ditemukan korelasi kuat antara pendidikan dengan kesehatan serta pendidikan dengan perilaku sehat.22 Hasil penelitian ini mendukung pernyataan di atas, yaitu semua sampel menunjukkan bahwa tingkat pendidikan hanya pada tingkat sekolah dasar (tabel 1). Dengan melihat hasil penelitian bahwa tingkat pendidikan masyarakat Pulau Kodingareng yang rendah, maka hal ini berhubungan dengan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya kesehatan terutama kesehatan gigi dan mulut. Salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap pelayanan kesehatan adalah pendapatan.21 Golbert menemukan bahwa makin rendah tingkat pendapatan, makin tinggi proporsi yang mempunyai keluhan mulut. Pada penelitian ini, pendapatan yang diperoleh berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh responden, menunjukkan bahwa sebagian besar mata pencaharian masyarakat Pulau Kodingareng , yaitu sebagai nelayan dan selebihnya bekerja sebagai pedagang (tabel 1). Rendahnya tingkat pendapatan merupakan kebanyakan alasan masyarakat Pulau Kodingareng untuk tetap menggunakan jasa tukang gigi yang notabene lebih murah walaupun dengan kualitas yang dipertanyakan.
51

Menurut Pelton dkk yang dikutip oleh Lesmana, memperlihatkan bahwa setelah usia 15 tahun, kirakira 50%, jumlah kehilangan gigi disebabkan karena penyakit periodontal, 37% hilang karena karies, sedangkan 13% oleh akibat lain misalnya trauma.2 Hasil penelitian ini mendukung pernyataan di atas, bahwa 20 tahun merupakan persentase tertinggi yang menunjukkan telah mengalami pencabutan gigi (tabel 2). Hasil penelitian pada tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna GTC merasa nyaman dengan pemakaian GTC-nya, dan selebihnya merasa kurang nyaman. Pada hasil tersebut, dapat dilihat bahwa masyarakat Pulau Kodingareng yang menggunakan GTC masih merasa nyaman, meskipun pada tabel 2 menunjukkan bahwa pengguna GTC yang telah menggunakan gigitiruan nya selama 1 sampai 5 tahun memiliki persentase tertinggi. Selain itu jika dilihat dari persentase menempelnya sisa makanan, maka menunjukkan bahwa lebih banyak pengguna GTC mengeluhkan menempelnya sisa makanan dibandingkan dengan persentase yang tidak mengeluhkan menempelnya sisa makanan. Pada umumnya, pengguna mengeluhkan sisa makanan tersebut menempel pada bagian interdental dan palatal. Kenyamanan yang dirasakan pengguna GTC tersebut mungkin dikarenakan kurangnya mengalami kesulitan dalam hal pembersihan gigitiruannya. Seperti pada hasil penelitian tentang kesulitan dalam membersihkan GTC, menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna GTC tidak mengalami kesulitan dalam membersihkan GTC. Meskipun pada hakikatnya, penggunaan GTC seharusnya akan merasa tidak nyaman yang dikarenakan menempelnya sisa makanan, tetapi selain karena faktor tidak mengalami kesulitan dalam pembersihan GTC, faktor tingkat pendidikan masyarakat Pulau Kodingareng yang dapat berpengaruh terhadap perilaku sehat sehingga pengguna GTC masih merasa keadaan itu nyaman untuk mereka. Selain tingkat pendidikan, kesibukan atau pekerjaan sehari-hari dari masyarakat pengguna GTC yang membuat rasa nyaman dan menganggap seperti hal yang biasa dalam menggunakan GTC tersebut. Dari hasil penelitian pada tabel 6 menunjukkan bahwa sebelum menggunakan GTC, sebagian besar responden tidak sering mengalami sariawan , namun tidak sedikit pula responden yang tidak pernah mengalami sariawan sebelum menggunakan GTC-nya. Pada tabel ini juga, dapat dilihat bahwa persentase pengguna GTC yang tidak mengalami sariawan sejak pemakaian GTC lebih tinggi dibandingkan dengan persentase pengguna GTC yang mengalami sariawan sejak pemakaian GTC. Jika dilihat dari hasil penelitian tentang pengalaman sariawan semenjak menggunakan GTC, maka dapat dilihat bahwa terdapat sedikit perubahan antara frekuensi terjadinya sariawan sebelum pemakaian GTC dan setelah memakai GTC. Begitupun dengan gusi kemerahan sejak penggunaan GTC, persentase responden yang merasa gusinya tidak menjadi kemerahan sejak penggunaan GTC lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang merasa gusinya menjadi kemerahan. Sehingga dari hasil pada tabel ini, menunjukkan bahwa tidak terjadi gangguan yang berarti di dalam rongga mulut pengguna GTC. Hal ini dapat terjadi karena faktor makanan yang dikonsumsi masyarakat Pulau Kodingareng dalam kesehariannya. Meskipun demikian tidak dapat dikatakan pula, bahwa konsumsi makanan yang sudah baik tidak dapat memicu terjadinya sariawan, karena terdapat faktor lain yang dapat memicu terjadinya sariawan yaitu trauma akibat tergigit, faktor sistemik ataupun faktor hormonal. Menurut Wyatt yang dikutp oleh Lesmana, bila semua syarat dalam pembuatan GTC dipenuhi, yaitu syarat biologis, syarat mekanis, dan syarat estetis, maka gigi-gigi yang menyangga suatu GTC tidak terbukti secara signifikan akan kehilangan tulang lebih daripada gigi bukan penyangga, dengan catatan semua subyek bebas dari penyakit periodontal dan kontrol plak dipertahankan selama observasi.2 Namun penelitian ini terdapat kekurangan, yaitu pada pembuatan GTC yang dilakukan oleh tukang gigi tidak melalui proses-proses pembuatan GTC yang selayaknya dilakukan sebagai syarat dari perawatan GTC, misalnya pada tahap preparasi gigi. Pada tahap preparasi gigi menurut Silness dan Ohm yang dikutip oleh Lesmana, menunjukkan bahwa reaksi peradangan pada tepi gusi lebih sering dan lebih berat bila preparasi dilakukan di bawah tepi gingiva.

52

You might also like