You are on page 1of 22

BAB I PENDAHULUAN Mola Hidatidosa merupakan bagian dari penyakit tropoblas dan dimasukan dalam Gestasional Trophoblastic Disease.

Sel trofoblas hanya ditemukan pada wanita hamil, apabila ditemukan pada wanita tidak hamil pada teratoma ovarium disebut Non Gestasional Trophoblastic Disease. Pada umumnya kehamilan diharapkan berakhir dengan sempurna tetapi sering kali terjadi kegagalan, maka dapat kita simpulkan bahwa penyakit trofoblas dimana Mola Hidatidosa termasuk di dalamnya pada hakekatnya adalah kegagalan konsepsi kehamilan.(4) Mola Hidatidosa yang dikenal awam sebagai hamil anggur, mempunyai frekuensi insiden yang cukup tinggi. Frekuensi insiden di Asia menunjukan lebih tinggi daripada di negara barat.(1) Di Indonesia 1:51 sampai 1:141 kehamilan, di Jepang 1: 500 kehamilan, di USA 1:1450 sementara itu di Inggris 1:1500. Secara umum sebagian besar negara di dunia 1: 1000 kehamilan. Hal ini mungkin dikarenakan sebagian besar negara Asia mempunyai jumlah penduduk yang masih di bawah garis kemiskinan( status sosio ekonomi yang rendah ) yang menyebabkan tingkat gizi yang rendah khususnya defisiensi protein, asam folat dan karoten. Menurut penelitian umur memegang peranan, umur di bawah 20 tahun dan diatas 40 tahun mempunyai resiko lebih tinggi menderita kehamilan mola ini.(4) Mola yang termasuk jinak dapat berubah menjadi tumor trofoblas yang ganas. Mola ini kadang masih mengandung vilus di samping trofoblas yang berproliferasi dan dapat mengadakan invasi yang umumnya bersifat lokal dan dinamakan mola destruens ( jenis vilosum ) selain itu, terdapat pula tumor trofoblas tanpa stroma yang umumnya tidak hanya berinvasi pada uterus saja tapi dapat menyebar ke organ lain dinamakan koriokarsinoma. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut. Untuk mengetahui adanya mola hidatidosa harus dideteksi secara dini, perdarahan yang disertai dengan gelembung-gelembung, hiperemesis gravidarum atau pre-eklamsia eklamsia sebelum 24 minggu, pemeriksaan penunjang USG dan kadar kuantitatif menentukan diagnosis lebih cepat dan prognosis yang lebih baik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Mola berasal dari bahasa latin yang berarti massa dan hidatidosa berasal dari kata Hydats yang berarti tetesan air. Mola hidatidosa adalah kehamilan yang berkembang tidak wajar ( konsepsi yang patologis) dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalalami

perubahan hidropik. Dalam hal demikian disebut Mola Hidatidosa atau Complete mole sedangkan bila disertai janin atau bagian janin disebut sebagai Mola Parsialis atau Partial mole. (4)

B. Etiologi dan faktor resiko Penyebab dari mola belum sepenuhnya diketahui dengan pasti tetapi ada beberapa dugaan yang bisa menyebabkan terjadinya mola (3,4) 1) Faktor ovum memang sudah patologik, tetapi terlambat untuk dikeluarkan 2) Imunoselektif dari trofoblas 3) Keadaan sosioekonomi yang rendah 4) Malnutrisi, defisiensi protein, asam folat, karoten, vitamin, lemak hewani 5) Paritas tinggi 6) Umur, resiko tinggi kehamilan dibawah 20 atau diatas 40 tahun 7) Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas 8) Suku bangsa ( ras ) dan faktor geografi yang belum jelas

C. Patogenesis Ada beberapa teori yang dapat menerangkan patogenesis penyakit ini. (4) I. Teori missed abortion. Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu saat dimana seharusnya sirkulasi fetomaternal terbentuk menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi yang berasal dari sirkulasi ibu diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi kista villi yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut menyerupai cairan ascites atau edema tetapi kaya akan HCG. II. Teori neoplasma dari park Teori ini mengemukakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Sebagian dari vili berubah menjadi gelembung-gelembung yang berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsial kadang-kadang ditemukan janin. Gelembung-gelembung ini sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uterus.

D. Histopatologi Pada mola komplit didapatkan gambaran histologi berupa pembengkakan stroma vili, avaskular vili, proliferasi trofoblas sedangkan pada mola parsial bisa didapatkan stroma vili yang mengalami pembengkakan maupun stroma vili yang berukuran normal, fibrosis stroma vili-vili kecil dan invaginasi trofoblas ke dalam stroma vili.(5,7)

E. Patofisiologi Pada Mola Hidatidosa atau Complete mole tidak ada jaringan fetus/janin. 90% merupakan kromosom 46, XX dan 10% merupakan kromosom 46, XY. Semua kromosom berasal dari paternal. Sebuah enukliasi telur dibuahi oleh sperma haploid (yang kemudian berduplikasi menjadi masing-masing kromosom), atau sel telur dibuahi oleh dua sperma. Pada mola hidatidosa, vili korion menyerupai anggur dan hiperplasia trofoblastik muncul. Pada Mola

4 parsialis atau Partial mole jaringan fetus/janin dapat ditemukan. Eritrosit dan pembuluh darah janin pada vili dapat ditemukan. Komplemen kromosom nya 69,XXX atau 69 XXY. Kromosom tersebut merupakan hasil dari pembuahan sel telur haploid dan duplikasi dari kromosom haploid paternal. Seperti pada Complete mole, jaringan hiperplasia trofoblastik dan vili korion yang lunak pun muncul pada mola ini. (6)

F. Klasifikasi Ada 4 tipe Gestasional Trophoblastic Disease / Penyakit Trofoblas menurut ACS (American Cancer Society) yaitu: (2) 1. Mola hidatidosa (komplit dan parsial) 2. Mola invasiv / koriokarsinoma villosum 3. koriokarsinoma / koriokarsinoma non villosum 4. placental site trophoblastic disease Ada berbagai macam klasifikasi dalam kepustakaan dunia, salah satu-nya adalah : 1. Penyakit trofoblas jinak a. mola hidatidosa/komplit b. mola hidatidosa parsial 2. Penyakit trofoblas ganas a. Non metastase b. Metastase Prognosis baik Prognosis buruk

Mola hidatidosa/komplet Mola hidatidosa komplet lebih sering daripada mola hidatidosa parsial. Resiko untuk berkembang menjadi tumor trofoblas dari mola sekitara 20 %. Mola hidatidosa merupakan hasil konsepsi tanpa adanya embrio. Ditandai dengan gambaran seperti sekelompok buah anggur. Villi khorialis yang berkembang menjadi massa vesikel yang jernih vesikel tersebut tumbuh besar dan mengisi seluruh cavum uteri vesikel tersebut terdiri dari berbagai ukuran yang hampir tidak terlihat sampai beberapa centimeter diameternya struktur histologis nya bersifat

5 degenerasi hidropik dan edema/pembengkakan stroma villi tidak adanya pembuluh darah pada villi yang edema proliferasi dari epitel tropoblas mencapai beberapa tingkatan/derajat beragam tidak adanya fetus atau amnion Berbagai penelitian sitogenetik terhadap kehamilan mola komplit, menemukan komposisi kromosom yang paling sering 46, XX, dengan kromosom sepenuhnya berasal dari ayah. Ovum dibuahi oleh sebuah sperma haploid yang kemudian mengadakan duplikasi kromosomnya sendiri setelah meiosis. Kromosom ovum bisa tidak terlihat atau tampak tidak aktif. Tetapi semua mola hidatidosa komplit tidak begitu khas dan kadang-kadang pola kromosom pada mola komplit bisa 46, XY. Dalam keadaan ini, dua sperma membuahi satu ovum yang tidak mengandung kromosom. Variasi lain juga pernah dikemukakan yaitu 45,X. Resiko neoplasia trofoblastik yang terjadi pada mola komplit kurang lebih sebesar 20%.

Mola hidatidosa parsial Kalau perubahan hidatidosa bersifat fokal dan belum begitu jauh dan masih terdapat janin dan sedikitnya kantong amnion keadaan ini disebut sebagai mola parsialis. Pada sebagian villi yang biasanya avaskuler terjadi pembengkakan hidatidosa yang berjalan lambat sementara villi yang lainnya yang vaskuler dengan sirkulasi darah fetus plasenta yang berfungsi tidak mengalami perubahan . Hiperplasia tropoblastik yang terjadi lebih bersifat fokal daripada generalisata, kariotipe secara khas triploid yang bisa 69,xxy atau 69,xyy dengan satu komplemen maternal tapi biasanya dengan dua komplemen haploid paternal. Janin secara khas menunjukan stigmata triploid yang mencakup malformasi kongenital multipel dan retardasi pertumbuhan. Resiko terjadinya koriokarasinoma sangatlah kecil

Tabel karakteristik mola hidatidosa komplet dan parsialis (1,2) Kariotipe Patologi Fetus Mola hidatidosa/komplet Diploid(46,XX atau 46,XY) Mola hidatidosa parsial Triploid (69,XXX atau 69, XXY) Tidak ada kadang-kadang ada

6 Amnion, sel darah merah Tidak ada janin Edema villa Proliferasi trofoblastik Gambaran klinis Diagnosis Ukuran uterus Kista theca-lutein Komplikasi Penyakit post mola -Hcg kadang-kadang ada

Difus Bervariasi, fokal Bervariasi, ringan sampai Bervariasi, fokal, berat sampai sedang

ringan

Kehamilan mola Missed Abortion 50% lebih besar u/ umur Kecil u/ umur kehamilan kehamilan 25-30% Sering terjadi 20% meningkat (> 50.000) Jarang Jarang < 5-10% Meningkat sedikit (<50.000

Mola invasiv / koriokarsinoma villosum Mola invasiv merupakan bentuk mola hidatidosa yang menginvasi miometrium. (2) Sel-sel trofoblas dengan vili korialis akan menyusup ke dalam miometrium kemudian tidak jarang mengadakan perforasi pada dinding uterus dan menyebabkan perdarahan intraabdominal. Dapat pula masuk ke dalam vena seperti vena uterina dan terus ke vena iliaka interna. (4) Mola ini berkembang pada 20% wanita yang menderita mola hidatidosa komplet setelah dikuret. Resiko pada wanita ini meningkat bila : waktu yang lama (> 4 bulan) dari periode berhenti dan perawatan uterus menjadi sangat besar usia > 40 tahun mempunyai riwayat GTD sebelumnya Apabila mola ini berkembang terus, dapat menyebabkan lubang di uterus dan berdarah dengan mudah. Mola ini dapat komplet atau parsial, terkadang dapat menghilang sendiri atau membutuhkan kemoterapi. Apabila disertai perdarahan abdomen sering dilakukan histerektomi. Pada 15% kasus tumor menyebar/metastasis melalui pembuluh darah ke organ lain, biasanya ke paru-paru. Koriokarsinoma / koriokarsinoma non villosum Penyakit ini merupakan jenis yang terganas dari penyakit trofoblas. Sebagian besar didahului oleh mola hidatidosa (83,3%) tetapi dapat juga didahului oleh abortus atau persalinan biasa

7 (7,6%). Tumbuh sangat cepat dan sering menyebabkan metastasis ke organ-organ lain seperti paru-paru, vulva, vagina, hepar dan otak. Bila setelah akhir suatu kehamilan terjadi perdarahan-perdarahan yang tidak teratur, disertai tanda subinvolusi uterus kita harus curiga adanya koriokarsinoma. Acosta Sison mengajukan istilah HBEs H having expelled a product of conception B bleeding Es Enlargement and softness of the uterus Terlebih lagi apabila disertai kenaikan Hcg dan adanya metastasis. (4)

Placental site trophoblastic disease Merupakan bentuk yang jarang terjadi, berkembang ketika plasenta menyentuh uterus. Tumor ini biasanya berkembang setelah kehamilan normal atau abortus. Kebanyakan tidak menyebar ke organ lain dan tidak sensitif terhadap kemoterapi seperti jenis lain, oleh karena itu pada tipe ini memerlukan operasi sebagai penanganan.

Trofoblas non metastase Pada jenis ini tidak terdapat penyebaran penyakit di luar uterus. Diagnosa biasanya dibuat selama follow up setelah penanganan kehamilan mola. Terapi untuk pasien ini ada dua pilihan yaitu kemoterapi dosis tunggal atau kombinasi kemoterapi dan histerektomi pada pasien yang tidak ingin mempertahankan fungsi reproduksinya lagi. Dosis obat yang dianjurkan: MTX 30-60 mg/m2 IM 1 minggu sekali MTX 0,4 mg/kgbb/hari IV atau IM untuk 5 hari, ulangi tiap 14 hari MTX 1 mg/kgbb IM pada hari 1,3,5,7 dan asam folat 0,1 mg/kgbb IM pada hari 2,4,6,8 Dactinomycin 1,25 mg/m2 IV setiap 14 hari Dactinomycin 10-12 g/kg/hari IV untuk 5 hari, ulangi setiap 14 hari. MTX kontraindikasi pada kelainan hepar atau ketika fungsi ginjal terganggu. Selama pengobatan, kadar -hCG dan darah lengkap harus diperiksa. -hCG harus diperiksa sekurang-kurangnya selama 12 bulan setelah kadarnya normal.

8 Trofoblas metastase / Koriokarsinoma klinik Pada jenis ini terdapat penyebaran penyakit di luar uterus. Ada beberapa klasifikasi untuk penyakit trofoblas metastase. Menurut National Cancer Institute,(2) kategori ini dibagi dalam dua kelompok yaitu: a. Kelompok Prognosis baik/Resiko rendah Kehamilan terakhir < 4 bulan Kadar HCG < 40.000 mUI/mL Tidak terdapat metastase ke otak maupun hati Belum pernah dikemoterapi sebelumnya b. Kelompok Prognosis buruk/Resiko tinggi Kehamilan terakhir > 4 bulan Kadar HCG > 40.000 mUI/mL Terdapat metastase ke otak maupun hati Terdapat kegagalan kemoterapi sebelumnya Kehamilan sebelumnya aterm

Pada kelompok prognosis baik, kemoterapi dosis tunggal seperti pada trofoblas non metastase di atas biasanya berhasil dengan MTX sebagai obat pilihan. Dosis MTX 20 mg/hari selama 5 hari berturut-turut, berhenti satu minggu, kemudian diulangi kembali sampai kadar HCG mencapai nilai normal tiga kali berturut-turut. Keuntungan dosis tunggal ini adalah lebih sedikit toksik dibandingkan dengan dosis ganda. Pada kelompok prognosis buruk, diberikan pengobatan kombinasi. Untuk mengurangi efek samping, diberikan leucovorin. Untuk kasus dengan pendarahan hebat atau uterus yang besar, histeroktomi masih mempunyai tempat, tetapi harus diteruskan dengan sitostatika. Harahap menganggap bahwa terapi gabungan antara histerektomi dan sitostatika memberikan hasil yang lebih baik. Hal ini dapat diterima bila penderita tidak muda lagi dan telah cukup mempunyai anak. Walaupun sitostatika ini sangat berharga dalam pengobatan

koriokarsinoma, tetapi harus diinsyafi bahwa obat ini berbahaya bahkan dapat menimbulkan kematian kalau tidak diawasi dengan benar. Karena itu, sebelum dan sesudah pemberian sitostatika harus diperiksa sistem hemopoetis, fungsi hepar dan fungsi ginjal. Dosis obat yang dianjurkan untuk tinggi : hari kepenyakit trofoblas kelompok pognosis buruk/resiko

9 1. Etoposide Actinomycin D Methotrexate2 100mg/m2 IV lebih dari 30 menit 0.5 mg IV bolus 100 mg/m2 IV bolus 200 mg/m2 IV lebih dari 12 jam 2. Etoposide Actinomycin D Folinic acid setelah MTX diberikan. 3. Cyclophospamide 600 mg/m2 IV Vincristine 1 mg/m2 IV bolus 100 mg/m2 IV lebih dari 30 menit 0.5 mg IV bolus 15 mg IM, IV atau oral setiap 12 jam untuk 4 dosis awal 24 jam

Pilihan terbaik pada jenis ini adalah kemoterapi EMA/CO. Klasifikasi WHO didasarkan pada beberapa parameter yang disebut WHO Scoring System.(2) Parameter Usia (thn) Kehamilan sebelumnya Interval (bln) HCG sebelum terapi ABO maternal-paternal Ukuran tumor terbesar (cm) Lokasi metastase Jumlah metastase Kemoterapi terdahulu Total score: 0 4 resiko rendah 0 < 39 Mola <4 1 > 39 Abortus 46 Aterm 7 12 10000 100000 B, AB >5 GIT, hati 48 single Otak >8 >2 > 8 resiko tinggi > 12 > 100000 2 3

< 1000 1000 10000 OxA, AxO 35 Limpa, ginjal 14

5 7 resiko sedang

Klasifikasi menurut FIGO (International Federation on Gynecology and Obstetrics), sistem stadium berdasarkan penyebaran dan keadaan dua faktor resiko berupa kadar HCG dan jarak sejak kehamilan awal. 1. Stadium I : terbatas pada uterus

10 2. Stadium II : metastatis ke parametrium, serviks dan vagina 3. Stadium III : metastatis ke paru-paru 4. Stadium IV : metastatis ke organ lain, seperti usus, hepar atau otak. Faktor resiko: -. HCG . 100.000 mUI/ml -. Jarak dari terminasi kehamilan awal ke diagnosis > 6 bulan

G. Diagnosis Gejala Klinik Perdarahan vaginal Perdarahan vaginal merupakan gejala yang mencolok dan dapat bervariasi mulai spotting sampai perdarahan yang banyak. Biasanya terjadi pada trisemester pertama dan merupakan gejala yang paling banyak muncul pada lebih dari 90% pasien mola. Tiga perempat pasien mengalami gejala ini sebelum usia kehamilan 3 bulan. Hanya sepertiga pasien yang mengalami perdarahan hebat. (2) Sebagai akibat dari perdarahan tersebut, gejala anemia agak sering dijumpai lebih jauh. Kadang-kadang terdapat perdarahan tersembunyi yang cukup banyak di dalam uterus. Pembesaran uterus yang tumbuh sering lebih besar dan lebih cepat daripada kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah kasus pasien mola. Adapula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama dengan besarnya kehamilan normal walaupun jaringan belum dikeluarkan.

Hiperemesis gravidarum Pasien biasanya mengeluh mual muntah hebat. Hal ini akibat dari proliferasi trofoblas yang berlebihan dan akibatnya memproduksi terus menerus B HCG yang menyebabkan peningkatan B HCG hiperemesis gravidarum tampak pada 15 -25 % pasien mola hidatidosa. Walaupun hal ini sulit untuk dibedakan dengan kehamilan biasa. 10% pasien mola dengan mual dan muntah cukup berat sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit.

Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tropoblastik yang berlebihan, volume vesikuler vilii yang besar rasa tidak enak pada uterus akibat regangan miometrium yang berlebihan. Pada

11 sebagian besar pasien ditemukan tanda ini tetapi pada sepertiga pasien uterus ditemukan lebih kecil dari yang diharapkan.
(2)

Aktifitas janin Meskipun uterus cukup besara untuk mencapai simfisis secara khas tidak ditemukan aktifitas janin sekalipun dideteksi dengan instrumen yang paling sensitif tidak teraba bagian janin dan tidak teraba gerakan janin.

Pre-eklamsia Tanda tanda pre-eklamsia selama trisemester pertama atau awal trisemester kedua muncul pada 10-12%.(2) Pada trisemester kedua sekitar 27 % pasien mola hidatidosa komplit berlanjut dengan toksemia yang dicirikan oleh tekanan darah > 140 /90 proteinuria > 300 mg/dl dan edema generalisata dengan hiperrefleksi. Pasien dengan konvulsi jarang.

Hipertiroid Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat (10%), namun gejala hipertiroid jarang muncul. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadi tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka dianjurkan agar pada setiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif dan memerlukan evakuasi segera karena gejala-gejala ini akan menghilang dengan menghilangnya mola. Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat thyrotropin like effect dari Chorionic Gonadotropin Hormon. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis. Sekitar 7 % mola hidatidosa komplit datang dengan keluhan seperti hipertensi, takikardi, tremor, hiperhidrosis, gelisah emosi labil dan warm skin

12 Kista teka lutein Diameter kista ovarium lebih dari 6 cm dan menyertai pembesaran ovarium. Kista ini biasanya tidak dapat dipalpasi dengan manual tetapi diidentifikasi dengan USG pasien dapat memberikan tekanan dan nyeri pada pelvik karena peningkatan ukuran ovarium dapat menyebabkan torsi ovarium. Kista ini terjadi akibat respon BHCG yang sangat meningkat dan secara spontan mengalami penurunan (regresi) setelah mola dievakuasi, rangsangan elemen lutein yang berlebih oleh hormon korionik gonadotropin dalam jumlah besar yang disekresi oleh trofoblas yang berproliferasi. Kista teka lutein multipel yang menyebabkan pembesaran satu atau kedua ovarium terjadi pada 15-30% penderita mola. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan tetapi ada juga kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada saat follow up. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk mendapatkan degenerasi keganasan di kemudian hari. Pada setengah jumlah kasus, kedua ovarium membesar dan involusi dari kista terjadi setelah beberapa minggu, biasanya seiring dengan penurunan kadar HCG. Tindakan bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan atau pembesaran ovarium tadi mengalami infeksi. (2)

Embolisasi Sejumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma vili keluar dari uterus ke vena pada saat evakuasi. Sebetulnya pada setiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran darah kemudian ke paru tanpa memberi gejala apapun. Tetapi pada kasus mola kadangkadang sel trofoblas ini sedemikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru akut yang dapat menyebabkan kematian. Jumlah dan volume akan menentukan gejala dan tanda dari emboli paru akut bahkan akibat yang fatal, walaupun kefatalan jarang terjadi.

Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan (5) a. Inspeksi muka dan kadang kadang badan kelihatan pucat kekuning-kunigan yang disebut sebagai mola face

13 gelembung mola yang keluar

b. Palpasi uterus lembek dan membesar tidak sesuai kehamilan adanya fenomena harmonika kalau darah dan gelembung mola keluar maka tinggi fundus uteri akan turun lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru. Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen yang gerak janin

c. Auskultasi Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin (pada mola hidatidosa parsial mungkin dapat didengar BJJ) Terdengar bising dan bunyi khas

d. Pemeriksaan dalam Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan serviks.

Pemeriksaan penunjang Laboratorium Karakteristik yang terpenting pada penyakit ini adalah kemampuan dalam memproduksi hCG, sehingga jumlahnya meningkat lebih tinggi dibandingkan kadar -hCG seharusnya pada usia kehamilan yang sama. Hormon ini dapat dideteksi pada serum maupun urin penderita dan pemeriksaan yang lebih sering dipakai adalah -hCG kuantitatif serum. Pemantauan secara hati-hati dari kadar -hCG penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah -hCG yang ditemukan pada serum atau pada urin berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada. Untuk pemeriksaan Gallli mainini 1/300 suspek mola hidatiosa dan jika 1/200 kemungkinan mola hidatidosa atau gemelli. Pengukuran -hCG pada urin dengan kadar >100.000 mIU /ml/24 jam dapat dianggap sebagai mola.

14

Foto rontgen abdomen Tidak tampaknya tulang janin pada kehamilan 3-4 bulan

USG Gambaran berupa badai salju tanpa disertai kantong gestasi atau janin USG ini merupakan pemeriksaan penunjang yang spesifik antar kehamilan dengan mola hidatiosa. Pada kelainan mola, bentuk karakteristik berupa gambaran seperti badai salju dengan atau tanpa kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah mengalami perdarahan pada trimester awal kehamilan dan memiliki uterus lebih besar dari usia kehamilan. USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan normal dengan mola hidatidosa. Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka lutein.

Amniografi Penggunaan bahan radiopak yang dimasukkan ke dalam uterus secara trans abdominal akan memberikan gambaran radiografik khas pada kasus mola hidatidosa kavum uteri ditembus dengan jarum untuk amniosentesis. 20 ml Hypaque disuntikkan segera dan 5-10 menit kemudian dibuat foto anteroposterior. Pola sinar X seperti sarang tawon, khas ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi gelombang-gelombang korion. Dengan semakin banyaknya sarana USG yang tersedia teknik pemeriksaan amniografi ini sudah jarang dipakai lagi. Bahan radiopaq yang dimasukan ke dalam uterus akan memberikan gambaran seperti sarang tawon.

Uji sonde Hanifa Sonde dimasukan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan cavum uteri . bila tidak ada tahanan sonde diputar setelah ditarik sedikit bila tetap tidak ada tahanan maka kemungkinan adalah mola. Foto thorax Untuk melihat metastase.

15

T3 dan T4 Untuk membuktikan gejala tirotoksikosis.

H. Diagnosis banding 1. Abortus

(1,4,6)

2. Kehamilan ganda 3. Kehamilan dengan mioma 4. Hidramnion

I. Penanganan Terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu 1. Perbaiki keadaan umum 2. Pengeluaran jaringan mola 3. Terapi dengan profilaksis dengan sistostatika 4. Follow up

1. Perbaiki keadaan umum Yang termasuk usaha ini misalnya koreksi dehidrasi, transfusi darah pada anemia berat (jika <8 gr %) atau karena terjadi syok, dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeklampsia dan tirotoksikosis. Preeklampsia diobati seperti pada kehamilan biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit dalam misalnya propiltiourasil 3 x 100 mg oral dan propanolol 40-80 mg.

2. Pengeluaran jaringan mola 1. Kuretase Dilakukan jika pemeriksaan DPL kadar -hCG serta foto thorax selesai bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian. Sebelum kuretase dengan kuret tumpul terlebih dahulu siapkan darah 500 cc dan pasang infus dengan tetesan oxitocyn 10 mIU dalam 500 cc Dextrose 5 % dan seluruh jaringan hasil kerokan di PA. Tujuh sampai 10 hari sesudah kerokan itu

16 dilakukan kerokan ulangan dengan kuret tajam, agar ada kepastian bahwa uterus betul-betul kosong dan untuk memeriksa tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblas yang dapat ditemukan. Makin tinggi tingkat itu, makin perlu untuk waspada terhadap kemungkinan keganasan. (4)

2. Histerektomi Untuk mengurangi frekuensi terjadinya penyakit tropoblas ganas sebaiknya histerektomi dilakukan pada wanita diatas 35 tahun anak hidup di atas 3 orang wanita yang tidak menginginkan anak lagi

Apabila ada kista teka lutein maka saat histerektomi, ovarium harus dalam keadaan baik, karena akan menjadi normal lagi setelah kadar -HCG menurun. (2) 3. Histerotomi Tidak lagi menjadi metode pilihan. (2)

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadi keganasan, misalnya pada umur tua (35 tahun), riwayat kehamilan mola sebelumnya dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan hasil histopatologi yang mencurigakan.
(2)

Biasanya diberikan methotrexat atau actinomycin D. Tidak semua ahli

setuju dengan cara ini, dengan alasan jumlah kasus mola menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika merupakan obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan dengan metastase, serta mengurangi koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali. Kadar -hCG di atas 100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk perubahan ke arah ganas, pertimbangkan untuk memberikan methotrexate (MTX) 3x5 mg

sehari selama 5 hari dengan interval 2 minggu sebanyak 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan actinomycin D 12 g/kgBB/hari selama 5 hari.

4. Follow up

17 Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat kemungkinan terjadi keganasan setelah mola hidatidosa ( 20%). Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu, dengan pemakaian alat kontrasepsi. Selama pengawasan, secara berkala dilakukan pemeriksaan ginekologik, kadar -hCG dan radiologi. Pemeriksaan ginekologi dimulai satu minggu setelah pengeluaran jaringan mola. Pada pemeriksaan ini dinilai ukuran uterus, keadaan adneksa serta cari kemungkinan metastase ke vulva, vagina, uretra dan cervix. Sekurang-kurangnya pemeriksaan diulang setiap 4 minggu. Cara yang paling peka saat ini adalah dengan pemeriksaan -hCG yang menetap untuk beberapa lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara yang umum dipakai sekarang ini adalah dengan radioimmunoassay terhadap HCG sub unit. Pemeriksaan kadar -HCG dilakukan setiap minggu atau setiap 2 minggu sampai kadar menjadi negatif lalu diperiksa ulang sebulan sekali selama 6 bulan, kemudian 2 bulan selama 6 bulan. Seharusnya kadar setelah evakuasi. (1,2) Pemeriksaan foto toraks dilakukan tiap 4 minggu, apabila ditemukan adanya metastase penderita harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi. Apabila Pemeriksaan fisik, foto toraks dan kadar -HCG dalam batas normal, follow up dapat dihentikan dan ibu diperbolehkan hamil setelah 1 tahun.
(1)

-HCG harus kembali normal dalam 14 minggu

Bila selama masa

observasi kadar -HCG menetap atau bahkan cenderung meningkat atau pada pemeriksaan klinis. Pemakaian IUD merupakan kontraindikasi. Pil KB kombinasi tidak hanya memperlambat penurunan titer -HCG namun juga dapat menstimulasi neoplasia trofoblas dan pil KB kombinasi ini dapat digunakan bila -HCG negatif. Anjuran sterilisasi biasa dilakukan pada penderita usia tua ataupun penderita yang telah memiliki cukup anak. (2)

J. Komplikasi

18 1. Komplikasi non maligna (6)

Perforasi uterus Selama kehamilan kadang-kadang terjadi dan jika terjadi perforasi uterus , kuretase harus dihentikan. Laparoskopi atau laparotomi harus dilakukan untuk mengetahui tempat terjadinya perforasi.

Perdarahan Merupakan komplikasi yang terjadi sebelum selama dan bahkan setelah tindakan kuretase. Oleh karena itu oksitosin intravena dilakukan sebelum memulai tindakan kuretase sehingga mengurangi kejadian perdarahan ini.

DIC Faktor yang dilepaskan jaringan mola mempunyai aktivitas fibinolitik. Semua pasien diskreening untuk melihat adanya koagulopati.

Embolisme tropoblastik Dapat menyebabkan insufisiensi pernapasan akut. Faktor resiko terbesar terjadi pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia gestasi 16 minggu. Keadaan ini bisa fatal.

Infeksi pada sevikal atau vaginal. Perforasi pada dinding uterus yang tipis selama evakuasi mola dapat menyebabkan penyebaran infeksi. Ruptur uteri spontan bisa terjadi pada mola benigna dan mola maligna.

2.

Komplikasi maligna

Mola invasif atau koriokarsinoma berkembang pada 20 % kasus mola dan identifikasi pasien penting untuk tindakan selanjutnya setelah mola komplit invasi uteri terjadi pada 15 % pasien dan metastase 4 pasien. Tidak terdapat kasus koriokarsinoma yang dilaporkan selah terjadi mola incomplete meskipun ada juga yang menjadi penyakit tropoblastik non metastase yang menetap yang membutuhkan kemoterapi. K. Prognosis

19 Pemantauan yang dilihat pada pasien mola hidatidosa yang telah menjalani evakuasi mengindikasikan bahwa tindakan ini bersifat kuratif pada lebih dari 80% pasien. Mola hidatidosa yang berulang terjadi pada 0,5 sampai 2,6% dengan resiko yang lebih besar untuk menjadi mola invasif atau koriokarsinoma. Kurang lebih 10 20% mola hidatidosa komplit menjadi metastatik koriokarsinoma yang potensial invasif. Kematian pada mola disebabkan karena perdarahan, infeksi, preeklampsia, payah jantung, atau tirotoksikosis. Di negara maju, kematian karena mola hampir tidak ada lagi, tetapi di negara berkembang masih cukup tinggi, yaitu berkisar antara 2,2%-5,7%.

BAB III

20 KESIMPULAN Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti sehingga tidak dapat diketahui usaha pencegahan yang harus dilakukan, oleh karena itu sangatlah penting untuk dapat mendeteksi dan menangani kasus ini sedini mungkin terutama karena kecenderungannya menjadi ganas. Perdarahan yang terjadi selama kehamilan muda (walaupun tanpa pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan umur kehamilan) harus dicurigai terhadap kemungkinan adanya penyakit mola hidatidosa. Walau tidak tertutup kemungkinan adanya kehamilan ganda, kesalahan HPHT, hidramnion, Abortus imminen, dll. Demikian juga adanya gejala-gejala preeklamsia dan eklamsi dini pada kehamilan yang lebih muda harus diwaspadai adanya mola hidatidosa. Diagnosa ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa pasti ditegakkan bila adanya gelembung-gelembung mola atau jaringan mola yang keluar. Bila masih terdapat keraguan dalam penegakkan diagnosa, cara yang sangat membantu yaitu pemeriksaan USG yang akan memberikan gambaran badai salju. Pengukuran kadar B-hCG secara serial digunakan dalam mendeteksi penyakit trofoblas ganas yang terjadi setelah evakuasi jaringan mola. Penanganan yang cepat dan tepat dibutuhkan karena biasanya pasien datang setelah terjadinya perdarahan. Selain itu informed consent pada pasien dan keluarga pasien juga perlu diperhatikan dalam prosedur tindakan medis. Jika perdarahan terjadi lebih dari 6 minggu pada kehamilan, sebaiknya dilakukan evaluasi kadar hCG untuk mengetahui ataupun menyingkirkan adanya penyakit trofoblas. Kriteria diagnostik mola hidatidos komplit adalah adanya perdarahan yang terus menerus pada kehamilan kurang lebih 12 minggu yang biasanya bersifat masif dan berwarna kecoklatan, pembesaran uterus melebihi usia kehamilan tidak adanya bagian janin dan denyut jantung janin walupun uterus membesar setinggi pusat atau lebih, gambaran USG yang khas yaitu badai salju, kadar serum HCG yang lebih tinggi daripada kadar umum berdasarkan usia kehamilan. Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan, biasanya penyebab kematian adalah krisis tiroid. Pasien dengan mola hidatidosa, setelah dilakukan evakuasi haruslah

21 dilakukan pemantauan hCG untuk dapat mendiagnosis adanya keganasan dan memberikan tatalaksana secepatnya. Pemantauan yang dilihat pada pasien mola hidatidosa yang telah menjalani evakuasi mengindikasikan bahwa tindakan ini bersifat kuratif pada lebih dari 80% pasien. Mola hidatidosa yang berulang terjadi pada 0,5 sampai 2,6% dengan risiko yang lebih besar untuk menjadi mola invasif atau koriokarsinoma. Disarankan kepada penderita untuk kontrol secara teratur dan memeriksakan kadar BhCGnya secara teratur untuk mengevaluasi adanya kemungkinan keganasan.

DAFTAR PUSTAKA

22

1. Cunningham FG, Gant NF , Leveno KJ, etall. Williams Obstetrics : Gestational Trophoblastic Disease. 21st edition. Connecticut, Appleton & Lange. 2001 .835-849. 2. H Alan, De Cherney, Nathan L. Gestational Trophoblastic Disease in Current Obstetric an Gynecologic Diagnose and Treatment. 9th ed. Lange. Baltimore NY. Mc Graw Hill. 2003. 947 958. 3. Hacker N.F, M.J George. Terjemahan Esensial Obstetri dan Ginekologi, edisi 2, Hipokrates, 2001, 679-687 4. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa; Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008; 488 490. 5. Wiknjosastro H. Mola Hidatidosa; Ilmu Kandungan. Edisi ke-2. Cetakan Ketujuh. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009; 260 263. 6. Lisa E Moore et al. Hydatiform Mole. Updated Jan 30th,2013. Accessed on May 5th 2013 at http://www.emedicine.com/article/254657-overview. 7. Hernandez E et al. Gestational Trophoblastic Neoplasia. Updated Jan 30 th 2012. Accessed on May 5th 2013 at http://www.emedicine.com/article/2719116-overview.

You might also like