You are on page 1of 16

Perdarahan post partum

Posted on August 15, 2010 by Obgin

Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. Pembagian perdarahan post partum : 1. Perdarahan post partum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi selama 24 jam setelah anak lahir. 2. Perdarahan post partum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam anak lahir. Biasanya hari ke 5-15 post partum. Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum : 1. Menghentikan perdarahan. 2. Mencegah timbulnya syok. 3. Mengganti darah yang hilang. Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya : 1. Atoni uteri (50-60%). 2. Retensio plasenta (16-17%). 3. Sisa plasenta (23-24%). 4. Laserasi jalan lahir (4-5%). 5. Kelainan darah (0,5-0,8%). Etiologi perdarahan post partum : 1. Atoni uteri. 2. Sisa plasenta dan selaput ketuban. 3. Jalan lahir : robekan perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim. 4. Penyakit darah Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia yang sering dijumpai : Perdarahan yang banyak. Solusio plasenta. Kematian janin yang lama dalam kandungan.

Pre eklampsia dan eklampsia. Infeksi, hepatitis dan syok septik. Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : - Umur - Paritas - Partus lama dan partus terlantar. - Obstetri operatif dan narkosa. - Uterus terlalu regang dan besar misalnyaa pada gemelli, hidramnion atau janin besar. - Kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta. - Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi. Cara membuat diagnosis perdarahan post partum : 1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uterus. 2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak. 3. Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari : Sisa plasenta dan ketuban. Robekan rahim. Plasenta suksenturiata. 4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah. 5. Pemeriksaan laboratorium : periksa darah, hemoglobin, clot observation test (COT), dan lain-lain. Perdarahan post partum adakalanya merupakan perdarahan yang hebat maupun perdarahan perlahan-lahan tetapi terus-menerus. Keduanya dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan dapat menjadi syok. Oleh karena itu penting sekali pada setiap ibu bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin; serta pengawasan tekanan darah, nadi dan pernapasan ibu, kontraksi uterus dan perdarahan selama 1 jam. Beberapa menit setelah janin lahir, biasanya mulai terjadi proses pelepasan plasenta disertai sedikit perdarahan. Bila plasenta sudah lepas dan turun ke bagian bawah rahim maka uterus akan berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta (his pengeluaran plasenta).

Related Post:

Penanganan Perdarahan Post Partum


Cara mencegah perdarahan post partum yaitu memeriksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar hemoglobin, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (uterotonika). Setelah ketuban pecah, kepala janin m...

http://obstetriginekologi.com/
pENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia belum memiliki data statistik vital yang langsung dapat menghitung Angka Kematian Ibu (AKI). Estimasi AKI dalam Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) diperoleh dengan mengumpulkan informasi dari saudara perempuan yang meninggal semasa kehamilan, persalinan, atau setelah melahirkan. Meskipun hasil survei menunjukkan bahwa AKI di Indonesia telah turun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, hal itu perlu ditafsirkan secara hati-hati mengingat keterbatasan metode penghitungan yang digunakan. Dari lima juta kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan. Perdarahan, yang biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28 persen kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi karena retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik. Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan dan kebanyakan terjadi pada wanita dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun serta wanita dengan jarak persalinan yang dekat yaitu kurang dari 2 tahun. Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum. Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian mengalami perdarahan postpartum dan terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. (Yayan Akhyar) 1.2 Batasan Masalah Adapun batasan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah perdarahan postpartum. 1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang perdarahan postpartum. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya definisi perdarahan postpartum 2. Diketahuinya epidemiologi dari perdarahan postpartum 3. Diketahuinya etiologi dari perdarahan postpartum 4. Diketahui klasifikasi dari perdarahan postpartum 5. Diketahui diagnosa dari perdarahan postpartum 6. Diketahui penanganan dari perdarahan postpartum 1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Untuk menambah wawasan bagi penulis dan mahasiswa akademi lainnya, khususnya dalam masalah perdarahan postpartum. 1.4.2 Masukkan pada pihak-pihak terkait dalam bidang obstetri dan ginekologi terutama bidan tentang perdarahan postpartum. BAB II PERDARAHAN POSTPARTUM 2.1 Definisi Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan berlangsung. (Manuaba, 1998) Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir. (Rustam Mochtar, 1998) Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah anak lahir. Pritchard, dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah. Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang berjumlah lebih dari 500 ml dan terjadi dalam batas waktu 24 jam pertama setelah anak lahir.

2.2 Epidemiologi
Perdarahan karena kontraksi rahim yang lemah setelah anak lahir meningkat insidennya pada kehamilan dengan pembesaran rahim yang berlebihan seperti pada kehamilan ganda, hidramnion, anak terlalu besar ataupun pada rahim yang melemah daya kontraksinya seperti pada grandemultipara, interval kehamilan yang pendek, atau pada kehamilan usia lanjut, induksi partus dengan oksitosin, his yang terlalu kuat sehingga anak dilahirkan terlalu cepat dan sebagainya. Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas. Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau lebih. (yayanakhyar.com, 2008) Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak. 2.3 Klasifikasi 2.3.1 Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage) Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama. 2.3.2 Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage) Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membrane. 2.4 Etiologi 2.4.1 Atonia uteri

perdarahan-post-partum

Pendarahan post partum

pendarahan post partum sekunder

Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. Pembagian perdarahan post partum : 1. Perdarahan post partum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi selama 24 jam setelah anak lahir. 2. Perdarahan post partum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam anak lahir. Biasanya hari ke 5-15 post partum. Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum : 1. Menghentikan perdarahan. 2. Mencegah timbulnya syok. 3. Mengganti darah yang hilang. Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya : 1. Atoni uteri (50-60%). 2. Retensio plasenta (16-17%). 3. Sisa plasenta (23-24%). 4. Laserasi jalan lahir (4-5%). 5. Kelainan darah (0,5-0,8%). Etiologi perdarahan post partum : 1. Atoni uteri. 2. Sisa plasenta dan selaput ketuban. 3. Jalan lahir : robekan perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim. 4. Penyakit darah Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia yang sering dijumpai : Perdarahan yang banyak. Solusio plasenta. Kematian janin yang lama dalam kandungan. Pre eklampsia dan eklampsia. Infeksi, hepatitis dan syok septik. Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : - Umur - Paritas - Partus lama dan partus terlantar. - Obstetri operatif dan narkosa. - Uterus terlalu regang dan besar misalnyaa pada gemelli, hidramnion atau janin besar. - Kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta. - Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi. Cara membuat diagnosis perdarahan post partum : 1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uterus. 2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak. 3. Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari : Sisa plasenta dan ketuban. Robekan rahim. Plasenta suksenturiata.

4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah. 5. Pemeriksaan laboratorium : periksa darah, hemoglobin, clot observation test (COT), dan lain-lain. Perdarahan post partum adakalanya merupakan perdarahan yang hebat maupun perdarahan perlahanlahan tetapi terus-menerus. Keduanya dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan dapat menjadi syok. Oleh karena itu penting sekali pada setiap ibu bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin; serta pengawasan tekanan darah, nadi dan pernapasan ibu, kontraksi uterus dan perdarahan selama 1 jam. Beberapa menit setelah janin lahir, biasanya mulai terjadi proses pelepasan plasenta disertai sedikit perdarahan. Bila plasenta sudah lepas dan turun ke bagian bawah rahim maka uterus akan berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta (his pengeluaran plasenta). Diposkan oleh Midwife is my soul di 15:37 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBerbagi ke Google Buzz

Perdarahan Post Partum

Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal terbanyak. Semua wanita yang sedang hamil 20 minggu memiliki resiko perdarahan post partum dan sekuelenya. Walaupun angka kematian maternal telah turun secara drastis di negaranegara berkembang, perdarahan post partum tetap merupakan penyebab kematian maternal terbanyak dimana-mana. Kehamilan yang berhubungan dengan kematian maternal secara langsung di Amerika Serikat diperkirakan 7 10 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup. Data statistik nasional Amerika Serikat menyebutkan sekitar 8% dari kematian ini disebabkan oleh perdarahan post partum. Di negara industri, perdarahan post partum biasanya terdapat pada 3 peringkat teratas penyebab kematian maternal, bersaing dengan embolisme dan hipertensi. Di beberapa negara berkembang angka kematian maternal melebihi 1000 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup, dan data WHO menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal disebabkan oleh perdarahan post partum dan diperkirakan 100.000 kematian matenal tiap tahunnya. Definisi perdarahan post partum saat ini belum dapat ditentukan secara pasti. Perdarahan post partum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 mL setelah persalinan vaginal atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal. Perdarahan dalam jumlah ini dalam waktu kurang dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post partum primer, dan apabila perdarahan ini terjadi lebih dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post partum sekunder. Frekuensi perdarahan post partum yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%. Dari angka tersebut, diperoleh sebaran etiologi antara lain: atonia uteri (50 60 %), sisa plasenta (23 24 %), retensio plasenta (16 17 %), laserasi jalan lahir (4 5 %), kelainan darah (0,5 0,8 %). Penanganan perdarahan post partum harus dilakukan dalam 2 komponen, yaitu: (1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2) identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum. A. PERDARAHAN POST PARTUM I. Definisi Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal1,2,3. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal

dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi > 100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL 2. Perdarahan post partum dibagi menjadi1,2,5: 1. Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer (early postpartum hemorrhage) Perdarahan post partum dini adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III. 2. Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post Partum Sekunder (late postpartum hemorrhage) Perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada masa nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III. II. Etiologi Penyebab terjadinya perdarahan post partum antara lain1,2: - Atonia uteri - Luka jalan lahir - Retensio plasenta - Gangguan pembekuan darah III. Insidensi Insidensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%5. Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut5: - Atonia uteri 50 60 % - Sisa plasenta 23 24 % - Retensio plasenta 16 17 % - Laserasi jalan lahir 4 5 % - Kelainan darah 0,5 0,8 %

I. Penilaian Klinik Tabel II.1. Penilaian Klinik untuk Menentukan Derajat Syok3
Volume Kehilangan Darah 500-1.000 mL Normal (10-15%) 1000-1500 mL (1525%) 1500-2000 mL (2535%) 2000-3000 mL (3550%) Penurunan ringan (80100 mm Hg) Penurunan sedang (70-80 mm Hg) Penurunan tajam (5070 mm Hg) Tekanan Darah (sistolik)

Gejala dan Tanda Palpitasi, takikardia, pusing Lemah, takikardia, berkeringat Gelisah, pucat, oliguria Pingsan, hipoksia, anuria

Derajat Syok

Terkompensasi

Ringan Sedang Berat

Tabel II.2. Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab Perdarahan Post Partum2
Gejala dan Tanda Uterus tidak berkontraksi dan lembek. Bekuan darah pada Perdarahan segera setelah anak lahir serviks atau posisi telentang akan menghambat aliran darah keluar Darah segar mengalir segera setelah bayi lahir Uterus berkontraksi dan keras Menggigil Plasenta lengkap Plasenta belum lahir setelah 30 menit Perdarahan segera Uterus berkontraksi dan keras Perdarahan lanjutan Tali pusat putus akibat traksi berlebihan Inversio uteri akibat tarikan Retensio plasenta Pucat Lemah Robekan jalan lahir Penyulit Syok Diagnosis Kerja Atonia uteri

Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap Perdarahan segera Uterus tidak teraba Lumen vagina terisi massa Tampak tali pusat (bila plasenta belum lahir) Sub-involusi uterus Nyeri tekan perut bawah dan pada uterus Perdarahan sekunder

Uterus berkontraksi Retensi sisa plasenta tetapi tinggi fundus tidak berkurang Neurogenik syok Pucat dan limbung Inversio uteri

Anemia Demam

Endometritis atau sisa fragmen plasenta (terinfeksi atau tidak)

I. Kriteria Diagnosis1 - Pemeriksaan fisik: Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus - Pemeriksaan obstetri: Mungkin kontraksi usus lembek, uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin karena luka jalan lahir - Pemeriksaan ginekologi: Dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, dapat diketahui kontraksi uterus, luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta II. Faktor Resiko1,3 Penggunaan obat-obatan (anestesi umum, magnesium sulfat) Partus presipitatus Solutio plasenta Persalinan traumatis

Uterus yang terlalu teregang (gemelli, hidramnion) Adanya cacat parut, tumor, anomali uterus Partus lama Grandemultipara Plasenta previa Persalinan dengan pacuan Riwayat perdarahan pasca persalinan III. Pemeriksaan Penunjang1,2,3 a. Pemeriksaan laboratorium - Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk1,3. - Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode antenatal 3. - Perlu dilakukan pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan2,3. b. Pemeriksaan radiologi - Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Berdasarkan pengalaman, pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya jendalan darah dan retensi sisa plasenta1,3. - USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya1,2,3. IV. Penatalaksanaan Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen, yaitu: (1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2) identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum 3. Resusitasi cairan

Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan. Perlu dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang peling tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post partum, dan dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi3. Berikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses intravena perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang ringan dan kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan perdarahan post partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer Laktat 3. Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran pada penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak tertahan di ruang intravasluler, tetapi terjadi pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini bersamaan dengan penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer pada hari-hari setelah perdarahan post partum. Ginjal normal dengan mudah mengekskresi kelebihan cairan. Perdarahan post partum lebih dari 1.500 mL pada wanita hamil yang normal dapat ditangani cukup dengan infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani. Kehilanagn darah yang banyak, biasanya membutuhkan penambahan transfusi sel darah merah3. Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan efek yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik dibandingkan NS, dan karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak diharapkan pada pemberian koloid, maka cairan kristaloid tetap direkomendasikan3. Transfusi Darah Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat3. PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat indikasi. Para klinisi harus memperhatikan darah transfusi, berkaitan dengan waktu, tipe dan jumlah produk darah yang tersedia dalam keadaan gawat. Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 4 unit PRC untuk menggantikan pembawa oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat diatasi dengan menambahkan 100 mL NS pada masing-masing unit. Jangan menggunakan cairan Ringer Laktat untuk tujuan ini karena kalsium yang dikandungnya dapat menyebabkan penjendalan3. Tabel II.3. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya
Jenis dan Cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol

Dosis dan cara pemberian awal

IV: 20 U dalam 1 L larutan garam fisiologis dengan tetesan cepat IM: 10 U

IM atau IV (lambat): 0,2 mg

Oral atau rektal 400 mg

Dosis lanjutan

IV: 20 U dalam 1 L larutan garam fisiologis dengan 40 tetes/menit

Ulangi 0,2 mg IM setelah 15 menit Bila masih diperlukan, beri IM/IV setiap 2-4 jam Total 1 mg (5 dosis) Preeklampsia, vitium kordis, hipertensi

400 mg 2-4 jam setelah dosis awal

Dosis maksimal per hari Kontraindikasi atau hati-hati

Tidak lebih dari 3 L larutan fisiologis Pemberian IV secara cepat atau bolus

Total 1200 mg atau 3 dosis Nyeri kontraksi Asma

I. Penyulit1 - Syok ireversibel - DIC - Amenorea sekunder II. Pencegahan Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan kala III dapat menurunkan insidensi dan tingkat keparahan perdarahan post partum 3. Penanganan aktif merupakan kombinasi dari hal-hal berikut: - Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi dilahirkan. - Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat - Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika uterus berkontraksi dengan baik Bagan II.1. Penanganan Perdarahan Post Partum Berdasarkan Penyabab1

You might also like