You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologi anatomi yang ada pada pria usia 50 tahunan. BPH ( Benigna Prostat Hipertropi) merupakan kondisi patologis yang paling umum
pada pria lansia. Sehingga Menurut Marilynn E.D, 2000 : 671, BPH adalah

pembesaran

progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih

tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius.

Sehingga menurut kelompok BPH merupakan pembesaran prostat akibat proses pertumbuhan prostat normal. Karena itu seiring pertambahan usia prostat dapat menjadi terlalu besar dan menimbulkan BPH. Prevalensi BPH adalah 50% usia di atas 60 tahun, 90% usia di atas 85 tahun, dan 90% usia di atas 90 tahun3.

B. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. 1. Tujuan Umum Diperolehnya pengetahuan serta memahami secara nyata mengenai BPH ( Benigna Prostat Hipertropi) untuk perkembangan ilmu yang dimiliki.

2. Tujuan Khusus Tujuan khusus yang ingin dicapai penulis dalam penulisan makalah ini adalah penulis mampu : a. Memahami pengertian mengenai BPH b. Mengidentifikasi etiologi mengenai BPH c. Mengidentifikasi patofisiologi mengenai BPH d. Mengidentifikasi manifestasi klinis mengenai BPH

e. Mengidentifikasi komplikasi dari BPH f. Mengetahui dan mengidentifikasi pemeriksaan penunjang pada BPH g. Memahami dan mengidentifikasi penatalaksaan medis pada BPH

C. Ruang Lingkup Dalam penyusunan makalah ini penulis hanya membahas materi mengenai BPH yang didapatkan melalui literatur-literatur dan study kepustakaan yang ada.

D. Metode Penulisan Dalam penyusunan makalah ini, metode penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif dan naratif yaitu dengan cara menggambarkan dan menceritakan mengenai Benigna Prostat Hipertropi.

E. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pemahaman terhadap isi, maka penulis membagi secara sistematis ke dalam 3 bab dan secara garis besar dijelaskan sebagai berikut : Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari : latar belakang, tujuan umum, tujuan khusus, ruang lingkup, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II Pembahasan, yang terdiri dari : pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan medis. BAB III Penutup, yang terdiri dari : kesimpulan dan saran.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Benigna prostat hipertropi adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat

( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan 2000 : 671 ). Benigna prostat hipertropi adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Kapita Selekta,2000). Jadi menurut kelompok, benigna prostat hipertropi merupakan pembesaran prostat akibat proses pertumbuhan prostat normal. Karena itu seiring pertambahan usia prostat dapat menjadi terlalu besar dan menimbulkan BPH. aliran urinarius ( Marilynn, E.D,

B. Etiologi Penyebab terjadinya benigna prostat hipertropi, antara lain : 1. Proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma 2. Interaksi stroma - epitel Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan

penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel 3. Berkurangnya sel yang mati Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat 4. Faktor resiko umur atau usia 5. Perubahan hormon androgen.

C. Patofisiologi Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologi anatomi yang ada pada pria usia 50 tahunan. Perubahan hormonal menyebabkan hiperplasia ( hipertropi) jaringan penyangga stromal dan elemen glandular pada prostat. Adapun Teori-teori tentang terjadinya BPH : 1. Teori Dehidrosteron (DHT) Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrosteron (DHT) dalam sel prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel yang menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesa protein. 2. Teori hormon Pada lansia bagian tengah kelenjar prostat mengalami hiperplasia yamg disebabkan oleh sekresi androgen yang berkurang, estrogen bertambah relatif atau aabsolut. Estrogen berperan pada kemunculan dan perkembangan hiperplasi prostat sehingga dapat menyebabkan BPH. 3. Faktor interaksi stroma dan epitel Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic fibroblast growth factor -FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostat jinak. Proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5-a-FGF dapat dicetuskan oleh

mikrotrauma karena miksi, ejakulasi dan infeksi.

D. Manifestasi Klinis Adapun manifestasi klinis yang mungkin timbul pada benigna prostat hipertropi, antara lain :
1.
a) b) c) d)

Gejala iritatif meliputi : Peningkatan frekuensi berkemih Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi) Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi) Nyeri pada saat miksi (disuria) 4

2. Gejala obstruktif meliputi :


a) b) c) d) e) f) g)

Pancaran urin melemah Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik Kalau mau miksi harus menunggu lama Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih Aliran urin tidak lancar/terputus-putus Urin terus menetes setelah berkemih Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinensia karena penumpukan berlebih

h)

Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume residu yang besar

i)

Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik

Berdasarkan tanda dan gejala derajat pada benigna prostat hipertropi dapat dibagi menjadi Tiga, antara lain : 1. Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing tak puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari 2. Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam bertambah hebat 3. Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke ginjal dan dapat menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis

E. Koplikasi Adapun komplikasi pada BPH, antara lain : 1. 2. 3. 4. Perdarahan Inkotinensia Batu kandung kemih Retensi urine 5

5. 6. 7. 8. 9.

Impotensi Epididimitis Haemorhoid, hernia, prolaps rectum akibat mengedan Infeksi saluran kemih disebabkan karena catheterisasi Hydronefrosis

F. Pemeriksaan Penunjang Adapun pemeriksaan penunjang pada BPH, antara lain : 1. Pemeriksaan Laboratorium Adapun pemeriksaan laboratorium, seperti : pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk

memperoleh data dasar keadaan umum klien, pemeriksaan urin lengkap dan kultur, PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan 2. Pemeriksaan Uroflowmetri Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :
a) b) c)

Flow rate maksimal > 15 ml / dtk

= non obstruktif

Flow rate maksimal 10 15 ml / dtk = border line Flow rate maksimal < 10 ml / dtk = obstruktif

3.

Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik Adapun pemeriksaan imaging dan rontgenologik, antara lain : a) BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat metastase pada tulang b) USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, besar prostat juga keadaan buli buli termasuk residual adanya ing dan ronbatu dan

volume dan

urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik c) IVP (Pyelografi Intravena), digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya hidronefrosis

d) Pemeriksaan Panendoskop, untuk buli buli 4. Pemeriksaan CT- Scan dan MRI

mengetahui

keadaan uretra dan

Computed Tomography Scanning (CT-Scan) dapat memberikan gambaran adanya pembesaran prostat, sedangkan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memberikan gambaran prostat pada bidang transversal maupun sagital pada berbagai bidang irisan 5. Pemeriksaan sistografi Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria. pemeriksaan ini dapat memberi gambaran kemungkinan tumor di dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas apabila darah datang dari muara ureter atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu sistoscopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang urethra pars prostatica dan melihat penonjolan prostat ke dalam urethra.

G. Penatalaksanaan Medis Adapun penatalaksanaan medis pada klien dengan BPH , antara lain : 1. Observasi Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien 2. Medikamentosa Terapi ini di indikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari:

phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen 3. Pembedahan Adapun indikasi pembedahan pada BPH , antara lain : a) Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah mengalami retensi urin akut b) Klien dengan residual urin > 100 ml

c) Terapi medikamentosa tidak berhasil d) Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.

Adapun pembedahan dapat dilakukan pada BPH, antara lain : a) TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90 95 % ) Dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus medial yang langsung mengelilingi urethra. Jaringan yang direseksi hanya sedikit sehingga tidak terjadi perdarahan dan waktu pembedahan tidak terlalu lama. Rectoscope disambungkan dengan arus listrik lalu di masukkan ke dalam urethra. Kandung kemih di bilas terus menerus selama prosedur berjalan. Pasien mendapat alat untuk masa terhadap shock listrik dengan lempeng logam yang di beri pelumas di tempatkan pada bawah paha. Kepingan jaringan yang halus di buang dengan irisan dan tempat-tempat perdarahan di tutup dengan cauter Setelah TURP di pasang catheter foley tiga saluran yang di lengkapi balon 30 ml. Setelah balon catheter di kembangkan, catheter di tarik ke bawah sehingga balon berada pada fosa prostat yang bekerja sebagai hemostat. Ukuran catheter yang besar di pasang untuk memperlancar pengeluaran gumpalan darah dari kandung kemih Kandung kemih di irigasi terus dengan alat tetesan tiga jalur dengan garam fisiologisatau larutan lain yang di pakai oleh ahli bedah. Tujuan dari irigasi konstan ialah untuk membebaskan kandung kemih dari pembekuan darah yang menyumbat aliran kemih. Irigasi kandung kemih yang konstan di hentikan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan dari kandung kemih. Kemudian catheter bisa dibilas biasa tiap 4 jam sekali sampai catheter di angkat biasanya 3 sampai 5 hari setelah operasi. Setelah catheter di angkat pasien harus mengukur jumlah urine dan waktu tiap kali berkemih b) Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy Pada prostatectomy retropubic dibuat insisi pada abdominal bawah tapi kandung kemih tidak dibuka

c) Perianal Prostatectomy Dilakukan pada dugaan kanker prostat, insisi dibuat diantara scrotum dan rectum d) Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy Metode operasi terbuka, reseksi supra pubic kelenjar prostat diangkat dari urethra lewat kandung kemih 4. Alternatif lain, yaitu : Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi Ultrasonik

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan Benigna prostat hipertropi merupakan pembesaran prostat akibat proses pertumbuhan prostat normal. Karena itu seiring pertambahan usia prostat dapat menjadi terlalu besar dan menimbulkan BPH. Dan penyebab dari BPH itu sendiri sebagian besar dari faktor resiko umur, perubahan hormon androgen dan trauma berulang seperti karena koitus, kerja yang terlalu berat yang ditandai dengan tanda gejala yang khas pada BPH sesuai dengan grade atau ringan, sedang, maupun beratnya BPH yang klien derita

B. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis memberikan saran untuk mahasiswa/i guna memperluas dan meningkatkan mutu mengenai pengetahuan pada penderita dengan benigna prostat hipertropi (BPH)

10

You might also like