Professional Documents
Culture Documents
Materi I Merajut Pakaian Taqwa Pada hakekatnya, pakaian adalah segala yang melekat di badan ini; entah baju, celana, segala aksesoris yang melekat lainnya, termasuk perhiasan. Selaras dengan pengertian ini, bahkan Allah membahasakan suami sebagai pakaian dari istri; dan istri adalah pakaian dari suami (Q.S. Al-Baqarah: 187: hunna libaasul lakum wa antum libaasun lahunna). Mungkin karena suami dan istri pun melekat satu sama lain, hingga mereka tak ubahnya seperti pakaian. Setidaknya ada 3 macam fungsi pakaian yang disebut di dalam AlQuran. Pertama, pakaian sebagai penutup aurat (Q.S. An-Nuur: 58 dan Al-Araf: 26). Kedua, pakaian sebagai perhiasan (Q.S. Al-Araf: 26). Dan ketiga, pakaian sebagai pelindung, yakni dari panas dan hujan, juga dari serangan musuh (Q.S. An-Nahl:81). Tak kurang dari 20 ayat ditemukan di dalam Al-Quran yang berbicara tentang pakaian. Entah memakai bahasa libaasun, kiswatun, saraabil, maupun tsiyab. Namun, semuanya berbicara tentang pakaian lahiriah. Pakaian dunia. Hanya ada satu yang menyebutkan tentang pakaian ruhani. Pakaian ruhani adalah sebenar-benar pakaian, yang menunjukkan baik buruknya seseorang. Meski seseorang mengenakan pakaian lahiriah yang mewah dan mahal, tetapi jika pakaian ruhaninya rusak, jelek, terhina, maka dirinya akan terhina pula. Pakaian lahiriahnya tidak bermanfaat apa-apa. Pakaian lahiriahnya tak bisa melindungi kejelekannya. Mungkin ia akan mulia dalam pandangan manusia, tetapi tidak dalam pandangan Allah. Apakah pakaian ruhani yang dimaksud? sebagai pakaian taqwa (libaasut taqwa). Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan mereka selalu ingat. (Q.S. Al-Araf: 26). Al-Quran menyebutnya Sebagaimana firmannya, Yang demikian itu adalah Allah, mudah-mudahan
Tentang taqwa, imam Ali karramallahu wajhah berkata: (Takut kepada Zat Yang Mahaagung; mengamalkan apa yang diturunkan (al-Quran); dan menyiapkan diri untuk menyambut datangnya hari yang kekal [akhirat]).
Materi 3 Ramadhan Bulan Jihad (Bagian Pertama): Memahami Makna Jihad Rasulullah SAW. selalu memotivasi para sahabat dengan kabar gembira akan datangnya Ramadhan, sebagaimana sabdanya, Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, rajanya bulan, sambut dan hormatilah Ramadhan. Lintasan sejarah Islam berbicara, terdapat hubungan yang penting antara jihad dan Ramadhan. Selama kehidupan Rasulullah saw., dua buah peperangan terjadi di bulan Ramadhan, yang pertama adalah Perang Badar yang terjadi di tahun kedua setelah hijrah, dan yang kedua Penaklukan Mekkah (futuh Makkah) sekitar 6 tahun kemudian. Bahkan, setelah kehidupan Rasulullah SAW, bulan Ramadhan tetap menjadi bulan konfrontasi militer penting bagi kaum muslimin. Beberapa kejadian penting yang berhubungan antara bulan Ramadhan dan jihad terus terjadi dalam kehidupan bersejarah kaum muslimin. Tentunya, Allah SWT yang paling mengetahui hikmah yang besar mengapa bulan Ramadhan begitu memiliki kaitan erat dengan jihad. Pastinya, Allah SWT sajalah yang mengetahui hikmah itu semua dan memberikan indikasi dan tanda-tanda tersebut, yakni kaitan antara Ramadhan dan jihad kepada kaum muslimin. Untuk memahami lebih dalam hubungan ini maka seseorang haruslah memahami esensi jihad sebaik dia memahami esensi shaum. Jihad adalah aktualisasi dari ibadah seorang muslim untuk membuktikan tidak ada kecintaan baginya kecuali hanya Allah SWT saja, Rasulullah SAW, dengan upaya sekuat tenaga untuk menggapai Ridho Ilahi. Seorang Mujahid dengan bersungguh-sungguh memberikan semua apa pun miliknya di dunia, termasuk hidupnya, ini merupakan bukti bahwa dia sungguhsungguh ikhlas beribadah hanya kepada Allah SWT. semata. Dia tidak memiliki keinginan lain, selain Allah SWT. Dia tidak menyembah materi apa pun dalam kehidupannya, keinginannya, dan semua semata-mata ditujukan untuk menggapai keridloan-Nya. Inilah tujuan seorang Mujahid dan tidak ada selain itu. Untuk beberapa alasan, banyak muslim tidak mampu melakukan keikhlasan dalam beribadah tersebut. Mereka masih membutuhkan atau mengharapkan sesuatu yang lain meskipun mereka tahu bahwa mereka adalah hamba Allah SWT, mereka masih lebih mementingkan pekerjaan, keluarga, kesehatan, dan segala sesuatu yang merupakan kenikmatan dunia. Salah satu jalan untuk mencapai tingkat ketulusan ibadah tersebut adalah taqwa, sebagaimana firman Allah SWT.
Materi 4 Ramadhan Bulan Jihad (Bagian Kedua) 1. Ramadhan Bulan Istimewa, Ramadhan adalah bulan kesempatan umat Islam untuk membakar dosa lebih intensif dibandingkan dengan bulan lain. Mengapa membakar dosa? Pertama, amalan puasa adalah ibadah istimewa dan berpahala istimewa yang mampu meningkatkan ketakwaan dan menepis semua bentuk kemunkaran dan maksiat. Kedua, pada bulan ini umat Islam mendapatkan panen pahala karena ada malam yang lebih baik dari seribu bulan, yaitu lailatul qadar, dan ketiga, dilipatgandakannya pahala semua amalan muslim dan muslimah. Yang wajib dilipatgandakan 70 kali dan yang sunnah disamakan dengan pahala amalan wajib. Dengan keistimewaan ini, dosa umat Islam terbakar oleh banyaknya pahala amalan kebajikan yang diraih pada bulan Ramadhan. Barangkali, di sinilah rahasianya mengapa Rasulullah senantiasa menanti bulan Ramadhan, sehingga berdoa, Allahumma baarik lanaa fi Rajaba wa Syabaan wa ballighnaa Ramadlan (Ya Allah berkati kami pada bulan Rajab dan bulan Syaban dan antarkan kami sampai ke bulan Ramadhan.). Selain dari pada itu, Beliau senantiasa berkhutbah ketika menyambut awal Ramadhan. Di antara isi khutbahnya yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan An Nasai adalah sebagai berikut: Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, penuh berkah. Allah mewajibkan atas kamu puasa di bulan itu. Pada bulan itu semua pintu neraka terbuka lebar dan semua pintu neraka Jahim tertutup rapat serta syetan-syetanpun dibelenggu. Di dalamnya terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan kebaikannya, maka sesungguhnya orang yang tidak beramal kebaikan pada bulan ini sungguh amat merugi. Konotasi pintu-pintu surga terbuka lebar dan pintu neraka tertutup rapat dan syetan-syetanpun dibelenggu, maksudnya bahwa orang yang berpuasa berkesempatan besar untuk masuk surga dan jauh dari
Materi 5 Akhlak Mulia Secara garis besar, akhlak mulia itu dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu: 1. Akhlak kepada Allah, Akhlak mulia kepada Allah berati mengikuti seluruh perintah yang telah disampikan Allah kepada Rasul yang Maha Mulia Muhammad SAW. Seluruh perintah tersebut sudah tercatat dalam Al-Quran dan Hadist. 2. Akhlak kepada Ciptaan Allah, Akhlak terhadap ciptaan Allah meliputi segala prilaku, sikap, perbuatan, adab dan sopan santun sesama ciptaan Allah yang terdiri atas ciptaan Allah yang gaib dan ciptaan Allah yang nyata, benda hidup dan benda mati. Mengingat sangat luasnya cakupan akhlak ini karena menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, maka secara garis besar struktur akhlak mulia terhadap seluruh ciptaan Allah itu dapat digambarkan seperti struktur sederhana berikut ini. Yang pertama yaitu ciptaan Allah yang gaib, meliputi gaib dalam arti positif dan gaib dalam arti negatif. Gaib dalam arti positif di antaranya malaikat, qada dan qadar, kiamat, alam kubur, padang mashar, sorga dan neraka beserta penghuninya, dan lain sebagainya. Sedangkan gaib dalam arti negatif di antaranya iblis, jin, syetan, dan benda serta alam gaib lainnya. Yang kedua yaitu ciptaan Allah yang nyata. Ciptaan Allah yang nyata meliputi sesama manusia (nabi dan rasul, diri sendiri, orang tua, kerabat dekat, kerabat jauh, tetangga dekat dan tetangga jauh, sesama muslim, non muslim), selain manusia (tumbuhan dan hewan), serta benda mati (bumi dan segalanya serta benda angkasa). Walau struktur yang disampaikan masih sangat jauh dari lengkap dan sempurna, namun diharapkan akan bisa memberikan gambaran cakupan akhlak mulia yang sudah dicontohkan dan diajarkan Rasulullah Muhammad SAW. Seluruh sikap dan perilaku serta adab sopan santun terhadap semua ciptaan Allah sudah termuat dan tercantum dalam Al-Quran dan Hadist. Tinggal bagaimana kita bisa mempelajarinya secara benar dan teliti serta mengamalkannya. Menuju Kembali Kepada Fitrah 9
Materi 6 Meraih Ampunan Di Bulan Ramadhan Siapa saja yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan hanya mengharapkan pahala Allah semata maka diampunilah dosanya yang telah berlalu. (HR al-Bukhari dan Muslim). Allah SWT Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, melalui sabda Nabi saw. tersebut, telah menegaskan kepada kaum Muslim tentang berita pengampunan pada bulan Ramadhan. Sungguh, ini adalah bentuk kebesaran dan kasih sayang Sang Pencipta kepada makhlukNya. Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh dengan pengampunan. Oleh sebab itu, pada bulan Ramadhan umat Islam diperintahkan untuk banyak memohon ampunan kepada Allah Yang Maha Pengampun. Dosa merupakan konsekuensi dari perbuatan maksiat kepada Allah SWT, baik karena mengabaikan kewajiban ataupun melakukan keharaman. Manusia sering berbuat dosa, siang maupun malam hari. Di rumah, di masjid, di kantor, di angkot, di bis, di kendaraan pribadi, di kereta api, di terminal, di stasiun, di bandara, di sekolah, di kampus, di pabrik dan dimana saja seseorang sangat mungkin berbuat kesalahan. Berbuat salah memang sudah sunnatullah. Sebab, Rasul sendiri telah menyatakan bahwa manusia itu tempat salah dan lupa. Untuk itu, Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk sering meminta ampunan kepada-Nya. Allah SWT berfirman: Orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka segera mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosa merekadan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedangkan mereka mengetahui. (QS Ali Imran [3]: 135). Menuju Kembali Kepada Fitrah 11
Dari Jabir r.a., ia berkata, Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, Sesungguhnya pada malam hari itu benar-benar ada saat yang seorang muslim dapat menepatinya untuk memohon kepada Allah suatu kebaikan dunia dan akhirat, pasti Allah akan memberikannya (mengabulkannya); dan itu setiap malam. (HR. Muslim dan Ahmad) Qiyamullail adalah sarana berkomunikasi seorang hamba dengan Rabbnya. Sang hamba merasa lezat di kala munajat dengan Penciptanya. Ia berdoa, beristighfar, bertasbih, dan memuji Sang Pencipta. Dan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, sesuai dengan janjinya, akan mencintai hamba yang mendekat kepadanya. Kalau Allah swt. mencintai seorang hamba, maka Ia akan mempermudah semua aspek kehidupan hambaNya. Dan memberi berkah atas semua aktivitas sang hamba, baik aktivitas di bidang dakwah, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, maupun politik. Sang hamba akan dekat dengan Rabbnya, diampuni dosanya, dihormati oleh sesama, dan menjadi penghuni surga yang disediakan untuknya. Seorang muslim yang kontinu mengerjakan qiyamullail, pasti dicintai dan dekat dengan Allah swt. Karena itu, Rasulullah saw. menganjurkan kepada kita, Lazimkan dirimu untuk shalat malam karena hal itu tradisi orang-orang shalih sebelummu, mendekatkan diri kepada Allah, menghapus dosa, menolak penyakit, dan pencegah dari dosa. (HR. Ahmad)
13
14
Kenapa bulan Ramadhan disebut dengan syahrut Tarbiyah (bulan pembinaan dan pendidikan)?? Karena pada bulan ini umat Islam dididik langsung oleh Allah SWT. dan diajarkan oleh-Nya supaya bisa mengatur waktu dalam kehidupan secara baik; Kapan waktu makan, kapan waktu bekerja, kapan waktu istirahat dan kapan waktu ibadah. Tarbiyah adalah sarana yang sangat urgen bagi kehidupan insan dan umat, karena dengan tarbiyah akan lahir Syakhshiyah islamiyah mutakamilah mutawazinah (kepribadian islami yang utuh dan seimbang) yang siap menjawab tantangan zaman dengan segala problematika, ujian dan cobaannya. Dalam kontek tarbiyah itu sendiri; untuk menghasilkan kader-kader yang memiliki Syakhshiyah islamiyah mutakamilah mutawazinah Menuju Kembali Kepada Fitrah 15
Materi 9 Sarana-sarana Tarbiyah Ramadhan Secara garis besar dapat kita temui bahwa Ramadhan merupakan sarana tarbiyah yang meliputi :
1. Ramadhan merupakan sarana Tarbiyah Ruhiyah (pembinaan spiritual) Pada dasarnya setiap ibadah yang Allah perintahkan kepada hamba-hambaNya, selain merupakan kewajiban dan alasan diciptakannya manusia dan makhluk lainnya; juga merupakan sarana untuk membersihkan diri manusia itu sendiri dari kotoran dan dosa yang melumuri jiwa, sehingga tidak ada satu ibadahpun yang lepas dari arah tersebut; shalat misalnya merupakan sarana untuk mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar. Zakat yang dikeluarkan oleh orang kaya merupakan sarana untuk membersihkan diri dan hartanya dari kotoran yang terdapat dalam hartanya, seperti yang tersirat dalam surat At-Taubah (9) ayat 103 dan Al-Lail (92) ayat 18. Begitupun
17
18
Materi 9 Kehidupan Jahiliyah (Bagian I): Gaya hidup Islami Vs Jahiliyah Ada dua hal yang umumnya dicari oleh manusia dalam hidup ini. Yang pertama ialah kebaikan (al-khair), dan yang kedua ialah kebahagiaan (as saadah). Hanya saja masingmasing orang mempunyai pandangan yang berbeda ketika memahami hakikat keduanya. Perbedaan inilah yang mendasari munculnya bermacam ragam gaya hidup manusia. Dalam pandangan Islam gaya hidup tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu: 1) gaya hidup Islami, dan 2) gaya hidup jahiliyah.
19
20
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: .( ) . Artinya: Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka (HR. Abu Dawud dan Ahmad, dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu hasan).
Menurut hadits tersebut orang yang gaya hidupnya menyerupai umat yang lain ( tasyabbuh) hakikatnya telah menjadi seperti mereka. Lalu dalam hal apakah tasyabbuh itu?Al-Munawi berkata: Menyerupai suatu kaum artinya secara lahir berpakaian seperti pakaian mereka, berlaku/ berbuat mengikuti gaya mereka dalam pakaian dan adat istiadat mereka. Satu di antara berbagai bentuk tasyabbuh yang sudah membudaya dan mengakar di masyarakat kita adalah pakaian Muslimah. Mungkin kita boleh bersenang hati bila melihat berbagai mode busana Muslimah telah mulai bersaing dengan mode-mode busana jahiliyah. Hanya saja masih sering kita menjumpai busana Muslimah yang tidak memenuhi standar seperti yang dikehendaki syariat. Busana-busana itu masih mengadopsi mode ekspose aurat sebagai ciri pakaian jahiliyah. Adapun yang lebih memprihatinkan lagi adalah busana wanita kita pada umumnya, yang mayoritas beragama Islam ini, nyaris tak kita jumpai mode pakaian umum tersebut yang tidak mengekspose aurat. Kalau tidak memper-tontonkan aurat karena terbuka, maka ekspose itu dengan menonjolkan keketatan pakaian. Bahkan malah ada yang lengkap dengan dua bentuk itu; mempertontonkan dan menonjolkan aurat. Belum lagi kejahilan ini secara otomatis dilengkapi dengan tingkah laku yang -kata mereka- selaras dengan mode pakaian itu. Naudzubillahi min dzalik. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam pernah bersabda: "Dua golongan ahli Neraka yang aku belum melihat mereka (di masaku ini) yaitu suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli manusia dengan cambuk itu. (Yang kedua ialah) kaum wanita yang berpakaian (tapi kenyataannya) telanjang (karena mengekspose aurat), jalannya berlenggak-lenggok (berpenampilan menggoda), kepala mereka seolah-olah punuk unta yang bergoyang. Mereka itu tak akan masuk Surga bahkan tak mendapatkan baunya, padahal baunya Surga itu tercium dari jarak sedemikian jauh. (HR. Muslim, dari Abu Hurairah z, shahih). Jika tasyabbuh dari aspek busana wanita saja sudah sangat memporakporandakan kepribadian umat, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tinggal diam. Sebab di luar sana sudah nyaris seluruh aspek kehidupan umat bertasyabbuh kepada orang-orang kafir yang jelas-jelas bergaya hidup jahili.
21
Allah SWT berfirman: Qul Innamaa Aidzhukum biwaahidatin. An taquumuu lillaahi matsnaa wa furaadaa tsumma tatafakkaruu. Maa bishaahibikum min jinnatin; Katakanlah: Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu satu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad), tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu (QS.Saba: 46). Orang-orang Jahiliyah yang mendengar ayat ini tidak mau berpikir sejenak seraya mempertimbangkan kandungan dan arti dari ayat yang menarik ini. Mereka lebih memilih untuk menjawab: Kami telah berpegang teguh terhadap apa yang telah dilakukan oleh para leluhur kami. Kami tidak sudi mematuhi orang ini, Muhammad s.a.w. Demikianlah kaum jahiliyah, yang senantiasa memutarbalikkan fakta, menuding bahwa Rasulullah adalah orang gila, pendongeng sejati, dan orang yang tidak tahu diri, tanpa berpikir terlebih dahulu dan membuktikan bahwa perkataannya itu sesuai dengan realitas yang hakiki. Hal ini diakibatkan karena diri mereka yang tidak mau mendengar, tidak sudi berpikir dengan akal sehatnya, dan senantiasa menyelimuti diri mereka dengan hawa nafsu, yang mengantarkan mereka pada kesesatan yang nyata. Maka dari itu, hendaknya ini menjadi titik sentral perhatian orang-orang yang beriman agar cermat memilah dan memilih, yang mana hidayah (petunjuk) dan yang mana dhalalah (kesesatan), karena tidak sedikit kesesatan yang terbungkus oleh kamuflase hidayah. Tidak jarang orangorang menyangka sesuatu itu hidayah (hal yang benar-benar sesuai dengan apa yang dituntunkan oleh syariat), namun hakikatnya adalah kesesatan yang nyata. Hal inilah yang menjadi sebab mengapa dahulu Rasulullah s.a.w melarang para sahabat untuk berziarah kubur, sebelum akhirnya beliau me-mansukh-kan hadits itu dengan ucapan: Inni kuntu nahaytukum an ziyaaratil qubuur, fazuuruhaa fa innahaa tudzakkirukumul aakhirah; Sesungguhnya dahulu aku mencegahmu untuk berziarah kubur, (sekarang) berziarahlah kamu, sesungguhnya hal itu akan mengingatkanmu akan kematian (kehidupan akhirat) (HR.Abu Daud, Turmudzi, An-Nasai, Ibnu Majah, dan Ahmad) (Al-Ibdaau fi Madhaaril Ibtidaa , As-Syaikh Ali Mahfudz, Daarul Bayan Al-Arabi, Kairo).
24
25
Lawan dari istilah at-taqlid al-amaa atau dalam istilah kita: fanatisme buta (blind obedience), yang tergolong dalam salah satu perangai kaum jahiliyah adalah at-taqlid fil khair, yakni mengikuti dalam ruang lingkup kebaikan, dalam istilah Islam disebut Ittiba dan Iqtida yakni mengikuti dan meneladani. Sebagaimana yang termaktub dalam (QS.Yusuf:38), firman Allah SWT tentang kisah Nabi Yusuf a.s: Dan aku mengikuti agama bapak-bapakku Ibrahim, Ishaq dan Yaqub. Tiadalah patut bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah.(QS.Yusuf:38). Dan di dalam QS.At-Taubah:10 Wassaabiquunal awwaluuna minal muhaajiriina wal anshaari walladziinat-tabauuhum bi ihsanin, radhiyallahu anhu wa radhuu anhu. Wa aadda lahum jannaatin tajrii min tahtihaal anhaaru khaalidiina fiiha abadan. Dzalikal fawzul adhziim; Orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selamalamanya. Itulah kemenangan yang besar.(QS.At-Taubah:100). Maka dari itu Allah berfirman dalam hal perangai jahiliyah: Wa idzaa qiila lahumut-tabiuu maa anzalallahu qaaluu bal nattabiu maa alfayna alaihi aabaa-ana awalaw kaana aabaa-uhum laa yaqiluuna syaian walaa yahtaduun. Dan apabila dikatakan kepada mereka: Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, mereka menjawab: (Tidak), tatapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapat dari (perbuatan) nenek moyang kami. (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk? (QS.Al Baqarah: 170). Sesungguhnya tidak akan mendatangkan maslahat (kebaikan), jika orang yang tidak berpikir dan tidak pula mendapat petunjuk (hidayah) dijadikan sebagai teladan dan panutan. Pada dasarnya teladan itu hanyalah tertuju pada orang yang mau berpikir dan mendapat hidayah. Maka dari itu, fanatisme yang berlebihan memantik untuk menolak kebenaran yang hakiki, karena pada dasarnya, kebenaran yang hakiki dan teladan yang terbaik hanya ada pada diri Rasulullah dan para pengikutnya. Menuju Kembali Kepada Fitrah 26
Allah Subhanahu wa Taala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia: Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan . (AtTahrim: 6) Sebuah seruan dari Dzat Yang Maha Agung kepada orang-orang yang beriman, berisi perintah dan peringatan berikut kabar tentang bahaya besar yang mengancam. Seruan ini ditujukan kepada insan beriman, karena hanya mereka yang mau mencurahkan pendengaran kepada ajakan Allah Subhanahu wa Taala, berpegang dengan perintah-Nya dan mengambil manfaat dari ucapan-ucapan-Nya. Allah Subhanahu wa Taala perintahkan mereka agar menyiapkan tameng untuk diri mereka sendiri dan untuk keluarga mereka guna menangkal bahaya yang ada di hadapan mereka serta kebinasaan di jalan mereka. Bahaya yang mengerikan itu adalah api neraka yang sangat besar, tidak sama dengan api yang biasa kita kenal, yang dapat dinyalakan dengan kayu bakar dan dipadamkan oleh air. Api neraka ini bahan bakarnya adalah tubuh-tubuh manusia dan batu-batu. Ini berbeda sama sekali dengan api di dunia. Bila orang terbakar dengan api dunia, ia pun meninggal berpisah dengan kehidupan dan tidak lagi merasakan sakitnya pembakaran tersebut. Beda halnya bila seseorang dibakar dengan api neraka, naudzubillah. Karena Allah Subhanahu wa Taala berfirman, Setiap kali nyala api Jahannam itu akan padam, Kami tambah lagi nyalanya bagi mereka. (Al Isra:97) Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka terus merasakan azab. (An-Nisa: 56) Mereka tidak dibinasakan dengan siksa yang dapat mengantarkan mereka kepada kematian (mereka tidak mati dengan siksaan di neraka bahkan mereka terus hidup agar terus merasakan siksa) dan tidak pula diringankan azabnya dari mereka. (Fathir: 36) [AlKhuthab Al-Minbariyyah fil Munasabat Al-Ashriyyah , Asy-Syaikh
27
29
Jagalah Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka (Bagian Ketiga): Penjagaan Rasulullah SAW terhadap Keluarganya
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sebagai uswah hasanah bagi orang-orang yang beriman telah memberikan arahkan dan peringatan kepada kerabat beliau dalam rangka menjaga mereka dari api neraka. Tatkala turun perintah Allah Subhanahu wa Taala dalam ayat: Berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat. (Asy Syuara: 214) Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mendatangi bukit Shafa dan menaikinya, lalu menyeru manusia untuk berkumpul. Maka orang-orang pun berkumpul di sekitar beliau. Sampai-sampai yang tidak dapat hadir mengirim utusannya untuk mendengarkan apa gerangan yang akan disampaikan oleh Muhammad Shallallahu alaihi wasallam. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam kemudian memanggil kerabat-kerabatnya, Wahai Bani Abdil Muththallib! Wahai Bani Fihr! Wahai Bani Luai! Apa pendapat kalian andai aku beritakan kepada kalian bahwa ada pasukan berkuda dari balik bukit ini akan menyerang kalian. Adakah kalian akan membenarkan aku? Mereka serempak menjawab, Iya. Beliau melanjutkan, Sungguh aku memperingatkan kalian sebelum datangnya azab yang pedih. (HR Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma). Aisyah radhiyallahu anha memberitakan bahwa ketika turun ayat di atas, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bangkit seraya berkata, Wahai Fathimah putri Muhammad! Wahai Shafiyyah putrid Abdul Muththalib! Wahai Bani Abdil Muththalib! Aku tidak memiliki kuasa sedikit pun di hadapan Allah Subhanahu wa Taala untuk menolong kalian kelak. (Adapun di kehidupan dunia ini) maka mintalah harta dariku semau kalian. (HR. Muslim) Al-Imam Muslim radhiyallahu anhu meriwayatkan dari hadits Aisyah radhiyallahu anha, istri Nabi Shallallahu alaihi wasallam, bahwa bila hendak shalat witir, beliau Shallallahu alaihi wasallam membangunkan Aisyah radhiyallahu anha. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sendiri telah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad rahimahullahu: Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan istrinya lalu si istri mengerjakan shalat. Bila istrinya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah istrinya. Semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan suami lalu si suami mengerjakan shalat. Bila suaminya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah suaminya . (Sanad hadits ini shahih kata Asy-Syaikh Ahmad Syakir rahimahullahu dalam tahqiqnya terhadap Al-Musnad). Ummu Salamah radhiyallahu anha mengabarkan, suatu malam Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam terbangun dari tidur beliau. Beliau pun membangunkan istri-istri beliau untuk mengerjakan shalat. Kata beliau: Bangunlah, wahai para pemilik kamar-kamar (istri-istri beliau yang sedang tidur di kamarnya masing-masing)! (HR. Al-Bukhari) Tidak luput pula putri dan menantu beliau juga mendapatkan perhatian beliau. Suatu malam, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mendatangi rumah Ali dan Fathima radhiyallahu
Materi 14
30
Materi 15 Jagalah Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka (Bagian Ketiga): Suami sebagai Kepala Rumah Tangga Seorang suami sebagai kepala rumah tangga selain menjaga dirinya sendiri dari api neraka, ia juga bertanggung jawab menjaga istri, anakanaknya, dan orang-orang yang tinggal di rumahnya. Salah satu cara penjagaan diri dan keluarga dari api neraka adalah bertaubat dari dosa-dosa. Allah Subhanahu wa Taala berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubat nashuha. Mudah-mudahan Rabb kalian menghapuskan kesalahan-kesalahan kalian dan memasukkan kalian ke dalam surgasurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya, sedang cahaya mereka memancar di depan dan di sebelah kanan mereka, seraya mereka berdoa, Wahai Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (AtTahrim: 8) Seorang suami sekaligus ayah ini bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Taala dengan sebenar-benarnya, taubat yang murni, kemudian ia membimbing keluarganya untuk bertaubat. Taubat yang dilakukan disertai dengan meninggalkan dosa, menyesalinya, berketetapan hati untuk tidak mengulanginya, dan mengembalikan hak-hak orang lain yang ada pada kita. Taubat yang seperti itu tentunya menggiring pelakunya untuk beramal shalih. Buah yang dihasilkannya adalah dihapuskannya kesalahan-kesalahan yang diperbuat, dimasukkan ke dalam surga, dan diselamatkan dari kerendahan serta kehinaan yang biasa menimpa para pendosa dan pendurhaka. Seorang kepala rumah tangga menerapkan perkara ini dalam keluarganya, kepada istri dan anak-anaknya. Ia punya hak untuk memaksa mereka agar taat kepada Allah Subhanahu wa Taala dan tidak berbuat maksiat, karena ia adalah pemimpin mereka yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Subhanahu wa Taala kelak dalam urusan mereka, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam,
31
Seorang ayah bersama seorang ibu harus bekerja sama untuk menunaikan tanggung jawab bersama anak, baik di dalam maupun di luar rumah. Anak harus terus mendapatkan pengawasan di mana saja mereka berada, dijauhkan dari teman duduk yang jelek dan teman yang rusak. Anak diperintahkan untuk mengerjakan yang maruf dan dilarang dari mengerjakan yang munkar. Orangtua harus membersihkan rumah mereka dari sarana-sarana yang merusak berupa video, film, musik, gambar bernyawa, buku-buku yang menyimpang, surat kabar, dan majalah yang merusak. Hendaknya ia tahu bahwa neraka itu dekat dengan seorang hamba, sebagaimana surga pun dekat. Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda: Surga lebih dekat kepada salah seorang dari kalian daripada tali sandalnya dan neraka pun semisal itu. (HR. Al-Bukhari dari hadits Ibnu Masud radhiyallahu anhu) Maksud hadits di atas, siapa yang meninggal di atas ketaatan maka ia akan dimasukkan ke dalam surga. Sebaliknya, siapa yang meninggal dalam keadaan bermaksiat maka ia akan dimasukkan ke dalam neraka. (Al-Khuthab Al-Minbariyyah, 2/217)
32
33
34
Tidaklah dua orang muslim berjumpa, lalu keduanya berjabat tangan, kecuali keduanya diampuni sebelum keduanya bepisah . (H.R. Abu Daud) Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al Muwatha dari abi Idris Al Khaulany rahimahullah bahwa ia berkata: Aku pernah masuk Masjid Damaskus. Tiba-tiba aku jumpai seorang pemuda yang murah senyum yang dikerumuni banyak orang. Jika Mereka berselisih tentang sesuatu maka mereka mengembalikan kepada pemuda tersebut dan meminta pendapatnya. Aku bertanya tentang dia, lalu dikatakan oleh mereka,Ini Muadz bin Jabal. Keesokan harinya , pagi-pagi sekali aku dating ke masjid itu lagi dan kudapati dia telah berada di sana tengah melakukan shalat. Kutunggu ampai dia selesai melakukan shalat kemudian aku temui dan kuucapkan salam kepadanya. Aku berkata,Demi Alloh aku mencintaimu. Lalu ia bertanya.Apakah Alloh tidak lebih kau cintai? Aku jawab,Ya Alloh aku cintai. Lalu ia memegang ujung selendangku dan menariknya seraya berkata,Bergembiralah karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah saw, berabda,Alloh berfirman, cinta-Ku pasti akan mereka peroleh bagi orang yang saling memadu cinta karena Aku, saling mengunjungi karena Aku, dan saling memberi karena Aku. Makna Ukhuwah Islamiyah Kata ukhuwah berakar dari kata kerja akha, misalnya dalam kalimat akha fulanun shalihan, (Fulan menjadikan Shalih sebagai saudara). Makna ukhuwah menurut Imam Hasan Al Banna: Ukhuwah Islamiyah
35
36
2. 3.
4. 5. 6. 7. 8.
9.
Manfaat Ukhuwah Islamiyah 1. Merasakan lezatnya iman 2. Mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat (termasuk dalam 7 golongan yang dilindungi) 3. Mendapatkan tempat khusus di surga (Q.S. 15:45-48) Di antara unsur-unsur pokok dalam ukhuwah adalah cinta. Tingkatan cinta yang paling rendah adalah husnudzon yang menggambarkan bersihnya hati dari perasaan hasad, benci, dengki, dan bersih dari sebab sebab permusuhan. Al-Quran menganggap permusuhan dan saling membenci itu sebagai siksaan yang dijatuhkan Allah atas orang0orang yang kufur terhadap risalahNya dan menyimpang dari ayat-ayatNya. Sebagaiman firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Maidah:14 Ada lagi derajat (tingkatan) yang lebih tinggi dari lapang dada (Salamatus shadr)) dan cinta, yaitu itsar. Itsar adalah mendahulukan kepentingan saudaranya atas kepentingan diri sendiri dalam segala sesuatu yang dicintai. Ia rela lapar demi kenyangnya orang lain. Ia rela haus demi puasnya prang lain. Ia rela berjaga demi tidurnya orang lain. Ia rela bersusah payah demi 37
38
39
Al-quran adalah proyek Allah berisi tuntunan keselamatan kehidupan universal, dan dengan keterbatasan manusia yang hanya diberikan ilmu dan kemampuan sedikit dan dipenuhi nafsu serakah dan selalu dikelilingi setan (manusia dan jin) akan menjadi tersesat jika menafsirkan Al-quran dengan hawa nafsunya. Banyak cara Allah menjaga Al-Quran. Sejak zaman rosulullah, ada ribuan penghafal-penghafal Al-quran sehingga tidak akan ada kekeliruan penyalinan ayat, dan jika ada akan langsung terbongkar. Apalagi sekarang, ada jutaan penghafal Al-Quran. Disamping itu, telah ditemukan rumus-rumus matematika sangat menakjubkan, jelas diluar kemampuan manusia apalagi Muhammad yang buta huruf, dengan temuan tersebut akan menjadikan sangat memudahkan menemukan Al-Quran Palsu. Setiap muslim pasti meyakini kebenaran Quran sebagai kitab suci yang tidak ada keraguan sedikitpun, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Namun kemukjizatan Quran tidak hanya dibuktikan lewat kesempurnaan kandungan, keindahan bahasa, ataupun kebenaran ilmiah yang sering mengejutkan para ahli. Suatu kode matematik yang terkandung di dalamnya misalnya, tak terungkap selama berabad-abad lamanya sampai seorang sarjana pertanian Mesir bernama Rashad Khalifa berhasil menyingkap tabir kerahasiaan tersebut. Hasil penelitiannya yang dilakukan selama bertahuntahun dengan bantuan komputer ternyata sangat mencengangkan. Betapa tidak, ternyata didapati bukti-bukti surat-surat/ayat-ayat dalam Quran serba berkelipatan angka 19. Penemuannya tersebut berkat penafsirannya pada surat ke-74 ayat : 30-31, yang artinya : " Di atasnya ada sembilanbelas (malaikat penjaga). (QS. 74:30)
Secara Bahasa (Etimologi) Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-a ( )yang bermakna Talaa ([ )keduanya bererti: membaca], atau bermakna Jamaa (mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro-a Qoran Wa Quraanan ( ) sama seperti anda menuturkan, Ghofaro Ghafran Wa Qhufroonan ( ) . Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism Mafuul, ertinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: Jamaa) maka ia adalah mashdar dari Ism Faail, ertinya Jaami (Pengumpul, Pengoleksi) kerana ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-hukum.* 40
42
Dan firman-Nya, Katakanlah, Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, nescaya Allah mengasihi dan mengampuni dosadosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali Imran:31)
Materi 21 Manfaat Membaca Al Quran Sebagai wahyu yang Allah turunkan kepada nabi-Nya, tentu al-Qur'an memiliki keutamaan dan keistimewaan tersendiri bagi para pembaca dan penggemarnya. Ayat-ayat al-qur'an yang kita baca sehari-sehari tidak lepas dari karunia Allah untuk setiap muslim yang demikian besar. Karena saking istimewanya al-Qur'an ini dari kitab-kitab samawi lainnya, Allah memberikan tempat istimewa bagi para pecintanya. Oleh karena bagi anda yang ingin memaksimalkan peran al-Qur'an dalam kehidupan, nampaknya harus lebih banyak lagi mengetahui manfaat dan perannya, terutama untuk kehidupan. Di antara manfaat itu adalah: 1. Ayat-ayat al-Qur'an yang dibaca setiap hari akan memberikan motivasi dan penyemangat bagi si pembacanya. 2. Ketika membaca al-Qur'an, Allah menegur diri kita pada setiap ayat-ayat Nya. 3. Bacaan al-Qur'an yang melibatkan emosi akan memberikan kedamaian dan ketenangan yang tidak bisa dilukiskan, seperti yang dialami dan dirasakan oleh Sayyid Quthb Rahimahullah.
43
Materi 22 Al Quran Mujizat (Bagian Pertama): Membaguskan Bacaan Al Quran Al Qur'an Al Karim merupakan mu'jizat Rasul yang agung termasuk mu'jizat yang indah selain juga mu'jizat yang logis. Ia telah membuat bangsa Arab tidak mampu berkutik, yaitu dengan keindahan bayannya, kerapian susunan dan uslubnya, dan keunikan suaranya apabila dibaca, sehingga sebagian mereka menamakannya "Sihir." Para ulama balaghah dan para sastrawan bangsa Arab sejak masa Abdul Qahir sampai Ar-Raf"i dan Sayyid Quthb dan selain mereka pada zaman kita ini telah menjelaskan sisi I'jaz bayani (kejelasan mu'jizat) atau sisi keindahan dalam kitab ini. Yang dituntut di dalam membaca Al Qur'an adalah bertemunya antara keindahan suara dan tajwidnya sampai keindahan bayan dan susunannya, oleh karena itu Allah SWT berfirman: "Dan bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan." (Al Muzzammil:4) Rasulullah SAW bersabda "Bukanlah termasuk ummatku orang yang tidak melagukan Al Qur'an." (HR. Bukhari)
44
Materi 23 Al Quran Mujizat (Bagian Kedua): Kalamullah Bagaimanakah kita membuktikan Al-Quran itu adalah Kalam Allah? Pertama, Al-Quran merupakan mujizat ( tidak ada seorangpun yang bisa mendatangkan sepertinya, atau seperti surah di antara surahsurahnya ). Mujizat ini hanya diberikan oleh Allah, kepada seorang rasulNya, sebagai bukti yang membenarkan bahwa ia benar-benar utusan Allah. Sebagai Mu'jizat Al-Qur'an tentu dari Allah. Dan memang sampai sekarang tidak ada seorangpun yang bisa mengarang sepertinya, sampai seperti surah yang paling pendek pun masih belum ada yang bisa mendatangkannya. Pada waktu Al-Qur'an diturunkan, orang-orang Arab berada di puncak kefasihan berbahasa.Tapi ternyata tidak seorang pun dari mereka yang bisa membuat seperti Al-Qur'an. Berbagai usaha telah dilakukan oleh sebagian penyair mereka. Tapi usaha mereka gagal. Bahkan mereka sendiri mengakui bahwa Al-Qur'an memang bukan karangan manusia. Imam Az Zarkasyi menyebutkan bahwa mujizat Al-Qur'an Menuju Kembali Kepada Fitrah 45
47
48
Allah menurunkan Al Qur'an untuk memberikan kepada manusia tujuan yang paling mulia, dan jalan yang paling lurus."Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus."(Al Israa: 9) "Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita Menuju Kembali Kepada Fitrah 49
Hal itu karena Al Qur'an ini datang untuk membenarkan kitab-kitab suci yang telah turun sebelumnya. Yaitu yang berkaitan dengan pokokpokok aqidah dan akhlak, sebelum kitab-kitab itu dipalsukan dan diubah tangan manusia. Al Qur'an juga mengungguli kitab-kitab suci sebelumnya, yaitu dengan mengoreksi dan meluruskan tambahantambahan dan perubahan-perubahan yang telah disisipkan oleh manusia dalam kitab-kitab itu. Tentang hal ini Allah SWT berfirman: "Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu." (Al Maaidah: 48) Al Qur'an juga mempunyai maksud dan tujuan diturunkanya, di antaranya: meluruskan kepercayaan-kepercayaan dan pola pandang manusia tentang Tuhan, kenabian, dan balasan atas amal perbuatan, serta meluruskan pola pandangan tentang manusia, kemuliaannya dan menjaga hak-haknya, menghubungkan manusia dengan Rabbnya, membersihkan jiwa manusia, membentuk keluarga, membangun umat yang saleh, yang dianugerahkan amanah untuk menjadi saksi bagi manusia, mengajak untuk menciptakan dunia manusia yang saling kenal mengenal dan tidak saling mengisolasi diri, saling memberi maaf dan tidak saling membenci secara fanatik, serta untuk bekerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan, bukan dalam kejahatan dan permusuhan. Kita berkewajiban untuk memperlakukan Al Qur'an ini secara baik: dengan menghapal dan mengingatnya, membaca dan mendengarkannya, serta mentadabburi dan merenungkannya.
Sebagai seorang Muslim kita berkewajiban untuk berlaku baik dan benar terhadap Al Quran dalam memahami dan menafsirkannya. Tidak ada yang lebih baik dari usaha kita untuk mengetahui kehendak Allah SWT terhadap kita. Dan Allah SWT menurunkan kitab-Nya agar kita mentadabburinya, memahami rahasia-rahasianya, serta
51
Materi 27 Bahaya Rumor/Ghibah (Bagian Pertama): Pengertian Ghibah Islam merupakan agama sempurna yang Allah Subhanahu wa Taala anugerahkan kepada umat Nabi Muhammad Shallallahualaihi wasallam. Kesempurnaan Islam ini menunjukkan bahwa syariat yang dibawa Rasulullah Shallallahualaihi wasallam itu adalah rahmatal lilalamin. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Taala telah
53
55
56
57
58
59
60
Artinya: Barangsiapa yang berbuat kezhaliman (kesalahan) kepada saudaranya sehingga merendahkan derajatnya, maka hendaklah ia meminta halal hal tersebut dari saudaranya itu pada hari ini. Ada dua hal yang perlu digarisbawahi di sini:
maaf, tetapi juga harus mengembalikan hak saudaranya yang telah ia langgar. Jika itu berupa barang, hendaknya dikembalikan. Ketika orang saling meminta halal, maka terjadilah halal-halalan; yang kemudian diArab-kan menjadi halal-bi-halal. Halal dengan halal. Acara ini kemudian berkembang menjadi sangat bervariasi ragam bentuk dan acaranya hingga saat ini. 2. al-yauma, yakni pada hari ini. Hari ini yang dimaksud tidak lain adalah hari raya Idul Fitri, karena menurut sebagian riwayat, Rasulullah saw. mengucapkan hadits itu saat hari raya Idul Fitri. Ada pula yang mengartikan pada hari ini (juga). Yakni bahwa ketika kita membuat kesalahan pada seseorang, hendaknya kita meminta halal kepadanya hari ini juga, jangan ditunda-tunda. Mengapa halalbihalal dilaksanakan pada Syawal selepas Ramadhan? Selain dasar hadits tersebut, bahwa al-yauma itu tidak lain adalah hari raya Idul Fitri, para ulama mendasarkan juga pada QS. Al-Baqarah: 133-134, bahwa ciri orang yang bertakwa (sebagai output dari ibadah ramadhan) salah satunya adalah al-kaazhimiinal gaidh, yakni memaafkan kesalahan manusia. Karena itu, ketika pada ramadhan kita memperbaiki hubungan vertikal dengan Allah (hablun minallah), maka ketika Syawal tiba saatnya kita melengkapinya dengan memperbaiki hubungan horisontal dengan sesama manusia (hablun minannas), yakni dengan cara saling memaafkan; saling meminta halal atas kesalahan kita masing-masing. Maka jadilah tradisi halalbihalal sebagaimana berkembang seperti sekarang ini; yang khas Indonesia.
61