You are on page 1of 6

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS GAWAT DARURAT

ASUHAN KEPERAWATAN DALAM KEGAWATDARURATAN


Oleh :Edi Wasana
Mahasiswa pada S1 Keperawatan Widya Husada lintas Jalur

A. PENDAHULUAN Pelayanan keperawatan gawat darurat adalah pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan metodologi keperawatan gawat darurat berbentuk pelayanan bio-psiko-sosiospiritual yang komprehensif, ditujukan kepada klien/pasien yang mempunyai masalah aktual atau resiko yang mengancam kehidupan terjadinya secara mendadak atau tidak dapat diperkirakan, dan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan. Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian atau cacat yang mungkin terjadi. Cakupan asuhan keperawatan gawat darurat meliputi pengkajian primer, pengkajian sekunder, penetapan diagnosa keperawatan dalam kontens kegawatdaruratan serta manajemen klien dan keluarganya terhadap kondisi kesehatan yang terjadi mendadak.

B. PROSES KEPERAWATAN Pendekatan proses keperawatan dalam area keperawatan gawat darurat dipengaruhi oleh : a) Waktu yang terbatas, b) Kondisi klien yang memerlukan bantuan segera, c) Kebutuhan pelayanan yang definitif di unit lain (OK, ICU), d) Informasi yang terbatas, dan e) Peran dan sumber daya petugas. Proses keperawatan gawat darurat berbeda dengan asuhan keperawatan yang ada di ruangan lain, karena ketika perawat melakukan pengkajian faktor waktu terbatas dan informasi yang didapat juga terbatas. Prioritasnya adalah mengkaji dan mengatasi masalah yang mengancam kehidupan. Intervensi yang dilakukan terkadang sebelum dilakukan pengkajian lengkap dan didasarkan pada pengalaman dan keputusan.. Terkadang tidak selalu ada rencana perawatan tertulis. Sedangkan sifat evaluasi dalam menit, bukan jam atau hari. Dalam menegakkan diagnosa keperawatan pun dibuat berdasarkan kondisi klinis pasien, berdasarkan pengkajian ABC (Airway, Breathing, Circulation) yang terkait dengan kondisi klien, dan ditegakkan secara prioritas kegawatdaruratan.

Pada proses keperawatan untuk klien dalam keadaan kritis (critical care) lebih banyak kesamaan dengan asuhan keperawatan yang ada di ruang lainnya, hanya saja prioritas pengakajian primer tetap dilakukan dan prinsip penegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan prinsip kegawatan pada klien kritis.

C. PRIMARY SURVEY Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarkan jenis perlukaan, tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Pada penderita yang terluka parah, tetap diberikan berdasarka priortas. Tandavital penderita harus dinilai secara cepat dan efisien. Pengelolaan penderita berupa primary survey yang cepat dan kemudian resusitasi, secondary survey dan akhirnya terapi definitif. Proses ini merupakan ABC-nya trauma, dan berusaha untuk mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan pada urutan berikut : A B C D E : AIRWAY, menjaga airway dengan kontrol servikal : BREATHING, menjaga pernafasan dengan ventilasi. : CIRCULATION, dengan kontrol perdarahan : DISABILITY, status neurologis tetapi cegah

: EXPOSURE/ENVIRONTMENTAL CRONTROL, buka baju penderita, hipotermia

Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus dikenali, dan resusitasinya dilakukan pada saat itu juga. Prioritas pada anak pada dasarnya sama dengan orang dewasa. Walaupun jumlah darah, cairan, obat, uikuran anak, kahilangan panas, dan pola perlukaan dapat berbeda, namun prioritas penilaian dan resusitasi adalah sama. Prioritas pada orang hamil sama seperti tidak hamil, akan tetapi perubahan anatomis dan fisiologis dalam kehamilan dapat mengubah respon penderita hamil terhadap trauma.

A : AIRWAY Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah. Usaha pembebasan jalan nafas perlu memperhatikan perlindungan vertebra servikal dengan cara chin lift, jaw thrust.

Pada penderita yang dapat bicara anggap jalan nafas bersih, tetapi penilaian ulang terhadap airway tetap harus dilakukan. Selama memeriksa dan memperbaiki airway harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher. INGAT !!! Anggaplah ada fraktur servikal pada setiap penderita multitrauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran/perlukaan diatas klavikula. Harus dilakukan segala usaha untuk menjaga jalan nafas dan memasang airway definitif bila diperlukan. Tidak kalah pentingnya adalah mengenali kemungkinan gangguan airway kemudian, dan ini hanya dapat dikenali dengan re-evaluasi berulang terhadap airway ini

PERMASALAHAN 1. Walaupun segala usaha telah dilakukan, terkadang pengelolaan jalan nafas sangat sulit dan malah tidak tercapai. Mungkin disebabkan oleh gangguan alat contoh : lampu laringoskop yang tiba-tiba mati atau ETT yang telah terpasang dengan segala kesulitan ternyata balonnya (cuff) robek terkenan gigitan penderita. 2. Intubasi endotrakeal gagal setalah pemberian relaksan otot atau usaha krikotirotomi gagal karena gemuknya penderita 3. Usaha intubasi endotrakeal ternyata menyebabkan obstruksi total karena tidak mengetahui adanya fraktur laring atau transeksi parsial larinks, yang dapat tanpa gejala klinis. Kesulitan-kesulitan di atas tidak selalu dapat dicegah, tetapi kemungkinannya harus selalu diantipasi.

B : BREATHING DAN VENTILASI Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru-paru, dinding dada dan diafragma.

Permasalahan
1. Membedakan gangguan airway terhadap gangguan pernafasan mungkin sulit.

2.

Penderita dalam keadaan takipnu dan dispnu berat yang disebabkan tension pneumo-thoraks dapat menyebabkan gangguan airway. Pada keadaan ini dilakukan intubasi endotrakeal kemungkinan memperburuk keadaan penderita.

3.

Bila telah dilakukan intubasi endotrakeal disertai ventilasi tambahan, kemungkinan prosedurnya sendiri menyebabkan terjadinya tension pneumo-thoraks.

C : CIRCULATION dengan KONTROL PERDARAHAN 1. Volume darah dan cardiac output Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh hipovolemia, sampai terbukti dan sebaliknya. Untuk itu perlu penilaian yang cepat pada status hemodinamik penderita. Ada 3 penemuan klinis yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik penderita. a. Tingkat kesadaran Volume darah Perfusi otak berkurang Kesadaran menurun

Catatan : Penderita yang sadar belum tentu normo-volemik b. Warna kulit Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemi Penderita trauma yang kulitnya kemerahan terutama pada wajah dan ekstremitass jarang yang dalam keadaan hiovolemia. Sebaliknya, wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat merupakan tanda hipovolemia c. Nadi Periksalah pada nadi yang besar seperti arteri femoralis ata arteri karotis (kiri-kanan) untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Prediksi : Nadi yang tidak cepat, kuat dan teratur biasanya merupakan tanda normovolemia. Nadi yang cepat dan kecilmerupakan tanda hipovolemia atau sebab lain. Kecepatan nadi normal bukan jaminan normovolemia Nadi irregular biasanya merupakan tanda gangguan jantung Tidak ditemukan pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukan resusitasi segera.

2. Perdarahan

Perdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan pada luka Spalk udara juga dapat digunakan. Tourniquet sebaiknya jangan digunakan karena merusak jaringan seperti syaraf dan pembuluh darah.

Permasalahan
Orang tua walau dalam keadaan sehat, sulit untuk meningkatkan denyut jantung dalam keadaan hipovolemia, akibatnya takikardia mungkin tidak terlihat pada orang tua walaupun sudah hipovolemia. Atlit mempunyai cadangan fisiologis yang besar, lagipula biasanya dalam keadaan bradikardia dan mungkin tidak ditemukan takikardia walaupun sudah hipovolemia Anak kecil mempunyai cadangan fisilogis yang besar. Bila jatuh dalam keadaan syok, akan berlangsung tiba-tiba dan katastrofik Harus selalu diswaspadai penderita dengan hemodinamik normal , yang belum tentu normal

D : DISABILITY (evaluasi neurologis) Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran pupil dan reaksi pupil. Ada suatu cara sederhana untuk menilai tingkat kesadaran adalah metoda AVPU : A V P U : ALERT (SADAR) : RESPON TERHADAP RANGSANG VOKAL/VERBAL : RESPON TERHADAP RANGSANG NYERI (PAIN) : UNRESPONSIVE

Glascow come scale (GCS) adalah sistem skoring yang sederhana dan dapat meramal kemudahan (outcome) penderita. Penurunan kesadaran menunutut dilakukannya re-evaluasi terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi dan perfusi.

Permasalahan
Pada penderita dengan trauma kapitis, penurunan kesadaran terjadi dengan cepat. Diperlukan evaluasi ulang yang sering untuk mengenal adanya perubahanneurologis.

E : EXPOSURE Buka pakaian penderita, guna memeriksa dan evaluasi penderita.

Pakaikan selimut hangat, ruangan cukup hangat dan diberikan cairan IV yang sudah dihangatkan. Jaga suhu tubuh penderita PERMASALAHAN Penderita GD datang ke IGD biasanya sudah dalam keadaan hipotermia, dan kemungkinan diperberat dengan resusitasi cairan dandarah. Atasi : dengan kontrol perdarahan dengan cepat ; usaha menjaga suhu tubuh penderita

Hal lain yang dapat dilakukan oleh seorang perawat gawat darurat dalam primary survey selain yang telah dijelaskan adalah : 1) Monitor Elektro Cardiografi ; 2) Kolaborasi pemasangan kateter urin dan Naso Gastric Tube; 3) Monitor analisa gas darah; 4) Monitor tekanan darah; dan 5) Pulse oximetri untuk mengukur saturasi oksigen

Sumber pustaka : Depkes RI. Pedoman pelayanan Gawat Darurat. Jakarta : Depkes. 1995. Hudack and Gallo. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC. 1997. Jean A Proeh. Emergency Nursing Procedure. Eds 2..Phildelphia: W.B Saunders. 1999. Lyne A. Thelan, Joseph K.D., Critical care Nursing Diagnose and Management. St Louis Mosby Company. Linda M Valenti. et all. Lippincott Review Series; Critical Care Nursing.. Philadelpia: Lippincoot 1998 Worden & Stacey. Priorities In Critical Care Nursing.. Philadelpia : Mosby. 2000. Michael Eliastam. et all. Buku Saku penuntun Kedaruratan Medis. Jakarta : EGC. 1998. Pamela Stinson. High Acquity Nursing. Eds 3. New jersey : Philadephia. 2001

You might also like