You are on page 1of 26

1.

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Mata merupakan salah satu pancaindera pada tubuh badan yang sangat penting untuk kehidupan manusia. Infeksi, trauma dan autoimun dapat menimbulkan gangguan yang hebat serta penyakit dan apabila keadaan ini diabaikan dapat menimbulkan penyakit yang sangat gawat. Salah satu penyakit terjadi pada mata adalah glaukoma. Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapang pandang. Salah satu penyebab terjadinya glaukoma disebabkan oleh obstruksi aliran aqueous humor. Sumbatan aliran keluar disudut antara kornea dan iris (glaukoma sudut tertutup akut) dapat timbul mendadak akibat infeksi atau cedera. Usia yang berhubungan dengan fibrosis di sudut tersebut, atau saluran lain yang berperan dalam mengalirkan aqueous humor dapat secara perlahan meningkatkan tekanan intraokulus. 1.2 Tujuan Untuk mengetahui serta memahami tentang penyakit glaukoma akut sudut tertutup, mampu menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan glaukoma akut sudut tertutup sesuai dengan teori dan standar proses keperawatan.

2. Anamnesis
Sebelum melakukan pemeriksaan selanjutnya yang melibatkan sesuatu tindakan fisikal terhadap pasien, dokter haruslah terlebih dahulu melakukan anamnesis untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit mata lain dan supaya pemeriksaan nantinya lebih spesifik dan obyektif dapat dilakukan. Anamnesis adalah pengambilan riwayat kesehatan dari seorang pasien yang merupakan informasi yang diperoleh dokter dengan cara menanyakan pertanyaan tertentu, dan pasien dapat memberikan jawaban yang sesuai. Sekiranya pasien berada di dalam keadaan yang mengakibatkan dia sukar untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, seorang dokter mampu menggunakan alloanamnesis, cara menanyakan tertentu kepada orang yang terdekat pada pasien dalam tujuan untuk mengobati pasien. Anamnesis merupakan suatu proses yang amat penting dalam mendapatkan diagnosis yang tepat.

Seorang dokter biasanya akan berusaha memperoleh informasi: Identitas Pasien Nama/Kelamin/Umur Perkahwinan Nama Suami/keluarga terdekat Alamat Pekerjaan/pendidikan terakhir Suku bangsa

Keluhan yang harus ditanya pada kemungkinan penyakit mata terutama pada penyakit glaukoma; a) Keluhan utama pasien datang berobat. Pada penyakit glaukoma akut biasanya pasien datang dengan nyeri hebat pada mata disertai nyeri kepala secara mendadak. b) Kedua-dua mata (bilateral) atau hanya sebelah mata (unilateral: kanan atau kiri). Untuk mengetahui ini penyakit glaukoma primer atau sekunder. Penyakit glaukoma primer umumnya terjadi hanya pada mata unilateral dan penyakit glaukoma sekunder umumnya terjadi kedua-dua mata yaitu bilateral. c) Sejak kapan diderita keluhan tersebut serta semakin parah atau tidak. Untuk mengetahui ini penyakit glaukoma akut atau kronis. Penyakit glaukoma akut biasanya mendadak dalam beberapa hari dan penyakit glaukoma kronis umumnya sudah berminggu-minggu. d) Mencari sebab memperburuk dan memperingan. Aktivitas mempeburuk seperti minum kopi atau terlalu banyak minum air. Aktivitas memperingan seperti istirehat dengan berbaring. e) Penglihatan semakin kabur atau tidak serta sakit ketika melihat cahaya. Pada glaukoma akut umumnya visus pasien menurun tetapi kadang-kadang bisa normal. f) Riwayat trauma pada mata atau kepala. Pada penyakit glaukoma terjadi juga bisa disebabkan trauma karena mata membengkak dan mengganggu pengeluaran aqueous humor. g) Riwayat penggunaan obat-obatan. Obat-obatan juga boleh menyebabkan tekanan pada mata meningkat. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang boleh menyebabkan terjadinya glaukoma.

h) Keluhan tambahan pada keluhan tersebut. Keluhan seperti nyeri kepala hebat, pusing, mual dan muntah umumnya terjadi pada penyakit glaukoma. i) Riwayat penyakit terdahulu. Penyakit glaukoma juga boleh disebabkan penyakit terdahulu seperti hipertensi, gagal ginjal, diabetes dan gangguan osmotik badan. j) Riwayat penyakit pada keluarga. Glaukoma pada tipe tertentu yang terdapat anggota keluarga penderita galukoma mempunyai risiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Risiko terbesar adalah kakak-beradik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.

3. Pemeriksaan
3.1 Pemeriksaan Fisik Beberapa pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis glaukoma akut: a) Tes Snellen Chart (Tes Tajam Penglihatan) Pemeriksaan ketajaman penglihatan bukan merupakan cara yang khusus untuk glaukoma, namun tetap penting, karena ketajaman penglihatan yang baik, misalnya 6/6 belum berarti tidak glaukoma. b) Slit-lamp biomikroskopi Alat terdiri dari sumber cahaya intensitas tinggi yang dapat difokuskan untuk bersinar seperti lembaran tipis ke mata. Hal ini digunakan dalam hubungannya dengan biomikroskopi. Alat ini memfasilitasi pemeriksaan segmen anterior, atau struktur frontal dan segmen posterior, dari mata manusia, yang meliputi kelopak mata, kornea, iris, sklera, konjungtiva, dan lensa. Pada glaukoma akut akan tampak seperti berikut: Hiperemia limbal dan konjungtiva. Hiperemis siliar karena injeksi limbal dan pembuluh darah konjungtiva. Edema kornea dengan vesikel epitelial dan penebalan struma. Bilik mata depan dangkal dengan kontak iridokorneal perifer. Flare dan sel akuos dapat dilihat setelah edem kornea dapat dikurangi. Pupil dilatasi bulat lonjong (oval) vertikal dan tidak ada reaksi terhadap cahaya dan akomodasi. Iris bombans tanpa adanya rubeosis iridis. Dilatasi pembuluh darah iris. Tekanan intra-okular sangat meningkat (50-100 mmHg).

Gambar 1: Edema kornea pada glaukoma akut

Gambar 2: Pupil dilatasi dan oval pada glaukoma akut

Gambar 3: Edema kornea dan sudut bilik mata

Gambar 4: Gambaran gonioskopi, sudut tertutup komplit. Depan dangkal pada glaukoma akut. c) Tonometri Tonometri diperlukan untuk memeriksa tekanan intraokuler. Ada 3 macam tonometri, yaitu: Digital

Merupakan teknik yang paling mudah dan murah karena tidak memerlukan alat. Caranya dengan melakukan palpasi pada kelopak mata atas, lalu membandingkan tahanan kedua bola mata terhadap tekanan jari pada pasien dengan mata pemeriksa yang normal. Hasil pemeriksaan ini diinterpretasikan sebagai T.N yang berarti tekanan normal, Tn+1 untuk tekanan yang agak tinggi, dan Tn-1 untuk tekanan yang agak rendah. Tingkat ketelitian teknik ini dianggap paling rendah karena penilaian dan interpretasinya bersifat subjektif. Tonometri Schiotz

( Normal TIO : 10-21 mmHg) pada glaukoma akut dapat mencapai 50-100 mmHg.

Gambar 5: Tonometri Schiotz

Tonometer Aplanasi Goldmann

Alat ini cukup mahal dan tidak praktis, selain itu memerlukan slitlamp yang juga mahal. Meskipun demikian, di dalam komunikasi internasional, hanya tonometri dengan aplanasi saja yang diakui. Dengan alat ini, kekakuan sklera dapat diabaikan sehingga hasil yang didapatkan menjadi lebih akurat.

Gambar 6: Tonometri Aplanasi Goldmann e) Gonioskopi Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat sudut bilik mata dengan goniolens. Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat langsung keadaan patologik sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing. Dengan gonioskopi dapat ditentukan klasifikasi glaukoma penderita apakah glaukoma terbuka atau glaukoma sudut tertutup dan mungkin dapat menerangkan penyebab suatu glaukoma sekunder. Pemeriksaan ini berhubungan penting pada aliran keluar humor akous. Lebar sudut bilik mata depan dapat diperkirakan dengan pencahayaan oblik bilik mata depan dengan sebuah senter tangan atau dengan pengamatan kedalaman bilik mata depan perifer dengan slitlamp, tetapi sebaiknya ditentukan dengan gonioskopi, yang memungkinkan visualisasi langsung struktur-struktur sudut. Apabila keseluruhan jalinan trabekular, taji sklera, dan prosessus iris dapat terlihat, sudutnya dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe atau sebagian kecil dari jalinan trabekular yang dapat terlihat sudut dikatakan sempit. Apabila garis schwalbe tidak terlihat dikatakan sudut tertutup.10 Gonioskopi sudut terbuka = grade 4, Gonioskopi sudut tertutup = grade 0.

Dengan gonioskopi kita bisa menentukan seberapa jauh penyempitan sudut yang terjadi pada suatu glaukoma. Derajat lebarnya ukuran sudut dibagi menjadi 5 menurut Sistem Shaffer: Grade 0 : Sudut antara iris dan kornea tertutup, bisa dilihat dari tidak tampaknya Schwalbes line Grade I : Sudut antara iris dan kornea sebesar 10, bisa dilihat dari masih tampaknya Schwalbes line Grade II : Sudut antara iris dan kornea sebesar 20, bisa dilihat dari tampaknya gambaran Trabecular Meshwork Anterior Grade III : Sudut antara iris dan kornea sebesar 30, bisa dilihat dari tampaknya gambaran scleral spur Grade IV : Sudut antara iris dan kornea sebesar 40, bisa dilihat dari tampaknya korpus siliaris

Pemeriksaan gonioskopi ditunda sampai edem kornea berkurang, salah satunya dengan obat yang dapat menurunkan tekanan intra okular, misalnya dengan gliserin topical atau saline hipertonik salep mata.

Gambar 7: Gonioskopi - (A) Bayang-bayang oleh Iris (B) Sudut Bilik Mata Depan Sempit.

3.2 Pemeriksaan Penunjang (1) Uji Kopi Penderita meminum 1-2 mangkok kopi pekat, bila tekanan bola mata naik 15-20 mmHg setelah minum 20-40 menit menunjukkan adanya glaukoma. Pemeriksaan ini dilakukan hanya bila pasien dalam keadaan stabil. (2) Uji Minum Air Sebelum makan pagi tekanan bola mata diukur dan kemudian pasien disuruh minum dengan cepat 1 liter air. Tekanan bola mata diukur setiap 15 menit. Bila tekanan bola mata naik 8-15 mmHg dalam waktu 45 menit pertama menunjukkan pasien menderita glaukoma. Pemeriksaan ini dilakukan hanya bila pasien dalam keadaan stabil. (3) Uji Steroid Pada pasien yang dicurigai adanya glaukoma terutama dengan riwayat glaukoma simpleks pada keluarga, diteteskan betametason atau deksametason 0,1% 3-4 kali sehari. Tekanan bola mata diperiksa setiap minggu. Pada pasien berbakat glaukoma maka tekanan bola mata akan naik setelah 2 minggu. (4) Uji Kamar Gelap Pada uji ini dilakukan pengukuran tekanan bola mata dan kemudian pasien dimasukkan ke dalam kamar gelap selama 60-90 menit. Pada akhir 90 menit tekanan bola mata diukur. 55% pasien glaukoma sudut terbuka akan menunjukkan hasil yang positif, naik 8 mmHg. (5) Uji provokasi pilokarpin Tekanan bola mata diukur dengan tonometer, penderita diberi pilokarpin 1% selama 1 minggu 4 kali sehari kemudian diukur tekanannya. Pemeriksaan ini dilakukan hanya bila pasien dalam keadaan stabil. (6) Pemeriksaan lapangan pandang (kampimetri)

Dibedakan atas lapangan pandang sentral, seluas 30 derajat, diperiksa dengan layer hitam Byerrum, pada jarak 1 m dengan menggunakan obyek putih 1 mm (isopter 1/1000) atau pada jarak 2 m dengan obyek sebesar 2 mm (2/2000); dan lapang pandang perifer yang diukur dengan perimeter atau kampimeter pada jarak 330 mm dengan menggunakan obyek sebesar 3 mm (isopter 3/330). Pada glaucoma, kelainan lapang pandang disebabkan oleh kerusakan serabut saraf. Yang paling dini berupa skotoma relative atau absolute yang terletak pada 30 derajat sentral. Pemeriksaan secara kasarnya adalah dengan tes konfrontasi dimana pada jarak 0,5 m, pasien dan pemeriksa saling berhadapan dan pemeriksa menggerakkan tangannya dari luar kedalam sedang mata pasien dan pemeriksa yang saling berhadapan ditutup sebelah. Pasien memperhatikan kapan gerak tangan mata itu mulai

terlihat, dan diulangi sampai tercapai 360 derajat.pemeriksaan ini dapat dikerjakan dengan catatan pemeriksa harus normal. 1, 2

Gambar 8: Tes Kampimetri Pada Glaukoma (7) Optical Coherence Tomography (OCT) dengan laser baru untuk pencitraan mata 3D Para peneliti dari MIT saat ini telah berhasil mengembangkan suatu sinar laser jenis baru yang dapat digunakan untuk mengambil gambar tiga dimensi beresolusi tinggi dari retina. Retina adalah bagian dari mata yang berfungsi untuk mengkonversi cahaya menjadi sinyal elektrik yang kemudian dikirim ke otak. Penemuan ini sangat membantu untuk meningkatkan keakuratan diagnosis terhadap suatu penyakit mata. Hasil riset ini telah dipresentasikan pada Conference on Lasers and ElectroOptics and the Quantum Electronics and Laser Science Conference di Baltimore 10 Mei 2007. Sistem baru pencitraan mata ini berbasis pada Optical Coherence Tomography (OCT). Sistem ini menggunakan cahaya untuk memperoleh resolusi tinggi dari gambar penampang melintang mata. Data dari OCT scan selanjutnya digunakan untuk

menvisualisasikan perubahan yang terjadi akibat suatu penyakit pada retina mata. OCT sudah dikembangkan sejak awal tahun 90-an oleh profesor MIT bernama James Fujimoto di MIT Lincoln Laboratory. Dalam beberapa tahun terakhir, Optical Coherence Tomography (OCT) telah menjadi suatu standar diagnosis dalam bidang ilmu pengobatan mata. Dengan teknik baru ini, kini dimungkinkan untuk meningkatkan kecepatapan pengambilan gambar. Kecanggihan ini menjanjikan suatu kemungkinan metode baru visualisasi tiga dimensi yang lebih powerful, yang dapat meningkatkan kemampuan diagnosis awal dari suatu penyakit dan kemampuan monitoring selama perawatan yang lebih baik. Data OCT tiga dimensi dapat diproses lebih lanjut untuk menvisualisasikan struktur internal dari retina mata secara detail. Teknologi ini dapat mendeteksi terjadinya perubahan kecil pada retina, yang mengindikasikan tahap awal dari suatu penyakit, sebelum terjadi hilang penglihatan secara permanen.

Gambar 9: Alat Optical Coherence Tomography (OCT) OCT konvensional melakukan pencitraan dengan menghasilkan suatu rangkaian gambar dua dimensi yang dapat dikombinasikan membentuk gambar tiga dimensi. Sistem ini bekerja dengan melakukan scanning cahaya bolak-balik pada mata, mengukur waktu tunda dari pantulan cahaya sepanjang garis pada skala mikrometer. Proses ini dilakukan baris demi baris untuk membangun gambar dengan resolusi tinggi. Sistem OCT komersial dapat men-scan mata pada kisaran beberapa ratus hingga beberapa ribu garis per detik. Namun, pada proses ini umumnya pasien hanya dapat menjaga matanya sekitar satu detik. Hal ini membatasi jumlah data tiga dimensi yang dapat diambil.

10

Sekarang, dengan menggunakan laser baru, para peneliti yang bergabung bersama Profesor Fujimoto melaporkan telah dapat melakukan scan retina dengan rekor kecepatan hingga 236000 garis per detik, suatu peningkatan 10 kali lebih baik. Studi klinis dimasa yang akan datang, seiring dengan pengembangan teknologi ini lebih lanjut, tidak menutup kemungkinan suatu saat seorang dokter mata dapat memperoleh OCT snapshots tiga dimensi dari mata, yang mengandung informasi volumetrik tentang mikro struktur dari retina mata. Snapshots seperti ini sangat potensial untuk meningkatkan diagnosis terhadap penyakit retina seperti diabetic retinopathy, glaucoma dan degenerasi molekular karena faktor usia.

Gambar 10: Penampang Melintang Mata Oleh OCT

11

4. Etiologi
Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokuler yang dapat disebabkan oleh bertambahnya produksi humor akuos oleh badan siliar karena penyempitan sudut bilik mata belakang. Tekanan intraokuler adalah keseimbangan antara produksi humor aqueous, hambatan terhadap aliran aqueous dan tekanan vena episklera. Ketidakseimbangan antara ketiga hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler, akan tetapi hal ini lebih sering disebabkan oleh hambatan terhadap aliran humor aqueous. Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke saraf optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.

5. Epidemiologi
Di seluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang tertinggi, 2% penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma. Glaukoma dapat juga didapatkan pada usia 20 tahun, meskipun jarang. Pria lebih banyak diserang daripada wanita serta boleh diturunkan secara genetik. Di seluruh dunia, kebutaan menempati urutan ketiga sebagai ancaman yang menakutkan setelah kanker dan penyakit jantung koroner. Di Amerika Serikat, kira-kira 2.2 juta orang pada usia 40 tahun dan yang lebih tua mengidap glaukoma, sebanyak 120,000 adalah buta disebabkan penyakit ini. Banyaknya Orang Amerika yang terserang glaukoma diperkirakan akan meningkatkan sekitar 3.3 juta pada tahun 2020. Tiap tahun, ada lebih dari 300,000 kasus glaukoma yang baru dan kira-kira 5400 orang-orang menderita kebutaan. Glaukoma akut (sudut tertutup) merupakan 10-15% kasus pada orang Kaukasia. Persentase ini lebih tinggi pada orang Asia, terutama pada orang Burma dan Vietnam di Asia Tenggara.. Glaukoma pada orang kulit hitam, lima belas kali lebih menyebabkan kebutaan dibandingkan orang kulit putih.5

12

Diketahui bahwa angka kebutaan di Indonesia menduduki peringkat pertama untuk kawasan Asia Tenggara. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5% atau sekitar 3 juta orang. Persentase itu melampaui negara Asia lainnya seperti Bangladesh dengan 1%, India 0,7% dan Thailand 0,3%.5 Menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996, kebutaan tersebut disebabkan oleh katarak (0,78%), glaukoma (0,2%), kelainan refraksi (0,14%) dan penyakit lain yang berhubungan dengan usia lanjut (0,38%).

6. Diagnosis Kerja
Berdasarkan anamnesis serta pemeriksaan fisik dan penunjang dapat ditegakkan diagnosis bahwa pasien menderita glaukoma akut sudut tertutup.1, 2 Glaukoma akut sudut tertutup adalah suatu kondisi dimana terjadi aposisi iris dengan jalinan trabekular pada sudut bilik mata. Saat kondisi iris terdorong atau menonjol kedepan maka outflow humor akuos akan terhambat, keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra okular. Jika penutupan sudut terjadi secara mendadak, maka gejala yang ditimbulkan sangat berat seperti: nyeri pada mata, sakit kepala, pandangan kabur, halo, mual dan muntah. Glaukoma sudut tertutup primer sendiri dapat dibagi dalam 5 tingkatan dengan perjalan penyakitnya yang overlapping dan tidak selalu dimulai dari progresifitas tingkat awal ke tingkat selanjutnya. Kombinasi ini dibagi sesuai dengan tingkatan klinis, yaitu: 4 (1) (2) (3) (4) (5) Glaukoma sudut tertutup suspek Glaukoma sudut tertutup intermitten (subakut): episode serangan singkat dan rekuren Glaukoma sudut tertutup akut: kongesti dan post-kongesti Glaukoma sudut tertutup kronik: tanpa atau dengan glaucomatous damage Glaukoma sudut tertutup absolut: merupakan tingkat terakhir dari glaukoma akut, pada tingkatan ini mata sudah mengalami kebutaan total.

7. Diagnosis Banding
Tabel 1: Diagnosis Banding Glaukoma Akut Sudut Tertutup. Kondisi Penyebab Glaukoma Akut Sudut Tertutup Cairan aqueous humor yang tidak dapat mengalir dibelakang melalui pupil sehingga mendorong iris ke depan karena sudut bilik mata belakang sempit. Glaukoma Akut Sudut Terbuka Cairan aqueous humor tidak dapat mengalir keluar secara parsial atau total karena produksi berlebihan atau terjadi inflamasi pada Kanalis Schlemm.3 Uveitis akut Disebabkan inflamasi karena bakteri, virus atau imunologik.

13

Sakit Injeksi

Pupil

Lensa

Hebat Tipe siliar lebih hebat dekat limbus kornea-skleral & berkurang ke arah formiks. Tidak konstriksi dengan epinefrin. Warna violet Midilatasi. Tidak bereaksi terhadap sinar. Normal

Hebat Tipe siliar lebih hebat dekat limbus kornea-skleral & berkurang ke arah formiks. Warna violet

Sedang sampai hebat Tipe siliar lebih hebat dekat limbus kornea-skleral & berkurang ke arah formiks. Warna violet.

Kornea

Suram, udem dan rincian iris tidak tampak Air (bening) Mendadak Menurun mendadak Meninggi mendadak

Normal tetapi kadang-kadang terjadi midilatasi. Normal namun pada glaukoma fakolitik lensa mencair keluar seperti massa susu karena katarak hipermatur.3 Suram dan udem

Miotik, reaksi lambat atau absen Normal

Sekresi Serangan Visus Tekanan Bola Mata

Air (bening) Mendadak Menurun mendadak Meninggi mendadak

Umumnya jernih tetapi kang-kadang ada deposit pada posterior kornea. Air (bening) Pelahan Menurun Normal atau rendah

Kondisi Penyebab

Konjungtivits akut Inflamasi pada sklera oleh bakteri, virus atau imunologik

Sakit Injeksi

Pupil

Hebat Tipe konjungtival lebih pada formiks dan berkurang ke arah limbus. Kontriksi dengan epinefrin. Warna merah bata. Pembuluh darah jelas terlihat. normal

Glaukoma kronis Cairan aqueous humor tidak dapat mengalir keluar secara parsial sehingga total karena produksi berlebihan atau terjadi inflamasi pada Kanalis Schlemm. Hebat Tipe siliar lebih hebat dekat limbus kornea-skleral & berkurang ke arah formiks. Warna merah bata atau violet bila terjadi serangan hebat Normal tetapi kadang-kadang terjadi midilatasi bila terjadi serangan hebat.

14

Lensa

Normal

Kornea Sekresi Serangan Visus Tekanan Bola Mata

norma Pus bergetah Perlahan Normal Normal

Normal namun pada glaukoma fakolitik lensa mencair keluar seperti massa susu karena katarak hipermatur. Normal kemudian menjadi suram dan udem bila memburuk Air (bening) Perlahan dan berkali-kali Menurun mendadak Meninggi mendadak

8. Patofisiologi
Pada glaukoma sudut terbuka, kelainan terjadi pada jalinan trabekular, sedangkan sudut bilik mata terbuka lebar. Jadi tekanan intra okular meningkat karena adanya hambatan aliran keluar humor aqueuos akibat kelainan mikroskopis pada jalinan trabekular. Pada glaukoma sudut tertutup, jalinan trabekular normal, sedangkan tekanan intra okular meningkat karena obstruksi mekanik akibat penyempitan sudut bilik mata, sehingga aliran keluar humor aqeuos terhambat saat menjangkau jalinan trabekular. Keadaan seperti ini sering terjadi pada sudut bilik mata yang sempit (kadang-kadang disebut dengan dangerous angle).7, 8 Penting untuk diketahui, jika sudut bilik mata tidak sempit atau sudut terbuka luas, perifer iris tidak kontak dengan perifer kornea, sehingga sudut bilik mata tidak tertutup, dan glaukoma sudut tertutup tidak akan terjadi. Ini merupakan perbedaan dasar antara glaukoma sudut terbuka dengan glaukoma sudut tertutup. Ketika dislokasi lensa sebagai penyebab tertutupnya sudut bilik mata maka keadaan ini dikenal dengan glaukoma sudut tertutup sekunder. Jika glaukoma sudut tertutup tidak diketahui penyebabnya, ini dikenal dengan glaukoma sudut tertutup primer. Apabila sudut bilik mata tertutup secara cepat dan berat, ini dikenal dengan glaukoma akut yang disertai dengan banyak gejala dan tanda. Apabila penutupan sudut bilik mata tidak sempurna dan kadang-kadang saja terjadi, ini dikenal dengan glaukoma sudut tertutup intermitten atau glaukoma sudut tertutup kronik, dan disertai dengan sedikit gejala. Apabila glaukoma sudut tertutup intermitten yang tidak mempunyai gejala, ini dikenal dengan glaukoma sudut tertutup kreeping.7, 8

15

Dibawah ini menunjukkan gambaran struktur segmen anterior yang berhubungan dengan glaukoma akut: a) b) c) d) e) f) g) h) Diameter kornea lebih kecil. Kurvatura kornea anterior lebih datar. Kurvatura kornea posterior lebih datar. Sudut bilik mata depan lebih dangkal. Lensa lebih tebal. Kurvatura lensa anterior lebih pendek. Letak lensa lebih ke anterior. Sumbu bola mata lebih pendek.

Perlu ditekankan lagi, bila sudut bilik mata lebar maka sudut bilik mata tidak akan tertutup, dan hanya pada mata yang mempunyai sudut sempit saja dapat terjadi penutupan sudut. Satu hal yang penting untuk diketahui bahwa tidak semua sudut bilik mata sempit akan berkembang menjadi glaukoma akut, dapat terjadi hanya pada sebagian kecil saja, terutama pada mata yang pupilnya berdilatasi sedang (3,0 4,5 mm) yang dapat terjadi blok pupil sehingga dapat berlanjut menjadi sudut tertutup. Akibat terjadinya blok pupil, maka tekanan intra okular lebih tinggi di bilik mata belakang dari pada bilik mata depan. Jika blok pupil semakin berat tekanan intra okular dibilik mata belakang semakin bertambah, sehingga konveksitas iris semakin bertambah juga, ini dikenal dengan iris bombe, yang membuat perifer iris kontak dengan jalinan trabekular, dan menyebabkan sudut bilik mata tertutup. Jika tekanan intra okular meningkat secara drastis akibat sudut tertutup komplit maka akan terjadi glaukoma akut. Mekanisme lain yang dapat menyebabkan glaukoma akut adalah; platau iris dan letak lensa lebih ke anterior. Pada keadaan seperti ini juga sering terjadi blok pupil.7

9. Manifestasi Klinis
Sebelum penderita mendapat serangan akut, ia mengalami serangan prodormal, meskipun tidak selalu demikian : a. Fase Prodormal (Fase Nonkongestif) Pada stadium ini terdapat penglihatan kabur, melihat halo (gambar pelangi) sekitar lampu atau lilin, disertai sakit kepala, sakit pada mata dan kelemahan akomodasi. Keadaan ini berlangsung 0,5-2 jam. Bila serangannya reda, mata menjadi normal kembali. b. Fase glaukoma akut (Fase Kongestif). Pada stadium ini penderita tampak sangat payah, memegangi kepalanya karena sakit hebat. Jalannya dipapah, karena tajam penglihatannya sangat turun, muntah-muntah, mata hiperemis dan fotofobia. Karenanya sering disangka bukan menderita sakit mata, melainkan suatu penyakit sistemik.

16

Glaukoma akut menyebabkan visus cepat menurun, disertai sakit hebat di dalam mata yang menjalar sepanjang nervus kranial V, sakit kepala, mual muntah, tampak warna pelangi di sekitar lampu (halo).

10. Penatalaksanaan
10.1 Penatalaksanaan Medika Mentosa a) Agen osmotik

Agen ini lebih efektif untuk menurunkan tekanan intra okular, pemberiannya dianjurkan kepada pasien yang tidak mengalami emesis. Pemberian anti emetik dapat membantu mencegah muntah akibat emesis. Agen osmotik oral pada penggunaannya tidak boleh diencerkan dengan cairan atau es, agar osmolaritas dan efisiensinya tidak menurun.

Gliserin Dosis efektif 1-1,5 cc/kg BB dicampur dengan sari buah (jeruk) dengan jumlah yang sama. Dapat menurunkan tekanan intra okular dalam waktu 30-90 menit setelah pemberian, dan dipastikan agen ini bekerja selama 5-6 jam. Selama penggunaannya, gliserin dapat menyebabkan hiperglikemia dan dehidrasi. Hati-hati terhadap pasien diabetes dan lansia dengan gagal ginjal serta penyakit kardiovaskular. Karena agen ini sendiri dapat menyebabkan mual dan muntah. Manitol Merupakan diuretik osmotik kuat yang dapat memberikan keuntungan dan aman digunakan pada pasien diabetes karena tidak dimetabolisme. Dosis yang dianjurkan adalah 1-2 gram/kgBB dalam 50% cairan. Puncak efek hipotensif okular terlihat dalam 13 jam dan berakhir dalam 3-5 jam. Bila intoleransi gastrik dan mual menghalangi penggunaan agen oral, maka manitol dapat diberikan secara intravena dalam 20% cairan dengan dosis 2 gram/kgBB selama 30 menit. Manitol dengan berat melekul yang tinggi, akan lebih lambat berpenetrasi pada mata sehingga lebih efektif menurunkan tekanan intraokular. Maksimal penurunan tekanan dijumpai dalam 1 jam setelah pemberian manitol intravena. Ureum intravena Merupakan agen osmotik yang dahulu sering digunakan, mempunyai berat melekul yang rendah. Urea lebih cepat berpenetrasi pada mata, sehingga tidak seefektif mannitol dalam menurunkan tekanan intra okular. Karena agen ini merupakan salah satu alternatif, maka penggunaan urea harus dengan pengawasan yang ketat untuk menghindari komplikasi kardiovaskular.

17

b) Karbonik anhidrase inhibitor Digunakan untuk menurunkan tekanan intra okular yang tinggi, dengan menggunakan dosis maksimal dalam bentuk intravena, oral atau topikal. Asetazolamid, merupakan pilihan yang sangat tepat untuk pengobatan darurat pada glaukoma akut. Efeknya dapat menurunkan tekanan dengan menghambat produksi humour aqueous, sehingga sangat berguna untuk menurunkan tekanan intraokular secara cepat, yang digunakan secara oral dan intravena. Asetazolamid dengan dosis inisial 2x250 mg oral, dapat diberikan kepada pasien yang tidak mempunyai komplikasi lambung. Dosis alternatif intravena 500 mg bolus, efektif terhadap pasien nausea. Penambahan dosis maksimal asetazolamid dapat diberikan setelah 4-6 jam untuk menurunkan tekanan intraokular yang lebih rendah. Karbonik anhidrase inhibitor topikal dapat digunakan sebagai inisial terapi pada pasien emesis. Sekarang diketahui bahwa, karbonik anhidrase inhibitor oral sedikit atau tidak ada sama sekali efek samping sistemik. Menurut pengalaman penulis pemberian karbonik anhidrase inhibitor oral sangat diperlukan dalam pengobatan glaukoma akut. 9, 10 c) Beta bloker Merupakan terapi tambahan yang efektif untuk menangani serangan sudut tertutup. Beta bloker dapat menurunkan tekanan intraokular dengan cara mengurangi produksi humor aqueuos. Timolol merupakan beta bloker nonselektif dengan aktifitas dan konsentrasi tertinggi di bilik mata belakang yang dicapai dalam waktu 30-60 menit setelah pemberian topikal. Beta bloker tetes mata nonselektif sebagai inisial terapi dapat diberikan 2 kali dengan interval setiap 20 menit dan dapat diulang dalam 4, 8, dan 12 jam kemudian. d) Apraklonidin Merupakan agen alfa2-agonis yang efektif untuk hipertensi okular, apraklonidin bekerja dengan cara menurunkan produksi humor aqueous dan tidak memberikan efek pada outflow humor aqueuos. Apraklonidin 0,5% dan 1%, keduanya telah menunjukkan efektifitas yang sama dan rata-rata dapat menurunkan tekanan intraokular 34% setelah 5 jam pemakaian topikal. Apraklonidin dapat digunakan pada pengobatan glaukoma akut yang dikombinasikan dengan terapi medis lainnya. Setelah tekanan intra okular menurun dan miosis pupil telah dicapai, terapi topikal dengan pilokarpin, beta bloker, karbonik anhidrase inhibitor dan apraklonidin dapat diteruskan sampai tindakan operasi dilakukan atau reopening sudut bilik mata. Pemeriksaan ulang gonioskopi harus dilakukan, jika perlu gliserin tetes mata dapat digunakan untuk menjernihkan kornea. Sekarang ini, dilakukan gonioskopi indentasi untuk mendorong akuos dari sentral ke perifer agar sudut yang telah tertutup dapat terbuka kembali. Teknik ini telah diuji sebagai terapi untuk serangan sudut tertutup akut. Meskipun sudut telah sukses membuka kembali dengan

18

gonioskopi indentasi, tetapi tidak dapat menggantikan terapi definitif yaitu: iridektomi perifer.

10.2. Penatalaksanaan Non Medika Mentosa Observasi respon terapi Merupakan periode penting untuk melihat respon terapi yang dapat menyelamatkan visus penderita, sehingga keputusan harus segera dibuat (paling kurang dalam 2 jam setelah mendapat terapi medikamentosa intensif), untuk tindakan selanjutnya, observasinya meliputi: a) Monitor ketajaman visus, edema kornea dan ukuran pupil. b) Ukur tekanan intraokular setiap 15 menit ( yang terbaik dengan tonometer aplanasi). c) Periksa sudut dengan gonioskopi, terutama apabila tekanan intra okularnya sudah turun dan kornea sudah mulai jernih. Pada masa observasi ini yang dilihat adalah respon terapi. Respon terapi bisa baik, jelek, ataupun sedang. Bila respon terapi baik, maka akan terjadi perbaikan visus, kornea menjadi jernih, pupil kontriksi, tekanan intra okular menurun, dan sudutnya terbuka kembali. Pada keadaan ini dapat dilakukan tindakan selanjutnya dengan laser iridektomi. Jika respon terapinya jelek, akan didapatkan visus yang tetap jelek, kornea tetap edema, pupil dilatasi dan terfiksir, tekanan intra okular tinggi dan sudutnya tetap tertutup. Pada kondisi ini dapat dilakukan tindakan selanjutnya dengan laser iridoplasti. Jika respon terapinya sedang, dimana didapatkan visus sedikit membaik, kornea agak jernih, pupilnya tetap dilatasi, tekanan intra okular tetap tinggi (sekitar 30 mmHg), sudut sedikit terbuka, pada keadaan seperti ini penanganannya menjadi sulit. Pengulangan indentasi gonioskopi dapat dicoba untuk membuka sudut yang telah tertutup. Bila respon terhadap tindakan tersebut berhasil, dapat dilanjutkan dengan laser iridektomi atau alternatif lainnya seperti laser iridoplasti. Sebelumnya diberikan dahulu tetesan gliserin untuk mengurangi edema kornea supaya visualisasinya jelas. Pada keadaan edema kornea sulit untuk melakukan tindakan laser, karena power laser terhambat oleh edema kornea sehingga penetrasi laser ke iris tidak efektif pada keadaan ini dan laser iridektomi dapat mengalami kegagalan. Jika penetrasi laser tidak berhasil maka pembukaan sudut yang baik tidak tercapai.9, 10 Parasintesis Kalau pemakaian terapi medikamentosa secara intensif masih dianggap lambat dalam menurunkan tekanan intra okular ke tingkat yang aman, dan kadang-kadang justru setelah pemberian 2 atau 4 jam masih tetap tinggi. Sekarang ini mulai diperkenalkan cara menurunkan tekanan intraokular yang cepat dengan tehnik parasintesis, seperti yang dilaporkan oleh Lamb DS dkk, tahun 2002, yang merupakan penelitian pendahuluan (pilot study). Pada 10 mata dari 8 pasien dengan glaukoma akut, yang rata-rata tekanan intraokular 66,6 mmHg sebelum tindakan parasintesis. Setelah dilakukan parasintesis dengan mengeluarkan cairan akuos sebanyak 0,05 ml, didapatkan penurunan tekanan intra okular secara cepat yaitu pada 15 menit setelah parasintesis tekanan intra okular menjadi sekitar 17,1

19

mmHg, setelah 30 menit menjadi 21,7 mmHg, setelah 1 jam 22,7 mmHg, setelah 2 jam atau lebih 20,1 mmHg. Cara ini juga dapat menghilangkan rasa nyeri dengan segera pada pasien. 9,
10

Bedah laser (1) Laser iridektomi Indikasi

Iridektomi diindikasikan pada keadaan glaukoma sudut tertutup dengan blok pupil, iridektomi juga diindikasikan untuk mencegah terjadinya blok pupil pada mata yang beresiko, yang ditetapkan melalui evaluasi gonioskopi. Iridektomi laser juga dilakukan pada serangan glaukoma akut dan pada mata kontra-lateral dengan potensial glaukoma akut. Kontra indikasi

Iridektomi laser tidak dapat dilakukan pada mata dengan rubeosis iridis, karena dapat terjadi perdarahan. Resiko perdarahan juga meningkat pada pasien yang menggunakan antikoagulan sistemik, seperti aspirin. Argon laser lebih diutamakan pemakaiannya dari pada Nd:YAG laser pada individu yang membutuhkan terapi laser iridektomi. Walaupun laser iridektomi tidak membantu dalam kasus glaukoma sudut tertutup yang bukan disebabkan oleh mekanisme blok pupil, tetapi kadang-kadang laser iridektomi perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya blok-pupil pada pasien dengan sudut bilik mata sempit. Pertimbangan sebelum operasi

Pada glaukoma sudut tertutup akut, sering mengalami kesulitan saat melakukan iridektomi laser karena kornea keruh, sudut bilik mata depan dangkal, pembengkakan iris. Dokter harus berusaha untuk menghentikan serangan akut dengan tindakan medis sebelum melakukan operasi. Sebelum dilakukan laser harus diberikan terapi inisial gliserin topikal untuk memperbaiki edema kornea, agar mudah untuk mempenetrasi kripta iris. Hati-hati pada saat melakukan iridektomi perifer dan jangan terhalang oleh palpebra. Terapi awal dengan pilokarpin dapat membantu melebarkan dan menipiskan iris. Terapi awal dengan aproklonidin dapat membantu menurunkan tekanan intraokular. Teknik

Pada umumnya iridektomi menggunakan argon laser, tetapi pada keadaan kongesti, edem dan inflamasi akibat serangan akut, teknik ini sulit dilakukan. Setelah dilakukan indentasi gonioskopi, kekuatan inisial laser diatur dalam 0,02-0,1 detik, ukuran tembakan 50 m, dan kekuatan 800-1000 mW. Biasanya teknik yang digunakan adalah tehnik pewarnaan iris. Komplikasi dari argon laser adalah sinekia posterior, katarak lokal, meningkatnya tekanan intraokular ( dapat merusak nervus optikus ), iritis, lubang iridektomi lebih cepat tertutup kembali dan terbakarnya kornea dan retina.

20

Argon laser dan Nd:YAG laser sama-sama dapat digunakan untuk iridektomi. Namun, pemakaian Nd:YAG laser lebih disukai. Karena lebih cepat, lebih mudah, dan energi yang dibutuhkan lebih sedikit dari pada argon laser. Lebih lanjut lagi, keefektifan dari Nd:YAG laser ini tidak berpengaruh pada keadaan iris dan lubang iridektomi yang dihasilkan Nd:YAG laser lebih jarang tertutup kembali dari pada argon laser. Setelah indentasi gonioskopi, inisial laser diatur 2-8 mJ. Komplikasi yang dapat terjadi adalah terbakarnya kornea, kapsul anterior lensa robek, perdarahan (biasanya tidak lama), tekanan intra okular meningkat setelah operasi, inflamasi dan lubang iridektomi lambat tertutup kembali. Untuk mencegah kerusakan lensa, operator harus berhati-hati pada saat mempenetrasi Nd:YAG laser ke iris. Lokasi penetrasi harus seperifer mungkin. Perawatan setelah-operasi

Perdarahan dapat terjadi di tempat iridektomi, khususnya pada Nd:YAG laser. Pada perdarahan ringan dapat diatasi dengan terapi antikoagulasi. Namun pada pasien yang mengalami kelainan pembekuan darah dapat diatasi dengan argon laser. Karena argon laser dapat membantu proses koagulasi pembuluh darah. Peningkatan tekanan intraokular dapat terjadi setelah operasi, terutama pada pasien LTP, mereka dapat diobati dengan penatalaksanaan LTP. Apabila terjadi Inflammasi maka dapat disembuhkan dengan menggunakan kortikosteroid topikal. Komplikasi

Pada umumnya komplikasi yang sering terjadi pada laser iridektomi meliputi kerusakan lokal pada lensa dan kornea, ablasio retina, pendarahan, gangguan visus dan tekanan intra okular meningkat. Kerusakan lensa dapat dihindari dengan cara menghentikan prosedur dan segera penetrasi iris untuk iridektomi lebih ke superior iris perifer. Ablasio retina sangat jarang, tetapi masih ditemukan pada prosedur Nd:YAG laser iridektomi.

Gambar 11: Sedang Melakukan Iridektomi Laser.

21

Gambar 12: Setelah Sukses Iridektomi Laser. (2) Laser iridoplasti Merupakan tindakan alternatif jika tekanan intra okular gagal diturunkan secara intensif dengan terapi medikamentosa. Bila tekanan intra okularnya tetap sekitar 40 mmHg, visus jelek, kornea edema dan pupil tetap dilatasi. Pada laser iridoplasti ini pangaturannya berbeda dengan pengaturan pada laser iridektomi. Disini pengaturannya dibuat sesuai untuk membakar iris agar otot spingter iris berkontraksi, sehingga iris bergeser kemudian sudutpun terbuka. Agar laser iridoplasti berhasil maka titik tembakan harus besar, powernya rendah dan waktunya lama. Aturan yang digunakan ukurannya 500 m (200-500 m), dengan power 500 mW (400-500 mW), waktunya 0,5 detik (0,3-0,5 detik). Pada penelitian ahli terhadap 20 mata penderita glaukoma akut, dari tekanan intra okular rata-rata sebelum iridoplasti 43,2 mmHg turun menjadi rata-rata 17 mmHg, pada 2 jam setelah dilakukan iridoplasti laser. Bedah insisi Iridektomi insisi dilakukan pada pasien yang tidak berhasil dengan tindakan laser iridektomi seperti pada situasi iris tidak dapat dilihat dengan jelas karena edema kornea, hal ini sering terjadi pada pasien glaukoma akut berat yang berlangsung 4-8 minggu, sudut bilik mata depan dangkal, dengan kontak irido-korneal yan luas, pasien yang tidak kooperatif dan tidak tersedianya peralatan laser. (1) Iridektomi bedah insisi Jika iridektomi bedah insisi yang dipilih, maka pupil dibuat semiosis mungkin, dengan menggunakan miotik tetes atau asetilkolin intrakamera. Peritomi superior 3 mm, walaupun beberapa ahli mata memilih tidak melakukan peritomi. Kemudian dilakukan insisi 3 mm pada korneosklera 1 mm di belakang limbus. Insisi dilakukan agar iris prolap. Bibir insisi bagian posterior ditekan, sehingga iris perifer hampir selalu prolaps lewat insisi, dan kemudian dilakukan iridektomi. Bibir insisi bagian posterior ditekan lagi diikuti dengan reposisi pinggir iridektomi. Luka insisi kornea ditutup dengan satu jahitan atau lebih, dan bilik mata depan dibentuk kembali dengan NaCl 0,9% melalui parasintesis. Setelah operasi selesai, fluoresen

22

sering digunakan untuk menetukan ada tidaknya kebocoran pada bekas insisi. Oleh karena kebocoran dapat meningkatkan komplikasi seperti bilik mata depan dangkal. 9, 10 (2) Trabekulektomi Prosedur operasi pembuatan fistula antara bilik mata anterior dengan ruang subkonjungtiva melalui pengangkatan sebagian jaringan trabekulum secara bedah, sehingga akuos humor akan dibuang ke ruang subkonjungtiva untuk menurunkan tekanan bola mata. Mengingat komplikasi yang terjadi pada saat dan sesudah operasi trabekulektomi, tidak baik dilakukan pada keadaan glaukoma akut. Namun kadang-kadang, karena suatu kondisi misalnya serangan glaukoma akut yang akan terjadi keterlantaran penyakitnya atau penderita berasal dari tempat yang jauh maka dapat dilakukan tindakan ini, jika mungkin akan dikombinasikan dengan ektraksi lensa (katarak), sebab jika lensanya diangkat akan melebarkan sudut filtrasi sehingga dapat menurunkan tekanan intraokular yang efektif. Indikasi tindakan trabekulektomi dilakukan pada keadaan glaukoma akut yang berat, atau setelah kegagalan tindakan iridektomi perifer, glaukoma primer sudut tertutup kreeping, juga pada penderita dengan iris berwarna coklat gelap (ras Asia atau China), yang kemungkinan terjadi serangannya lebih berat serta tidak respon dengan tindakan iridektomi perifer. 9, 10

Gambar 13: Trabekulektomi

23

11. Pencegahan
Glaukoma akut umumnya dapat dicegah dengan seperti berikut: a) Jika ada gejala seperti sakit mata berserta nyeri kepala, mual dan muntah langsung segera mendapatkan pemeriksaan dan perawatan. b) Cuba untuk tidak menggunakan obat-obatan steroid dalam masa panjang. c) Kurangi minum kopi atau minuman yang mengandungi kadar kafein tinggi. d) Mengetahui ahli keluarga yang pernah ada riwayat glaukoma, hipertensi atau diabetes dan kemudian melakukan pemeriksaan sekiranya ada gejala-gejala nyeri kepala berserta mual dan muntah. e) Jaga kesehatan mata dengan makan makanan dan mengambil suplemen vitamin C, Betacaroten dan vitamin B2. f) Tidur yang cukup dan awal.

12. Komplikasi
a) Sinekia anterior perifer Iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan menghambat aliran mata keluar. b) Katarak Lensa kadang-kadang melekat membengkak, dan bisa terjadi katarak. Lensa yang membengkak mendorong iris lebih jauh kedepan yang akan menambah hambatan pupil dan pada gilirannya akan menambah derajat hambatan sudut. c) Atrofi retina dan saraf optik Daya tahan unsure-unsur saraf mata terhadap tekanan intraokular yang tinggi adalah buruk. Terjadi gaung glaukoma pada pupil optik dan atrofi retina, terutama pada lapisan sel-sel ganglion.

13. Prognosis
Prognosis baik apabila glaukoma akut cepat terdeteksi dan mendapat terapi yang sesegera mungkin. Sering diagnosa dibuat pada stadium lanjut, dimana lapangan pandang telah hilang secara progresif, iris menjadi atrofi dan midriasis pupil telah menetap. Penanganan episode akut yang terlambat akan menyebabkan sinekia sudut tertutup permanen dan bahkan menyebabkan kebutaan permanen dalam 2-3 hari.

24

14. Penutup
14.1. Kesimpulan Glaukoma akut adalah suatu kondisi dimana terjadi aposisi iris dengan jalinan trabekular pada sudut bilik mata. Saat kondisi iris terdorong atau menonjol kedepan maka outflow humor aqueous akan terhambat, keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra okular. Jika penutupan sudut terjadi secara mendadak, maka gejala yang ditimbulkan sangat berat seperti: nyeri pada mata, sakit kepala, pandangan kabur, halo, mual dan muntah. Glaukoma akut merupakan kegawat daruratan mata, yang harus segera ditangani. Jika tekanan intraokular tetap terkontrol setelah terapi akut glaukoma sudut tertutup, maka kecil kemungkinannya terjadi kerusakan penglihatan progresif. Glaukoma akut hanya timbul pada orang-orang yang mempunyai sudut bilik mata yang sempit. Jadi hanya pada orang-orang dengan predisposisi anatomis. Diagnosis glaukoma akut ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dimana pada anamnesis didapatkan visus menurun secara mendadak, disertai sakit hebat di dalam mata yang menjalar sepanjang nervus kranial V, sakit kepala, mual muntah, tampak warna pelangi di sekitar lampu (halo). Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan hiperemi limbal dan konjungtiva, edem kornea, bilik mata depan dangkal dengan flare dan cells, iris bombans tanpa adanya rubeosis iridis, pupil dilatasi bulat lonjong vertikal reflex negatif, lensa posisi normal tidak katarak, TIO sangat tinggi, sudut bilik mata depantertutup. Penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup terdiri dari mengurangi tekanan intra okular, menekan inflamasi, dan pemulihan sudut yang tertutup.

14.2. Saran Penatalaksanaan lini pertama pada glaukoma sudut tertutup akut hendaknya harus dikuasai dan mampu melakukannya karena diagnosa dan penanganan kasus yang cepat dan tepat akan memberikan prognosa yang lebih baik pada pasien sebelum dikonsulkan ke bahagian spesialis mata.

25

14.3. Daftar Pustaka 1. Vaughan, D.G. Asbury, T. Riodan-Eva, P. 2000. Oftalmologi Umum Edisi 14 Cetakan Pertama.Widya Medika, Jakarta. hal : 220-232 2. Ilyas, Sidartha, dkk. 2007. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Hal: 212-217. 3. Goldberg, I. 2007. Definition of Term : Primary open angle glaucoma (POAG) in Asia Pasific Glaucoma Guidelines South East Asia Glaucoma Interst Group, Sydney. 4. Kansky. JJ, 2005. Acute Congestive Angle Closure Glaucoma in Clinical Ophthalmology A Systemic Approach, Sixth Edition, Butterworth- Heinemann Elsevier. Page:391-397. 5. American Academy Of Ophthalmology. 2003-2004. Fundamental and Principles of Ophthalmology in Basic and Clinical Science Course, Section 2. Page: 56-58. 6. Gerhard KL, Oscar, Gabriele, Doris, Peter. 2007. Ophtalmology a short textbook. Second edition. Thieme Stuttgart, New York. 7. American Academy Of Ophthalmology.2005-2006. Acute Primary Angle Closure Glaucoma in Basic and Clinical Science Course, Section 10. Page : 122-126. 8. Larasati, K. 2011. Glaukoma Akut. Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara, Jakarta. 9. Atiyatul, A. 2008. Penatalaksanaan Glaukoma Akut. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. 10. Nurwasis, Komaratih E. 2006. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Mata Edisi III. RSU Dokter Soetomo. Surabaya. Hal: 2-3.

26

You might also like