You are on page 1of 30

BAB I KONSEP DASAR MEDIS KISTA COKLAT ( ENDOMETRIOSIS )

A. PENGERTIAN Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan mirip dengan dinding rahim (endometrium) ditemukan di tempat lain dalam tubuh (Smeltzer, 2001). Endometriosis juga dapat berupa suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri dan diluar miometrium (Prawirohardjo, 2008). Definisi lain tentang endometriosis yaitu terdapatnya kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium pada tempat-tempat diluar rongga rahim. Implantasi endometriosis bisa terdapat pada ovarium, ligamen latum, Cavum Douglasi, tuba Falopii, vagina, serviks, pada pusat, paru-paru, dan kelenjar-kelenjar limfa (Rayburn, 2001). Endometriosis adalah keadaan ketika sel-sel endometrium yang

seharusnya terdapat hanya dalam uterus, tersebar juga ke dalam rongga pelvis (Mary Baradero dkk, 2005). Endometriosis merupakan suatu kondisi yang dicerminkan dengan keberadaan dan pertumbuhan jaringan endometrium di luar uterus. Jaringan endometrium itu bisa tumbuh di ovarium, tuba falopii, ligamen pembentuk

uterus, atau bisa juga tumbuh di apendiks, colon, ureter dan pelvis. ( Scott, R James, dkk. 2002). Endometriosis adalah lesi jinak atau lesi dengan sel-sel yang serupa dengan sel-sel lapisan uterus tumbuh secara menyimpang dalam rongga pelvis diluar uterus. (Brunner & Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah, 1556 : 2002) Endometriosis adalah terdapatnya jaringan endometrium (kelenjar dan stoma) diluar uterus (Arif Mansjoer, Kapita Selekta, 381: 2001) Endometriosis adalah terdapatnya jaringan endometrium di luar kavum uterus. Bila jaringan endometrium terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis (adenometriosis internal) sedangkan bila di luar uterus disebut (endometriorisis ekterna).

B. ANATOMI FISIOLOGI Struktur reproduksi eksternal perempuan adalah klitoris dan dua pasang labia yang mengelilingi klitoris dan lubang vagina. Organ reproduksi internal terdiri dari sepasang gonad dan sebuah duktus dan ruangan untuk menghantarkan gamet dan menampumg embrio dan fetus. Sistem reproduksi perempuan tidak sepenuhnya tertutup, dan sel telur dilepaskan ke dalam rongga abdomen di dekat pembukaan saluran telur atau tuba Fallopii. Saluran telur manusia mempunyai pembukaan yang mirip corong dan berumbaiumbai yang disebut fimbriae. Silia yang terdapat pada epitelium bagian dalam

yang melapisi duktus itu akan membantu menarik sel telur dengan cara menarik cairan dari rongga tubuh ke dalam duktus tersebut. Silia juga mengirimkan sel telur menuruni duktus sampai di uterus, yang juga dikenal sebagai rahim. Uterus adalah organ yang tebal dan berotot yang dapat mengembang selama kehamilan untuk menampung fetus dengan bobot hingga 4 kg. Lapisan dalam uterus, yakni endometrium, dialiri oleh banyak pembuluh darah (Campbell, 2004).

Gambar 1. Struktur Organ Reproduksi Wanita (Purves et al, 2007) a. Siklus Menstruasi Istilah siklus menstruasi secara spesifik mengacu pada perubahan yang terjadi dalam uterus. Melalui kesepakatan, hari pertama periode menstruasi perempuan atau hari pertama menstruasi dinyatakan sebagai hari 1 dari siklus tersebut. Fase aliran menstruasi (Menstrual Flow Phase) siklus tersebut, saat pendarahan menstruasi (hilangnya sebagian besar lapisan fungsional endometrium) terjadi, umumnya berlangsung beberapa hari. Kemudian sisa endometrium yang tipis lainnya mulai mengalami regenerasi dan menebal selama seminggu

atau dua minggu. Fase tersebut dinamakan fase proliferasi (Proliferasi Phase) siklus menstruasi. Selama fase berikutnya yaitu fase sekresi (Secretory Phase) yang umumnya berlangsung sekitar dua minggu lamanya, endometrium menebal, mengandung lebih banyak

pembuluh, dan mengembangkan kelenjar yang mensekresikan cairan yang kaya glikogen (Price, 2005). b. Siklus Ovarium Siklus ini dimulai dengan fase folikel (Follicular cycle) saat beberapa folikel di ovarium mulai tumbuh. Sel telur membesar dan pembungkus sel folikel berlapis-lapis. Di antara beberapa folikel yang mulai tumbuh, umumnya hanya satu yang membesar dan matang, sementara yang lainnya akan mengalami disintegrasi. Folikel yang mengalami pematangan itu mengembangkan rongga internal yang penuh cairan dan tumbuh menjadi sangat besar, dan membentuk tonjolan dekat permukaan ovarium. Fase folikuler berakhir dengan ovulasi, ketika folikel dan dinding ovarium di dekatnya pecah sehingga melepaskan oosit. Jaringan folikel yang tetap ada di ovarium setelah ovulasi berkembang menjadi korpus luteum (jaringan endokrin yang mensekresikan hormon betina) selama fase luteal (Luteal Phase) (Guyton, 2007).

Gambar 2. Siklus Ovarium (Purves et al, 2007)

c. Hormon, Siklus Ovarium dan Siklus Menstruasi Hormon mengkoordinasikan siklus menstruasi dan siklus ovarium sedemikian rupa sehingga folikel dan peristiwa ovulasi

disinkronasikan dengan persiapan dinding uterus untuk kemungkinan implantasi embrio. Lima hormon berpartisipasi dalam skema rumit yang melibatkan baik umpan balik negatif maupun posisif. Hormonhormon tersebut adalah hormon pembebas gonadotropin (GnRH), yang disekresikan oleh hipotalamus, hormon perangsang folikel (FSH) dan hormon lutenisasi (LH), yang merupakan dua gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisis anterior dan estrogen serta progesteron, yaitu dua hormon kelamin yang disekresikan oleh ovarium (Price, 2005). Selama fase folikuler siklus ovarium, pituitari mensekresikan sejumlah kecil FSH dan LH sebagai respon terhadap rangsangan

GnRH dari hipotalamus. Pada waktu tersebut sel-sel folikel ovarium yang belum matang mempunyai reseptor untuk FSH. FSH merangsang pertumbuhan folikel dan sel-sel folikel yang sedang tumbuh ini mensekresikan estrogen. Peningkatan kadar estrogen secara perlahan terjadi selama sebagian besar fase folikuler.

Gambar 3. Umpan Balik Negatif (Purves et al, 2007) Peningkatan kecil kadar estrogen tersebut akan menghambat sekresi hormon pituitari, sehingga mempertahankan kadar FSH dan LH relatif rendah selama fase folikuler. Hubungan antar hormon tersebut berubah secara radikal dan relatif mendadak ketika sekresi estrogen oleh folikel yang sedang tumbuh mulai meningkat. Sementara peningkatan kadar estrogen yang terjadi dapat menghambat sekresi gonadotropin pituitari, estrogen dalam konsentrasi tinggi mempunyai pengaruh berlawanan dan merangsang sekresi gonadotropin dengan cara mempengaruhi hipotalamus untuk meningkatkan produksi

GnRH. Pengaruh itu lebih besar untuk LH karena konsentrasi estrogen yang tinggi, selain merangsang sekresi GnRH, juga meningkatkan sensitifitas mekanisme pelepasan LH di pituitari terhadap sinyal hipotalamus (GnRH). Pada saat itu, folikel telah mempunyai reseptor terhadap LH dan dapat merespon terhadap petunjuk hormonal ini. Dalam satu contoh umpan balik positif, peningkatan konsentrasi LH yang disebabkan oleh peningkatan sekresi estrogen dari folikel yang sedang tumbuh menginduksi pematangan akhir folikel tersebut, dan ovulasi terjadi sekitar sehari setelah lonjakan kadar LH tersebut (Price, 2005). LH dapat merangsang transformasi jaringan folikel yang tertinggal di ovarium untuk membentuk korpus luteum setelah ovulasi. Selama fase luteal siklus ovarium, LH mempengaruhi korpus luteum

mensekresikan estrogen dan hormon steroid kedua yaitu progesteron. Korpus luteum umumnya mencapai perkembangan maksimalnya sekitar 8 sampai 10 hari setelah ovulasi. Setelah kadar estrogen dan progesteron meningkat, kombinasi hormon-hormon tersebut

memberikan umpan balik negatif pada hipotalamus dan pituitari, sehingga menghambat sekresi LH dan FSH. Mendekati akhir masa luteal, korpus luteum akan lisis (kemungkinan sebagai akibat dari prostaglandin yang disekresikan oleh sel-sel itu sendiri).

Konsekuensinya, konsentrasi estrogen dan progesteron menurun. Penurunan kadar hormon ovarium tersebut membebaskan hipotalamus

dan pituitari dari pengaruh yang bersifat menghambat dari hormonhormon tersebut. Kemudian pituitari mulai mensekresikan cukup FSH untuk merangsang pertumbuhan folikel baru di ovarium, yang mengawali fase folikuler siklus ovarium berikutnya (Guyton, 2007). Estrogen yang disekresikan dalam jumlah yang semakin meningkat oleh folikel yang sedang tumbuh, merupakan suatu sinyal hormonal ke uterus yang menyebabkan endometrium menebal. Dengan demikian, fase folikel siklus ovarium dikoordinasikan dengan fase proliferasi siklus menstruasi. Penurunan cepat dalam kadar hormon ovarium ketika korpus luteum lisis menyebabkan kontraksi arteri dalam dinding uterus yang menyebabkan dinding endometrium tidak dialiri darah. Disintegrasi endometrium mengakibatkan menstruasi dan permulaan satu siklus menstruasi baru (Guyton, 2007).

Gambar 4. Siklus Reproduksi Wanita

C. PROSES TERJADINYA MASALAH 1. Faktor Prespitasi (Faktor Pencetus) Ada teori penyebab endometriosis yang dinyatakan oleh para ahli sebagai berikut (Wood, 2008): a. Metaplasia Metaplasia yaitu perubahan dari satu tipe jaringan normal menjadi tipe jaringan normal lainnya. Beberapa jaringan endometrium memiliki kemampuan dalam beberapa kasus untuk menggantikan jenis jaringan lain di luar rahim. Beberapa peneliti percaya hal ini terjadi pada embrio, ketika pembentukan rahim pertama. Lainnya percaya bahwa beberapa sel dewasa mempertahankan kemampuan mereka dalam tahap embrionik untuk berubah menjadi jaringan reproduksi. b. Menstruasi Mundur dan Transplantasi Sampson (1920) mengatakan bahwa aliran menstruasi mundur mengalir melalui saluran tuba (disebut "aliran mundur") dan tersimpan pada organ panggul dan tumbuh menjadi kista. Namun, ada sedikit bukti bahwa sel-sel endometrium dapat benar-benar melekat dan tumbuh ke organ panggul perempuan. Bertahun-tahun kemudian, para peneliti menemukan bahwa 90% wanita memiliki aliran mundur. c. Genetik Penelitian telah menunjukkan bahwa wanita dengan riwayat keluarga menderita endometriosis lebih mungkin untuk terkena

penyakit ini. Dan ketika diturunkan maka penyakit ini cenderung menjadi lebih buruk pada generasi berikutnya. Studi di seluruh dunia yang sedang berlangsung yaitu studi Endogene International mengadakan penelitian berdasarkan sampel darah dari wanita dengan endometriosis dengan harapan mengisolasi sebuah gen endometriosis.

Gambar 5. Menstruasi Mundur dan Transplantasi

d. Pengaruh lingkungan Beberapa studi telah menunjuk bahwa faktor lingkungan dapat menjadi kontributor terhadap perkembangan endometriosis,

khususnya senyawa-senyawa yang bersifat racun memiliki efek pada hormon-hormon reproduksi dan respon sistem kekebalan tubuh, walaupun teori ini tidak terbukti dan masih kontroversial. Hipotesis berbeda tersebut telah diajukan sebagai penyebab endometriosis. Sayangnya, tak satu pun dari teori-teori ini sepenuhnya terbukti, juga tidak sepenuhnya menjelaskan semua mekanisme yang

berhubungan dengan perkembangan penyakit. Dengan demikian, penyebab endometriosis masih belum diketahui. Sebagian besar peneliti, berpendapat bahwa endometriosis ini diperparah oleh estrogen. Selanjutnya, sebagian besar pengobatan untuk endometriosis saat ini hanya berupaya untuk mengurangi produksi estrogen dalam tubuh wanita untuk meringankan gejala (Smeltzer, 2001).

2. Faktor Predisposisi (Faktor Pendukung) a. Wanita yang ibu atau saudara perempuannya pernah menderita endometriosis b. Memiliki siklus menstruasi kurang atau lebih dari 27 hari c. Menarke (menstruasi yang pertama) terjadi pada usia relatif muda (<11 thn) d. Masa menstruasi berlangsung selama 7 hari atau lebih e. Orgasme saat menstruasi

D. PATOFISIOLOGI Endometriosis berasal dari kata endometrium, yaitu jaringan yang melapisi dinding rahim. Endometriosis terjadi bila endometrium tumbuh di luar rahim. Lokasi tumbuhnya beragam di rongga perut, seperti di ovarium, tuba falopii, jaringan yang menunjang uterus, daerah di antara vagina dan rectum, juga di kandung kemih. Dalam setiap siklus menstruasi lapisan dinding rahim menebal dengan tumbuhnya pembuluh darah dan jaringan, untuk

mempersiapkan diri menerima sel telur yang akan dilepaskan oleh indung telur yang terhubungkan dengan rahim oleh saluran yang disebut tuba falopii atau saluran telur. Apabila telur yang sudah matang tersebut tidak dibuahi oleh sel sperma, maka lapisan dinding rahim tadi luruh pada akhir siklus. Lepasnya lapisan dinding rahim inilah yang disebut dengan peristiwa menstruasi. Keseluruhan proses ini diatur oleh hormon, dan biasanya memerlukan waktu 28 sampai 30 hari sampai kembali lagi ke awal proses. Salah satu teori mengatakan bahwa darah menstruasi masuk kembali ke tuba falopii dengan membawa jaringan dari lapisan dinding rahim, sehingga jaringan tersebut menetap dan tumbuh di luar rahim. Teori lain mengatakan bahwa sel-sel jaringan endometrium keluar dari rahim melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, kemudian mulai tumbuh di lokasi baru. Namun, ada pula teori yang mengatakan bahwa beberapa perempuan memang terlahir dengan sel-sel yang salah letak, dan dapat tumbuh menjadi endometrial implant kelak. Dalam kasus

endometriosis, walaupun jaringan endometrium tumbuh di luar rahim dan menjadi imigran gelap di rongga perut seperti sudah disebutkan tadi, struktur jaringan dan pembuluh darahnya juga sama dengan endometrium yang berada di dalam rahim. Si imigran gelap (yang selanjutnya akan kita sebut endometrial implant) ini juga akan merespons perubahan hormon dalam siklus menstruasi. Menjelang masa menstruasi, jaringannya juga menebal. Namun, bila endometrium dapat luruh dan melepaskan diri dari rahim dan ke luar menjadi

darah menstruasi, endometrial implant ini tidak punya jalan ke luar. Sehingga, mereka membesar pada setiap siklus, dan gejala endometriosis (yaitu rasa sakit hebat di daerah perut) cenderung makin lama makin parah. Intensitas rasa sakit yang disebabkan oleh endometriosis ini sangat tergantung pada letak dan banyaknya endometrial implant yang ada pada kita. Walaupun demikian, endometrial implant yang sangat kecil pun dapat menyebabkan kita kesakitan luar biasa apabila terletak di dekat saraf (Utamadi, Gunadi, 2004). Setiap bulan, selaput endometrium akan berkembang dalam rahim dan membentuk satu lapisan seperti dinding. Lapisan ini akan menebal pada awal siklus haid sebagai persediaan menerima telur tersenyawa (embrio). Endometriosis yang ada di luar rahim juga akan mengalami proses sama seperti dalam rahim dan berdarah setiap bulan. Oleh karena selaput ini ada di tempat tidak sepatutnya, ia tidak boleh keluar dari badan seperti lapisan endometrium dalam rahim. Pada masa sama, selaput ini akan menghasilkan bahan kimia yang akan mengganggu selaput lain dan menyebabkan rasa sakit. Lama kelamaan, lapisan endometriosis ini semakin tebal dan membentuk benjolan atau kista (kantung berisi cecair) dalam ovari. Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu atau saudara perempuan yang menderita endometriosis memiliki resiko lebih besar terkena penyakit ini juga. Hal ini disebabkan adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh wanita tersebut. Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat mempengaruhi sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon

berupa gangguan sekresi estrogen dan progesteron yang menyebabkan gangguan pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya dengan pertumbuhan sel endometrium biasa, sel-sel endometriosis ini akan tumbuh seiring dengan peningkatan kadar estrogen dan progesteron dalam tubuh. Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mikroorganisme tersebut akan menghasilkan makrofag yang menyebabkan resepon imun menurun yang menyebabkan faktor pertumbuhan sel-sel abnormal meningkat seiring dengan peningkatan perkembangbiakan sel abnormal. Jaringan endometirum yang tumbuh di luar uterus, terdiri dari fragmen endometrial. Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari infundibulum tuba falopii menuju ke ovarium yang akan menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu, ovarium merupakan bagian pertama dalam rongga pelvis yang dikenai endometriosis. Sel endometrial ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa, sehingga sel endomatrial ini memiliki kesempatan untuk mengikuti aliran regional tubuh dan menuju ke bagian tubuh lainnya. Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstrauterine ini dapat dipengaruhi siklus endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin, maka pada saat estrogen dan progesteron meningkat, jaringan endometrial ini juga mengalami perkembangbiakan. Pada saat terjadi perubahan kadar estrogen dan progesteron lebih rendah atau berkurang, jaringan endometrial ini akan menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan di daerah pelvic.

Perdarahan di daerah pelvis ini disebabkan karena iritasi peritonium dan menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan, penggumpalan darah di pelvis akan menyebabkan adhesi/perlekatan di dinding dan permukaan pelvis. Hal ini menyebabkan nyeri, tidak hanya di pelvis tapi juga nyeri pada daerah permukaan yang terkait, nyeri saat latihan, defekasi, BAK dan saat melakukan hubungan seks. Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba fallopii. Adhesi di uterus menyebabkan uterus mengalami retroversi, sedangkan adhesi di tuba fallopii menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung fimbriae untuk membawa ovum ke uterus menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang menyebabkan terjadinya infertil pada endometriosis. (Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta Spero f, Leon. 2005)

E. MANIFESTASI KLINIS Pada umumnya wanita dengan endometriosis tidak memiliki gejala. Gejala pada umumnya terjadi ketika menstruasi dan bertambah hebat setiap tahunnya karena pembesaran daerah endometriosis. Gejala yang paling sering terjadi adalah nyeri panggul, dismenorea (nyeri ketika menstruasi), dispareunia (nyeri ketika senggama), dan infertilitas (gangguan kesuburan, tidak dapat memiliki anak). 1. Nyeri Panggul Nyeri yang berkaitan dengan endometriosis adalah nyeri yang dikatakan sebagai nyeri yang dalam, tumpul, atau tajam, dan biasanya nyeri bertambah

ketika menstruasi. Pada umumnya nyeri terdapat di sentral (tengah) dan nyeri yang terjadi pada satu sisi berkaitan dengan lesi (luka atau gangguan) di indung telur atau dinding samping panggul. Dispareunia terjadi terutama pada periode premenstruasi dan menstruasi. Nyeri saat berkemih dan dyschezia dapat muncul apabila terdapat keterlibatan saluran kemih atau saluran cerna. 2. Dismenorea Nyeri ketika menstruasi adalah keluhan paling umum pada endometriosis. 3. Infertilitas Efek endometriosis pada fertilitas (kesuburan) terjadi karena terjadinya gangguan pada lingkungan rahim sehingga perlekatan sel telur yang sudah dibuahi pada dinding rahim menjadi terganggu. Pada endometriosis yang sudah parah, terjadi perlekatan pada rongga panggul, saluran tuba, atau indung telur yang dapat mengganggu transportasi embrio (Missrani, 2009). Tanda dan gejala endometriosis antara lain : 1. Nyeri : a. Dismenore sekunder b. Dismenore primer yang buruk c. Dispareunia: Nyeri ovulasi d. Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada bagian abdomen bawah selama siklus menstruasi. e. Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual f. Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter

2. Perdarahan abnormal a. Hipermenorea b. Menoragia c. Spotting sebelum menstruasi d. Darah menstruasi yang bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi e. Keluhan buang air besar dan buang air kecil f. Nyeri sebelum, pada saat dan sesudah buang air besar g. Darah pada feces h. Diare, konstipasi dan kolik (Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica : Jakarta)

F. KLASIFIKASI Berdasarkan visualisasi rongga pelvis dan volume tiga dimensi dari endometriosis dilakukan penilaian terhadap ukuran, lokasi dan kedalaman invasi, keterlibatan ovarium dan densitas dari perlekatan. Dengan perhitungan ini didapatkan nilai-nilai dari skoring yang kemudian jumlahnya berkaitan dengan derajat klasifikasi endometriosis. Nilai 1-4 adalah minimal (stadium I), 5-15 adalah ringan (stadium II), 16-40 adalah sedang (stadium III) dan lebih dari 40 adalah berat (stadium IV) (Rusdi, 2009).

Tabel 1. Derajat endometriosis berdasarkan skoring dari Revisi AFS Endometriosis Peritoneum Ovarium Permukaan Dalam Permukaan Kanan Dalam Permukaan Kiri Dalam Perlekatan kavum douglas Perlekatan Tipis Kanan Tebal Tipis Kiri Tebal Tipis Kanan Tebal Tipis Kiri Tebal <1cm 1 2 1 4 1 4 Sebagian 4 <1/3 1 4 1 4 1 4 1 4 1-3 cm >1cm

Ovarium

Tuba

2 4 4 6 2 4 16 20 2 4 16 20 Komplit 40 1/3-2/3 >2/3 2 4 8 16 2 4 8 16 2 4 8 16 2 4 8 16

Sumber: American Fertility Society, 2007a. Skema klasifikasi berdasarkan beratnya penyakit endometriosis menurut American Fertility Society (2007a) dapat dilihat pada gambar dibawah.

Gambar 6. Skema klasifikasi stage 1 sampai stage 3. (American Fertility Society, 2007a)

Gambar 7. Skema klasifikasi stage 3 sampai stage 4. (American Fertility Society, 2007a) Berdasarkan lokasi tempat endometriosis dibagi menjadi : 1. Endometriosis Interna (adenomiosi uteri)

Fokus Endometriosis berada multilokuler di dalam otot uterus. Akan terjadi penebalan atau pembesaran uterus. Gejala yang timbul hampir tidak ada. Ada dua gejala yang khas buat adenomiosis uterus, yaitu: a. Nyeri saat haid. b. Perdarahan haid yang banyak atau haid yang memanjang. 2. Endometriosis Tuba. Yang paling sering terkena adalah bagian proksimal tuba.Akibatnya adalah: a. Saluran tuba tertutup,terjadi infertilitas. b. Resiko terjadinya kehamilan ektopik. c. Hematosalping 3. Edometriosis Ovarium Akibat adanya endometriosis pada ovarium akan terbentuk kista coklat. Kista coklat ini sering mengadakan perlekatan dengan organ-organ di sekitarnya dan membentuk suatu konglomerasi. 4. Endometriosis Retroservikalis. Pada rectal toucher sering teraba benjolan yang nyeri pada cavum Douglas. Benjolan-benjolan ini akan melekat dengan uterus dan rectum, akibatnya adalah: a. Nyeri pada saat haid. b. Nyeri pada saat senggama. Diagnosa banding yang perlu diperhatikan adalah: a. Karsinoma ovarium.

b. Metastasis di kavum Douglas. c. Mioma multiple. d. Karsinoma rectum. 5. Endometriosis Ekstragenital. Setiap nyeri yang timbul pada organ tubuh tertentu pada organ tbuh tertentu bersamaan dengan datangnya haid harus dipikirkan adanya endometriosis. ( Baziad,Ali dkk.1993)

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS Pemeriksaan yang dilakukan untuk membuktikan adanya endometirosis ini antara lain: 1. Uji serum a. CA-125: Sensitifitas atau spesifisitas berkurang b. Protein plasenta 14 : Mungkin meningkat pada endometriosis yang mengalami infiltrasi dalam, namun nilai klinis tidak diperlihatkan. c. Antibodi endometrial: Sensitifitas dan spesifisitas berkurang 2. Teknik pencitraan a. Ultrasound: Dapat membantu dalam mengidentifikasi endometrioma dengan sensitifitas 11% b. MRI: 90% sensitif dan 98% spesifik c. Pembedahan: Melalui laparoskopi dan eksisi. (Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta)

H. PENATALAKSANAAN Penanganan endometriosis di bagi menjadi 2 jenis terapi yaitu terapi medik dan terapi pembedahan. 1. Terapi medik diindikasikan kepada pasien yang ingin mempertahankan kesuburannya atau yang gejala ringan (Rayburn, 2001). Jenis-jenis terapi medik seperti terlampir pada Tabel. 3 dibawah ini (Widjanarko, 2009): Tabel 4. Jenis-jenis terapi medik endometriosis Jenis Kandungan Fungsi Menciptakan kehamilan palsu Mekanisme Menurunkan kadar FSH, LH, dan estrogen Dosis Medroxyprogest eron acetate: 10 30 mg/hari; Depo-Provera 150 mg setiap 3 bulan 800 mg/hari selama 6 bulan Efek samping Depresi, peningkatan berat badan

Progestin Progesteron

Danazol

Androgen lemah

Menciptakan menopause palsu Menciptakan menopause palsu

GnRH agonis

Analog GnRH

Mencegah keluarnya FSH, LH, dan pertumbuhan endometrium Menekan sekresi hormon GnRH dan endometrium

Jerawat, berat badan meningkat, perubahan suara Leuprolide 3.75 Penurunan mg / bulan; densitas Nafareline 200 tulang, rasa mg 2 kali sehari; kering Goserelin 3.75 mulut, mg / bulan gangguan emosi

2. Terapi pembedahan dapat dilaksanakan dengan laparoskopi untuk mengangkat kista-kista, melepaskan adhesi, dan melenyapkan implantasi dengan sinar laser atau elektrokauter. Tujuan pembedahan untuk mengembalikan kesuburan dan menghilangkan gejala (Rayburn, 2001). Terapi bedah konservatif dilakukan pada kasus infertilitas, penyakit berat dengan perlekatan hebat, usia tua. Terapi bedah konservatif antara lain

meliputi pelepasan perlekatan, merusak jaringan endometriotik, dan rekonstruksi anatomis sebaik mungkin (Widjanarko, 2009). Penanganan endometriosis menurut Sumilat (2009, kom. pribadi) dapat dilakukan dengan terapi medik seperti pemberian analog general dan obat KB atau dengan terapi pembedahan menggunakan laparoskopi operatif yaitu pembakaran kista endometriosis dengan menggunakan laser. Tabel 5. Keuntungan dan kerugian terapi medik dan terapi pembedahan Jenis terapi Terapi medik 1. 2. 3. Keuntungan Biaya lebih murah Terapi empiris (dapat di modifikasi dengan mudah) Efektif untuk menghilangkan rasa nyeri Kerugian 1. Sering ditemukan efek samping 2. Tidak memperbaiki fertilitas 3. Beberapa obat hanya dapat digunakan untuk waktu singkat 1. Biaya mahal 2. Resiko medis penetapan kurang baik dan penaksiran kurang baik sekitar 3% 3. Efisiensi diragukan, efek menghilangkan rasa nyeri temporer

Terapi pembedahan

1.

Efektif untuk menghilangkan rasa nyeri 2. Lebih efisien dibandingkan terapi medis 3. Melalui biopsi dapat ditegakkan diagnosa pasti

Sumber: Widjanarko, 2009

I. KOMPLIKASI 1. Obstruksi ginjal dan penurunan fungsi ginjal karena endometriosis dekat kolon atau ureter. 2. Torsi ovarium atau ruptur ovarium sehingga terjadi peritonitis karena endometrioma.

3. Infertilitas, ditemukan pada 30% 40% kasus. Endometriosis merupakan penyebab infertilitas kedua terbanyak pada wanita. (Mansjoer, 2001)

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul : 1. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d gangguan menstruasi, proses penjalaran penyakit. 2. Resiko gangguan harga diri b.d infertilitas 3. Resiko tinggi koping individu / keluarga tidak efektif b.d efek fisiologis dan emosional gangguan, kurang pengetahuan mengenai penyebab penyakit. 4. Resiko tinggi gangguan citra tubuh b.d gangguan menstruasi

(Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC : Jakarta)

K. FOKUS INTERVENSI 1. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d gangguan menstruasi, proses penjalaran penyakit. Tujuan: nyeri klien akan berkurang. Kriteria evaluasi: klien mengatakan nyeri berkurang, klien tidak memegang punggung, kepala atau daerah lainnya yang sakit, keringat berkurang.

Intervensi: a. Pantau/ catat karakteristik nyeri ( respon verbal, non verbal, dan respon hemodinamik) klien. R/ untuk mendapatkan indicator nyeri. b. Kaji lokasi nyeri dengan memantau lokasi yang ditunjuk oleh klien. R/untuk mendapatkan sumber nyeri. c. Kaji intensitas nyeri dengan menggunakan skala 0-10. R/ nyeri merupakan pengalaman subyektif klien dan metode skala merupakan metodeh yang mudah serta terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri. d. Tunjukan sikap penerimaan respon nyeri klien dan akui nyeri yang klien rasakan. R/ ketidakpercayaan orang lain membuat klien tidak toleransi terhadap nyeri sehingga klien merasakan nyeri semakin meningkat. e. Jelaskan penyebab nyeri klien. R/ dengan mengetahui penyebab nyeri klien dapat bertoleransi terhadap nyeri. f. Bantu untuk melakukan tindakan relaksasi, distraksi, massage. R/ memodifikasi reaksi fisik dan psikis terhadap nyeri. g. Berikan pujian untuk kesabaran klien. R/meningkatkan motivasi klien dalam mengatasi nyeri.

h.

Kolaborasi pemberian analgetik ( ibuprofen, naproksen, ponstan) dan Midol. R/ analgetik tersebut bekerja menghambat sintesa prostaglandin dan midol sebagai relaksan uterus.

2. Resiko gangguan harga diri berhubungan dengan infertile pada endometriosis a. Berikan motivasi kepada pasien R/: meningkatkan harga diri klien dan merasa di perhatikan. b. Bina hubungan saling percaya R /: hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya. c. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang di miliki R /: mengidentifikasi hal hal positif yang masih di miliki klien. 3. Resiko gangguan citra tubuh berhubungan dengan gangguan menstruasi Tujuan: citra diri klien akan meningkat. Kriteria evaluasi: klien mengatakan tidak malu, merasa berguna, penampilan klien rapi, menerima apa yang sedang terjadi. a. Bina hubungan saling percaya dengan klien. R/ klien dengan mudah mengungkapkan masalahnya hanya kepada orang yang dipercayainya. b. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan, pikiran, dan pandangan tentang dirinya.

R/ meningkatkan kewaspadaan diri klien dan membantu perawat dalam membuat penyelesaian. c. Diskusikan dengan system pendukung klien tentang perlunya menyampaikan nilai dan arti klien bagi mereka. R/ penyampaian arti dan nilai klien dari system pendukung membuat klien merasa diterima. d. Gali kekuatan dan sumber-sumber yang ada pada klien dan dukung kekuatan tersebut sebagai aspek positif. R/ mengidentifikasi kekuatan klien dapat membantu klien berfokus pada karakteristik positif yang mendukung keseluruhan konsep diri. e. Libatkan klien pada setiap kegiatan di kelompok R/ Memungkinkan menerima stimulus social dan intelektual yang dapat meningkatkan konsep diri klien. f. Informasikan dan diskusikan dengan jujur dan terbuka tentang pilihan penanganan gangguan menstruasi seperti ke klinik

kewanitaan, dokter ahli kebidanan. R/ Jujur dan terbuka dapat mengontrol perasaan klien dan informasi yang diberikan dapat membuat klien mencari penanganan terhadap masalah yang dihadapinya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, N. 2009. Endometriosis dan Infertilitas. Jurnal Medika Nusantara, vol.25 No.2:1-7. 2004. =com_ content&task=category&sectionid=12&id=101&Itemid=48/1index.php, diakses pada tanggal 30 Desember 2009). American Fertility Society. 2007a. Booklet Endometriosis A Guide for Patients. American Society For Reproductive Medicine. Alabama. (http://www.asrm.org/Patients /Booklet/Endometriosis.pdf diakses pada tanggal 28 Januari 2010). American Fertility Society. 2007b. Booklet Laparoscopy And Hysteroscopy A Guide for Patients. American Society For Reproductive Medicine. Alabama. (http://www.asrm.org/Patients/Booklet/Laparoscopy.pdf diakses pada tanggal 28 Januari 2010). Baradero, Mary, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Reproduksi & Seksualitas. Jakarta: EGC Baziad,Ali dkk.1993. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta.Media Aesculapius Bobak. Lowdermik. Jensen. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC. Bulun, S. E. 2009. Endometriosis. The New England Journal of Medicine. Vol.360 No.3: 268-279. (http://content.nejm.org/cgi/content/ full/360/3/268, diakses pada tanggal 30 Desember 2009). 11 hal. Bunner and Suddart . 2002 . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC Campbell, Neil A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Penerbit Erlangga. Jakarta. Carpenito, Lynda Juall, (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC Doenges, Marilynn.E. 2001. Rencana Keperawatan. Jakarta : EGC. (http://med.unhas.ac.id /index.php?option

Dothrock, C Jane. 1999. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif.Jakarta : EGC Guyton, A. C. dan Jhon E. H. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC Medical Publisher. Jakarta. Johnson. M. Maas. M. Moorhead. S. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC). Mosby. Philadelphia. Jones. Derek Llewellyn.2001. Dasar-dasar obstetric dan ginekologi.Jakarta.Hipokrates Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga Jilid kedua . Media Aesculapius : Jakarta MC.Closky.T dan Bulaceck G.2000. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby. Philadelphia. Moore, Hacker.2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta.Hipokrates Nanda . 2012. Nursing Diagnosis : devinisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta : Philadelphia USA. Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kandungan. P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Price, S.A. dan Lorraine M.W. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. EGC: Jakarta. Purves et al. 2007. Life: The Science of Biology 4th Edition. Sinauer Associates. (http://www.emc.maricopa.edu/faculty/farabee/Biobk/Biobookreprod.ht ml, diakses pada tanggal 20 Desember 2007). Rayburn, W. F., Christopher C. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Widya Medika. Jakarta. Redwine, D. 2009. Endometriosis Advances and Controversies. Marcel Dekker.Inc. New York. Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta. Simatupang, J. 2003. Referat Iv Perubahan Imunologis Pada Endometriosis Peritoneal. FK UNSRI. Palembang. (http://digilib.unsri.ac.id/download/

Perubahan%20imunologis%20pada%20endometriosis.pdf, diakses pada tanggal 08 Januari 2009). Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Widjarnako, B. 2009. Endometriosis. (http://obfkumj.blogspot.com/ Endometriosis.html, diakses pada tanggal 07 Januari 2010). Widhi, N.K. 2007. Plastik, Fast Food & Rokok Biang Utama Endometriosis. (http://www.detiknews.com/kanal/10/berita/10.html, tanggal 10 Januari 2010). Wiknjosastro, Hanifa.2005. Ilmu Kandungan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Winarta, Sastra., Prof. Sulaiman. 1983. Obstetri Fisiologi. Bandung: Elemen Wood, R. 2008a. Causes. (http://www.endometriosis.org/causes.html, diakses pada tanggal 2 oktober 2009). diakses pada

You might also like