You are on page 1of 35

LAPORAN KASUS ENSEFALOPATI METABOLIK PEMBIMBING : DR YUNIARTI Sp.S PENYUSUN : NADIRAH BINTI ROSLAN 030.08.

288

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PERIODE 6 MEI 2103-8 JUNI 2013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

PENGESAHAN Dengan hormat, Laporan kasus ensefalopati metabolik dalam rangka memenuhi kewajiban di kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati telah dilaksanakan oleh Nama : Nadirah bt. Roslan NIM : 030.08.288 Fakultas : Kedokteran Universitas Trisakti Periode kepaniteraan : 6 Mei-8 Juni 2013 Dan hasilnya telah disetujui dan dikoreksi pembuatannya oleh : Pembimbing, Dr. Yuniarti Sp.S Jakarta, 11 Mei 2013

STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Umur Pekerjaan Agama Status Perkawinan Alamat Pendidikan Masuk RS Pengambilan Data II. ANAMNESIS Dilakukan secara allo-anamnesis pada tanggal 10 Mei 2013 a. KELUHAN UTAMA Penurunan kesadaran +/- 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS). KELUHAN TAMBAHAN Demam -/+ 2 hari sebelum masuk rumah sakit b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak +/- 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS). Pasien juga turut demam kurang lebih 2 hari SMRS. Sebelumnya,1 bulan SMRS pasien pernah mengeluh lemas pada anggota gerak atas dan bawah sebelah kiri. Saat itu pasien sempat dirawat di rumah sakit namun kerna permasalahan biaya, maka pasien dibawa pulang oleh keluarga. Selama di rumah, : Ny. S : Perempuan : 60 tahun : Ibu Rumah Tangga : Islam : Sudah menikah :Jl. Cenderawasih Raya V, RT006 RW1002 : Tamat SMA : 09 Mei 2013 : 11 Mei 2013

pasien bergerak dengan mengesot di lantai. Makan dan minum masih dapat dilakukan sendiri. Pasien juga masih dapat berkomunikasi baik dengan keluarganya. Pasien juga mengeluhkan sering kencing,sering lapar,sering haus sejak 6 bulan SMRS. Keluarga menyangkal pada pasien adanya bicara pelo,mulut mencong, muntah menyembur, kejang , sering tersedak , atau kesulitan menelan. Pasien juga tidak ada gangguan buang air kecil atau buang air besar.

c. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu dan tidak terkontrol.Riwayat stroke() .Diabetes mellitus sejak 5 tahun yang lalu tidak terkontrol.Penyakit jantung (-). Riwayat trauma (-) d. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Diabetes mellitus (+), hipertensi (+), stroke(-), penyakit jantung (-), alergi (-). III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum: tampak sakit berat a. Kesadaran: somnolen / GCS:E4M2V b. Sikap : berbaring c. Koperasi: kooperatif d. Keadaan gizi: obese e. Tekanan darah: 140/60 mmHg f. Nadi: 73 x/menit g. Suhu: 36.3oC h. Pernapasan: 20 x/menit Keadaan Lokal a. Traumata stigmata: tidak ada b. Pulsasi arteri carotis: reguler, equal kanan-kiri

c. Perdarahan perifer: capillary refill time < 2 detik d. KGB: Tidak teraba pembesaran, nyeri tekan (-) e. Columna vertebralis: Lurus di tengah, nyeri tekan (-) Pemeriksaan Kepala Mata Pemeriksaan Leher JVP Pemeriksaan Jantung Inspeksi Palpasi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V 1 jari ke medial dari linea midclavcula sinistra Perkusi : Batas kanan : di antara linea sternalis dextra Batas kiri : ICS V 1 jari ke medial dari linea midclavicula sinistra Pinggang jantung: ICS III linea parasternalis sinistra Auskultasi Pemeriksaan Paru : Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis : Vokal fremitus sama di kedua lapang paru : Sonor di kedua lapangan paru : Suara napas vesikular +/+; Ronki -/-; Wheezing -/-. : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-) : 5-2 cmH2O : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Pemeriksaan Abdomen: Inspeksi Palpasi : Buncit (+) : Supel, nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)

Perkusi Auskultasi

: Timpani di seluruh lapangan abdomen : BU (+) normal.

Pemeriksaan Ekstremitas: o atas: akral hangat (+), edema (-) o bawah: akral hangat (+), edema (-) IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS Kanan (-) > 70 > 135 (-) (-) Kiri (-) > 70 > 135 (-) (-) : : : : :

A. Rangsang Selaput Otak Kaku Kuduk Laseque Kernig Brudzinski I Brudzinski II Nyeri kepala : (-) Muntah projektil : (-) Penurunan kesadaran : (-) C. Saraf-saraf Kranialis N. I N.II Acies Visus Visus Campus Melihat Warna Funduskopi N. III, IV, VI Kedudukan Bola Mata Pergerakan Bola Mata Ke Nasal Ke Temporal Ke Nasal Atas : : : : : : : : :

B. Peningkatan Tekanan Intrakranial

normosmia Kanan Baik Baik Baik Tidak dilakukan Kanan Ortoposisi Baik Baik Baik

normosmia Kiri Baik Baik Baik

Kiri Ortoposisi Baik Baik Baik

Ke Nasal Bawah Ke Temporal Atas Ke Temporal Bawah Eksopthalmus Nistagmus Pupil Bentuk

: : : : : : :

Baik Baik Baik (-) (-) Isokor Bulat, 3mm (+) (+) Baik Baik Kanan

Baik Baik Baik (-) (-) Isokor Bulat, 3mm (+) (+) Baik Baik Kiri Baik Baik Baik Baik Kiri Baik Sudut nasolabial tertinggal Baik

Refleks Cahaya Langsung : Refleks Cahaya Konsensual: Akomodasi Konvergensi N. V Cabang Motorik Cabang Sensorik Optahalmik Maxilla Mandibularis N. VII Motorik Orbitofrontal Motorik Orbicularis Pengecap Lidah : : : : : : : : : `

Baik Baik Baik Baik Kanan Baik Baik Baik

N. VIII Vestibular Vertigo Nistagmus Cochlear Tes Rinne (+), Weber tidak ada lateralisasi, Schwabach sama dengan pemeriksa Tuli Konduktif : (-) Tuli Perspeptif : (-) : (-) : (-)

N. IX, X Motorik Sensorik N. XI Mengangkat bahu Menoleh N. XII Pergerakan Lidah Atrofi Fasikulasi Tremor D. Sistem Motorik Ekstremitas Atas Proksimal Distal Ekstremitas Bawah Proksimal Distal E. Gerakan Involunter Tremor Chorea Atetose Mioklonik Tics F. Trofik G. Tonus Proprioseptif Eksteroseptif Ataxia Tes Rhomberg Disdiadokinesia Jari-Jari Jari-Hidung Tumit-Lutut Rebound Pheomenon : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : Normotrofik : Normotonus : Baik : Baik : tidak valid dinilai : tidak valid dinilai : tidak valid dinilai : tidak valid dinilai : tidak valid dinilai : tidak valid dinilai : tidak valid dinilai : 5555 : 5555 3333 3333 : Deviasi kekiri : (-) : (-) : (-) : : : baik/baik : baik/baik Kanan tidak valid dinilai Baik Kiri tidak valid dinilai Baik

H. Sistem Sensorik

I. Fungsi Cerebellar dan Koordinasi

J. Fungsi Luhur Astereognosia Apraksia Afasia K. Fungsi Otonom Miksi Defekasi Sekresi Keringat Kornea Bisep Trisep Lutut Tumit Cremaster Sfingter Ani : : : : : : Tidak diperiksa : Tidak diperiksa Kanan (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) Kiri (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) : : : : : : : : : on kateter : Baik : Baik Kanan (+) (+2) (+2) (+2) (+2) Kiri (+) (+3) (+3) (+3) (+2) : (-) : (-) : (-)

L. Refleks-refleks Fisiologis

M. Refleks-refleks Patologis Hoffman Tromner Babinsky Chaddock Gordon Gonda Schaeffer Klonus Lutut Klonus Tumit N. Keadaan Psikis Intelegensia Tanda regresi Demensia

: Tidak valid dinilai : (-) : (-)

V.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Nilai Rujukan Hematologi Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit Eritrosit VER/HER/KHER/RDW VER HER KHER RDW Analisa gas darah Ph pCO2 P02 BP HCO3 O2 BE Total CO2 Kimia Klinik Fungsi Hati SGOT SGPT Fungsi Ginjal Ureum darah Creatinin darah Diabetes Glukosa Darah Sewaktu Elektrolit Natrium Kalium Klorida 11,7-15,5 g/dl 31-45% 5,0-10,0 ribu/Ul 150-440 ribu/Ul 3,80-5,20 juta/Ul 80-100 fl 26-34 pg 32-36 g/dl 11,5-14,5 % 7,370-7,440 35-45mmHg 83-108mmHg 79.3 25.4 32.0 15.0 Hasil 09-05-2013 15.9 47 19.1 110 6,27

7.351 28.9 142.3 752 21-28mmol/L 15.3 95-99% 98,9 -2,5-2,5mmol/L -18,7 19-24mmol/L 5,8 0-34 u/l 0-40 u/l 20-40 mg/dl 0,6-1,5 mg/dl 70-140 mg/dl 135-147 mmol/l 3,10-5,10 mmol/l 95-108 142 3.32 114 28 31 101 2.6 594

Keton-darah

mmol/l 0,00-0,60

5.69

VI.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Kesan CT scan kepala pada tanggal 09 Mei 2013 potongan aksial tanpa kontras: Infark di kapsula interna kanan, basal ganglia dan periventrikel lateralis kanan. Lesi hipodens berbentuk bulat dengan batas tegas berukuran +/- 3x2.5cm pada basal ganglia sugestif massa. VII. RESUME Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS). Sebelumnya, 7 hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS) pasien nafsu makan menurun dan +/- 2 hari SMRS pasien menegleuh demam. Pasien juga mengeluhkan sering kencing,sering lapar,sering haus sejak 6 bulan SMRS. Riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu dan diabetes mellitus sejak 5 tahun yang lalu tidak terkontrol. Status neurologis: GCS: E4M6V5= 15 Nervus cranialis Motorik VIII. Pemeriksaan Penunjang: Laboratorium: Hematologi Hemoglobin Leukosit Trombosit Eritrosit Analisa gas darah Ph pCO2 P02 HCO3 11,7-15,5 g/dl 5,0-10,0 ribu/Ul 150-440 ribu/Ul 3,80-5,20 juta/Ul 7,370-7,440 35-45mmHg 83-108mmHg 21-28mmol/L 15.9 19.1 110 6,27 7.351 28.9 142.3 15.3 : parese N.VII,XII sinistra sentral : hemiparese sinistra

BE Total CO2 Kimia Klinik Fungsi Hati SGOT SGPT Fungsi Ginjal Ureum darah Creatinin darah Diabetes Glukosa Darah Sewaktu Elektrolit Keton-darah

-2,5-2,5mmol/L 19-24mmol/L 0-34 u/l 0-40 u/l 20-40 mg/dl 0,6-1,5 mg/dl 70-140 mg/dl 0,00-0,60

-18,7 5,8 28 31 101 2.6 594 5.69

IX.

DIAGNOSIS KERJA a. Diagnosis Klinis: penurunan kesadaran, hemiparese sinistra,

leukositosis,hiperglikemia,asidosis metabolik, b. Diagnosis etiologi: KAD,stroke iskemik c. Diagnosis topik: subkortex X. TATA LAKSANA NaCl 0.9% 500cc+ KCL 12.5 meq/6 jam Drip insulin 4 unit/jam Ceftriaxone 2x1 g i.v Ranitidin 2x1 ampul i.v Brainact PCT 3x500mg Neurodex

Amlodipin 1x10mg Asam folat 2x1 Ascardia 1x80mg Sohobion Ambroxol syrup 3xCI Sucralfat 4xCI XI. RENCANA PEMERIKSAAN CT-SCAN dengan kontras XII. PROGNOSA Ad vitam: dubia ad malam Ad fungsionam: dubia ad malam Ad sanationam: dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA ENSEFALOPATI METABOLIK


PENDAHULUAN Istilah ensefalopati metabolik pertama kali dikemukakan oleh Kinnier Wilson pada tahun 1912 untuk menjelaskan status klinik mengenai beberapa penyebab dari gangguan integritas otak yang bukan disebabkan oleh abnormalitas strukturan. Ensefalopati metabolik bukanlah sebuah diagnosa melainkan merupakan sebuah sindrom dari disfungsi umum serebral yang dirangsang oleh stres sistemik dan bisa memiliki gejala klinis yang beragam mulai dari disfungsi ringan hingga delirium agitasi, sampai koma dalam dengan postur deserebrasi. Ini semua tergantung dari kelainan metabolik yang dialami. Hal-hal yang terkait dengan ensefalopati metabolik ini antara lain gangguan yang disebabkan oleh kegagalan sistem organ, elektrolit imbalans, hipoglikemia, hiperglikemia, gangguan endokrin, dan sepsis sistemik. Yang tidak termasuk keterkaitannya antara lain cardiac arrest dan anoxic-ischemic encephalophaty, infeksi langsung pada SSP, toksin eksogen (termasuk obat-obatan, alkohol, racun), kodisi hematologik, penyakit SSP yang terkait dengan kekebalan, dan direk atau indirek efek dari kanker pada sistem saraf.

Harus dipahami bahwa beberapa gangguan metabolik dapat bergabung untuk menyebabkan ensefalopati terutama pada pasein yang sakit kritis. Ini mencerminkan adanya interaksi antara beberapa sistem organ dalam menyebabkan multipel metabolic derangements Gangguan organ kronik dan gangguan sistemik progresif lainnya dapat menyebabkan perubahan struktural sistem saraf dengan manifestasi klinis yang agak berbeda, berlangsung lambat dan khususnya mengenai : Korteks serebral amnesia dan defisit kognitif lainnya yang dapat berfluktuasi, kelainan perilaku Ganglia basal diskenesia atau sindrom rigiditas-akinetik Serebelum disartria, ataksia

Meskipun ensefalopati metabolik memperlihatkan banyak manifestasi klinis, gangguan tertentu berkaitan dengan beberapa gambaran motorik yang berbeda. Sebagai contoh, tremor adalah komponen khas dari gejala putus alkohol. Gerakan menyentak mioklonik terlihat pada gagal ginjal dan alkalosis respiratorik.

DEFINISI Ensefalopati {Ensefalo + pati} adalah Penyakit degeneratif otak sedangkan Metabolisme merupakan suatu Biotransformasi. Maka Ensefalopati Metabolik adalah Gangguan neuropsikiatrik akibat penyakit metabolik otak. Ensefalopati Metabolik adalah pengertian umum keadaan klinis yang ditandai dengan : 1. Penurunan kesadaran sedang sampai berat 2. Gangguan neuropsikiatrik : kejang, lateralisasi 3. Kelainan fungsi neurotransmitter otak 4. Tanpa di sertai tanda tanda infeksi bacterial yang jelas

Ensefalopati metabolik merupakan suatu kondisi disfungsi otak yang global yang menyebabkan terjadi perubahan kesadaran, perubahan tingkah laku dan kejang yang disebabkan oleh kelainan pada otak maupun diluar otak. Kondisi ini mempengaruhi fungsi Ascending Reticular Activating System dan atau mengganggu proyeksinya di kortek serebri

sehingga terjadi gangguan kesadaran dan atau kejang. Mekanisme terjadinya disfungsi otak ini multifaktorial, termasuk perubahan aliran darah dan gangguan fungsi neurotransmitter diikuti gagalnya energi metabolisme dan depolarisasi seluler. Singkatnya, ensefalopati metabolik merupakan kelainan fungsi otak yang penyebabnya berasal dari intra dan ekstraserebral. Prosesnya termasuk gangguan metabolik (elektrolit, serum osmolaritas, fungsi renal dan disfungsi hepar, beberapa defisiensi (subtrat metabolik, hormon turoid, vitamin B12, dll), racun (obat-obatan, alkohol,dll) atau kelainan toksik sistemik (misalnya sepsis). Pada ensefalopati metabolik terdapat disfungsi difus dari otak, yang onsetnya cepat dengan fluktuasi tingkat kesadaran (perhatian dan konsentrasi). Pembahasan Neuron-neuron otak bergantung pada laju aliran darah otak (Cerebral Blood Flow) yang berfungsi sebagai pengantar oksigen dan glukosa. CBF pada substansi abu-abu 75mL/100g/min dan 30mL/100g/min, pada substansi putih (rata-rata 55mL/100g/min), konsumsi oksigen 3,5 mL/100g/min, dan utilisasi glukosa 5 mL/100g/min. Otak menggunakan cadangan glukosa untuk menghasilkan energi setelah 2 menit terjadi kelambatan aliran darah karena cadangan oksigen akan habis setelah 8-10 detik. Simultan hypoxia dan iskemik mengeluarkan glukosa lebih cepat. Pada EEG terdapat gambaran melambat yang menyeluruh, merupakan gambaran pada ensefalopati metabolik, dimana aktifitas metabolik otak secara global menurun sampai pada tingkat penurunan kesadaran. Klinis pasien dengan enselopati metabolik tergantung penyebabnya, usia dan keadaan neural (misalnya kapasitas untuk kompensasi pada suatu disfungsi), biasanya klinisnya mirip, berupa penurunan keadaran, kehilangan intelek progres (dementia), hypereksitasi seperti dementia agitasi (delirium) atau kejang (myoclonus general dan multifokal, kejang tonikklonik). Kondisi seperti hyponatremi, hyperosmolar, hypercapnia, hypercalcemia, gagal hati (Hepatic Encephlopathy, Porto Systemic Encephlopathy, Hepatic Coma) dan gagal ginjal (aluminium encephalopathy, dialysis encephalopathy syndrome, dialysis dysequilibrium syndrome) akan menyebabkan kelainan yang reversibel pada asrosit dan neuron, sehingga terjadi gangguan cadangan energi, perubahan flux ion yang melintasi membran neural dan menyebabkan kelainan neurotransmitter. Contohnya, tingginya konsentrasi amoniak dalam otak berhubungan dengan koma hepatik yang mengganggu metabolisme energi serebral dan

pompa Na-K ATPase, sehingga meningkatkan jumlah dan ukuran astrosit, kelainan fungsi sel saraf, dan meningkatnya konsentrasi produk toksik dari metabolisme amonia, juga menyebabkan abnormalitas neurotransmitter, berupa false neurotransmitter yang aktif pada pada permukan reseptor. Berbeda dengan hyperammonia, dimana mekanismenya berbeda dan belum diketahui. Mekanisme ensefalopati metabolik pada gagal ginjal juga tidak diketahui. Tidak seperti ammonia, urea tidak menyebabkan toksisitas pada pusat persarafan (Central Nervous System). Penyebabnya multifaktor, termasuk peningkatan permeabilitas sawar darah otak terhadap substansi seperti asam organik dan peningkatan kalsium otak atau muatan fosfat LCS. Volume cairan otak berhubungan dengan status kesadaran, faktor lain juga berperan. Kadar sodium dibawah 125 mmol/L menybabkan konfusi dan di bawah 115 mmol/L berbuhungan dengan koma dan konvulsi. Besarnya perubahan neurologlk tergantung dari perubahankadar yang cepat serum. Dialisis pada gagal ginjal dapat meningkatkan resiko tejadinya kejang : hampir sepertiga pasien dengan gagal ginjal mengalami ensefalopati metabolik akibat dialisis. Insidennya dapt diturunkan dengan cara merubah prosedur dialisis. Dysequilibrium syndrome, berupa pertukaran cairan yang cepat yang terlihat pada pasien dengan sindroma uremik, biasanya setelah dialisis pertama. Manifestasinya berupa kejang dan konfusi sedang. Lesi pada struktur otak,yang dapat dilihat dengan pencitraan otak, juga meningkatkan resiko terjadinya kejang. Penyuntikan kontras pada prosedur radiografi berhubungan dengan kejang parsial dan umum, terutama pada pasien gagal ginjal. Kejang biasanya muncul pada 3 situasi, antara lain :

saat kontras berkontak dangan kortex serebri, misalnya dye memasuki daerah intracranial saat myelografi. saat jumlah kontras >200mL, biasanya pada prosedur angiografi serebral saat Blood Brain Barier rusak Kerusakan fungsi hepar dapat terjadi setelah penggunaan anestesi umum, seperti

Halotane, pemakaian yang berlebihan acetaminophen, atau zat yang menyebabkan racun pada hepar, seperti insektisida atau jamur beracun. Selain kerusakan organ, hal lain yang dapat menyebabkan kejang dan myoklonus :

hypoxia ischemia hyperglycemia hypoglycemia hypomagnesia hyponatremia jumlah cairan yang berlebih yang melewati sawar darah otak Berdasarkan penyakit penyebabnya, ensefalopati metabolic terbagi Ensefalopati

metabolic Primer dan ensefalopati sekunder. Yang tergolong dalam Ensefalopati metabolic Primer ialah penyakit-penyakit yang memperlihatkan : (1) degenerasi substansia grisea otak, yaitu : Penyakit Jacob_Creutzfeldt, penyakit Pick, penyakit Alzheimer, Korea Huntington,dasn Epilepsi mioklonik progresiva. (2) degenerasi di substansia alba, yaitu : Penyakit Schilder dan berbagai jenis leukodistrofia. Sedangkan Ensefalopati metabolic Sekunder penyebabnya banyak sekali, sehingga dapat diklasifikasikan menurut sebab pokoknya, yaitu : (1) (a) kekurangan zat asam, glikose dan kofaktor-kofaktor yang diperlukan untuk metabolisme sel. Hypoksia, yang bias timbul karena : Penyakit paru-paru, Anemia, Intoksikasikasi karbon mono oksida, Methemoglobinemia, Keadaan setelah insult epileptic berhenti. (b) Iskemia, yang bisa berkembang karena : Cerebral Blood Flow yang menurun akibat penurunan cardiac output, seperti pada sindrom Stokes-Adams, aritmia, infark jantung, dekompensasio kordis dan stenosis aortae. CBF menurun akibat penurunan resistensi vaskular perifer, seperti pada sinkope ortostatik atau vasovagal, hipersensitivitas sinus karotikus dan volume darah yang rendah. CBF menurun akibat resistensi vascular yang meningkat, seperti pada ensefalopati hipertensif, sindrom hiperventilasi dan sindrom hyperviskositas. (c) (d) (2) Hypoglikemia, yang bias timbul karena : pemberian insuli atau pembuatan insulin endogenik meningkat. Defisiensi kofaktor thiamin, niacin, pyridoxine, dan vitamin B1. Penyakit-penyakit organik di luar susunan saraf

(a) (b) (3) (a) (b) (c) (4) (a) (b) (c) (d) (5)

Penyakit non-endokrinologik, seperti : Penyakit hepar, ginjal, jantung dan paru. Penyakit endokrinologik : M. Addison, M. Cushing, tumor Pankreas miksedema, feokromositoma dan tirotoksikosis. Intoksikasi eksogenik Sedativa, seperti barbiturate, opiate, obat antikol;inergi, ethanol dan penenang Racun yang menghasilkan banyak karbolit acid, seperti paraldehyde, methylalkohol, dan ethylene. Inhibitor enzim, seperti : cyanide, salysilat dan logam-logam berat. Gangguan balans cairan dan elektrolit hypo dan hypernatremia asidosis respiratorik dan metabolic alkalosis respiratorik dan metabolic hypo dan hyperkalemia. Penyakit-penyakit yang membuat toksin atau menghambat fungsi enzimenzim serebral, seperti meningitis, ensefalitis dan perdarahan subarakhnoidal.

(6)

Trauma kapitis yang menimbulkan gangguan difus tanpa perubahan morfologik, seperti pada komosio,

Faktor Resiko Bila terdapat :


Penurunan kadar Oksigen dalam darah Infeksi Bedah Mayor Penyakit berat Penggunaan zat-zat Sedatif dan Narkotik Perdarahan saluran cerna Diare atau muntah persisten yang menyebabkan penurunan kadar potassium Ketidakseimbangan kadar elektrolit

Gejala

Konfusion atau Agitasi

Perubahan tingkah laku dan personality Pelupa Disorientasi Insomnia Kekakuan otot atau Rigiditas Tremor Sulit berbicara Pergerakan yang tidak terkontrol, kejang (jarang) Stupor atau koma Ensefalopati Metabolik merupakan salah satu kasus emergency. Pada pemeriksaan

Diagnosis darah ditemukan peningkatan kadar amonia dan kelainan signifikan yang berhubungan dengan organ penyebab ensefalopati tersebut. Sebaiknya selalu curiga adanya ensefalopati metabolik dan sebaiknya dilakukan screening test bila terdapat kejang setelah melakukan prosedur yang berhubungan dengan pertukan cairan seperti bilas kandung kemih, hemodialisis, dan prosedur radiografi yang menggunakan materi kontras yang mengandung iodium melalui intravena, dan pemberian cairan IV secara cepat. Sebaiknya dilakukan pemriksaan GDS, AGD, plasma amoniak, laktat darah, plasma keton, asam amino plasma, fungsi liver, asam organik urin.

PENATALAKSANAAN
Hospitalisasi dan perawatan emergensi Di rumah sakit, para staff akan menangani problem yang menyebabkan kondisi pasien saat itu. Akan dilakukan pembuangan atau penetralisiran toksin yang ada dalam aliran darah. Tujuannya adalah mengembalikan kondisi seperti semula. Namun, kerusakan otak masih mungkin terjadi. Dalam beberapa kasus bahakan kerusakannya bersifat permanen. Medikamentosa Obat-obatan yang digunakan adalah untuk : menetralisir toksin menangani kondisi pasien

mencegah rekurensi Pantangan Diet Dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan rendah protein untuk menurunkan level amonia dalam darah karena tubuh memproduksi amonia saat metabolisme dan menggunakan protein. Diet lainnya disesuaikan dengan kondisi dan penyebab. Pemberian makan melalui NGT ( Naso Gastric Tube ) diperlukan pada padien koma. Transplantasi Bila masuk dalam keadaan kegagalan organ, maka diperlukan transplantasi.

PENCEGAHAN
Untuk mencegah terjadinya ensefalopati metabolik maka perlu dilakukan tahapan berikut:

KETOASIDOSIS DIABETIKUM
DEFINISI Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia, metabolic asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok. Ketoasidosis disertai dengan gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin. ETIOLOGI Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang. Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD :

1. Infeksi Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering. Pada keadaan infeksi kebutuhan tubuh akan insulin tiba-tiba meningkat. Infeksi yang biasa dijumpai adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia. Jika ada keluhan nyeri abdomen, perlu dipikirkan kemungkinan kolesistitis, iskemia usus, apendisitis, divertikulitis, atau perforasi usus. Bila pasien tidak menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan KAD, maka perlu dicari infeksi yang tersembunyi (misalnya sinusitis, abses gigi, dan abses perirektal). 2. Infark Miokard Akut (IMA) Pada IMA terjadi peningkatan kadar hormon epinefrin yang cukup untuk menstimulasi lipolisis, hiperglikemia, ketogenesis dan glikogenolisis. 3. Pengobatan insulin dihentikan Akibatnya insulin berkurang sehingga terjadi hiperglikemia dan diuresis osmotik yang mengakibatkan dehidrasi dan gangguan elektrolit. 4. Stres Stres jasmani, kadang-kadang stres kejiwaan dapat menyebabkan KAD, kemungkinan karena kenaikan kadar kortisol dan adrenalin. 5. Hipokalemia. Akibat hipokalemia adalah penghambatan sekresi insulin dan turunnya kepekaan insulin. Ini dapat terjadi pada penggunaan diuretik. 6. Obat Banyak obat diketahui mengurangi sekresi insulin atau menambah resistensi insulin. Obatobatan yang sering digunakan dan harus dipertimbangkan perlu tidaknya pada pasien diabetes antara lain: hidroklortiazid, -blocker, Ca-channel blocker, dilantin, dan kortisol. Alkohol mungkin menghambat sekresi insulin karena dapat menyebabkan pankreatitis subklinis dan mempengaruhi sel .

PATOFISIOLOGI Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus,

mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan sebagainya. Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis diabetik (KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin. Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam. Dehidrasi bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajat ventilasi (peranfasan Kussmaul). Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik. Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal.

MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis dari KAD adalah : Hiperglikemia Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan: Poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus) Penglihatan yang kabur Kelemahan Sakit kepala Pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri). Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut nadi lemah dan cepat. Anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen. Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton. Mengantuk (letargi) atau koma. Glukosuria berat.

Asidosis metabolik. Diuresis osmotik, dengan hasil akhir dehidrasi dan penurunan elektrolit. Hipotensi dan syok. Koma atau penurunan kesadaran. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan Laboratorium Glukosa. Kadar glukosa darah >200mg/dL. Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl. Natrium. Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yansesuai. Kalium. Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium. Bikarbonat. Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosis metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis. Sel darah lengkap (CBC). Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi. Gas darah arteri (ABG). pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD

adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis juga. Keton. Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya. -hidroksibutirat. Serum atau hidroksibutirat kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD). Urinalisis (UA) Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi saluran kencing yang mendasari. Osmolalitas Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.

Fosfor Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan. Tingkat BUN meningkat. Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya. Kadar kreatinin Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal. KRITERIA DIAGNOSIS Penderita dapat didiagnosis sebagai KAD bila terdapat tanda dan gejala seperti pada kriteria berikut ini :

Klinis : riwayat diabetes melitus sebelumnya, kesadaran menurun, napas cepat dan dalam (kussmaul), dan tanda-tanda dehidrasi. Faktor pencetus yang biasa menyertai, misalnya : infeksi akut, infark miokard akut, stroke, dan sebagainya. Laboratorium : - hiperglikemia (glukosa darah > 250 mg/dl). - asodosis (pH < 7,3, bikarbonat < 15 mEq/l). - ketosis (ketonuria dan ketonemia). Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut : Ringan: bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L. Sedang: bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L. Berat: bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.

DIAGNOSIS BANDING Dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas maka KAD dapat di diagnosis banding dengan : Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik. 4

Perbandingan Ketoasidosis Diabetikum dan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik


Ketoasidosis Diabetikum (KAD) Umur Gula darah Na serum K serum Bikarbonat Ureum Osmolaritas Sensitivitas Insulin Prognosis Gejala Klinis : Pernafasan Kussmaul Bau aseton ada ada tidak ada tidak ada < 40 th < 1000 mg/dl < 140 mEq /N sangat tapi < 60 mg/dl tapi < 360 mOsm/kg bisa resisten (jarang) mortalitas 10% Koma Hiperglikemik (KHNK) > 40 th > 1000 mg/dl > 140 mEq sering N / sedikit > 60 mg/dl > 360 mOsm/kg sangat sensitif mortalitas 50% Hiperosmolar Nonketotik

PENATALAKSANAAN Pengetahuan yang memadai dan perawatan yang baik dari dokter dan paramedis merupakan aspek terpenting dari keberhasilan penatalaksanaan penderita dengan KAD. Sasaran pengobatan KAD adalah : Memperbaiki volume sirkulasi dan perfusi jaringan. Menurunkan kadar glukosa darah. Memperbaiki asam keto di serum dan urin ke keadaan normal. Mengoreksi gangguan elektrolit. Untuk mencapai sasaran di atas, hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan penderita KAD adalah perawatan umum, rehidrasi cairan, pemberian insulin dan koreksi elektrolit. A. TINDAKAN UMUM Penderita dikelola dengan tirah baring. Bila kesadaran menurun penderita dipuasakan. Untuk membantu pernapasan dipasang oksigen nasal (bila PO2 < 80 mgHg). Pemasangan sonde hidung-lambung diperlukan untuk mengosongkan lambung, supaya aspirasi isi lambung dapat dicegah bila pasien muntah. Kateter urin diperlukan untuk mempermudah balans cairan, tanpa mengabaikan resiko infeksi. Untuk keperluan rehidrasi, drip insulin, dan koreksi kalium dipasang infus 3 jalur.

Pada keadaan tertentu diperlukan pemasangan CVP yaitu bila ada kecurigaan penyakit jantung atau pada pasien usia lanjut. EKG perlu direkam secepatnya, antara lain untuk pemantauan kadar K plasma. Heparin diberikan bila ada DIC atau bila hiperosmolar berat (>380 mOsm/L). Antibiotik diberikan sesuai hasil kultur dengan hasil pembiakan kuman dari urin, usap tenggorok, atau dari bahan lain. B. REHIDRASI CAIRAN Dehidrasi dan hiperosmolaritas (bila ada) perlu diobati secepatnya dengan cairan. Pilihan antara NaCl 0,9% atau NaCl 0,45% tergantung dari ada tidaknya hipotensi dan tinggi rendahnya kadar natrium. Pada umumnya dibutuhkan 1-2 liter dalam jam pertama. Kemungkinan diperlukan juga pemasangan CVP. Rehidrasi tahap selanjutnya sesuai dengan kebutuhan, sehingga jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 liter. Pedoman untuk menilai hidrasi adalah turgor jaringan, tekanan darah, keluaran urin dan pemantauan keseimbangan cairan. C. PEMBERIAN INSULIN Insulin baru diberikan pada jam kedua. 180 mU/kgBB diberikan sebagai bolus intravena, disusul dengan drip insulin 90 mU/jam/kgBB dalam NaCl 0,9%. Bila kadar glukosa darah turun hingga kurang dari 200 mg% kecepatan drip insulin dikurangi hingga 45mU/jam/kgBB. Bila glukosa darah stabil sekitar 200-300 mg% selama 12 jam dilakukan drip insulin 1-2 U per jam di samping dilakukan sliding scale setiap 6 jam. Setelah sliding scale tiap 6 jam dapat diperhitungkan kebutuhan insulin sehari bila penderita sudah makan, yaitu 3 kali sehari sebelum makan secara subkutan.

AWITAN JENIS PREPARAT KERJA (JAM) Insulin kerja pendek Actrapid 40/Humulin Actrapid Human 100 Insulin menengah kerja Monotard Human 100 Insulatard 12 Human0,5 1

PUNCAK KERJA (JAM) 24

LAMA KERJA (JAM) 58

4 12

8 24

NPH Insulin kerja panjang PZI Insulin campuran Mixtard 2 0,5 - 1 6 20 18 36

2 4 dan 6 - 12 8 - 24

Cara pemakaian insulin : Insulin kerja cepat/pendek : diberikan 15-30 menit sebelum makan Insulin analog Insulin kerja menengah D. KOREKSI ELEKTROLIT 1,4 Kalium Karena kalium serum menurun segera setelah insulin mulai bekerja, pemberian kalium harus dimulai bila diketahui kalium serum dibawah 6 mEq/l. Ini tidak boleh terlambat lebih dari 1-2 jam. Sebagai tahap awal diberikan kalium 50 mEq/l dalam 6 jam (dalam infus). Selanjutnya setelah 6 jam kalium diberikan sesuai ketentuan berikut : - kalium < 3 mEq/l, koreksi dengan 75 mEq/6 jam - kalium 3-4,5 mEq/l, koreksi dengan 50 mEq/6 jam - kalium 4,5-6 mEq/l, koreksi dengan 25 mEq/6 jam - kalium > 6 mEq/l, koreksi dihentikan Kemudian bila sudah sadar beri kalium oral selama seminggu. Bikarbonat 1 Bikarbonat baru diperlukan bila pH < 7,0 dan besarnya disesuaikan dengan pH. Bila pH meningkat maka kalium akan turun, oleh karena itu pemberian bikarbonat disertai dengan pemberian kalium, dengan ketentuan sbb: pH <7 7-7,1 >7,1 Bikarbonat 100 mEq 50 mEq 0 Kalium 26 mEq 13 mEq 0 : diberikan sesaat sebelum makan : 1-2 kali sehari, 15-30 menit sebelum makan. 1

Hal-hal yang harus dipantau selama pengobatan adalah :

Kadar glukosa darah tiap jam dengan alat glukometer. Kadar elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya tergantung keadaan. Analisa gas darah; bila pH < 7 waktu masuk, periksa setiap 6 jam sampai pH > 7,1, selanjutnya setiap hari sampai stabil. Pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan temperatur setiap jam. Keadaan hidrasi, balans cairan. Waspada terhadap kemungkinan DIC Skema penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetikum 2
Jam ke- : Infus I (NaCl 0,9%) 2 kolf, jam 0 1 kolf, jam <7 100 1 2 kolf Pada jam ke-2 : 1 kolf 2 2 kolf 3 kolf 4 kolf 5 6 Bila gula darah < 200 mg% kecepatan dikurangi 45 mU/jam/kgBB Bolus 180 mU/kgBB, dilanjutkan dengan drip insulin 90 mU/jam/kgBB dalam NaCl 0,9% 26 mEq K (*)
+

Infus II (Insulin)

Koreksi K+

Koreksi HCO3Bila pH 7-7,1 50 mEq 7,1 0

50 mEq / 6 jam (dalam infus)

mEq

HCO3- HCO3+ + 13 mEq K+

Bila gula darah stabil dan seterusnya bergantung pada kebutuhan sekitar 200-300 mg% selama 12 jam dilakukan drip insulin 1-2 unit/jam disamping dilakukan sliding scale Jumlah cairan yg diberikan dlm 15 jam sekitar 5 liter. Bila Na+ > 155 mEq/l ganti NaCl n setiap 6 jam. Insulin diberikan sesuai dengan kadar glukosa sebagai berikut : GD <200mg/dl 200-250 250-300 300-350 >300 Bila stabil Insulin sc 5U 10 U 15 U 20 U dilanjutkan Bila kadar K+ : <3 3-4,5 4,5-6 >6 75 50 25 0

mEq/ mEq/ mEq/ 6 jam 6jam 6 jam

dengan sliding scale tiap 6 jam Bila gula darah < 200 Setelah sliding scale mg% ganti dextrose tiap 6 jam dapat 5% diperhitungkan kebutuhan insulin sehari 3x sehari Kontrol CVP sebelum makan (bila os sudah makan Bila sudah sadar beri*Bila pH K+ akan K+ oral selama seminggu oleh karena itu pemberian HCO3disertai dengan pemberian K+

KOMPLIKASI Pada pengobatan KAD diperlukan pengawasan yang ketat, karena pengobatan KAD sendiri dapat menyebabkan beberapa komplikasi yang membahayakan diantaranya dapat timbul keadaan hipoksemia dan sindrom gawat napas dewasa (adult respiratory distress syndrom, ARDS). Patogenesis terjadinya hal ini belum jelas. Kemungkinan akibat rehidrasi yang berlebih, gagal jantung kiri, atau perubahan permeabilitas kapiler paru. Selain itu masih ada komplikasi iatrogenik, seperti hipoglikemia, hipokalemia, hiperkloremia, edema serebral,

dan hipokalsemia yang dapat dihindari dengan pemantauan yang ketat dengan menggunakan lembar evaluasi penatalaksanaan ketoasidosis yang baku PROGNOSIS Prognosis dari ketoasidosis diabetik biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian pada pasien ini bukan disebabkan oleh sindom hiperosmolarnya sendiri tetapi oleh penyakit yang mendasar atau menyertainya. Angka kematian masih berkisar 30-50%. Di negara maju dapat dikatakan penyebab utama kematian adalah infeksi, usia lanjut dan osmolaritas darah yang sangat tinggi. Di negara maju angka kematian dapat ditekan menjadi sekitar 12%. Ketoasidosis diabetik sebesar 14% dari seluruh rumah sakit penerimaan pasien dengan diabetes dan 16% dari seluruh kematian yang berkaitan dengan diabetes. Angka kematian keseluruhan adalah 2% atau kurang saat ini. Pada anak-anak muda dari 10 tahun, ketoasidosis diabetikum menyebabkan 70% kematian terkait diabetes.

Daftar Pustaka 1. Mardjono,Mahar dan Shidarta,Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta : 2008. Hal 192-200. 2. Chapter25 Metabolic encephalopathy at http://www.Dartmouth.edu/dms/,2004 3. Metabolic encephalopathy at http://www.epilepsy.com; Reviewed and revised March 2004 by Steven C. Schachter, MD 4. Metabolic Encephalopathy (Hepatic Encephalopathy, Portal-Systemic Encephalopathy, Hepatic Coma) at http://www.Massachussetts general hospital.com; by Smith, Nathalie 5. Acute-toxic Metabolic Encephalopathy in adults at http://www.UptoDate.com; by Chalela; Julio A, Kasner; Scott E, June 7, 2006 6. Dorland, W.A Newman. Kamus Kedokteran Dorland Edisi Ke 20. EGC. Jakarta. 2002. Hal 729. 7. Mansjoer Arif. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke III. Media Aesculapius. Jakarta.2001. 8. Hamdy O. Diabetic ketoacidosis. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/118361-overview. 2009. 9. Umpierrez GE. Diabetic ketoacidosis and hyperglycemic hyperosmolar syndrome. Journal Diabetes Spectrum, 2002;15(1):p28-36.

You might also like