You are on page 1of 36

BAB II

LANDASAN TEORI
2.1. Bathymetri
Bathymetri merupakan kegiatan pengumpulan data
kedalaman dasar laut dengan metode penginderaan atau rekaman
dari permukaan dasar perairan, yang akan diolah untuk
menghasilkan relief dasar perairan, sehingga dapat digambarkan
susunan dari garis-garis kedalaman (kontur). Pemetaan kondisi
dasar perairan tersebut dikonversikan dalam keadaan surut
terendah atau LWS (Low Water Surface).
Unsur utama pembuatan bathymetri adalah pengukuran
jarak dan kedalaman. Peralatan yang digunakan untuk mengukur
jarak antara lain Theodolith, Electronic Data Measurement
(EDM), atau Global Positioning System (GPS). Sedangkan
peralatan yang digunakan untuk mengukur kedalaman adalah
Echosounder. Selain kedua jenis peralatan tersebut juga
dibutuhkan peralatan pendukung antara lain : patok kayu,
bendera, handy talky, dan perahu boat.
Secara ringkas teknis pelaksanaan pembuatan bathymetri
sebagai berikut. Pada sepanjang pantai ditandai dengan patok
kayu sejarak 10 m atau 15 m sesuai dengan ketelitian yang
diinginkan. Kemudian kapal boat yang berisikan echosounder
bergerak dilaut dengan lambat dan konstan. Pada setiap jarak 10
m boat dibidik dan dibaca posisinya sekaligus ditandai pada
lembaran kertas pada echosounder berdasarkan koordinasi antara
tim pengukur yang ada di darat dan tim pengukur yang ada di
laut. Garis alur perjalanan perahu diusahakan selalu lurus dengan
titik patok di pantai. Pembacaan pada echosounder sangat
dipengaruhi kondisi pasang surut dan gelombang. Kondisi pasang
surut dapat diantisipasi dengan melakukan pencatatan pasang
surut pada saat pemetaan, tetapi pengaruh gelombang tidak dapat
di antisipasi sehingga bila gelombang tinggi pemetaan harus
dihentikan.
2.2. Arus
Arus adalah pergerakan air secara horizontal yang
disebabkan adanya perubahan ketinggian permukaan laut. Arus
lautan global merupakan pergerakan masa air yang sangat besar
dan arus ini yang mempengaruhi arah aliran air lautan dan terkait
antara satu lautan dengan lautan lain di seluruh dunia. Adanya
arus lautan ini disebabkan oleh perputaran bumi, angin, dan suhu
udara.
Sedangkan arus pantai diakibatkan pengaruh yang
sifatnya lokal terutama akibat pergerakan angin dari daerah yang
mempunyai tekanan tinggi ke daerah yang mempunyai tekanan
rendah, perbedaan kerapatan air, suhu air, dan pasang surut.
Pada umumnya arus terjadi sepanjang pantai disebabkan
oleh perbedaan muka air pasang surut antara satu lokasi dengan
lokasi lain, sehingga perilaku arus dipengaruhi pola pasang surut.
Kecepatan arus yang aman untuk kapal berlabuh disyaratkan
berkecepatan maksimal 2 knot atau 1 m/dt.
2.3. Pasang surut
Pasang surut adalah perubahan elevasi muka air laut
akibat adanya gaya tarik benda-benda dilangit, terutama matahari
dan bulan terhadap massa air laut di bumi. Perubahan elevasi
muka air laut tersebut berlangsung secara periodik (Teknik
Pantai, 1999). Dalam analisa pasang surut diperlukan suatu
elevasi yang dapat digunakan sebagai patokan dalam perencanaan
suatu pelabuhan. Ada tiga macam elevasi antara lain:
1. Elevasi muka air tertinggi atau High Water Surface
(HWS)
2. Elevasi muka air rata-rata atau Mean Sea Level (MSL)
3. Elevasi muka air terendah atau Low Water Surface
(LWS)
Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama.
Secara umum pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan
menjadi empat tipe yaitu pasang surut harian ganda, pasang surut
harian tunggal, pasang surut campuran condong ke harian ganda,
dan pasang surut campuran condong ke harian tunggal. Keempat
tipe tersebut terdapat di Indonesia dengan persebaran dapat dilihat
pada Gambar 2.1.
1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide)
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan
dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan
pasang surut terjadi secara berurutan dan teratur. Periode
pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit. Pasang
surut tipe ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.a.
2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide)
Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan
satu kali air surut. Periode pasang surut adalah 24 jam 50
menit. Pasang surut tipe ini terjadi di perairan selat
Karimata. Pasang surut tipe ini dapat dilihat pada
Gambar 2.2.d.
3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan
dua kali air surut, tetapi mempuyai tinggi dan periode
yang berbeda. Pasang surut jenis ini banyak terdapat di
perairan Indonesia bagian timur. Pasang surut tipe ini
dapat dilihat pada Gambar 2.2.b.
4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal
Dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu
kali surut tetapi tinggi dan periodenya sangat berbeda.
Pasang surut jenis ini banyak terdapat di selat Kalimantan
dan pantai utara Jawa Barat. Pasang surut tipe ini dapat
dilihat pada Gambar 2.2.c.
Gambar 2. 1. Persebaran Tipe Pasang Surut di Indonesia
(Teknik Pantai, 1999)
Gambar 2. 2. Tipe Pasang Surut (Teknik Pantai, 1999)
2
2.4. Analisa Gelombang
Analisa gelombang adalah hal yang sangat penting dalam
perencanan pelabuhan. Dari hasil analisa gelombang dapat
diketahui tinggi dan periode gelombang yang terjadi di lokasi
pelabuhan. Penentuan tinggi gelombang dapat dilakukan dengan
pengukuran langsung di lapangan atau dengan menganalisa data
angin yang ada. Pengukuran langsung di lapangan biasanya
kurang representatif karena dilakukan dalam jangka waktu yang
singkat. Jadi analisa gelombang menggunakan data angin dinilai
paling baik, tetapi jangka waktu data angin harus tersedia
minimal selama lima tahun.
Metode peramalan gelombang dapat dibedakan atas
metode peramalan gelombang laut dalam dan peramalan
gelombang laut dangkal. Beda metode laut dalam dan dangkal
adalah bahwa dalam metode laut dangkal diperhitungkan faktor
gesekan antara gerak air dengan dasar laut, yang berpengaruh
pada tinggi gelombang yang terbentuk. Dilaut dalam gerak
gelombang yang terjadi di bagian atas perairan saja dan hampir
tidak berimbas ke bagian bawah dekat dasar laut. Oleh karena itu
gelombang dan pembentukan gelombang di laut dalam tidak
terpengaruh oleh keadaan didekat dasar laut.
Kriteria laut dalam dan dangkal didasarkan pada
perbandingan antara panjang gelombang (L) dan kedalaman dasar
laut (d). Nilai batasnya adalah sebagai berikut :
d
1. Gelombang laut dalam jika >
1
L
2. Gelombang laut transisi jika
1
<
d
<
1
20 L 2
3. Gelombang laut dangkal jika
d
L
<
1
20
Dari hasil analisa gelombang dapat diketahui tingkat
keamanan kapal yang berlabuh di dermaga terhadap kejadian
gelombang yang terjadi. Analisa gelombang dengan
menggunakan analisa data angin meliputi :
2.4.1. Angin
Angin yang berhembus mengakibatkan permukaan air
laut yang mulanya tenang menjadi timbul riak air atau gelombang
kecil. Dengan bertambahnya kecepatan dan durasi hembusan
maka riak tersebut akan menjadi semakin besar kemudian
membentuk gelombang.
Pengukuran gelombang dengan cara menganalisa data
angin menggunakan data angin yang ada di laut, tetapi biasanya
data angin yang ada adalah data angin hasil pengukuran di darat.
Oleh karena itu perlu diadakan koreksi-koreksi antara data angin
yang ada di darat dengan data angin yang ada laut. Koreksi
tersebut antara lain :
1. Koreksi terhadap letak pengukuran kecepatan angin
Rumus yang dipakai untuk menghitung koreksi
pengukuran kecepatan angin akibat perbedaan ketinggian
tempat pengukuran adalah,
R
U
W
L
U
L
Dimana :
R
L
= faktor korelasi akibat perbedaan ketinggian
U
W
= kecepatan di atas permukaan laut (m/s)
U
L
= kecepatan angin di atas daratan (m/s)
Nilai koreksi ini juga bisa diketahui dengan melihat
Grafik R
L
seperti pada Gambar 2.3.
Untuk keperluan peramalan gelombang biasanya
digunakan kecepatan angin pada ketinggian 10 meter dari
permukaan laut. Apabila tidak diukur pada ketinggian
tersebut maka kecepatan angin dikorelasi dengan rumus
1

10
_
7
U
10
U
Z



Z
,
Gambar 2. 3. Grafik Korelasi akibat Perbedaan
Ketinggian, R
L
(SPM, 1984)
2. Koreksi terhadap temperatur pada lokasi pengukuran
Nilai faktor koreksi terhadap perbedaan
temperatur didapatkan dengan melihat Grafik R
T
seperti
pada Gambar 2.4.
Gambar 2. 4. Grafik Korelasi akibat Perbedaan
Temperatur, R
T
(SPM, 1984)
Setelah nilai koreksi-koreksi tersebut didapatkan perhitungan
kecepatan angin dihitung dengan rumus :
A
U R
L
R
T
(U
10
)
L
dimana :
R
L
= koreksi terhadap pencatatan angin didarat
R
T
= koreksi akibat adanya temperatur udara dan air
(U
10
)
L
= kecepatan angin pada ketinggian 10 meter
diatas permukaan tanah (m/s)
Hasil dari perhitungan kecepatan angin tersebut diatas
kemudian dikonversikan menjadi faktor tegangan angin (U
A
)
dengan menggunakan rumus
U 0,71 U
1, 23
2.4.2. Fetch
Fetch adalah jarak bebas di atas permukaan air laut,
merupakan daerah pembangkit gelombang yang ditimbulkan oleh
angin dengan arah dan kecepatan yang sama. Bentuk fetch tidak
teratur akibat bentuk garis pantai yang tidak teratur, maka untuk
keperluan peramalan gelombang perlu ditentukan besarnya fetch
efektif yang dihitung dengan rumus (Teknik Pantai, 1999) :

( x
i
cos
i
)
Feff
cos
i
dimana :
F
eff
= panjang fetch efektif (km)
x
i
= proyeksi radial pada arah angin (km)

i
= sudut antara jalur fetch yang ditinjau dengan arah
angin
2.4.3. Peramalan tinggi gelombang
Setelah memperoleh panjang fetch efektif, maka
selanjutnya menghitung tinggi gelombang di pakai rumus
sebagai berikut :
1

U
A
,
A
U
A
,
A
U
U
Untuk panjang fetch terbatas :
1
_
g.H
mo

1,6 x10

3

g.F

2
2

U
2
1
_
g.T
m
g.F
3
2,857 x10
2

U
2
2
_ g.t


g.F

3
68,8
2
U
A

U
A
,
Untuk panjang fetch tidak terbatas :
g.H
mo

1
2
2,433.10
A
g.T
m
2
8,133
A
g.t
U
A
7,17.10

4
dimana :
Hmo = tinggi gelombang signifikan (m)
Tm = periode gelombang puncak (dt)
F = panjang fetch (km)
U
A
= faktor tegangan angin (m/s)
t = waktu hembus angin (jam)
Perhitungan diatas dapat disajikan dalam bentuk diagram
seperti pada Gambar 2.5. Selain menggunakan cara diatas,
periode dan tinggi gelombang dapat dicari dengan metode SMB
yaitu dengan menggunakan grafik SMB yang terdapat pada
Gambar 2.6.
Gambar 2. 5. Perhitungan Tinggi dan Periode Gelombang
Rencana (Teknik Pantai, 1999)
Gambar 2. 6. Grafik SMB (Teknik Pantai, 1999)
m s
2.4.4. Peramalan Gelombang dengan Periode Ulang Tertentu
Frekuensi gelombang-gelombang besar merupakan faktor
yang mempengaruhi perencanaan bangunan pantai. Untuk
menetapkan gelombang dengan periode ulang tertentu dibutuhkan
data gelombang dalam jangka waktu pengukuran cukup panjang.
Data tersebut bisa berupa data pengukuran gelombang atau data
gelombang hasil prediksi berdasarkan data angin (Teknik Pantai,
1999). Pada studi ini peramalan tinggi gelombang dengan periode
ulang tertentu dilakukan dengan Metode Weilbull. Peramalan
tinggi gelombang berdasarkan periode ulang dengan Metode
Weibull dilakukan dengan menggunakan Tabel 2.1.
Tabel 2. 1. Tabel Peramalan Gelombang Periode Ulang Metode
Weibull
No
urut
Hsm P Ym Hsm.Ym Ym
2
(Hsm-Hr)
2
Hsm Hsm Hsm
Sumber : Teknik Pantai, 1999
Keterangan :
Kolom 1 = Nomer urut m
Kolom 2 = Gelombang yang diurutkan dari besar ke kecil sesuai
kolom 1
Kolom 3 = Nilai P (H
s
[H
sm
) dihitung dengan rumus,
m 0,44
P(H
s
H
sm
) 1

dimana :
N
T +0,12
P(H
s
[H
sm
) = Probablititas tinggi gelombang
representatif ke m yang tidak terlampai
H
sm
= Tinggi gelombang urutan ke m (m)
m = Nomer urut tinggi gelombang signifikan
N
T
= Jumlah kejadian selama pencatatan
Kolom 4 = Nilai ym diperhitungkan dengan persamaan :
y ln
{
ln F
(H
H
sm
)
}
sm sm sm
Kolom 5 dan 6 = Nilai yang digunakan untuk analisis regrensi
linier guna mng hitung parameter Adan B
Kolom 7 = Digunakan menghitung devisiasi standar gelombang
signifikan
Kolom 8 = Perkiraan tinggi gelombang yang dihitung dengan
persamaan linier yang dihasilkan
Kolom 9 = Perbedaan antara H
sn
dan H

yaitu H H

Selanjutnya dihitung tinggi gelombang signifikan dengan


beberapa periode ulang dilakukan menggunakan rumus :
H
sm
= ( A

Yr) + B

n HsmYm Hsm Ym
A

n ym
2
(Ym)
2

B Hr ( A

Ym )


1
_

y
r
ln' ln

1
LT


Keterangan :
r
,

H
sm
= Tinggi gelombang berdasarkan kejadian ulang
T
r
= Periode ulang (tahun)
N
L = Rerata jumlah kejadian per tahun L
T
K
2.4.5. Refraksi
Refraksi adalah pembelokan arah gelombang yang terjadi
karena perubahan kedalaman laut. Pada daerah yang mempunyai
kedalaman lebih besar dari setengah panjang gelombang (laut
dalam) gelombang menjalar tanpa dipengaruhi kedalaman dasar
laut. Tetapi di laut transisi dan laut dangkal dasar laut
mempengaruhi gelombang. Di daerah ini, apabila ditinjau suatu
garis puncak gelombang, bagian dari puncak gelombang yang
berada di air yang lebih dangkal akan menjalar dengan kecepatan
yang lebih kecil dari pada bagian di air yang lebih dalam.
Akibatnya garis puncak gelombang akan membelok dan berusaha
untuk sejajar dengan garis kontur dasar laut. Garis ortogonal
gelombang, yaitu garis tegak lurus dengan garis puncak
gelombang dan menunjukkan arah penjalaran gelombang juga
akan membelok dan berusaha untuk menuju tegak lurus dengan
kontur dasar laut (Teknik Pantai,1999). Refraksi berpengaruh
dalam pembahasan tentang teori gelombang disebabkan hal-hal
sebagai berikut :
1. Refraksi dipakai untuk menentukan tinggi gelombang dan
arah gelombang dalam variasi kedalaman pada suatu
kejadian atau kondisi gelombang.
2. Perubahan arah gelombang akan menyebabkan perbedaan
energi gelombang, dimana energi gelombang ini akan
mempengaruhi gaya yang bekerja pada struktur.
3. Refraksi dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada
dasar pantai yang berpengaruh pada erosi dan endapan
dari sedimen.
4. Bathymetri pantai suatu daerah secara umum dapat
digambarkan dengan analisa fotografi dari refraksi
gelombang.
Adapun langkah-langkah dalam perhitungan refraksi adalah
sebagai berikut:
1. Menghitung panjang gelombang (L
o
) dan kecepatan jalar
gelombang/celerity (C
o
), dimana :
L
o
= 1,56 x T
2
C
o
= L
o
/ T
2. Menghitung besar sudut arah datangnya gelombang yang
berada di depan breakwater, yaitu :
Menentukan kedalaman di depan breakwater yang
ditinjau (d)
Menghitung panjang (L) dan kecepatan jalar
gelombang (C)
Menghitung besar sudut gelombang yang datang (),
dengan rumus : sin = C / Co x sin
o
3. Dihitung tinggi gelombang pada kedalaman yang ditinjau
(H)
Menghitung koefisien refraksi (Kr) dengan rumus :
Kr = (cos
o
/cos)
Menghitung koefisien pendangkalan (Ks), didapat
dari tabel C-1 SPM, 1984
Menghitung tinggi gelombang hasil refraksi dengan
rumus :
H = Hs
o
x Kr x Ks
Proses berbeloknya arah gelombang atau refraksi dapat dilihat
pada Gambar 2.7.
Gambar 2. 7. Refraksi Gelombang pada Pantai
(Teknik Pantai, 1999)
2.5. Kebutuhan Breakwater
Breakwater adalah bangunan yang digunakan untuk
melindungi daerah perairan pelabuhan dari gangguan gelombang
(Pelabuhan, 2003). Breakwater diperlukan apabila dalam analisa
gelombang ditemukan tinggi gelombang yang besar dengan
frekuensi yang besar. Hal tersebut mengakibatkan kurangnya
tingkat keamanan untuk kapal berlabuh di pelabuhan. Persyaratan
tinggi gelombang maksimum untuk kapal dapat bongar muat
dengan aman dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2. 2. Tinggi gelombang maksimum untuk bongkar/muat
muatan
Ukuran Kapal Tinggi Gelombang (H
1/3
)
Kapal Kecil (<500 GT) 0,3 m
Kapal Sedang (501 50.000 GT) 0,5 m
Kapal Besar (>50.000 GT) 0,7 1,5 m
Sumber: Pelabuhan, 2003
Tinggi dan layout breakwater perlu dianalisa dengan cermat
sehingga dapat dipastikan gelombang yang datang dapat diredam
dan berkurang tingginya sehingga kapal aman untuk melakukan
bongkar-muat. Selain untuk mengatasi masalah gelombang yang
terjadi, breakwater juga dapat difungsikan sebagai :
1. Mengarahkan sedimen agar tidak masuk ke dalam kolam
pelabuhan. Fungsi semacam ini biasanya untuk posisi
breakwater di perairan dangkal atau di wilayah surf zone,
dan di muara sungai.
2. Menghindarkan arah perjalanan kapal dari pengaruh cross
current. Umumnya terjadi di pintu atau mulut breakwater
dan di mulut muara sungai.
3. Tambatan untuk muatan yang berbahaya yang harus
diletakkan pada jarak cukup jauh dari kompleks
pelabuhan umum.
2.6. Analisa Sedimentasi
Sedimen transport pantai adalah gerakan sedimen di derah
pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus. Sedimen
transport pantai terjadi pada daerah antara gelombang pecah dan
garis pantai.
Sedimen transport pantai dapat diklasifikasikan menjadi
dua yaitu, sedimen transport menuju dan meninggalkan pantai
(onshore-offshore sediment transport) dan sedimen transport
sepanjang pantai (longshore sediment transport).
Sedimen transport yang menuju atau meninggalkan pantai
mempunyai arah sedimen yang tegak lurus dengan garis pantai.
Sedangkan sedimen transport yang sepanjang pantai mempunyai
arah sejajar dengan garis pantai. Dari kedua jenis sedimen
transport tersebut, sedimen transport yang sejaar garis pantai
(longshore) yang mempunyai perananan dominan dalam
sedimentasi di pantai.
Salah satu metode yang bisa digunakan dalam menghitung
jumlah angkutan longshore sediment adalah metode CERC.
Perumusan CERC lebih sederhana bila dibandingkan dengan
metode-metode yang lain. Syarat-syarat yang digunkan dalam
metode CERC adalah
Diameter pasir antara 0,175 mm sampai 1 mm
Gay yang bekerja pada air laut hanya berasal dari gaya
gelombang.
Perumusan dari metode CERC yang dapat dipakai untuk
menghitung longshore sediment adalah
2
S 630720 Ho
dimana :
Co Cos
0
Sin
br
Freq
S = annual sediment transport (m
3
/tahun)
Hso = tinggi gelombang dilaut dalam (m)
Co = kecepatan gelombang dilaut dalam (m/s)

o
= sudut dating gelombang di laut dalam (
0
)

br
= sudut pada saat gelombang pecah (
0
)
Freq = frequency of occurance (%)
Kemungkinan dilapangan menunjukkan bahwa
sedimentasi yang diakibatkan gelombang tidak dominant karena
gelombang yang terjadi di lapangan relatif kecil. Sehingga
kemungkinan besar sedimentasi yang dominant diakibatkan
karena adanya arus. Perhitungan sedimentasi karena pengaruh
arus menggunakan metode Bijker yaitu
5D
50
V g

0,27D
50
g
1
Sb exp

1

c ]
Dimana :
S
b
= sediment transport ( m
3
/dt
m) D
50
= diameter partikel
V = kecepatan rata-rata
C = koefisien chezy [ =18log(12h/r) ]
r = kekasaran dasar pantai
g = percepatan gravitasi ( m/dt
2
)
= kerapatan relative yang tampak dari sediment
[ =(
s
- )/ ]

s
= masa jenis sediment
= masa jenis air
= factor ripple ( = (C/C
90
)
1,5
)
C
90
= koefisien chezy pada D
90
[ = 18 log(12h/D
90
) ]

c
= g (v/c)
2
2.7. Pengerukan
Pengerukan dilakukan apabila kedalam perairan
pelabuhan kurang memenuhi draf kapal yang akan berlabuh. Hal
ini disebabkan kondisi asli perairan maupun akibat sedimentasi
yang terjadi. Pengerukan dilakukan dengan menggunakan kapal
keruk (dredgers). Dredgers berfungsi untuk menggali material,
menaikkan secara vertikal, kemudian memindahkan secara
horisontal dan membuangnya ke lokasi pembuangan. Fungsi
tersebut bisa dilakukan secara mekanik, hidrolis atau kombinasi
keduanya. Untuk kondisi material yang keras, seperti batu cadas
dan pasir yang terkonsolidasi digunakan treatment secara kimia
yaitu dengan bahan peledak (explosive). Faktor yang
mempengaruhi pemilihan dredgers yang cocok adalah :
1. Jenis tanah dasar laut
2. Volume tanah kerukan dan umur konstruksi
3. Kedalaman pengerukan
4. Metode pembuangan tanah galian
5. Jarak dan rute pengangkutan menuju areal pembuangan
6. Pengaruh sedimen di dasar laut
7. Kondisi meteorologi, oceanologi dan geometrik
Dilihat dari segi teknis pelaksanaan kapal keruk menjadi dua
dikenal dua yaitu:
1. Kapal Keruk Hidrolis
Hidrolis mempunyai arti metode pelaksanaanya
berupa jenis tanah yang dikeruk bercampur dengan air
laut, yang kemudian campuran tersebut dihisap oleh
pompa melalui pipa penghisap (suction pipe) untuk
selanjutnya melalui pipa pembuang dialirkan ke daerah
penimbunan. Karena sistemnya dihisap oleh pompa maka
material yang cocok adalah lumpur.
2. Kapal Keruk Mekanis
Kapal keruk mekanis dapat dikatakan sederhana
karena mempunyai analogi sama dengan peralatan gali di
darat. Kapal keruk mekanis mempunyai jenis sebagai
berikut:
Bucket dredger
Alat keruk ini merupakan jenis jenis kapal
keruk dengan rantai ban yang tak berujung pangkal
(endless belt) dan dilekati timba timba pengeruk
(bucket). Gerakan rantai ban dengan timbanya
merupakan gerak berputar mengelilingi suatu rangka
struktur utama. Kapal ini sangat cocok untuk perairan
yang dalam dan kurang cocok untuk perairan
dangkal. Alat keruk ini dapat dilihat pada Gambar
2.8.
Gambar 2. 8. Bucket Dredger
Clamshell Dredger
Alat keruk jenis ini terdiri dari satu tongkang
(barge) dan ditempatkan peralatan cakram
(clamshell). Jenis ini biasanya digunakan untuk tanah
lembek atau pada bagian-bagian kolam pelabuhan
dalam. Clamshell Dredger dapat dilihat pada
Gambar 2.9.
Gambar 2. 9. Clamshell Dredger
Backhoe Dredger
Alat keruk ini pada dasarnya adalah ponton
yang dipasangi alat pemindah tanah yang berupa
n
backhoe. Bucket penggali dari backhoe ini dalam
operasinya bergerak ke arah alat, lain halnya dengan
shovel yang bucketnya bergerak ke arah luar.
Backhoe Dredger baik digunakan bagi pengerukan
lapisan tanah padat atau pasir seperti pada Gambar
2.10.
Gambar 2. 10. Backhoe Dredger
Volume pengerukan dihitung berdasarkan kontur
eksisting dan rencana kedalaman perairan. Pada areal keruk
dibuat segmen-segmen dengan jarak tertentu yang sama, sehingga
dapat ditentukan volume keruk sebagai berikut :
V=

( 0.5( A
1
+ A
2
) L
i 1
dimana:
V = Volume total pengerukan (m
3
)
A1 = Luas keruk untuk segmen ke-1 (m
2
)
A2 = Luas keruk untuk segmen ke-(1+1) (m
2
)
L = Jarak interval antara segmen ke-I dengan segmen
ke- (1+1) (m
2
)
n = Jumlah total segmen pada areal keruk yang
direncanakan
Gambar 2. 11. Volume Pengerukan
2.8. Analisa Daya Dukung Tanah
Analisa daya dukung tanah di lakukan untuk
merencanakan bangunan bawah dari dermaga dan trestle. Pondasi
yang digunakan di dermaga dan trestle adalah pondasi tiang
pancang. Dalam studi ini analisa daya dukung tanah meliputi
pemilihan tiang pancang dan perhitungan daya dukung.
1. Pemilihan Tiang Pancang
Faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan tiang pancang
yang dipergunakan di struktur bangunan bawah dermaga dan
trestle antara lain :
Diusahakan dengan harga yang termurah
Kemampuan menembus lapisan tanah keras tinggi,
untuk menghindari terjadinya tekuk.
Mampu menahan pemancangan / pemukulan yang
keras, agar tidak hancur ketika pemancangan
berlangsung.
Dengan kriteria pemilihan jenis tiang pancang dapat dilihat
pada Tabel 2.3.
Tabel 2. 3. Kriteria Pemilihan Tiang Pancang
No Spesifikasi
Tiang Pancang
Beton Baja Kayu
1
N-Nilai SPT
maksimal yang
dapat ditembus
< 50 > 50 < 50
2 Ked. Pemancangan Terbatas Bebas Terbatas
3 Berat Tiang Cukup ringan Lebih ringan Ringan
4 Mobilisasi Mudah Mudah Mudah
5 Pelaksanaan Relatif mudah Relatif mudah
Relatif sulit karena
terlalu bnyk
sambungan
6 Pengangkatan Tiang
Semakin
panjang
semakin sulit
Relatif mudah
karena cukup
ringan
Semakin
panjang
semakin sulit
7 Penyambungan
Relatig mudah
dengan
pengelasan
Relatig mudah
dengan
pengelasan
Relatif sulit yaitu
dengan sambungan
baut 8 Harga tiang Cukup murah mahal mahal
9 Biaya transportasi
Cukup mahal
karena dihitung
berdasar berat
lebih murah karena
dihitung berdasar
volume
Cukup mahal
karena dihitung
berdasar berat
10 Biaya pemeliharaan
cukup murah mahal karena
perlu proteksi
anti karat
cukup murah
11 ketahanan thd korosi baik kurang baik baik
12 Faktor kesalahan teknis
ada,yaitu ujung tiang
retak pecah saat
pemancangan
Hampir tidak ada ada,yaitu ujung tiang
retak pecah saat
pemancangan
13
Momen mak.
Yang mampu
dipikul
Terbatas, dari data
WIKA Piles bahwa
ukuran maks.
Relatif besar terbatas
2. Perhitungan Daya Dukung Tiang
Perhitungan Daya Dukung Tanah dipergunakan perumusan
dari Metode Luciano Decourt (1982) sebagai berikut :
Q
l
= Q
p
+ Q
s
dimana :
Q
l
= daya dukung tiang maksimum (ton)
Q
p
= resistance ultimate di ujung tiang (ton)
Q
s
= resistance ultimate akibat lekatan lateral (ton)
Q
L
Q
ad

SF
Q
P
q
P
.A
P
( N
P.
K ).A
P
N
S
Q
S
q
S
.A
S
(
3
x1).A
S
dimana :
K = koefisien karateristik tanah, dapat dilihat pada
Tabel 2.4.
Np = harga rata-rata SPT disekitar 4B diatas hingga 4B
dibawah dasar pondasi
qp = tegangan di ujung tiang (ton)
A
P
= luas penampang di ujung tiang (m
2
)
A
S
= keliling tiang x panjang tiang yang terbenam (m)
N
S
= harga rata-rata sepanjang tiang yang tertanam,
dengan batasan 3 < N < 50
qs = tegangan lateral lekatan lateral (t/m
2
)
SF = angka keamanan
Tabel 2. 4. Harga Koefisien Karateristik Tanah
Harga koefisien (t/m
2
) Jenis Tanah
12 Tanah lempung
20 Tanah lanau berlempung
25 Tanah lanau berpasir
40 Tanah berpasir
Sumber : Pondasi Dalam, 1999
2.9. Metode Peramalan Muatan
Peramalan muatan dilakukan untuk merencanakan jenis
dan jumlah fasilitas yang efektif dipakai di pelabuhan peti kemas
ini. Dalam peramalan muatan terdapat dua metode yang umum
digunakan yaitu :
1. metode kuantitatif
2. metode kualitatif
2.9.1. Metode kuantitatif
Metode kuantitatif adalah metode untuk melakukan
prediksi yang didasarkan pada data-data historis yang ada.
Metode ini dapat dipakai jika R
2
yang diperoleh dari persamaan
regresi, minimal sama dengan 1. Jika hasilnya masih juga tidak
didapatkan hasil R
2
yang memenuhi syarat di atas, atau syarat R
2
terpenuhi tetapi hasil yang diperoleh tidak masuk akal, maka
dapat dilakukan multiple regresi dengan cara mengkorelasi data
yang akan diprediksi terhadap data lain yang berkaitan erat
dengannya sehingga didapat R
2
yang memenuhi syarat serta hasil
prediksi yang rasional. Langkah yang harus dilakukan untuk
melakukan prediksi dengan metode kuantitatif adalah dengan
menggunakan regresi yaitu :
1. Menggunakan program aplikasi statistika yaitu regresi
linier pada data yang ada.
2. Jika diperoleh R
2
> 1, maka regresi dapat dilanjutkan.
3. Jika diperoleh R
2
< 1, maka digunakan regresi non-linier
(regresi polynomial) terhadap data-data historis.
4. Jika diperoleh minimal R
2
> 1 tetapi dengan hasil yang
tidak rasional, maka digunakan analisa trend untuk
faktor-faktor yang berpengaruh seperti pertumbuhan
ekonomi.
5. Jika langkah ke-4 masih belum memberi hasil, maka
dilakukan analisa dengan menggunakan metode kualitatif.
2.9.2. Metode kualitatif
Metode kualitatif dilakukan jika hasil dari metode
kuantitatif masih tidak memenuhi syarat dan tidak rasional.
Metode ini didasarkan pada asumsi pertumbuhan atau target
pertumbuhan yang ditetapkan oleh pemerintah.
2.10. Prediksi Arus Kunjungan Kapal
Dalam pengoperasian kapal peti kemas, setiap kapal
berkunjung di suatu pelabuhan tidak hanya melakukan satu
kegiatan bongkar atau muat saja, tetapi melakukan keduanya. Hal
ini dilakukan untuk menjaga kestabilan berat kapal dan menutupi
biaya operasional kapal. Karena pelabuhan ini melayani kawasan
industri maka volume muat lebih besar dari pada volume
bongkar, sehingga diasumsikan BOR kapal untuk muat 60% dan
untuk bongkar adalah 20%.
Kunjungan kapal muat =
VolumeBongkarMuat
KapasitasKapal 60%
Kunjungan kapal bongkar =
VolumeBongkarBongkar
KapasitasKapal 20%
Kapal yang melakukan bongkar dan kapal yang
melakukan muat adalah kapal yang sama, sehingga jumlah arus
kunjungan diambil yang terbesar yaitu jumlah kunjungan kapal
muat.
2.11. Fasilitas Pelabuhan Peti Kemas
Dalam perencanaan fasilitas pelabuhan harus sesuai
dengan volume bongkar muat dan volume kunjungan kapal yang
ada, sehingga volume dan jenis fasilitas yang direncanakan dapat
bermanfaat dengan efektif. Fasilitas yang ada di pelabuhan peti
kemas digolongkan menjadi dua macam yaitu fasilitas perairan
dan fasilitas darat.
2.11.1. Fasilitas wilayah perairan
Fasilitas wilayah perairan adalah fasilitas pelabuhan peti
kemas yang berada di wilayah laut. Fasilitas wilayah perairan
antara lain :
1. Areal penjangkaran
Areal penjangkaran adalah lokasi kapal
menunggu dari cuaca yang buruk atau alur masuk masih
terpakai sebelum dapat bertambat atau memasuki alur.
Kebutuhan luas areal penjangkaran dapat dilihat pada
Tabel 2.5.
2. Alur masuk
Alur masuk berawal dari mulut pelabuhan hingga
kapal mulai berputar, parameter yang harus diketahui
mencakup kedalaman, lebar, dan pajang alur. Besarnya
kebutuhan alur masuk dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2. 5. Kebutuhan Areal Penjangkaran
Tujuan
Dasar laut atau Kec.
Angin
Jari-jari (m)
Menunggu
atau
Inspeksi
muatan
Baik
Swinging LOA + 6d
Multiple LOA + 4,5d
Buruk
Swinging LOA + 3d + 30
Multiple
LOA + 4,5d +
25
Menunggu
cuaca
membaik
Kecepatan angin 20
m/dt
LOA+3d+60
Kecepatan angin 30
m/dt
LOA+4d+145
Sumber : UNCTAD
Tabel 2. 6. Kebutuhan Ukuran Alur Masuk
Parameter
Ukuran
(m)
Keterangan
Kedalaman
1,12 D Laut terbuka
1,15 D Alur masuk
1,10 D Depan dermaga
Lebar untuk alur panjang
2 LOA Sering berpapasan
1,5 LOA Jarang berpapasan
Lebar untuk alur pendek
1,5 LOA Sering berpapasan
1 LOA Jarang berpapasan
Panjang alur
7 LOA 10000 DWT, 16 knots
18 LOA 200000 DWT, 16 knots
1 LOA 10000 DWT, 5 knots
3 LOA 200000 DWT, 5 knots
8 LOA Kapal ballast / kosong
Sumber : UNCTAD, 1994
3. Kolam pelabuhan
Kolam pelabuhan berada di ujung alur masuk
atau dapat diletakkan sepanjang alur bila alurnya panjang
(>Sd). Kolam pelabuhan bentuk lingkaran dengan
diameter (D
b
). Kedalaman kolam pelabuhan dapat
disamakan dengan kedalaman alur masuk.
D
b
= 2 x LOA untuk kapal bermanuver dengan dipandu
D
b
= 4 x LOA untuk kapal bermanuver tanpa dipandu
2.11.2. Fasilitas wilayah darat
Fasilitas darat adalah semua fasilitas yang berada di
wilayah darat yang terdiri dari bangunan dan peralatan. Fasilitas
wilayah darat yang ada di pelabuhan peti kemas meliputi:
1. Dermaga
Dermaga adalah fasilitas pokok pelabuhan peti
kemas karena dermaga merupakan tempat bersandarnya
kapal untuk melakukan kegiatan bongkar muat. Dalam
perencanaan sebuah pelabuhan peti kemas, perencanaan
dermaga meliputi :
a. Jumlah Dermaga
Perhitungan jumlah dermaga tergantung pada
kapasitas satu dermaga dan tingkat penggunaan
dermaga tersebut. Metode yang digunakan untuk
menghitung jumlah dermaga adalah metode
sederhana yaitu :
Jumlah dermaga =
VolumeArusMua tan
KapasitasDermaga BOR
Kapasitas dermaga di pelabuhan peti kemas
adalah kemampuan bongkar muat peti kemas yang
bisa dilakukan oleh dermaga dalam periode satu
tahun. Kapasitas dermaga dipengaruhi oleh
produktifitas alat yang bekerja dan jumlah hari kerja
dalam satu tahun. Selain hal itu kapasitas dermaga
juga harus dikalikan dengan koefisien reduksi untuk
menjaga produktifitas dan jumlah hari kerja berjalan
tidak sesuai dengan rencana.
Kapasitas = jumlah alat3produktifitas3waktu kerja3
koefisien
Berdasarkan statistika pelabuhan peti kemas di
Indonesia, dalam satu tahun diperhitungkan 300 hari
kerja dengan 24 jam kerja dalam satu hari dan
menggunakan koefisien reduksi yang dipakai adalah
0,7.
Berth Occupancy Ratio (BOR) adalah
indikator tingkat penggunaaan dermaga dibanding
keberadaannya dalam suatu periode tertentu biasanya
setahun. Pada studi ini menggunakan BOR dari
UNCTAD, yaitu seperti Tabel 2.7. dibawah ini
Tabel 2. 7. Nilai BOR menurut jumlah dermaga
Jumlah dermaga BOR ( dalam persen )
1 40
2 50
3 55
4 60
5 65
6 70
Sumber : UNCTAD, 1994
b. Panjang Dermaga
Dermaga peti kemas menggunakan sistem
tambat kapal berderet seperti pada Gambar 2.12.
Perhitungan panjang dermaga untuk sistem tambat
berderet adalah :
L
p
= n Loa + ( n-1 ) 15 + 50
dimana:
Loa = panjang kapal yang bertambat
n = jumlah kapal yang bertambat /hari
Lp
25 m
LOA 15 m LOA 15 m LOA
25 m
KAPAL KAPAL KAPAL
DERMAG
A
Gambar 2. 12. Panjang dermaga Sistem Tambat Kapal Berderet
c. Lebar Dermaga
Lebar dermaga dipengaruhi oleh jenis alat
yang dipakai untuk melakukan bongkar muat di
dermaga. Penetuan lebar dermaga adalah jumlah
antara lebar alat bongkar muat yang dipakai, jarak
manuver untuk truk dan dua kali jarak tepi.
d. Elevasi Dermaga
Elevasi dermaga ditentukan dengan
menambahkan elevasi pasang tertinggi dan tinggi
jagaan. Untuk perencanaan pelabuhan ini digunakan
tinggi jagaan 1 meter.
2. Lapangan Penumpukan
Lapangan penumpukan adalah areal terbuka
untuk menyimpan peti kemas pada waktu menunggu
sebelum dinaikan ke atas kapal atau setelah dibongkar
dari kapal. Bentuk dan luas lapangan penumpukan
dipengaruhi jumlah ground slot (GS) yang dibutuhkan.
Kapasitas per GS =
Kebutuhan GS =
HariKerja TinggiTumpukan 0,7
LamaPenumpukan
VolumeBonkarMuat
KapasitasPerGroundslot
Luas lapangan penumpukan = jumlah GS3luas per GS
Luasan tersebut belum termasuk kebutuhan areal untuk
peralatan dan areal untuk akses di dalam lapangan
penumpukan.
3. Container Freight Station (CFS)
Dalam pengiriman barang dengan peti kemas tidak
semuanya isi satu peti milik satu orang tetapi terkadang
milik lebih dari satu orang. Hal ini menyebabkan perlu
adanya tempat untuk melakukan penataan atau
pembongkaran jenis peti kemas. Pada Pelabuhan peti
kemas tempat pembongkaran dan penataan tersebut
dinamakan CFS. Luas CFS dihitung dengan
menggunakan rumus :
f
1
f
2
O
T t
h 365 mi

Dimana :
O = luas area yang perlukan (m
2
)
f
1
= perbandingan luas bersih dan kotor = 1,5
f
2
= area barang rusak dan berserakan = 1,2
T = tonase yang masuk melalui gudang dalam
setahun (ton/hari)
t = waktu timbunan rata-rata (hari)
mi = prosentase pemakaian dalam setahun
h = tinggi timbunan rata-rata (m)
= berat jenis barang rata-rata = 1,2 t/m
2
4. Peralatan
Tujuan utama dari kegiatan di terminal peti
kemas adalah melayani penyediaan akses transportasi
bongkar muat peti kemas dari kapal ke darat maupun
sebaliknya dengan biaya yang dapat ditekan serendah
mungkin. Cara yang dapat digunakan agar hal ini tercapai
adalah dengan menyediakan jenis jasa dan peralatan
hanya untuk kegiatan penting saja dan mengusahakan
BOR dari alat dapat tercapai setinggi mungkin tetapi
tidak sampai menimbulkan antrian yang merugikan.
Ukuran dan berat peti kemas sangat besar
sehingga dalam operasional bongkar muat di pelabuhan
harus menggunakan peralatan. Peralatan yang digunakan
di pelabuhan peti kemas ada berbagai macam. Penentuan
jenis peralatan yang dipakai tergantung pada sistem
operasional penanganan muatan yang digunakan. Sistem
operasional penanganan muatan tersebut antara lain :
a. Chassis system
b. Straddle carrier system
c. Fork lift truck sistem
d. Transtainer system
e. Sistem campuran dengan kombinasi berbagai alat
Setiap sistem operasional berpengaruh pada penataan
layout dan pemilihan jenis peralatan yang dipakai. Jenis
peralatan yang ada di pelabuhan peti kemas yang
umumnya dipakai di Indonesia antara lain :
a. Portainer
Portainer adalah peralatan yang
ditempatkan secara permanen di dermaga yang
dipakai untuk bongkar muat peti kemas dari
kapal ke darat atau sebaliknya. Dimensi portainer
yang berpengaruh pada pembangunan dermaga
adalah :
- lebar kaki crane
- jumlah roda per kaki, jarak antar roda, dan
beban per roda
- panjang lengan dan backreach
- sistem mesin penggerak (disel atau listrik)
b. Harbour Mobile Crane (HMC)
HMC adalah peralatan yang fungsinya
sama dengan portainer tetapi memiliki roda yang
bisa bergerak secara leluasa
c. Straddle carrier
Straddle carrier digunakan untuk
operasional peti kemas antara dermaga dan
lapangan penumpukan maupun operasional di
dalam lapangan penumpukan saja. Alat ini dapat
bergerak secara fleksibel dan berkecepatan tinggi,
tetapi posisi pengemudi dan jarak pandang yang
terbatas dapat menimbulkan kecelakaan.
Kemampuan straddle carier adalah dapat
menumpuk peti kemas sampai 5 tumpukan.
Pengaruh pada struktur adalah beban
beban repetisi yang harus diperhitungkan pada
perkerasan lapangan penumpukan, dan pengaruh
pada bentuk layout lapangan penumpukan.
Anabila di dermaga dan lapangan penumpukan
hanya menggunakan satu jenis alat saja yaitu
straddle carrier maka sistem ini disebut straddle
carrier system.
d. Transtainer
Transtainer merupakan gantry crane yang
bergerak tegak lurus untuk menumpuk container
dari moda transportasi satu ke yang lain atau ke
lantai lapangan penumpukan. Terdapat dua jenis
gantry crane yaitu Rubber Tyred Gantry Crane
(RTGC) dan Rail Mounted Gantry Crane
(RMGC).
e. Forklift atau Side loader
Forklift digunakan untuk melayani
pergerakan di lapangan penumpukan atau di CFS.
Untuk penggunakan forklift di lapangan
penumpukan harus digunakan forklift yang berat
atau jenis forklift yang mengangkatnya dari
samping (side loader).
f. Truck trailer
Truk trailer digunakan untuk operasional
antara dermaga ke lapangan penumpukan atau
sebaliknya, CFS ke dermaga atau sebaliknya dan
keluar masuknya peti kemas di pelabuhan.
Sistem operasional penanganan muatan di
pelabuhan peti kemas dapat dilakukan dengan satu jenis
alat saja atau kombinasi dari berbagai peralatan. Sistem
kombinasi memakai berbagai jenis alat yang berbeda
misalnya memakai portainer di dermaga, truk untuk
menghubungkan dermaga ke lapangan penumpukan, dan
memakai RTGC di lapangan penumpukan.
Dari berbagai macam sistem operasional diatas
dipilih satu sistem yang paling efektif. Metode yang
digunakan untuk menentukan jenis sistem operasional
adalah dengan menilai masing-masing alat berdasarkan :
a. harga peralatan
b. estimasi umur operasional
c. estimasi waktu operasional per tahun
d. umur depresiasi alat
e. jumlah gerakan perjam yang dapat ditangani
Dari analisa diatas dapat disimpulkan keuntungan dan
kerugian masing-masing sistem, sehingga dapat dipilih
sistem operasional penanganan muatan yang paling
efektif.
2.12. Metode Pemilihan Layout
Setelah diketahui volume fasilitas yang diperlukan,
selanjutnya disusun beberapa alternatif layout pelabuhan. Dari
beberapa alternatif layout tersebut dipilih satu layout yang paling
efektif. Ada dua metode yang biasa digunakan dalam pemilihan
layout yaitu Numerical System/Multi Criteria Analysis dan
Monetary System
2.12.1. Numerical System/Multi Criteria Analysis
Metode ini dilakukan dengan cara memberikan kriteria-
kriteria terhadap alternatif layout yang ada. Kriteria tersebut
terdiri dari kriteria primer, sekunder, dan tersier. Setiap kriteria
tersebut diberi bobot atau suatu besaran. Sebagai contoh bobot
dari kriteria primer dibuat untuk mewakili semua disiplin yang
terlibat. Sedangkan bobot dari kriteria sekunder dan tersier dapat
dibuat berdasarkan disiplin-disiplin yang mewakili. Setelah bobot
dan nilai dikalikan maka menghasilkan suatu hasil yang ultimate.
Layout yang dipilih adalah layout dengan nilai ultimate terbesar.
Kerugian dari sistem ini adalah subyektifitas di dalam
menentukan bobot dari masing-masing aspek.
2.12.2. Monetary System
Metode ini dilakukan dengan menilai seluruh kriteria
evaluasi dari berbagai alternatif dalam suatu nilai uang.
Keuntungan dari metode ini adalah subyektifitasnya rendah bila
dibandingkan dengan metode Numerical System.
Kerugian dari metode ini adalah dalam pengerjaan pada
umumnya membutuhkan lebih banyak waktu dan sulit dikerjakan
karena tidak semua hal mudah dilakukan penilaian dalam nilai
uang melalui analisa resiko, misalnya :
1. Aspek keamanan nautical: resiko tabrakan, resiko
kandas, dan konsekwensi-konsekwensi lain dari kapal
yang berlabuh juga pengaruh terhadap lingkungan
sulit dinilai dengan uang.
2. Keamanan dari cargo handling, penimbunan dan
industri yang berpengaruh terhadap lingkungan sulit
dinilai dengan uang.
Didalam studi ini menggunakan metode Multi Criteria System
karena metode ini lebih mudah dilakukan dan tidak banyak
memakan waktu dalam pengerjaannya.
2.13. Analisa Ekonomi
Analisa ekonomi adalah analisa perimbangan antara
keuntungan ditinjau dari kepentingan pemakai fasilitas pelabuhan
dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan oleh investor. Metode
yang digunakan dalam analisa ekonomi adalah Benefit Cost
Analisis (BCA). Investasi dikatakan layak apabila dari BCA
didapatkan perbandingan antara keuntungan dari pihak pemakai
fasilitas dan biaya yang dikeluarkan investor lebih dari satu
(B/C>1). Benefit dan cost harus dihitung pada nilai waktu yang
sama.
Analisa ekonomi juga dapat dilakukan dengan metode
Ecim. Metode ini hanya sebagai pendukung dari metode BCA.
Hal yang dilakukan metode ini adalah menganalisa dampak yang
terjadi di lingkungan pelabuhan. Terdapat dua macam dampak
yaitu dampak yang nampak dan dampak yang tidak nampak.
Contoh dampak yang nampak adalah kenaikan Pendapatan
Daerah Rata-rata Bruto (PDRB) dan PAD (Pendapatan Asli
Daerah) daerah sekitar pelabuhan. Sedangkan yang dimaksut
dampak tidak nampak adalah dampak sosial yang terjadi di
sekitar pelabuhan.
2.14. Analisa Finansial
Analisa finansial adalah perimbangan arus pendapatan
dengan arus pengeluaran yang ditinjau dari sisi operasional dan
keuntungan dari pihak investor. Analisa kelayakan suatu
pembangunan fasilitas dikatakan layak apabila memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. IRR > MARR
2. Payback Period < Periode Studi
Keterangan:
1. Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah ukuran dari tingkat profitabilitas.
Berdasarkan definisinya, IRR adalah tingkat bunga yang
membuat present value dari cash inflow sebanding
dengan biaya investasi awal. Dalam artian sederhana
IRR adalah suatu tingkat bunga yang menyebabkan nilai
Net Present Value (NPV) dari suatu investasi sama
dengan nol (Dasar-dasar Keuangan Bisnis, 2005).
2. Minimum Attractive Rate of Return (MARR)
MARR adalah tingkat bunga yang dipakai patokan
pasar dalam mengevaluasi dan membandingkan berbagai
alternatif. MARR ini adalah nilai minimal dari tingkat
pengembalian atau bunga yang bisa diterima oleh investor.
Dengan kata lain bila suatu investasi menghasilkan bunga
atau tingkat pengembalian (Rate of Return) yang lebih kecil
dari MARR maka investasi tersebut dikatakan tidak layak
untuk dikerjakan (Ekonomi Teknik, 2003). Pada saat ini
MARR yang digunakan oleh pemerintah maupun swasta
untuk patokan investasi sebesar 12 % sehingga studi
menetapkan nilai MARR sebesar 12 %.
3. Payback Period
Payback period adalah jumlah tahun yang diperlukan
untuk menutup biaya investasi awal (Ekonomi Teknik,2003).
Payback Period dapat dihitung dengan rumus :
Payback period = Total m odal y ang d ikeluarkan
Jumlah laba tunai pertahun

You might also like