You are on page 1of 7

1

ABU SEKAM LIMBAH INDUSTRI GENTENG SEBAGAI ADSORBEN Cr ( III ) Eni Kiswati, Mutia Iska Sari, Nur Indah S Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, UNS, Surakarta ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang aktivasi abu sekam limbah industri genteng sebagai adsorben Cr(III). Aktivasi dilakukan dengan agen activator NaOH 2 % (w/v) dengan variasi waktu perendaman 24, 48, dan 96 jam. Karakterisasi abu sekam meliputi kadar air, abu, dan zat terbang dengan metode gravimetri serta analisa gugus fungsi menggunakan alat spektrofotometer infra merah (FTIR). Uji daya serap dilakukan dalam larutan Cr(III) 20 ppm dengan variasi waktu kontak 60, 90 dan 120 menit. Konsentrasi Cr(III) terserap diukur dengan spectrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 573nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa abu sekam aktif yang mempunyai karakter terbaik adalah abu sekam yang diaktivasi selama 24 jam dengan kadar air 9,20 %, kadar abu 0,23 % (w/w) dan kadar zat terbang -0,30 % (w/w). Analisa terhadap gugus fungsi abu sekam aktif menunjukan adanya gugus CH3OSi dan CSi. Daya serap terbaik (7,94 ppm/gram) diperoleh untuk abu sekam aktif (24 jam ) pada waktu kontak 60 menit. Kata kunci : Abu sekam, adsorben, Cr (III) PENDAHULUAN Sekam (kulit padi) merupakan hasil samping dari produk pertanian yang keberadaannya cukup melimpah di Indonesia. Sekam tersebut secara tradisional dimanfaatkan sebagai bahan bakar bagi industri rumah tangga seperti industri batu bata, genteng dan pembuatan etanol. Sekam yang telah digunakan sebagai bahan bakar akan menghasilkan abu sekam yang biasanya dimanfaatkan oleh ibu-ibu rumah tangga menjadi abu gosok. Dewasa ini, sekam selain dimanfaatkan sebagai bahan bakar juga telah dimanfaatkan menjadi suatu penyerap (adsobent) bahan atau senyawa karena mengandung SiO2, air, Na2O, CaO, K2O, MgO, Al2O3, Fe2O3 berturut turut 93,1 %; 3,57 %; 1,73 %; 1,29 %; 0,15 %; 0,12 %; 0,03 % dan 0,01 % ( Astuti,Widi; 2005 ). Penyerapan (adsorpsi) adalah proses akumulasi adsorbat pada permukaan adsorben yang disebabkan oleh gaya tarik-menarik antar molekul atau interaksi kimia atau akibat dari medan gaya pada permukaan padatan (adsorben ) yang menarik molekul-molekul gas/ uap/ cairan (Oscik, 1982). Bahan / senyawa yang dapat diadsorpsi oleh suatu adsorben adalah zat warna, gas maupun logam ( Syahputra, R;1996 ). Abu sekam yang merupakan hasil karbonisasi sekam, agar optimal menjadi adsorben perlu satu tahap lagi yaitu aktivasi. Proses aktivasi kimia dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis agent activator dan waktu perendaman. Dalam proses aktivasi kimia dapat digunakan bahan bahan seperti: alkali, hidroksida, sulfida, dan sulfat. Tujuan penambahan bahan kimia itu untuk membersihkan pengotor dan meningkatkan kualitas adsorben. Waktu yang lama

menghasilkan kualitas lebih baik dalam hal luas permukaan, gugus fungsi , dan kemampuan daya serap. Pemanfaatan sekam sebagai adsorben zat warna telah dilakukan oleh Abdelwahab, O (2005). Hasil penelitian Abdelwahab, Ola (2005) menunjukkan bahwa sekam yang diaktivasi dengan pemanasan 105C dan asam sitrat, mampu menyerap pewarna sintetik Direct F. Scarlet (Direct Red 23) dari limbah industri dengan kapasitas adsorpsi sebesar ~13 mg pewarna per 1 gr sekam kering. Penelitian lain dilakukan oleh Akhtar, M. et al (2006) meneliti sekam yang dikeringkan kemudian dibandingkan dengan sekam yang kering dan diaktivasi dengan asam nitrat dan metanol serta sekam kering yang diabukan (abu sekam) untuk menyerap 2,4-diklorofenol. Daya serap terbaik diperoleh untuk adsorbent berupa abu sekam. Abu sekam tersebut mampu menyerap sebesar 98 1,2 % larutan 2,4-diklorofenol 6,1x 10-5 mol dm-3 pada pH 6, berat abu sekam 1 gr, dan waktu kontak selama 10 menit. Topallar, H. et al (1999) yang menggunakan abu sekam untuk menyerap asam miristat, asam palmitat, dan asam stearat berturut-turut sebesar 40,08; 38,43; dan 37,27 mg/g. Berdasarkan penelitian Topallar, H. et al (1999), adsorpsi secara fisika melalui ikatan hidrogen ( ikatan Van der Waals ) antara oksigen karbonil dari asam lemak dengan hidrogen silanol dari silika abu sekam. Proses ini sepenuhnya bersifat reversibel, sehingga memungkinkan terjadinya desorpsi pada suhu yang sama. Penelitian lain tentang sekam sebagai adsorben telah dilakukan oleh Zulkali, M.M.D. et al; (2006). Berdasarkan penelitian Zulkali, M.M.D. et al; (2006), sekam yang dicuci dengan air bebas ion dan dipanaskan pada temperatur 60C selama 1-2 hari, mampu menyerap ion logam timah. Ion timah dengan konsentrasi awal 50 mg/L, temperatur 60C dan pH 5 dapat diserap sebesar 98,11% pada jumlah sekam 2 gr dengan metode perendaman. Sedangkan Kumar, U. et al (2006) telah melakukan penelitian untuk membandingkan daya serap sekam tanpa diaktivasi dan diaktivasi dengan NaOH, epiklorohidrin dan Na2CO3 yang digunakan untuk menyerap kadmium. Penyerapan terbaik diperoleh untuk sekam yang diaktivasi dengan NaOH (0,5 M) yaitu sebesar 20,24 mg/g. Teker, M. et al (1999) meneliti tentang abu sekam yang diaktivasi dengan HCl dapat menyerap logam tembaga dan kadmium. Pada pH 5-8 selama 60 menit mampu menyerap tembaga dan kadmium dengan dosis abu sekam berturut-turut sebesar 0,5 gr/25 ml dan 1,5 gr/25 ml. Kapasitas adsorpsi (mol/g) menurun dari 6,1410-5 dan 7,4710-6 menjadi 5,1010-5 dan 6,7610-6 pada kenaikan suhu dari 293 K sampai 313 K. Saat ini logam Cr merupakan bahan pencemaran yang mempunyai prosentase cukup tinggi di perairan. Selain itu, Cr juga dihasilkan dari limbah padat industri pelapisan logam, pertambangan minyak bumi, dan tekstil (Akbar,S,Susy Lahliani Apt, Yayah Rodiana, Heni Puspita, Rita;2000 ). Krom ( Cr ) bersifat karsinogenik atau dapat menimbulkan penyakit kanker ( Eddy;2005). Pencemaran kromium terjadi pada industri elektroplating, penyamakan kulit, tekstil, dan logam. Kromium berada dalam dua kondisi oksidasi yaitu Cr(III) dan Cr (VI). Umumnya di perairan berada pada oksidasi tingkat tiga namun dapat menjadi enam ketika teroksidasi. Krom diperairan bersifat racun dan menyebabkan kanker. Kromium tingkat enam dapat diserap oleh kayu eukaliptus sebesar 45

mg/g adsorbent (Sarin, Vikrant, et al;2006). Sekam dapat dipadukan dengan kayu eukaliptus menjadi suatu briket. Briket yang diaktivasi dengan asan nitrat mampu menyerap Cr (III) 200 ppm pada suhu 282C sebesar 78 mg/g briket (Costa, Luiz C.M et al;2005). Salah satu upaya untuk mengurangi pencemaran logam Cr yaitu dengan memanfaatkan abu sekam sebagai alternatif adsorben yang ekonomis. Berdasarkan pada uraian tersebut, maka penelitian ini akan membuat adsorben Cr (III) dari abu sekam, untuk adsorpsi logam Cr ( III ) dalam larutan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pemanfaatan lebih luas dari limbah sekam hasil pembakaran genteng sebagai adsorben Cr ( III ) sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar industri genteng. METODE PENDEKATAN 1. Pengolahan Abu Sekam dan Aktivasi dengan NaOH Abu sekam yang diperoleh dari limbah industri genteng dari desa Krenekan, Ceper, Klaten, digiling atau dihaluskan sehingga diperoleh bubuk limbah sekam 150 mesh. Bubuk limbah sekam direndam dalam larutan NaOH 2 % (w/v), dengan variasi waktu perendaman 24 jam, 48 jam, dan 96 jam. Kemudian dicuci hingga air cucian terakhir sesuai dengan pH awal sekam sebelum diaktivasi. Setelah itu dikeringkan dalam furnace 100 C. 2. Karakterisasi Adsorben Penentuan sifat adsorben melalui pengukuran kadar abu, kadar air, dan kadar zat terbang, sedangkan gugus fungsinya dianalisis dengan FTIR pada bilangan gelombang 4000 400/cm. 3. Uji efektifitas Penyerapan Uji efektivitas penyerapan dilakukan dalam larutan CrCl3.6H2O 20 ppm (20 ml) dengan berat adsorben 1,0 gram. Masing masing campuran diaduk dengan waktu kontak 60, 90, dan 120 menit. 1,0 gram abu sekam tak diaktivasi diberlakukan dalam larutan yang sama dengan waktu kontak 60 menit. Kemudian disaring dan filtratnya diukur dengan spektrofotometer UV-Vis Spectrofotometer UV Vis Spectronic 20 Genesyss pada panjang gelombang 573 nm. Kemampuan daya serap adsorben ditentukan berdasarkan penurunan kadar Cr(III) pada setiap variasi waktu kontak terhadap kadar awalnya. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan penyerapan Cr (III) menggunakan abu sekam tak diaktivasi (waktu kontak 60 menit) untuk mengetahui efektivitas abu sekam aktif. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakterisasi Adsorben Abu sekam aktif dihasilkan dari proses pengarangan dan aktivasi limbah sekam.. Limbah sekam industri genteng telah mengalami pengarangan sehingga berbentuk abu sekam., Abu sekam tersebut diaktivasi. Abu sekam aktif yang diperoleh kemudian diukur kadar abu, kadar air, dan kadar zat terbang. Data selengkapnya disajikan pada tabel 1.

Tabel 1: Data Kadar Abu, Kadar Air, dan Kadar Zat Terbang Kadar abu Kadar air Kadar zat terbang 24 jam 97,20% 2,23% - 0,30% 48 jam 97,26% 2,15% 0,40% 96 jam 97,58% 4,64% 0,86%

Data pada tabel 1 menunjukan bahwa kadar abu paling rendah ( 97,20 % ) yaitu pada waktu perendaman 24 jam bila dibandingkan dengan waktu perendaman 48 jam maupun 96 jam. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu signifikan. Kadar abu tersebut menunjukkan senyawa yang terikat dan tidak dapat diubah menjadi H2O dan CO2. Makin rendah kadar abu semakin baik sebagai adsorben karena bahan ikatan untuk pengotor relatif sedikit. Kadar air paling rendah ( 2,15 % ) pada waktu perendaman 48 jam. Namun perbedaan ini juga tidak terlalu signifikan bila dibandingkan dengan perendaman 24 jam. Kadar air pada abu sekam aktif akan mempengaruhi aktivitas dari abu sekam tersebut. Kandungan air yang terlalu besar akan menurunkan daya adsorpsi. Sedangkan kadar zat terbang paling rendah ( -0,30 % ) pada perendaman 24 jam. Kadar zat terbang menunjukkan jenis bahan dasar dari abu sekam aktif yang digunakan. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa waktu perendaman terbaik yaitu 24 jam. Gugus gugus fungsi yang terdapat dalam abu sekam dapat diketahui melalui analisis menggunakan FTIR. Spektra infra merah dari abu sekam sebelum dan sesudah diaktivasi ditunjukkan pada gambar 1.

__________ = sebelum abu sekam diaktivasi - - - - - - - - - = setelah abu sekam diaktivasi

Gambar 1: Spektra IR sebelum dan setelah abu sekam diaktivasi

Perbandingan spektra IR menunjukan adanya suatu penajaman puncak. Puncak 1103,2 cm-1 yang menunjukan serapan silika terikat gugus CH3O.,puncak 802,3 cm-1 serapan silica terikat atom karbon, dan puncak 470,6 cm-1 serapan senyawa sulfur. Hal ini menandakan bahwa selama aktivasi terjadi pembersihan terhadap pengotor dan menyisakan senyawa anorganik dominant yaitu silika. 2. Uji efektifitas Penyerapan Pengujian daya serap dilakukan dengan perendaman abu sekam teraktivasi dalam larutan Cr (III) 20 ppm dengan variasi waktu kontak 60, 90, dan 120 menit. Kemudian dibandingkan terhadap abu sekam tak teraktivasi dengan perlakuan sama pada waktu kontak 60 menit. Larutan Cr (III) berwarna sehingga pengukuran berkurangnya konsentrasi Cr (III) dilakukan dengan serapan spectra UV-Vis pada panjang gelombang 573 nm ( Cr (III) mengikat 6 molekul air ).

0,02 0,015 0,01


5; 0,007 10; 0,01 20; 0,016 15; 0,013

25; 0,019

0,005
i

0 0 10 20
)

30

Gambar 2 : Kurva larutan standar Cr (III) pada 573 nm Dengan persamaan Y = 6 10- X + 4 10 dengan regresi = 1 Tabel 2: Konsentrasi filtrat 60 menit 90 menit 120 menit Abu tak aktif 16,00 ppm Abu aktif 10,05 ppm 2,83 ppm 1,67 ppm Data adsorbansi filtrat diplotkan dengan kurva standar dan disajikan pada tabel 2. Berdasarkan tabel 2 tersebut, maka terlihat penurunan konsentrasi Cr (III) dalam filtrat. Pengolahan lebih lanjut dari tabel 2 diperoleh data banyaknya Cr (III) yang terserap dan disajikan pada Gambar 3. Banyaknya Cr (III) yang terserap yaitu abu sekam tak aktif sebanyak 4,00 ppm dan abu sekam aktif pada waktu kontak 60, 90, dan 120 menit berturut-turut sebanyak 9,5 ppm; 17,17 ppm dan 18,3 ppm. Berdasarkan data tersebut diperoleh daya serap terbaik 18,3 ppm/gram. Data di atas menunjukkan perbedaan antara penyerapan Cr (III) pada abu sekam aktif dan tak aktif. Variasi waktu kontak terbaik pada abu sekam aktif yaitu 120 menit. Semakin lama waktu kontak maka semakin banyak penyerapannya. Hal ini dimungkinkan karena semakin banyak interaksi antara adsorben dengan
4 -3

adsorbat yang berupa adsorpsi secara fisika melalui ikatan hidrogen ( ikatan Van der Waals ) antara krom dengan silika abu sekam. Silika sebagai komponen dominant mampu melakukan penyerapan.
konsentrasi Cr(III) terserap ( ppm )
120; 18,3

90; 17,17

15 10 5 0 30 60 90 120 150
Waktu kontak penyerapan (m enit)
60; 9,5

Gambar 3: grafik konsentrasi Cr (III) terserap dengan waktu kontak Apabila dibandingkan dengan abu sekam tak aktif, daya adsorpsi abu sekam aktif memiliki selisih yang signifikan yaitu daya serap pada abu sekam tak aktif 4,0 ppm/gram dan abu sekam aktif sebesar 9,5 ppm/gram dengan waktu kontak 60 menit. KESIMPULAN Berdasarkan hasil sintesis abu sekam limbah industri genteng diperoleh senyawa dengan kadar silika tinggi yang mengadsorpsi Cr (III). Pengujian daya serap terbaik ( 18,3 ppm / gram ) pada abu sekam aktif ( 24 jam ) dengan waktu kontak 60 menit yang mempunyai karakteristik adsorben Cr (III) meliputi kadar abu, air, zat terbang, berturut turut 97,20 %; 2,15 %; -0,30 %. DAFTAR PUSTAKA Abdelwahab, Ola, Ahmed El Nemr, Amany El Sikaily, Azza Khaled. 2005. Use of Rice Husk for Adsortion of Direct Dyes from Aqueous Solution: A Case Study of Direct F. Scarlet. Egyptian Journal of Aquatic Research. Vol. 31. No.1. pp1Akbar, Shaifudin, Susy Lahliani Apt, Yayah Rodiana, Heni Puspita, Rita.2000.Pengkajian Baku Mutu TLCP dalam Rangka Revisi PP. 18 Tahun 1998 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dalam http://www.menlh.go.id/pursapedal/ragam_keg/perpus8.htm ( diakses 21 April 2005 ) Akhtar, Mubeena. M.I. Bhanger, Shahid Iqbal, S. Moosa Hasany. 2006. Sorption Potential of Rice Husk for the Removal of 2,4-Dichlorophenol from Aqueous Solutions: Kinetic and Thermodynamic Investigations. Journal of Hazardous Materials. B 128. pp 44-52 Costa, Luiz C.M, Maria Helena Araujo, Karim Sapag, Maria F. Sardella, Hugo Silva, Ana C. Deiana and Rochel M. Lago. 2005. High Surface Area Functionalized Carbon Briquettes: A Novel Adsorbent for Contaminants from Water. Journal Brazilian Chemistry Society. Vol. 16. No. 5. pp 899902

Eddy.2005.www.pikiran-rakyat.com ( diakses 21 April 2005 ) Oscik, J. 1982. Adsorption. England: Ellis Horwood Limitted Sarin, Vikrant, K.K. Pant. 2006. Removal of Chromium from Industrial Waste by Using Eucalyptus Bark. . Bioresource Technology. Vol. 97. pp 15-20 Syahputra, R.1996.Pemanfaatan Karbon Aktif Tempurung Kelapa Sawit Sebagai Bahan Pemucat CPO (Crude Palm Oil). Laporan Penelitian Lkip.Yogyaarta:UGM press. Teker, Murat. Mustafa Imamolu. 1999. Adsortion of Copper and Cadmium Ions by Activated Carbon from Rice Hulls. Turkey Journal Chemistry. Vol.23. pp 185-191 Topallar, Hseyin, Yksel Bayrak. 1999. Investigation of Adsorption Isotherms of Myristic, Palmitic and StearicAcids on Rice Hull Ash. Turkey Journal Chemistry. Vol.23. pp 193-198 Upendra, Kumar,Manas Bandyopadhyay. 2006. Sorption of Cadmium from Aqueous Solution Using Pretreated Rice Husk. Bioresource Technology. Vol. 97. pp 104-109 Zulkali,M.M.D, A.L. Ahmad, N.H. Norulakmal. 2006. Oryza sativa L. Husk as Heavy Metal Adsorbent: Optimization with Lead as Model Solution. . Bioresource Technology. Vol. 97. pp 21-25

You might also like