You are on page 1of 29

Laporan Awal Praktikum Teknik Pengubahan Bentuk

MODUL I & II

Dewi Lestari Natalia 1006704530 Kelompok 9

Laboratorium Metalurgi Mekanik Departemen Metalurgi dan Material FTUI 2013

MODUL I CANAI DINGIN

I.

Tujuan Praktikum 1. 2. Mengerti penggunaan mesin canai Mengerti proses perhitungan pada pencanaian untuk mereduksi ketebalan lembaran logam 3. 4. Mengetahui manfaat proses pencanaian pada lembaran logam Mengetahui perubahan sifat mekanis logam lembaran akibat perlakuan canai dingin 5. 6. Mengetahui pengaruh pelumas pada proses canai dingin lembaran logam Mengetahui cacat-cacat yang terjadi pada akibat proses canai dingin pada lembaran logam 7. Mengetahui perubahan mikrostruktur logam lembaran akibat proses canai dingin 8. Mengetahui aplikasi produk hasil pengerjaan canai dingin

II. Dasar Teori II.1 Rolling Rolling atau pencanaian merupakan suatu proses deformasi dimana ketebalan dari benda kerja direduksi dengan menggunakan gaya tekan dan menggunakan dua buah roll atau lebih. Roll berputar untuk menarik dan menekan secara simultan benda kerja yang berada di antaranya[1]. Pada proses pencanaian, benda kerja dikenai tegangan kompresi yang tinggi yang berasal dari gerakan jepit rol dan tegangan geser-gesek permukaan sebagai akibat gesekan antara roll dan logam. Selama proses canai, roll memberikan tegangan tekan pada bagian-bagian dari benda kerja. Tegangantegangan ini mengakibatkan benda kerja mengalami deformasi plastis. Produk akhir dari proses ini adalah logam plat dan lembaran (sheet), dimana plat

umumnya mempunyai tebal lebih dari in. Lembaran umumnya mempunyai tebal kurang dari in. Tujuan utama pengerolan adalah untuk memperkecil tebal logam. Biasanya terjadi sedikit pertambahan lebar, karena itu penurunan tebal mengakibatkan pertambahan panjang.

Vo

V1

Gambar 1.1. Proses rolling[2]

Berdasarkan temperatur kerjanya, pencanaian logam terdiri dari dua proses, yakni canai panas dan canai dinging. Canai panas pada logam dilakukan diatas suhu rekristalisasi atau di atas daerah work hardening, sedangkan canai dingin dilakukan dibawah suhu rekristalisasi, bisa juga dilakukan pada suhu ruang. Perbedaannya adalah gaya deformasi yang diperlukan pada canai dingin lebih rendah dan perubahan sifat mekanik dari material tidak signifikan, sedangkan pada pengerjaan dingin diperlukan gaya yang lebih besar dan sifat mekanis logam meningkat dengan signifikan.

Gambar 1.2. Proses rolling hasil continous casting[3]

Pada proses rolling terjadi perubahan deformasi dan perubahan butir dari butir equiaxed menjadi butir yang terelongasi. Jumlah pengerjaan dingin yang dapat dialami logam tergantung kepada kekuatannya, semakin ulet suatu logam, maka makin besar pengerjaan dingin yang dapat dilakukan. Logam murni relatif lebih mudah mengalami deformasi daripada paduan, karena penambahan unsur paduan cenderung meningkatkan gejala pengerasan regangan.
a)

b)

Gambar 1.3. Deformasi dan perubahan butir pada: a) canai dingin, b) canai panas [4]

Proses canai dingin dilakukan untuk mendapatkan lembaran strip dan lembaran tipis dengan penyelesaian permukaan yang baik dan bertambahnya kekuatan mekanis. Pada saat yang sama juga dilakukan pengendalian dimensi produk yang ketat. Selain itu, canai dingin akan menghasilkan lembaran dan strip yang memiliki kualitas permukaan akhir yang lebih baik serta kesalahan dimensional yang lebih kecil dibandingkan apabila menggunakan proses canai panas. Reduksi total yang dapat dicapai dengan pengerolan dingin, biasanya beragam dari 50% sampai 90%. Pada umumnya reduksi terkecil terdapat pada tahap akhir agar diperoleh pengerolan yang lebih baik. Parameter-parameter utama dalam proses canai adalah : 1. Diameter roll 2. Hambatan deformasi logam yang tergantung pada struktur metalurgi, suhu, dan laju regangan 3. Gesekan antara roll dengan benda kerja 4. Adanya tegangan tarik ke depan dan atau tegangan tarik ke belakang pada bidang lembaran

II.2 Mesin Roll Peralatan untuk melakukan proses canai tersebut pada dasarnya terdiri dari sebagian-sebagian seperti : 1. Roll Menurut jumlah dan susunan rol, maka rolling mill dapat dibedakan menjadi : a. Two high mill, merupakan pengerol logam dua tingkat dan jenis yang paling sederhana

Gambar 1.4. Two high mil [5]

b. Two high reversing mill, merupakan pengerol logam bolak-balik dua tingkat dan mempunyai kecepatan yang lebih baik ketimbang jenis two high mill

Gambar 1.5. Two high reversing mill[5]

c. Three high mill, merupakan pengerol logam tiga tingkat

Gambar 1.6. Three high mill[5]

d. Four high mill, merupakan pengerol logam empat tingkat

Gambar 1.7. Four high mill[5]

e. Cluster roll, merupakan pengerol logam tipis menjadi tipis lagi

Gambar 1.8. Cluster roll[5]

f. Planetary mill, merupakan pengerol logam dengan rol pendukung dikelilingi sejumlah rol kecil

Gambar 1.9. Planetary mill[5]

2. Bantalan (bearing)

Gambar 1.10. Bantalan (bearing)[3]

3. Rumah (housing), untuk tempat peralatan-peralatan di atas 4. Pengendali, untuk mengatur catu daya untuk roll dan untuk mengendalikan kecepatannya II.3 Cacat-Cacat yang Terbentuk dalam Proses Canai 1. Cacat cetakan Cacat cetakan ini diakibatkan oleh terjadinya pertambahan panjang pada arah lateral dan kemudian dihambat oleh gaya-gaya gesek transversal. Kemudian karena adanya bukit gesekan, maka gaya gesekan mengarah ke pusat lembarat. Hal ini mengakibatkan terjadinya penyebaran yang lebih sempit daripada tepinya. Lembaran mengalami pertambahan panjang sementara itu pengurangan tebal tepi akan menyebar ke arah lateral, sehingga lembaran dapat mengalami sedikit pembulatan pada ujung-ujungnya. Dari hubungan kontinuitas antara tepi dengan pusat, maka pinggiran mengalami regangan, suatu kondisi yang menimbulkan retak tepi. 2. Cacat Kerataan Cacat pengerolan ini terjadi karena pelat tidak rata pada saat dilakukan proses canai. Hal ini mengakibatkan terjadinya perbedaan perpanjangan pada tempat tertentu dimana lembaran tipis dan pelat menjadi berombak.

Gambar 1.11. Cacat kerataan[6]

3. Cacat pembelahan (alligatoring) Cacat pembelahan terjadi karena ada ikatan lembaran akibat salah satu bagian roll lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan dengan celah roll.

Gambar 1.12. Cacat pembelahan[6]

4. Perbedaan ketebalan antar sisi Cacat ini terjadi karena adanya perbedaan ketinggian celah roll, akibatnya ketebalan lembaran hasil roll tidak sama ketebalannya pada masing-masing sisi dan pada salah satu sisi lembaran akan menjadi lebih panjang daripada sisi yang lain, akibatnya pelat menjadi melengkung.

Gambar 1.13. Cacat akibat perbedaan ketebalan antar sisi[6]

5. Tebal material yang tidak sama pada semua tempat Cacat jensi ini terjadi karena adanya deformasi elastis pada roll. Produk pelat lebih tebal dibagian tengah dariapad di bagian pinggir. 6. Cacat-cacat lain Cacat lainnya yang mungkin terjadi pada proses canai adalah sebagai contoh : porositas, keriput, kampuh, dan sebagainya. II.4 Perhitungan Dalam Proses Canai Untuk menghitung tebal reduksi yang terjadi selama proses pencanaian, maka dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Dimana:

hi = tebal awal saat masuk mesin rolling hf = tebal akhir saat keluar mesin rolling

Untuk menghitung besarnya rollong load yang dibutuhkan atau ketebalan yang direduksi dalam satu kali pass dalam proses canai, dapat menggunakan rumus berikut:

Dimana:

F = rolling load (asumsi 18.103 KgF) y = yield strength w = lebar sampel (20 mm) R = jari-jari roll (52 mm) h = ketebalan yang dapat direduksi satu kali pass

II.5 Pelumasan Pada proses canai dingin temperatur daerah antara roll dan lembaran logam dapat mencapai temperatur yang tinggi, efek ini kurang baik terhadap

terhadap roll karena akan meningkatkan kecenderungan terjadinya roll flattening, karena itu sebaiknya pelumas tidak hanya berfungsi melumasi namun juga berfungsi sebagai pendingin roll. Pelumas harus benar-benar terpilih, sesuai dengan kemampuannya dan sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan dari pelumas tersebut. Pelumas yang dibutuhkan untuk lembaran aluminium tentu tidak sama dengan pelumas untuk lembaran baja, karena itu formulasi pelumas yang akan digunakan dalam proses pengubahan bentuk sebaiknya memenuhi beberapa bahan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan seperti kandungan perputaran pembasahan pada sistem non aqueos, penghambat terhadap korosi, pengontrol pH, dan lain-lain. Adapun contoh-contoh pelumas yang dapat digunakan untuk paduan aluminium adalah sebagai berikut: a) Kerosene b) Mineral oil (viskositas 40-300 SUS pada 40oC c) Petroleum jelly d) Mineral plus 10-20% fatty oil e) Tallow plus 50% paraffin

III. Metode Penelitian III.1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat 1. Mesin canai merk ONO dilengkapi dengan sel beban (load cell) dan Indikator Posisi Roll (Roll Position Indicator). a. Kapasitas : 20 tonF b. Kecepatan : 8 mm/menit c. Dimensi work roll : Panjang/Diameter: 140 mm/104 mm d. Celah roll maksimum : 15 mm 2. Hardness tester untuk estimasi tegangan luluh (yield stress). 3. Jangka sorong (caliper) dan mikro meter. 4. Penjepit logam dan amplas 5. Sarung tangan. III.1.2 Bahan
1. Lembaran aluminium, tebal t = 4 mm. 2. Pelumas. 3. Larutan pembersih/pencuci.

III.2 Langkah Kerja

Potong sampel 70mm x 30mm x 4mm

Lakukan pengamplasan pada sampel

Tentukan nilai tegangan luluh (yield stress)

Siapkan mesin roll dan atur celah roll

Catat ukuran yang didapat

Hitung tegangan luluh setelah pass roll berikutnya

Ulangi ke tiga langkah sebelumnya dengan penambahan pelumas

Matikan mesin roll

MODUL II PENGUJIAN SIMULATIF LEMBARAN DEEP DRAWING dan STRETCHING

I.

Tujuan 1. Memahami penggunaan alat uji simulatif lembaran logam (universal sheet metal testing machine) 2. Mengetahui pengujian simulatif lembaran logam melalui deep drawing dan stretching 3. Mempelajari pengaruh nilai n-strain hardening terhadap proses stretching 4. Mempelajari pengaruh nilai R anisotropi terhadap nilai LDR pada proses deep drawing 5. Mempelajari pengaruh pelumasan padat dan cair pada proses stretching dan deep drawing 6. Memperoleh informasi mengenai kemampuan bahan untuk meragang atau kapasitas bahan untuk meregang tanpa terjadi robek pada proses stretching 7. Mengetahui rasio batas pembentukan (LDR) suatu bahan pada proses deep drawing. 8. Mengetahui proses terjadinga pengupingan (earing) pada produk hasil deep drawing

II. Dasar Teori Pengubahan bentuk lembaran logam memegang peranan penting saat ini. Banyak peralatan menunjang kehidupan modern diantaranya merupakan gabungan dari berbagai komponen yang dibuat melalui proses pengubahan bentuk pada lembaran logam diantaranya proses deep drawing dan strecthing. Benda dan peralatan tersebut diantaranya adalah berbagai komponen alat transportasi, industri, komponen elektronik, dan peralatan rumah tangga[1].

Salah satu jenis bahan yang banyak digunakan pada pengubahan bentuk plastis yaitu lembaran kuningan, disamping baja dan alumunium. Lembaran kuningan mempunyai keuletan yang baik sehingga cocok dapat dilakukan proses pengubahan bentuk dengan baik menjadi bentuk yang rumit sekalipun. Dengan sifat daya hantar listrik/panas yang baik, bahan ini banyak digunakan sebagai alat/komponen listrik, dinding pemanas, tabung-tabung heat exchanger dan sebagainya. Mampu bentuk suatu bahan dapat diketahui dengan dua pendekatan, yaitu pengujian nonsimulasi dan pengujian simulasi. Pengujian nonsimulasi dilakukan dengan proses penarikan (uji tarik) untuk mengetahui sifat mekanis bahan yaitu diantaranya kekuatan, keuletan, koefesien pengerasan regangan, dan faktor anisotropi plastis. Pengujian ini tidak secara langsung memberikan informasi mengenai mampu bentuk bahan karena sifatnya hanya membandingkan tegangan dan regangan yang terjadi selama penarikan tanpa pendekatan pada kondisi pembentukan lembaran yang sesungguhnya. Namun dari pengujian ini kita dapat memperkirakan kemampuan bahan untuk dibentuk. Pengujian simulasi meliputi proses deep drawing dan strecthing yang merupakan proses utama dalam suatu pembentukan logam lembaran. Dengan proses deep drawing dapat kita ketahui kemampuan bahan untuk ditarik dalam (nilai LDR), yaitu kemampuan bahan untuk dibuat menjadi bentuk-bentuk dengan kedalaman tertentu tanpa terjadinya perobekan. Pada pengujian stretching dapat diperoleh informasi mengenai kemampuan bahan untuk meregang atau kapasitas bahan untuk meregang tanpa terjadi robek pada bahan. II.1 Penarikan Dalam (Deep Drwaing) Deep drawing merupakan proses pengubahan bentuk dingin dari lembaran logam untuk menghasilkan benda yang mempunyai kedalaman tekan seperti pada pembuatan mangkuk (kup). Proses ini dilakukan dengan meletakan lembaran (blank) diantara dua penjepit yang salah satunya juga sekaligus berfungsi sebagai cetakan. Lembaran kemudian ditekan pada bagian yang tak berjepit sehingga bahan lembaran akan mengalir masuk kedalam cetakan dan menghasilkan benda

jadi sama dengan bentuk cetakannya. Pada proses ini terjadi aliran material disebabkan tekanan blank holder yang digunakan tidak terlalu besar. Selama proses, ketebalan benda lebih kurang sama dengan ketebalan lembaran awal dan luas permukaan lembaran sebelum dibentuk sama dengan luas permukaan benda setelah dibentuk. Pada proses ini perlu diperhitungkan besarnya tekanan penjepit disekeliling blank untuk menghindari pengkerutan bagian tepi ataupun perobekan mangkuk. Bentuk pengujian deep drawing yang biasanya dilakukan yaitu pengujian Swift, dimana blank lingkaran dibentuk menjadi mangkuk beralas datar, seperti tampak pada gambar berikut ini:

Gambar 2.1 Proses deep drawing[7]

Pada proses deep drawing, blank mengalami tiga jenis deformasi yang berbeda. Deformasi dan keadaan tegangan yag terjadi pada daerah-daerah yang berbeda selama proses deep drawing diperlihatkan pada gambar berikut ini:

Gambar 2.2 Deformasi dan keadaan tegang pada proses deep drawing[1]

Pada daerah tengah blank (bagian yang kontak langsung dengan alat tekan) terjadi regangan tarik biaksial sehingga pada daerah ini terjadi penipisan. Blank yang berada di luar daerah penekanan (diantara penjepit) pada saat akan masuk kedalam cetakan akan mengalami penarikan ke arah radialnya. Keliling lingkaran akan terus menerus menyusut dari keliling awal .D menjadi .d. Penyusutan terjadi pada daerah ini karena adanya regangan tarik pada arah radial akibat gaya tekan dari alat tekan (punch) serta regangan tekan pada arah tegak lurus radial (arah keliling).

Pada saat masuk ke cetakan, mula-mula terjadi pembengkokan/bending, kemudian dilanjutkan dengan pelurusan (straightening) akibat melewati kelengkungan cetakan membentuk dinding kup akibat gaya tekan dari punch yang memasuki lubang cetakan. Gaya tekan dari punch mengakibatkan dinding kup mengalami penarikan pada arah sejajar dengan arah gerakan punch.

Beban tekan dari dasar kup diteruskan kebagian dinding. Umumnya daerah yang sering mengalami robek dalam deep drawing terletak pada bagian dinding sedikit di atas jari-jari kelengkungan dasar kup. Pada daerah ini terjadi peregangan bidang (plane strain) yang mengakibatkan penipisan bahan. Robek akan terjadi apabila tegangan tarik yang terjadi pada daerah ini melebihi kekuatan tarik bahan.

Gaya tekan yang dibutuhkan untuk membentuk blank menjadi kup merupakan jumlah gaya ideal untuk pengubahan bentuk, gaya gesek dan gaya penyusutan ketebalan pada bagian dinding. Gaya penekanan ideal untuk menekan blank masuk ke dalam cetakan terus bertambah dengan makin dalamnya penekanan akibat terjadinya pengerasan regang. Gaya penekanan yang terjadi pada daerah penjepit terus bertambah sampai keadaan maksimum dan kemudian berkurang dengan makin berkurangnya daerah blank yang terjepit. II.1.1 LDR (Limiting Drawing Ratio) Mampu bentuk lembaran melalui proses deep drawing dinyatakan dengan LDR (Limit Drawing Ratio), yaitu batas kemampuan bahan dimana merupakan perbandingan antara diameter blank maksimum/kritis terhadap diameter punch yang masih dapat membentuk mangkuk/kup yang baik.

dimana rasio batas penarikan (Limiting Draw Ratio), yaitu rasio dari diameter blank terbesar yang berhasil ditarik, D, terhadap diameter penekan, d. Robek pada bagian deep drawing dapat terjadi apabila tekanan jepit pada blank terlalu besar yang mana gesekan pada daerah menjadi sangat besar sehingga terjadi penghambatan aliran bahan. Tegangan tarik pada daerah dinding meningkat dengan cepat sampai menyampai kekuatan tarik bahan sehingga terjadi peregangan setempat sebelum seluruh bahan masuk ke dalam cetakan yang akibatnya terjadi robek. Besarnya tekanan jepit dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

Dimana:

D = diameter blank (mm) d = diameter pons (mm) s = tebal lembaran (mm) uts = tegangan tarik maksimum (kg/mm2)

II.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Deep Drawing Faktor-faktor yang mempengaruhi deep drawing dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu kondisi pengujian dan material yang digunakan. Kondisi pengujian termasuk di dalamnya geometri, bahan peralatan tekan, tekanan jepit, kecepatan drawing dan pelumasan yang dipakai. Sedangkan faktor material yaitu ketebalan, besar butir, dan anisotropi plastis. Faktor utama yang menentukan hasil deep drawing yaitu: 1. Sifat anisotropi plastis (R) Ialah sifat ketahanan bahan terhadap penipisan. Makin besar nilai R nya suatu bahan berarti ketahanan terhadap penipisan arah penebalannya juga besar sehingga kemampuannya untuk di deep drawing semakin baik, yang mana diperoleh harga LDR yang lebih besar. 2. Koefesien pengerasan regang (n) Nilai n juga berpengaruh terhadap nilai LDR meskipun tidak sebesar pengaruh R. 3. Pelumasan Pelumasan yang baik terutama di daerah blank holder dan radius dies akan meningkatkan nilai LDR, karena dengan adanya pelumas maka efisiensi deformasi akan semakin besar. II.2 Stretching Stretching merupakan suatu proses pengubahan bentuk akibat adanya pertambahan panjang dalam berbagai arah pada lembaran logam yang tidak

berada di bawah penjepit akibat adanya gaya dari alat penekan (punch). Berbeda dengan proses deep drawing, disini tidak terjadi aliran material yang bebas melainkan proses peregangan/perentangan yang menimbulkan penipisan karena disekeliling lembaran (blank) diberikan tekanan penejepitan dengan tekanan yang besar. Benda yang dihasilkan akan berbentuk hemispherical sebagaimana bentuk dari ujung penekan yang digunakan. Proses pembentukan stretching dengan alat tekan berbentuk setengah bulat (hemispherical-punch) umumnya digunakan dalam menguji kemampuan bentuk stretching. Secara skematis proses ini digambarkan :

Gambar 2.3 Proses stretching[1]

Akibat proses penekanan ini blank mengalami deformasi plastis hingga mencapai kedalaman tertentu sebelum terjadinya robek. Karena di sini tidak terjadi aliran material, maka luas benda yang dihasilkan akan lebih besar dibanding luas lembaran mula-mula. Umumnya proses stretching dipakai untuk membuat komponen-komponen dengan radius kelengkungan besar. Secara umum kemampuan bahan untuk dibentuk dengan proses stretching dapat dilihat dari kedalaman hasil penekanan. Semakin dalam hasil stretching yang diperoleh maka akan semakin besar deformasi yang dialami bahan yang dapat dikatakan semakin besar ketahanan bahan terhadap deformasi sebelum terjadi ketidakstabilan plastik yang berlanjut dengan terjadinya perobekan.

Kemampuan suatu lembaran untuk dibentuk melalui proses ini ditentukan oleh regangan maksimum yang masih dapat diterima bahan sebelum mengalami perobekan atau penciutan. Besarnya regangan maksimum ini sangat dipengaruhi oleh nilai n (koefesien strain hardening). Peningkatan nilai n akan memperbesar nilai regangan maksimum yang dapat dicapai. Sedangkan peningkatan nilai R anisotropi akan menurunkan regangan maksimum tersebut. Ukuran lain yang dipakai untuk menunjukan mampu rentang lembaran ialah ketinggian kubah yang dapat dihasilkan. Besaran ini juga dipengaruhi oleh nilai n. Peningkatan n ini diasosiasikan dengan kemampuan lembaran untuk mendistribusikan regangan secara uniform, sehingga mencegah terjadinya pemusatan regangan yang tinggi pada titik tertentu. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk dari pola distribusi regangan dan kedalaman stretching suatu material, yaitu: 1. Sifat material lembaran logam, 2. Bentuk dan dimensi dari punch, 3. Pelumasan 4. Kecepatan stretching. Adapun tahapan proses stretching digambarkan pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.4 Tahapan proses stretching

III. Metodologi Penelitian III.1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat 1. 2. 3. 4. 5. Universal sheet metal testing machine, Capacity 12 tonF. Sheet Metal Marking Machine merk Erichsen Mikrometer dan Jangka Sorong Gunting Logam/Cutting Blade Amplas Logam

III.1.2 Bahan 1. 2. 3. 4. Lembaran tembaga hasil canai. Pelumas cair dan padat. Larutan Elektrolit untuk proses sheet metal marking Larutan pencuci/pembersih.

III.2 Langkah Kerja III.2.1 Penarikan Dalam (Deep Drawing) Potong sampel sesuai drawing ratio

Gerinda blank dan amplas

Beri tanda pada blank sesuai arah

Letakkan blank konsentris diatas dies

Hitung tekanan jepit Blank (Pb)

Naikkan penekan dan atur mesin manual

Catat tekanan Pons (Pz) dan jarak kenaikan Pons (h)

Catat tekanan Pons maksimum dan ukur earing

Ulangi langkah diatas untuk drawing ratio yang berbeda

III.2.2 Tarik Rentang (Stretching)

Potong blank dengan diameter 100mm

Buat garis melalui pusat blank terhadap arah canai

Buat lingkaran konsentris dari pusat blank

Beri tanda setiap titik potong lingkaran dan garis, ukur ketebalannya

Menghitung besar tekanan blank pada posisi maksimum dan lakukan penekanan

Catat tekanan Pons (Pz) dan ketinggian kubah (h)

Ukur ketebalan setiap titik potong

Lakukan pengujian untuk kondisi pelumasan berbeda

DAFTAR PUSTAKA

[1] Modul Praktikum Pembentukan Logam. 2013. DMM FTUI.

[2] Kopeliovich, Dr. Dmitri. 2012. Rolling. http://www.substech.com/dokuwiki/doku.php?id=rolling (diakses tanggal 27 April 2013 pukul 11.38 WIB)

[3] Priadi-DEA, Ir. Dedi. 2012. Proses Rolling Logam. Depok: Departemen Metalurgi dan Material FTUI.

[4] Rehman, Abdur. 2012. Hot and Cold Rolling Process. http://www.bestinnovativesource.com/2012/10/07/hot-and-cold-rolling-process/ (dikases tanggal 27 April 2013 pukul 11.39 WIB)

[5] Sakshat Virtual Lab. -. Rolling Process. http://180.149.53.48/mfvlab/Rolling_process.php (dikases tanggal 27 April 2013 pukul 11.39 WIB)

[6] Kaushish, J.P. 2010. Manufacturing Processes, Second Edition. New Delhi: PHI Learning Limited.

[7] Kopeliovich, Dr. Dmitri. 2012. Deep Drawing. http://www.substech.com/dokuwiki/doku.php?id=deep_drawing (dikases tanggal 27 April 2013 pukul 13.00 WIB)

Lampiran (Paper) Mampu Bentuk Deep Drawing pada Lembaran Paduan Al-Si Mampu bentuk (formability) adalah kemampuan suatu lembaran dibentuk menjadi bentuk atau deformasi yang diinginkan tanpa terjadi kegagalan. Deep drawing merupakan proses pengubahan bentuk dingin dari lembaran logam untuk menghasilkan benda yang memiliki kedalaman tekan seperti pada pembuatan mangkuk (cup). Proses ini dilakukan dengan meletakan lembaran (blank) diantara dua penjepit yang salah satunya juga sekaligus berfungsi sebagai cetakan. Lembaran kemudian ditekan pada bagian yang tak berjepit sehingga bahan lembaran akan mengalir masuk kedalam cetakan dan menghasilkan benda jadi sama dengan bentuk cetakannya. Pada proses ini terjadi aliran material disebabkan tekanan blank holder yang digunakan tidak terlalu besar. Selama proses, ketebalan benda lebih kurang sama dengan ketebalan lembaran awal dan luas permukaan lembaran sebelum dibentuk sama dengan luas permukaan benda setelah dibentuk.

Aluminium merupakan logam non-ferrous dan merupakan logam kedua terbesar yang dipergunakan oleh industri komponen setalah baja. Kelebihan dari logam aluminium antara lain: memiliki berat dari berat baja, memiliki konduktifitas panas dan listrik yang baik, ratio kekuatan dan berat yang tinggi, tahan terhadap korosi, memiliki sifat formability yang baik serta mudah dicetak. Salah satu jenis paduan aluminium yang paling banyak digunakan untuk proses produksi adalah paduan aluminium silikon. Paduan Al-Si banyak digunakan untuk bidang otomotif, public transport, office equipments, dll.

Berdasarkan komposisi silikon, paduan Al-Si secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Al-Si Hypoeutectic (< 12% Si) Mikrostruktur paduan Al-Si hypoeutectic secara umum didominasi aluminium primer berbentuk dendritik (seperti pohon cemara). 2. Al-Si Eutectic (12% Si) Paduan Al-Si eutectic terjadi pada komposisi silikon sebesar 12.6% dan merupakan fasa paduan Al-Si yang memiliki temperatur lebur paling rendah (5770C). 3. Al-Si Hypereutectic (> 12% Si) Pada paduan ini, kristal silikon yang besar dan keras merupakan partikel pertama yang terbentuk sesuai dengan diagram fasa di bawah ini. Fasa silikon primer merupakan fasa yang paling berperan pada paduan Al-Si hypereutectic. Fasa ini umumnya dimodifikasi dengan bantuan Phosphor (0.003-0.006%) untuk mengecilkan ukuran butir.

Berdasarkan seluruh sifat paduan Al-Si di atas, dapat diketahui bahwa dengan kenaikan kadar silikon pada paduan Al-Si, perubahan sifat yang diperoleh meliputi: Meningkatkan ketahanan aus Meningkatkan kekerasan Menurunkan berat jenis Menurunkan koefisien ekspansi panas Menurunkan keuletan Menurunkan kemampuan proses machining Jika ditinjau dari klasifikasi dan berbagai sifat paduan aluminium silikon di atas, paduan Al-Si hypoeutectic merupakan paduan Al-Si yang memiliki formability paling baik dibanding paduan Al-Si lainnya. Hal ini dikarenakan, kadar silikon yang rendah pada paduan ini menyebabkan paduan ini lebih mudah dibentuk karena memiliki keuletan yang lebih baik. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa semakin besarnya kadar silikon dalam aluminium, maka akan meningkatkan kekerasan sekaligus mengurangi keuletan dari paduan Al-Si tersebut. Dalam proses deep drawing, kita membutuhkan material dengan keuletan yang tinggi dimana tidak mengalami penipisan atau kegagalan (robek) saat diberi tekanan dari punch. Oleh karena itu, untuk proses deep drawing, paduan Al-Si hypoeutectic merupakan paduan yang memiliki formability paling baik dibanding paduan Al-Si lainnya.

Referensi: Modul Praktikum Pembentukan Logam. 2013. DMM FTUI.

http://www.scribd.com/doc/57173086/Mampu-Bentuk-Deep-DrawingLembaran-Paduan-Al-Si

Slide Kuliah Sheet Metal Forming oleh Prof. Dr. Ir. Dedi Priadi, DEA

You might also like