You are on page 1of 7

MUKOKUTAN KANDIDIASIS

I.

Pendahuluan Kandidiasis mukokutan kronis (CMC) mengacu pada sekelompok gangguan heterogen yang ditandai oleh infeksi superfisial berulang atau persisten pada kulit, membran mukosa, dan kuku yang disebabkan oleh organisme kandida, biasanya Candida albicans. Penyakit ini timbul karena adanya kekurangan fungsi leukosit atau sistem hormonal, biasanya terdapat pada penderita dengan bermacam-macam defisiensi yang bersifat genetik. Kandidiasis mukokutan (MC) mempengaruhi pria dan wanita sama dan biasanya berkembang di masa kecil. MC biasanya

bermanifestasi di masa kanak-kanak atau awal masa kanak-kanak (60-80% dari kasus), dengan usia rata-rata onset 3 tahun. Onset tertunda atau orang dewasa penyakit ini dilaporkan dan dapat dikaitkan dengan thymoma, myasthenia gravis, dan sumsum tulang kandidiasis abnormalities. Mukokutan kandidiasis juga dikenal sebagai kandida kompleks Terkait. Kandidiasis mukokutan adalah suatu kondisi langka yang disebabkan oleh jamur.(1,2 ) CMC terkadang dapa disertai endocrinopathy. Pasien dengan autoimmune polyeendocrinopathy-candidiasis-ectodermal dystrophy

(APECED atau autoimmune polyendocrine syndrome atau APS, tipe 1) sering mengenai pasangannya dimana APECED dari CMC berupa autosomal resesive.(3) Gejala klinis dari CMC akan tampak seperti pada gejala penyakit imunitas, dimana terjadi penurunan daya tahan tubuh terhadap kandida. Pengobatan terdiri dari 3 kategori utama: agen anti jamur, terapi imunologi, dan terapi kombinasi. Banyak agen anti jamur yang baik yang tersedia dan biasanya efektif, namun demikian, setelah penghentian terapi, kebanyakan pasien mengalami kekambuhan.(1,3)

II.

Etiologi Candida albicans adalah ragi oportunistik yang merupakan bagian dari flora normal pada saluran pencernaan, kulit, dan selaput lendir. Jamur bisa ada di ragi, (pseudohyphal) miselium, atau fase

chlamydospore. Penyakit invasi jarang terjadi, namun ketika itu terjadi, biasanya berhubungan dengan elemen miselium. Beberapa faktor host penting dalam mempertahankan diri terhadap infeksi dari organisme kandida. CMC biasanya biasanya berhubungan dengan penyakit defisiensi imun dimana terjadi penurunan daya tahan tubuh terhadap candida albicans.(1-3)

III.

Patogenesis CMC dikaitkan dengan adanya defek pada imunitas, baik yang terbatas terhadap antigen Candida ataupun menjadi bagian dari kelainan kekebalan yang lebih umum. Data terakhir menunjukkan perubahan dalam produksi sitokin sebagai respon terhadap antigen Candida. Perubahan ini termasuk penurunan interleukin 2 dan level interferon-gamma (Th 1 sitokin) dan peningkatan interleukin 10 dalam beberapa kasus.(3,4) Penderita yang kekurangan imunitas sel-T (misalnya, mereka

dengan sindrom defisiensi imun berat gabungan atau DiGeorge Sindrom) atau pasien dengan sangat terganggu fungsi sel T-nya (misalnya, pasien dengan AIDS) yang rentan terhadap infeksi kandida kronis. Defek dalam imunitas humoral tidak umum diamati pada pasien dengan CMC. Terdapat 25-35% dari penderita CMC memiliki imunitas humoral yang normal, dimana tidak memiliki defek imunitas terhadap terjadinya CMC. Akan tetpai kebanyakan dari penderita CMC memiliki hubungan dengan sindrom APECED.(4,5)

IV.

Manifestasi Klinis Pasien dengan CMC memiliki infeksi yang berulang dan progresif terhadap kulit, kuku dan membran mukosa. Manifestasi klinis nya berupa kuku nyata menebal, terfragmentasi, dan berubah warna, dengan edema dan eritema yang signifikan dari jaringan periungual sekitarnya. Pada kulit lebih sering terjadi pada daerah akral dimana ditandai dengan plakat serpiginous, eritematosa, hiperkeratotik serpiginous. Plak hiperkeratotik dapat juga terjadi pada kulit kepala yang dapat mengakibatkan alopesia.
(3,4)

Klasifikasi penderita dengan CMC: 1. CMC tanpa endokrinopathy Kategori ini terdiri dari spektrum presentasi klinis. Autosomal resesif atau dominan, tetapi banyak kasus sporadis. Onset pada masa kanak-kanak dan tidak berhubungan dengan gangguan endokrin atau autoimun.(1) 2. CMC dengan endokrinopathy
o

CMC dapat terjadi sebagai bagian dari sindrom autoimun tipe poliendokrinopathy juga dikenal sebagai APECED.

APECED ditandai oleh minimal 2 dari berikut: CMC, hipoparatiroidisme, danpenyakit Addison. Gangguan

autoimun lainnya dapat berhubungan, seperti, diabetes tipe1, tiroiditis autoimun, penyakit Graves, alopecia areata, vitiligo, hipogonadisme, sirosis bilier, hepatitis, idiopatik purpura thrombocitopenic, dan anemia pernisiosa.
o

APECED diwariskan dalam mode resesif autosomal dan biasanya bermanifestasi awal di masa kecil. Hal ini disebabkan oleh mutasi pada gen regulator

autoimun (Aire)pada 21q22.3, yang mengkode protein yang

memainkan

peran

penting

dalam
(1,3)

membangun

dan

memelihara toleransi di timus. 3. CMC dengan timoma(3)


o

Pasien dalam subkelompok ini biasanya muncul setelah dekade ketiga kehidupan.

Pasien-pasien

ini

mengalami

peningkatan

resiko

myasthenia gravis dan kelainan sumsum tulang. 4. Kandidiasis kronik terlokalisasi(3,4)


o

Tidak diketahui penyebab genetiknya. Perempuan dan lakilaki sama-sama terkena. Biasanya mengenai anak-anak di bawah umur 5 tahun.

5. CMC dengan keratitis(3) o Diturunkan secara autosomal dominan. Mengenai pada anak-anak o Kandidiasi pada daerah oral cavitas dan area popok.

Gambar: Anak umur 6 tahun. Infeksi Candida Albicans pada daerah lidah, kulit dan kuku kaki.(5)

V.

Diagnosis Diagnosis CMC ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisis. Hasil pemeriksaan preparat potassium klorida (KOH), kultur jamur, dan riwayat infeksi kandida yang berulang. Pemeriksaan pada oral didapatkan plak

putih seperti sariawan atau angular cheilitis perlche. Kelainan pada daerah oral dapat menjalar sampai ke daerah kerongkongan, tetapi hal ini sangat jarang terjadi.(4,5) VI. Penatalaksanaan Lesi yang disebabkan oleh kandida pada pasien CMC. Pada umumnya berespon terhadap pengobatan golongan antifungal azole sistemik (intraconazole, fluconazole) atau terbinafrin. Pengobatan jangka panjang dengan menggunakan ketokonazole dan intrakonazole telah berhasil dalam mengobati CMC. Akan tetapi Ketokonazole sudah jarang digunakan lagi akibat dari efek sampingnya yang merupakan faktor resiko dari hepatitis. Penderitan yang yang sudah resisten biasanya berespon terhadap amphotericine B dengan atau tanpa flucytosine. Rekurens bisa saja terjadi dan penggunaan anti fungal harus digunakan terus menerus.. Obat tersebut tidak akan berefek pada imunitas sel mediator yang abnormal. (3,4) Fluconazole merupakan standar terapi untuk CMC dengan dosis 200-800mg/ hari. Dibutuhkan dosis yang lebih tinggi ketika ditemukan Torulopsis glabrata. Jika resisten terhadap fluconazole dapat digunakan voriconazole (200-400mg/hari).(6) Jika terapi topikal sudah tidak efektif, pemakaian azole secara oral atau intravena merupakan pilihat yang utama dalam keadaan ini. Setiap pasien dengan CMC harus mendapatkan pemeriksaan endokrin dan pasien dengan riwayat endokrinopathy atau memiliki riwayat keluarga terhadap APECED harus dimonitor secara ketat.(1,3)

VII.

Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi berhubungan dengan penyakit perdarahan misalnya myopati dan vaskulitis seperti stroke dan beresiko besar terhadap kanker. Juga anemia aplastik, myastenia gravis atau hipogammaglobulinemia bisa saja terjadi.(4)

VIII.

Prognosis CMC merupakan penyakit yang dapat kambuh kembali sehingga penderita harus mengkonsumsi anti fungal terus menerus. Penderita yang memliki riwayat infeksi selain dari infeksi kandida harus mengevaluasi status imunnya(3)

. IX. Kesimpulan Kandidiosis mukokutan kronis adalah kelompok gangguan imun heterogen yang semuanya mempunyai defek primer respons limfosit-T terhadap antigen kandida. Endrokinopati dan gangguan autoimun telah dihubungkan dengan gangguan ini pada beberapa penderita. Gejala dapat mulai pada usia beberapa bulan pertama atau selambat-lambatnya pada dekade kedua. Gangguan ini ditandai dengan infeksi kandida kulit dan membran mukosa yang kronis dan berat. Terapi jamur topikal mungkin berguna pada perjalanan awal penyakit, tetapi pemberian anti jamur azole dapat bermanfaat untuk lesi yang sudah kronis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Firinu D., Massidda O., Maddalena M.L. Successful Treatment of Chronic Mucocutaneus Candidiasis Caused by Azole-Resistant Candida albicans with Posaconazole. Cases journal. 2010;2011:1-4 2. Kuswadji. Kandidosis. Dalam: Djuanda A., editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Ed-5. Jakarta: Fk-UI; 2010. Halaman 107 3. Paller A.S., Abrams M. Genetic Immunodeficiency Disease. In: Wolf K., Goldsmith L.A., Katz S.I., editors. Fizpatricks Dermatology in General Medicine. 7thEd. New York: McGrawHill; 2008. Page 1354-6 4. Fazlollahi M.R., farhoudi A., Movahedi M. Chronic Mucovutaneus Candidiasis; report of Three Cases with different phenotypes. Iranian Journal of Allergy, Asthma and Immunology 2005; 4:39-42 5. Van F.L., Hoischen A., Joosten L,A,B. STAT1 Mutation in Autosomal Dominant Chronic Mucocutaneous Candidiasis. N ENGL J MED

2011;365:54-61 6. Fungal disease. In: In: Sterry W., Paus R., Burgdrof W. Thieme Clinical Dermatology. New York: Thieme;2006.Page 115

You might also like