You are on page 1of 39

1

BAB I PENDAHULUAN Yang disebut penyakit trofoblas adalah penyakit yang mengenai sel sel trofoblas. Di dalam tubuh wanita sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar kehamilan, sel trofoblas dapat ditemukan pada teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas dalam kehamilan disebut Gestational Trophoblastic Disease dan yang berasal dari teratoma disebut Non Gestational Trophoblastic Disease. 1 Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian, seringkali perkembangan kehamilan dapat mendapat gangguan. Tergantung dari tahap di mana gangguan itu terjadi, maka hasil kehamilan dapat berupa keguguran, kehamilan ektopik, prematuritas, kematian janin dalam rahim atau kelainan kongenital. Kesemuanya merupakan kegagalan fungsi reproduksi. 1 Demikian pula dengan penyakit trofoblas, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Pada penyakit yang dikenal dengan nama kehamilan anggur atau mola hidatidosa ini, kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu minggu pertama kehamilan. Sel telur yang harusnya berkembang menjadi janin justru terhenti perkembanganya, yang terus berkembang justru sel sel trofoblas yaitu berupa degenerasi hidropik dari jonjot korion sehingga menyerupai gelembung gelembung berisi cairan, mirip anggur. Ukuran gelembung ini pun bervariasi. Ada yang berdiameter 1 milimeter sampai 1-2 sentimeter. Jika dilihat melalui mikroskop, ditemukan edema stroma villi, tidak ada pembuluh darah pada villi, dan proliferasi sel-sel trofoblas (jumlah selnya bertambah). 1,2 Pada umumnya penderita mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada kalanya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan berupa koriokarsinoma. Jadi yang termasuk penyakit trofoblas adalah mola hidatidosa yang jinak dan koriokarsinoma yang ganas. 1

BAB II

ISI II.1 DEFINISI Adalah suatu neoplasma jinak dari sel trofoblas, yang disertai kegagalan pembentukan plasenta atau fetus, dengan terjadinya vili yang menggelembung sehingga menyerupai bentukan seperti buah anggur. Janin biasanya meninggal meninggal tapi villus villus yang membesar dan edematous itu hidup dan tumbuh terus. 3 Merupakan salah satu dari penyakit karena kelainan plasenta yang meliputi mola hidatidosa komplet dan parsial, tumor placenta situs trofoblas, koriokarsinoma dan mola invasif. 4 Kehamilan mola secara histologis ditandai oleh kelainan vili korionik yang terdiri dari proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus dan mengeluarkan hormon, yakni Human chorionic gonadrotropin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.1 Mola biasanya terletak di rongga uterus; namun kadang-kadang terletak di tuba fallopii dan bahkan ovarium. Ada tidaknya janin atau unsur embrionik pernah digunakan untuk mengklasifikasikan mola menjadi mola sempurna ( complete ) dan parsial.5

Gambar 1. Gambaran mola hidatidosa sempurna Dikutip dari artikel berjudul Hamil Anggur karya dr. Yuri Kamila Kurdi, SpOG

Walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak abad keenam tapi sampai sekarang belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Berbagai teori telah dianjurkan misalnya teori infeksi, defisiensi makanan terutama protein tinggi dan teori kebangsaan. Ada pula teori consanguinity. Teori yang paling cocok dengan keadaan adalah teori dari Acosta Sison, yaitu defisiensi protein,

karena kenyataan membuktikan bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan pada wanita dari golongan sosial ekonomi rendah. Akhir akhir ini dianggap bahwa kelainan tersebut terjadi karena pembuahan sebuah sel telur di mana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma yang mengandung 23 X (Haploid) kromosom, kemudian membelah menjadi 46 XX sehingga mola hidatidosa bersifat homozygote, wanita dan androgenesis. Kadang kadang terjadi pembuahan dari 2 sperma sehingga terjadi 46 XX atau 47 XY. 1 Sekarang mulai dikembangkan teori mola akibat kekurangan lemak hewani dan karoten sebagai faktor resiko. 4 II.2 PATOFISIOLOGI Penyebab mola sampai sekarang belum dapat dipahami dengan lengkap. Faktor resiko mungkin meliputi defek pada ovum, abnormalitas uterus, atau kekurangan nutirisi. Wanita di bawah 20 tahun dan di atas 40 tahun memiliki resiko lebih tinggi. Faktor resiko lain karena diet nya rendah protein, asam folat dan karoten. 6 Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan pathogenesis dari penyakit trofoblas. Pertama teori missed abortion. Janin mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion). Karena itu terjadilah gangguan peredaran darah sehingga terjadilah penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dan villi dan akhirnya terbentuklah gelembung gelembung. Menurut Reynolds, kematian mudigah itu disebabkan karena kekurangan gizi berupa asam folat dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini menyebabkan gangguan angiogenesis. 1 Kedua, teori neoplasma dari Park yang mengatakan bahwa yang abnormal adalah sel sel trofoblas yang mempunyai fungsi abnormal pula, di mana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian janin. 1 II.3 EPIDEMOLOGI DAN FAKTOR RESIKO Penyakit ini baik dalam bentuk jinak atau ganas, banyak ditemukan di negara Asia dan Mexico, sedangakan di negara Barat lebih jarang.
1

Di Amerika, dari study yang dilakukan

terhadap terminasi kehamilan, mola hidatidosa ditemukan pada 1 dari 1200 kehamilan. 4 Angka di Indonesia pada umumnya berupa angka rumah sakit, untuk mola hidatidosa berkisar antara 1 : 50 sampai 1 : 141 kehamilan, sedangkan untuk koriokarsinoma 1 : 297 sampai 1 : 1035

kehamilan. Laksmi Sintari dan kawan kawan melakukan penelitian berdasar populasi di Malang dan menemukan angka untuk mola hidatidosa 1 : 405. 1 Angka ini jauh lebih tinggi pada negara negara Barat dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi dan nutrisi. Didapatkan laporan bahwa rendahnya konsumsi karoten (prekusor vitamin A) berpengaruh terhadap tingginya insiden mola (Level of Evidence C). 7 Pada beberapa negara tampaknya ada kecenderungan untuk meningkat seperti di Indonesia, Boston dan Seoul. 1 Wanita yang memiliki faktor resiko tinggi adalah : 1. Wanita keturunan Asia atau Hispanic, defisiensi folat dan vitamin A dapat meningkatkan resiko. 7 2. Wanita dengan riwayat Gestational Trophoblastic Disease (GTD) sebelumnya memiliki tingkat resiko berulang 2%.
7

Dalam suatu kajian terhadap penelitian yang total

mencangkup hampir 5000 pelahiran, frekuensi mola rekuren adalah 1,3 persen. Kim dkk ( 1998) mendapatkan angka kekambuhan 4,3 persen pada 115 wanita yang ditindaklanjuti di seoul, korea. Dalam suatu ulasan tentang mola hidatidosa berulang tapi dari pasangan berbeda, tuncer dkk ( 1999) menyimpulkan bahwa mungkin terdapat masalah oosit primer. 5 3. Resiko meningkat pada usia maternal yang ekstrim ( > 45 tahun atau < 20 tahun). Pada wanita usia > 40 tahun resikonya meningkat empat kali lipat dibanding wanita muda. Ovum dari wanita yang lebih tua lebih rentan terhadap fertilisasi yang abnormal. 7 4. Wanita dengan riwayat abortus atau infertil. 7 II.4 KLASIFIKASI Dalam kepustakaan dunia, ada berbagai macam klasifikasi, antara lain : 1. Menurut IUAC (International Union Against Cancer) 8 Ada hubungan dengan kehamilan (GTD) Tidak ada hubungan dengan kehamilan (NGTD)

2. Menurut WHO 6 Kelompok premaligna Mola hidatidosa sempurna Mola hidatidosa parsial

Kelompok maligna Mola invasive Koriokarsinoma gestational Placental Site Trophoblastic Tumor (PSTT)

3. Dalam kepustakaan dunia (1983), klasifikasi yang dianjurkan adalah 1 Histophathological Entities Mola hidatidosa sempurna Mola hidatidosa parsial Mola invasive Koriokarsinoma gestational Placental Site Trophoblastic Tumor (PSTT)

Clinical Terms adanya keganasan hanya dibuktikan secara klinis, yaitu peninggian kadar HCG dan metastasis, tanpa gambaran PA Penyakit Trofoblas Gestasional Tumor Trofoblas Gestasional

Dalam makalah ini yang akan dibahas adalah mola hidatidosa sempurna dan parsial. 1. Mola hidatidosa sempurna Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih . ukuran vesikel bervariasi dari sulit dilihat sampai yang berdiameter beberapa sentimeter dan sering berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil.5 Pada mola hidatidosa sempurna tidak ditemukan gambaran janin. 1 Degenerasi hidropik atau degenersi mola, yang mungkin sulit dibedakan dari mola sejati, tidak digolongkan sebagai penyakit trofoblastik. Pada pemeriksaan sitogenetik terhadap kehamilan mola sempurna menemukan komposisi kromosam yang umumnya ( 85% atau lebih) adalah 46 XX, dengan kromosom seluruhnya berasaldari ayah. Fenomena ini disebut sebagai androgenesis. Biasanya ovum dibuahi oleh sperma haploid, yang kemudian memperbanyak kromosomnya sendiri setelah meiosis sehingga kromosomnya bersifat homozigot. Kromosom ovum tidak ada atau tidak aktif. Kadang-kadang pola kromosom suatu mola sempurna mungkin 46 XY yaitu heterozigot karena pembuahan dua sperma.5

Gambaran histopatologis yang khas dari mola hidatidosa sempurna adalah edema stroma villi, tidak ada pembuluh darah pada villi dan proliferasi sel sel trofoblas. 1

Gambar 2. Histopatologis Mola Hidatidosa Dikutip dari artikel berjudul Mola Hidatidosa karya Bottefilia 2. Mola hidatidosa parsial Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang yang berkembang dan mungkin tampak sebagian jaringan janin, biasanya paling tidak kantung amnion, keadaan ini diklasifikasikan sebagai mola hidatidosa parsialterjadi pembengkakan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian vili yang biasanya avaskular, sementara vili-vili berpembuluh darah lainnya dengan sirkulasi janin-plasenta yang masih berfungsi tidak terkena. Hiperplasia trofoblastik lebih bersifat fokal daripada generalisata.5 Bila ada mola yang disertai dengan janin, kejadiannya ada dua kemungkinan. Pertama, kehamilan kembar, di mana satu janin tumbuh normal dan hasil konsepsi yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Kedua, hamil tunggal berupa mola parsialis. 1 Karyotipenya biasanya triploid 69 XXX, 69 XXY, atau 69, XYY dengan satu komplemen ibu dan biasanya dua komplemen haploid ayah. Janin pada mola parsial biasanya memiliki tanda-tanda triploid yang mencangkup malformasi kongenital multiple dan hambatan pertumbuhan serta tidak viabel. Dalam suatu kajian diterangkan bahwa janin dengan triploid memperlihatkan hambatan pertumbuhan yang simetris.5 Pada pemeriksaan histopatologis akan ditemukan villi yang edema, dengan sel trofoblas yang tidak begitu bervariasi, sedangkan di tempat lain masih tampak villi yang normal. 1

Mola hidatidosa mungkin diikuti oleh tumor trofoblastik non metastatik pada 4 sampai 8 persen kasus. Resiko koriokarsinoma yang berasal dari mola parsial sangat rendah.5

Gambar 3. Kehamilan kembar dengan mola Dikutip dari William Obstetric; 23th edition; halaman 259

Tabel perbedaan antara mola hidatidosa sempurna dan parsial 5 Kariotype Embrio fetus Amnion Edema villi Proliferasi trofoblas Diagnosis Ukuran uterus Kista lutein Komplikasi Resiko keganasan Mola hidatidosa sempurna 46 XX atau 46 XY Tidak ada Tidak ada Difus Bisa sampai tinggi Kehamilan mola > usia kehamilan 25-30% Bervariasi 15-20% Mola hidatidosa parsial 69 XXX atau 69 XXY Kadang kadang Kadang kadang Lokal Lokal sampai sedang Missed abortion < dari usia kehamilan Jarang Jarang 1-5%

Kadang ditemukan juga kehamilan kembar, antara janin dengan mola sempurna. Nieman (2006) melaporkan bahwa 5% terjadi kehamilan kembar janin dengan mola sempurna. Kemampuan janin untuk bertahan hidup tergantung dari pembuatan diagnosis dan penyulit dari mola, mosalnya pre eklampsia atau pendarahan. Dari pengamatan Vejerslev (1991) terhadap 113 kasus

kehamilan gemeli mola, 45% berkembang mencapai usia 28 minggu dan 70% di antaranya bertahan hidup. Dibandingkan dengan mola parsial, wanita dengan kehamilan gemeli mola memiliki resiko yang lebih besar menjadi keganasan, tapi tidak sebesar pada kehamilan mola sempurna. 5 II.5 GEJALA Pada permulaannya, gejala mola tidak seberapa berbeda dengan kehamilan biasa, yaitu enek, muntah, pusing dan lain lain, hanya saja derajat keluhannya sering lebih hebat. Selanjutnya, perkembangannya lebih cepat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar daripada umur kehamilan. Ada pula kasus kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besar walau jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya jenis dying mole. 1 Gambaran klinis sebagian besar kehamilan mola telah banyak berubah dalam 20 tahun terakhir karena penggunaan ultrasonografi vagina dan HCG serum kuantitatif menyebabkan diagnosis ditegakkan lebih dini. Gejala gejala lebih mencolok pada mola hidatidosa sempurna. 5 Beberapa gejala klinis yang sering dijumpai : 1. Pendarahan Pendarahan adalah gejala utama mola. Biasanya keluhan pendarahan inilah yang membawa pasien datang ke rumah sakit. Pendarahan dapat terjadi antara bulan pertama sampai ketujuh dengan rata rata 12-14 minggu. Sifat pendarahannya bisa intermitten, sedikit sedikit atau langsung banyak. Efek dilusi akibat hipervolemia yang cukup berat dibuktikan terjadi pada sebagian wanita yang molanya lebih besar. Kadang-kadang terjadi perdarahan berat yang tertutup didalam uterus sehingga menyebabkan uterus mengalami distensi karena terisi banyak darah dan kadang tampak cairan berwarna gelap yang keluar dari vagina, gejala ini dapat muncul pada 50% kasus. Kadang juga ditemukan adanya gelembung yang keluar bersama cairan. Ini adalah diagnosis yang paling tepat, namun biasanya sudah terlambat ditangani jika menunggu gejala ini keluar karena umumnya pengeluaran gelembung disertai pendarahan yang hebat dan kondisi umum pasien sudah menurun.1,4,5

Anemia defisiensi besi sering dijumpai dan kadang-kadang terdapat eritropoiesis megaloblastik, mungkin akibat kurangnya asupan gizi karena mual dan muntah disertai meningkatnya kebutuhan folat trofoblas yang cepat berproloferasi. Akibat pendarahan ini, selain anemia juga dapat terjadi syok atau kematian. 1,5 2. Pembesaran ukuran uterus Pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan usia kehamilan adalah gejala klasik dari mola hidatidosa sempurna. Pembesaran ini disebabkan karena perkembangan sel trofoblas yang berlangsung dengan sangat cepat. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan palpasi Leopold pada uterus dan didapatkan tinggi fundus uteri (untuk menentukan usia kehamilan) melebihi usia perkiraan janin pada sekitar separuh kasus. 3,4,5 Biasanya digunakan perbandingan dari cara menghitung umur kehamilan berdasarkan tanggal hari pertama haid terakhir dan tinggi fundus uteri A. Perkiraan umur kehamilan dari HPHT Pertama tama ditentukan dari anamnesa kapan hari pertama dari haid terakhir pasien, kemudian digunakan rumus Naegele untuk menentukan HPL (Hari Perkiraan Lahir) yaitu : HPL = bulan HPHT + 9 dan tanggal HPHT + 7 Dari sana ditentukan umur kehamilan sekarang berapa minggu. B. Perkiraan umur kehamilan dari TFU TFU (cm) 12 cm 16 cm 20 cm 24 cm 28 cm 32 cm 36 cm 40 cm Umur kehamilan (bulan) 3 4 5 6 7 8 9 10

Uterus mungkin sulit diidentifikasi secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita nulipara karena konsistensinya yang lunak dibawah dinding abdomen yang kencang. Kadang-kadang ovarium sangat membesar akibat kista-kista lutein sehingga sulit dibedakan dengan uterus yang membesar. Perlu dipertimbangkan adanya kemungkinan kesalahan data haid atau adanya uterus hamil yang diperbesar oleh mioma,

10

hidramnion, atau khususnya kehamilan multipel. Meskipun demikian, pernah dilaporkan adanya ukuran uterus yang sama atau bahkan lebih kecil daripada perkiraan umur janin, tapi hanya pada sebagian kecil frekuensi. 3,5 3. Hiperemesis Emesis gravidarum adalah gejala yang wajar dan sering terjadi pada trimester pertama kehamilan. Mual biasanya terjadi pagi hari, tapi dapat juga malam hari. Gejala gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang dari 10 minggu. Apabila gejala gejala tersebut membuat keadaan umum seseorang memburuk dan mengganggu pekerjaan sehari hari, maka disebut hiperemesis gravidarum. 1 Etiologinya sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor predisposisi telah ditemukan, antara lain primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda ini menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan penting, karena pada kedua keadaan itu kadar hormone HCG dibentuk secara berlebihan. Pada kehamilan mola ini HCG dihasilkan oleh sel sinsitiotrofoblas yang terutama. 1,7 Hiperemesis gravidarum dapat menimbulkan keadaan yang gawat karena akan terjadi dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit apabila tidak tertangani dengan baik. Dapat terjadi ketosis yang berbahaya karena cadangan karbohidrat dan lemak terpakai semua sehingga proses pemecahan badan keton meningkat. 1 4. Hipertensi Yang sangat penting adalah kemungkinan terjadinya preeklamsia pada kehamilan mola, yang menetap sampai trimester kedua. Karena hipertensi akibat kehamilan jarang dijumpai sebelum usia gestasi 24 minggu, pre eklamsia yang terjadi sebelum waktu ini sedikitnya harus mengisyaratkan mola hidatidosa atau adanya mola yang luas. Tentang komplikasi pre eklampsia dan eklampsia dalam kehamilan mola ini akan dibahas pada bagian komplikasi. 5 5. Kista lutein Pada Mola Hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral maupun bilateral. Kista lutein ini terbentuk karena respon terhadap kadar hormone HCG yang meningkat dan biasanya disertai dengan hydrops fetalis dan hipertrofi placenta (Niemann,

11

2006). Pasien biasanya mengeluh adanya nyeri pada daerah pelvis karena pembesaran dari ovarium. Karena ada pembesaran ovarium, otomatis ada resiko terjadinya torsi kista lutein, infark dan pendarahan yang dapat mengakibatkan gejala akut abdomen. Dengan pemeriksaan klinis insidensi kista lutein lebih kurang 10,2 % (biasanya tidak teraba dengan palpasi bimanual), tetapi bila menggunakan USG angka-nya meningkat sampai 50%. 4,5

Gambar 4. Gambaran USG Kista Lutein Dikutip dari jurnal emedicine karya Lisa E Moore, MD, FACOG dengan judul Hydatidiform Mole

Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, kista akan mengalami regresi karena penurunan kadar hormone HCG. Membutuhkan waktu sekitar 12 minggu untuk mengalami regresi secara sempurna. Oleh karena itu oophorectomy tidak perlu dilakukan kecuali kista mengalami infark yang luas. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan di kemudian hari daripada kasus-kasus tanpa kista. 4,5 6. Tanda tanda janin Karena pada mola hidatidosa sempurna tidak ditemukan adanya janin, maka tidak akan ditemukan tanda tanda keberadaan janin. Meskipun ukuran uterus membesar tapi tidak ditemukan denyut jantung janin, tidak ada tanda ballottement dan tidak ada pergerakan

12

janin. Sedangkan pada kasus mola hidatidosa parsial, walaupun sangat jarang tapi kadang dapat disertai dengan janin yang berkembang normal. 3,5 Menurut beberapa literature, gejala pada mola hidatidosa parsialis agak berbeda dengan mola hidatidosa sempurna, antara lain : 4 1) Pasien dengan mola parsial tidak memiliki gejala klinis seperti mola sempurna. Pasien tersebut biasanya datang dengan gejala dan tanda seperti abortus inkomplet atau missed abortus, yaitu pendarahan per vaginam dengan tidak ditemukan nya aktivitas jantung janin. 2) Pembesaran uterus dan pre eklampsia hanya terjadi pada 5% pasien 3) Kista lutein, hiperemesis dan kompliaksi hipertiroid sangat amat jarang ditemukan II.6 DIAGNOSIS 1. Secara klinis a. Anamnesa mencari faktor resiko. Ditanya berapa usia kehamilan, berapa umur penderita, apakah penderita merasa ada janin yang hidup, dicari gejala gejala yang mungkin ada seperti pendarahan dan hiperemesis. b. Pemeriksaan fisik Inspeksi : ditemukan adanya mola face (muka dan badan tampak kekuningan), ditemukan adanya darah yang keluar dari vagina yang mungkin disertai dengan gelembung mola Palpasi : ukuran uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan, uterus terasa lembek, tidak teraba bagian bagian janin, tidak ada ballottement dan gerakan janin Auskultasi : tidak ditemukan denyut jantung janin Pengukuran tekanan darah untuk mengetahui apakah ada hipertensi yang mengarah ke pre eklampsia mola hidatidosa Penggunaan Wayne Index jika ada gejala tirotoksikosis Pemeriksaan dalam : 2. Laboratorium adanya pendarahan dari cervix, memastikan konsistensi dan besar uterus

13

Dasar pemeriksaan ini karena adanya kelainan pada sel sel trofoblas yang mengakibatkan kadar dari hormone HCG yang disekresikan oleh sel sinsitiotrofoblas dan intermediate trofoblas. 7 Pengukuran kadar HCG ini dapat dilakukan dengan : 1. Tes Gali Mainini : Pemeriksaan urine secara titrasi sampai pengenceran 1/400 didapatkan hasil GM test yang positif. 3 2. Kadar HCG serum. Dikatakan abnormal bila hasilnya di atas 100.000mIU/mL 5 Pemeriksaan laboratorium yang lain misalnya : 4 Pemeriksaan DL (termasuk trombosit) : pada mola hidatidosa ditemukan gejala pendarahan yang dapat profus dan menyebabkan anemia serta gangguan koagulasi. Tes pembekuan darah atau faal hemostasis : mencari koagulophaty Pemeriksaan fungsi liver Pemeriksaan BUN dan Serum Kreatinin Pemeriksaan kadar thyroxine : meskipun wanita dengan kehamilan mola secara klinis biasanya eutiroid, tapi kadar thyroxine plasma biasanya di atas normal. Kadang dapat ditemukan gejala hipertiroidisme. 3. Radiologis 3 USG : ditemukan gambaran badai salju (snow storm appearance atau snow flake pattern) Foto polos abdomen pelvis : tidak ditemukan gambaran tulang janin

14

Gambar 5. Snow Storm Pattern pada gambaran USG Dikutip dari jurnal emedicine karya Lisa E Moore, MD, FACOG dengan judul Hydatidiform Mole

4. Pemeriksaan Sonde (Acosta-sison) 3 Tidak selalu rutin dikerjakan, biasanya dilakukan sebagai tindakan awal pada kuret. Bila pada sonde rahim tidak ditemukan tahanan atau tidak teraba bagian bagian janin, maka akan membantu diagnosis mola hidatidosa 5. Histopatologi Gelembung gelembung yang keluar atau dari hasil evakuasi bahan dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi. 3 a. Mola sempurna Ditemukan villi yang edema, hyperplasia sel trofoblas, dan penurunan atau bahkan tidak adanya aliran darah janin. Kromosom menunjukan 46 XX pada sebagian besar kasus dan 46 XY pada 10-15% kasus. Selain itu, mola sempurna juga menunjukan adanya peningkatan dari growth factor seperti c-myc, epidermal growth factor, dan c-erb B-2 dibanding plasenta yang normal. 4 b. Mola parsial

15

Kadang kadang ditemukan adanya janin, dan juga plasenta serta pembuluh darah janin dengan eritrosit janin di dalamnya. Dapat ditemukan juga edema villi dan profilerasi trofoblas seperti pada mola sempurna. 4 II.7 KOMPLIKASI Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : 1. Pendarahan Pendarahan pada mola bisa sedikit tapi berulang ulang sehingga dapat menyebabkan anemia, atau kadang bersifat profus yang dapat menyebabkan syok hipovolemik yang dapat berujung kematian jika tidak ditangani dengan baik. Oleh karena itu persiapan rehidrasi dan transfusi darah harus selalu siap. Untuk menghentikan pendarahan dapat diberikan obat obatan uterotonika seperti Oxytosin dan Methergin. 4 2. Perforasi Perforasi dapat terjadi secara spontan atau karena tindakan. Spontan terjadi karena uterus terisi darah dalam jumlah yang besar lalu mengalami distensi berlebihan, sedangkan jika karena tindakan biasanya terjadi saat dikuret. Jika terjadi perforasi, maka penanganan harus dilakukan dengan tuntunan laparaskopi. 3,4 3. Emboli sel trofoblas Sebenarnya dalam setiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran darah kemudian ke paru paru tanpa memberikan gejala apapun. Tetapi pada mola, kadang kadang jumlah sel trofoblas ini terlalu banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru akut yang bisa menyebabkan kematian. 1 Semakin besar ukuran uterus, resiko terjadinya komplikasi ini semakin besar terutama saat usia kehamilan 16 minggu. 4 4. Pre eklampsia / Eklampsia Mola Seperti pada kehamilan normal, pada mola juga dapat terjadi pre eklampsia. Bedanya pre eklampsia mola terjadi pada usia kehamilan yang lebih muda, jika pada kehamilan normal pre eklampsia dan eklampsia terjadi pada usia kehamilan 20 minggu. Jadi jika ditemukan pre eklampsia pada usia gestational yang lebih muda harus dicurigai adanya mola hidatidosa. 1,5 5. Keganasan

16

Terjadi pada sekitar 20% kehamilan mola, dengan resiko pada mola sempurna lebih besar dibanding daripada mola parsial. 5 Berdasar dari jenis histopatologinya, keganasan akibat mola hidatidosa dibedakan menjadi : 1) Koriokarsinoma villosum (Invasive Molla) Penyakit ini termasuk ganas tapi derajat keganasannya masih lebih rendah. Sifatnya mirip dengan mola, tapi daya penetrasinya lebih besar. Sel sel trofoblas dengan villi korealis akan menembus ke dalam miometrium kemudian tidak jarang mengadakan perforasi pada dinding uterus dan menyebabkan pendarahan intra abdominal. Dapat juga masuk ke dalam vena seperti vena uterine dan terus ke vena iliaka interna. Walaupun secara local mempunyai daya invasi yang berlebihan tapi penyakit ini jarang disertai metastase. Nama lainnya adalah mola destruens. 1

Gambar 6. Koriokarsinoma Dikutip dari jurnal emedicine karya Lisa E Moore, MD, FACOG dengan judul Hydatidiform Mole

17

Diagnosis

harus

ditegakan

dengan

pemeriksaan

histopatologis.

Pengobatan dengan sitostatika seperti methotrexate dapat menyebabkan kesembuhan yang total, tapi bila disertai tanda pendarahan abdomen maka uterus harus diangkat dengan kedua adneksa ditinggalkan. Kalau mungkin hanya dilakukan reseksi parsial saja dan selanjutnya diberikan sitostatika. 1 2) Koriokarsinoma non villosum Penyakit ini adalah jenis terganas dari penyakit trofoblas. Sebagian besar didahului dengan mola hidatidosa (83,3%), tapi dapat pula didahului abortus atau persalinan biasa, masing masing 7,6%. Tumbuhnya sangat cepat dan sering menyebabkan metastase ke organ organ lain seperti paru, vulva, vagina, hepar dan otak. Metastase terbanyak adalah pada paru paru (31,1%) dan tempat metastase yang tidak lazim adalah pada musculus gluteus maksimus. 1 Bila dibanding dengan keganasan ginekologik lainnya, koriokarsinoma ini memiliki sifat yang berbeda yaitu, mempunyai periode laten yang dapat diukur, yaitu waktu antara akhir kehamilan dan terjadinya keganasan, menyerang wanita muda, dapat sembuh secara tuntas tanpa kehilangan fungsi organ reproduksi dengan sitostatika dan dapat sembuh tanpa obat obatan melalui proses regresi spontan. 1 Jika setelah akhir suatu kehamilan terjadi pendarahan pendarahan yang tidak teratur disertai tanda subinvolusi uterus, kita harus curiga adanya koriokarsinoma. Acosta Sison mengajukan istilah HBEs sebagai tanda kemungkinan adanya keganasan yaitu H : Having expelled a product of conception, B : Bleeding, Es : Enlargment and softness of the uterus. Diagnosis ditegakan dengan pemeriksaan patologi anatomi, bisa diambil jaringan dari hasil kuret, tapi kerugiannya adalah kadang kadang untuk mendapat jaringan tersebut kita harus melakukan operasi seperti histerektomi, yang bukan saja bersifat invasive tapi juga menghilangkan fungsi reproduksi. 1 6. Tirotoksikosis Komplikasi yang akhir akhir ini sering dipermasalahkan adalah tirotkosikosis, ternyata insidennya lebih tinggi dari dugaan semula. Menurut Curry, insidennya adalah

18

1%, tapi menurut Martaadisoebrata ditemukan angka yang lebih tinggi yaitu 7,6%. Terjadinya tirotosikosis ini berhubungan dengan besar uterus, makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadinya. 1 Tirotoksikosis ini terjadi karena struktur molekul HCG mirip dengan tiroid terutama T3. Pada pemeriksaan laboratorium, akan didapatkan hasil peningkatan T3 dan T4 serta penurunan kadar TSH karena mekanisme umpan balik negatif. Tapi pada kasus yang cenderung ringan TSH biasanya tidak menurun. Pemeriksaan faal tiroid tidak selalu rutin dilakukan, pemeriksaan hanya dilakukan jika ditemukan tanda tanda hipertiroid menurut kriteria Wayne Index. Gejala Dyspneu on effort Palpitasi Kelelahan Lebih suka panas Lebih suka dingin Sering berkeringat Nafsu makan meningkat Nafsu makan menurun Berat badan meningkat Berat badan menurun Mudah cemas Tanda Struma teraba Bising pada tiroid Exoftalmus Lid retraksi Lid lag Pergerakan hiperkinetik Fine finger tremor Tangan hangat Tangan berkeringat Atrial Fibrilasi Nadi regular < 80 x / menit +1 +2 +2 -5 +5 +3 +3 -3 -3 +3 +3 Ada +3 +2 +2 0 +1 +4 +1 +2 +1 +4 -3 Tidak ada -3 -2 0 0 0 -2 0 -2 -1 0

19

Nadi regular 81- 90 x / menit Nadi regular > 90 x / menit Interpretasi Index Wayne : Hipertiroid : > 20 Kemungkinan hipertiroid : 10 20 Bukan hipertiroid : < 10

0 +3

Penatalaksanaan tirotoksikosis : 11 1. PTU (Propylthiouracyl) dengan dosis 200 - 600 mg/hari, dosis ditingkatkan sampai keluhan berkurang atau menghilang dengan kadar T4 batas atas nilai normal. Efek pemberian PTU terlihat dalam 3-4 minggu setelah pengobatan. Dapat dikombinasi dengan Methimazole dengan dosis 1/10 dari dosis PTU. Namun penggunaannya dalam kehamilan dihindari karena dapat menyebabkan aplasia kutis pada janin. 2. Propanolol dengan dosis 3 x 10 mg untuk mengurangi gejala hipertiroid. Efeknya lebih cepat dibanding PTU. Target pemberian propanolol adalah menjadikan heart rate kurang dari 100x/menit. II.8 DIAGNOSIS BANDING 1. Kehamilan kembar Karena ditemukan adanya peningkatan HCG dan ukuran uterus lebih besar dibandingkan perkiraan usia kehamilan, kedua gejala ini dapat ditemukan pada kehamilan gemeli. 3,4 2. Abortus Terutama pada mola hidatidosa parsial yang sering didiagnosis banding dengan abortus incomplete dan missed abortion. Yang membedakan adalah pada abortus ditemukan adanya nyeri yang khas (cramping pain) yaitu nyeri yang ritmis pada supra simfisis dan punggung seperti orang haid. Dan jika ditemukan adanya gelembung pada darah yang keluar maka dipastikan itu adalah mola hidatidosa. 1,3,5 3. Koriokarsinoma 20% kehamilan mola bisa berujung menjadi keganasan, terutama jenis mola sempurna. Untuk menegakan diagnosis dilakukan pemeriksaan patologi anatomi. 1

20

4. Hiperemesis gravidarum Pada kasus mola hidatidosa juga didapatkan keluhan subyektif berupa hiperemesis, namun pada mola disertai dengan gejala gejala lain antara lain adanya pendarahan pervaginam, pembesaran uterus melebihi ukuran sebenarnya dan lain lain. 1,3 5. Kehamilan dengan hipertiroid Pada setiap kehamilan normal selalu terjadi peningkatan kerja tiroid, tapi tidak memberikan gambaran pembesaran yang nyata, jika terdapat pembesaran yang nyata dengan gejala gejala hipertiroid maka dianggap patologis.
11

Pada kehamilan mola dapat

terjadi hipertiroid karena antara HCG dengan T3&T4 memiliki struktur yang mirip dengan reseptor yang sama, sehingga peningkatan kadar HCG dapat merangsang peningkatan kadar tiroid dan disertai dengan gejala gejala mola hidatidosa lainnya. 1 II.9 TERAPI Pada dasarnya prinsip terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu : 1 1. Perbaikan keadaan umum 2. Pengeluaran jaringan mola 3. Terapi profilaksis dengan sitostatika 4. Pemeriksaan tindak lanjut Perbaikan keadaan umum Prinsipnya adalah menangani komplikasi yang disebabkan karena mola hidatidosa. Pada pasien dengan syok atau anemia dapat diberikan rehidrasi cairan dan transfusi darah, penanganan pre eklampsia dan eklampsia sama dengan kehamilan biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai dengan protocol dari penyakit dalam. 1 Pengeluaran jaringan mola Pengeluaran jaringan mola dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : A. Kuretase Kuretase dilakukan setelah perbaikan keadaan umum, paling tidak sampai anemia teratasi dengan Hb lebih dari 10g/dL. Bila canalis servicalis belum terbuka, dapat dipasang laminaria dan 24 jam kemudian baru dilakukan kuretase (dilatasi dan kuretase). Dapat ditambahkan uterotonika untuk meningkatkan kontraksi uterus yang dapat membantu

21

menghentikan pendarahan. Ada pendapat yang mengatakan kuretase dilakukan dua kali dengan interval 1 minggu, kuret kedua dilakukan untuk melihat apakah ada tanda tanda infeksi dan lain lain. Lalu hasil kerokan dikirim ke laboratorium patologi anatomi. Tapi ada yang mengatakan bahwa kuret cukup dilakukan satu kali saja asal bersih dan kuret kedua dilakukan hanya jika ada indikasi. Yang harus diwaspadai pada tindakan kuret adalah adanya : Adanya pendarahan yang profus. Oleh karena harus selalu disediakan darah pengganti. Jika dibiarkan dapat berujung menjadi anemia gagal jantung. Adanya depresi pernafasan yang disebabkan karena emboli sel trofoblas ke pembuluh darah, keadaan ini dapat diatasi dengan mesin ventilator. 1,3,4 Setelah dilakukan kuretase harus diperiksa ulang dengan pemeriksaan USG untuk mengetahui apakah masih ada sisa sisa jaringan. 5 B. Histerektomi Histerektomi ini sangat jarang dilakukan pada kasus mola. Tindakan ini dilakukan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologis sudah tampak ada tanda tanda keganasan berupa mola invasif. Ada beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan dilakukan secara histerektomi, tapi cara ini tidak begitu popular dan sudah ditinggalkan. keganasan yang tidak sensitif dengan kemoterapi. 5 Terapi profilaksis dengan sitotstatika Jenis terapi ini masih menjadi perdebatan. Terapi ini dapat diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya keganasan misalnya umur tuda dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi atau kasus mola dengan hasil pemeriksaan histopatologi yang mencurigakan. Bisa diberikan dari golongan metrothrexate atau actinomycin D. 1 Tapi beberapa ahli mengatakan bahwa terapi profilaksis ini tidak dianjurkan secara rutin pada kasus mola karena hanya 20% wanita dengan mola hidatidosa yang mengalami sequel menjadi keganasan.
4 1,3

Menurut

Doumplis (2007) dan Lurain (2008), histerektomi adalah terapi penting pada jenis

22

Menurut Goldsetin dan Berkowitz (1995) pemberian terapi MTX profilaksis tidak meningkatkan prognosis kesembuhan pada pasien dengan mola hidatidosa. 5 Menurut kebijakan dari SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Dr. Soetomo, untuk penderita di luar kota Surabaya, berhubung pengawasan lanjut sering tidak teratur maka ditentukan kebijakan untuk memberikan methotrexat (MTX) profilaksis. Nama generik yang dipakai adalah Ametopterin dengan dosis 0,2-0,3 mg/kgBB/hari diberikan selama 5 hari secara per oral atau injeksi. Efek samping yang dapat ditimbulkan : 1. Gangguan gastrointestinal : mual, muntah, diare, stomatis, pendarahan mukosa saluran cerna sampai kadang kadang pendarahan dari saluran pencernaan 2. Gangguan kulit : kadang kadang timbul skin rash hiperpigmentasi 3. Gangguan hematologi : penurunan hemoglobin dan pansitopenia 4. Gangguan lain : rambut rontok 1 Karena toksisitasnya (termasuk kematian) yang signifikan maka oleh American College of Obstreticians and Gynecologist (2004), penggunaannya dilarang secara rutin. Pemeriksaan tindak lanjut Sesudah evakuasi, dilakukan pengawasan baik secara klinis, laboratorium dan radiologi. Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah mola hidatidosa. Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun. Tujuannya adalah memastikan pada mola hidatidosa telah sembuh sempurna dan pemberian kemoterapi jika diperlukan. 1,3,5 1. Klinis Dicari mengenai keluhan utama dan juga H,B,E,S yaitu : H : history, penderita pernah mengalami mola hidatidosa B : bleeding, ada riwayat pendarahan E : enlargment, pembesaran rahim S : soft, rahim tetap lunak 3

2. Laboratorium Dilakukan pemeriksaan kadar lanjutan dari HCG serum maupun pemeriksaan Gali Mainini. Pemeriksaan serum HCG dilakukan segera setelah dilakukan evakuasi mola, biasanya sekitar 48 jam pasca evakuasi. Kadar HCG serum seharusnya mengalami penurunan membentuk gambaran sebuah kurva dan tidak akan meningkat lagi. Beberapa

23

sumber mengatakan kadar HCG serum akan mencapai normal 7 minggu pasca evakuasi untuk mola parsial dan 9 minggu pasca evakuasi untuk mola sempurna (seperti pada gambar kurva). Beberapa sumber mengatakan kadar normal HCG serum akan tercapai setelah 8-12 minggu pasca evakuasi.
3,4,5

Pemeriksaan ini untuk membedakan dengan

penyakit trofoblas yang persisten. Apabila kadar HCG serum mengalami peningkatan atau membentuk kurva naik ke atas setelah mengalami penurunan (plateu curve), pasien dicurigai mengalami degenerasi keganasan, dengan catatan metastase karena keganasan organ lain harus dapat disingkirkan dahulu.
4,5

Sedangkan pemeriksaan lanjutan dari Gali

Mainini titrasi setiap inggu sampai tiga minggu berturut turut hasilnya negative. 3

Gambar 7. Kurva penurunan HCG pasca evakuasi mola hidatidosa Dikutip dari artikel Differential Expression of a Tumor Necrosis Factor Receptor Related Transcript in Gestational Trophoblastic Diseases in Women karya Chaterine I. Dumur etc

Karena kadar HCG serum juga meningkat pada kehamilan, agar tidak mengacaukan pemeriksaan selama periode ini, pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu dengan menggunakan kondom, diafragma atau pil anti hamil. Mengenai pemberian pil anti hamil ini ada dua pendapat yang saling bertentangan. Satu pihak mengatakan bahwa pil kombinasi di samping mencegah kehamilan juga dapat menahan LH dari hipofisis

24

sehingga tidak terjadi reaksi silang dengan HCG. Pihak lain menentangnya, justru karena estrogen dapat mengaktifkan sel sel trofoblas. Bagshawe beranggapan bila pil anti hamil diberikan sebelum kadar HCG jadi normal dan kemudian wanita itu mendapat koriokarsinoma, maka biasanya resisten terhadap sitostatika.
1

Beberapa sumber juga

memperbolehkan pemakaian IUD (Intra Uterine Device), tapi untuk mencegah supaya tidak terjadi perforasi dan pendarahan, pemasangan dilakukan saat sudah terjadi involusi uterus dan normalisasi kadar HCG serum. 4 Pemberian kemoterapi tidak di indikasi selama terjadi penurunan kadar HCG serum secara bertahap. Apabila ada peningkatan HCG serum membentuk pleateau curve atau terjadi kelainan trofoblas yang persisten, kemoterapi dapat diberikan. Peningkatan signifikan proliferasi trofoblas yang ditandai dengan peningkatan kadar HCG biasanya karena keganasan, kecuali apabila wanita tersebut hamil. Jika kadar HCG serum telah mencapai normal selama 3-4 minggu, pemeriksaan ulangan dilakukan 6 bulan kemudian dan wanita tersebut diijinkan hamil kembali jika hasilnya tetap normal.
4,5

Sayangnya di

negara berkembang pemeriksaan tindak lanjut ini sukar dilakukan karena jarang yang mau datang untuk kontrol. Di samping itu pemeriksaan HCG dengan RIA (Radio Imunno Assay) mahal. Dengan demikian diagnosis dini keganasan sukar ditentukan. 1 3. Radiologi Kontrol X foto thoraks 6 bulan sekali sampai gambaran radiologis normal kembali, tidak ditemukan gambaran snow storm pattern. Menurut prosedur di RSUD Dr. Soetomo, kontrol ke Poliklinik Onkologi dilakukan : 3 bulan pertama setiap 2 minggu 6 bulan kemudian setiap 1 bulan Sampai 2 tahun setiap 3 bulan 3

Sampai sekarang belum ada kesepakatan sampai kapan penderita mola dianggap sehat kembali. Curry mengatakan sehat bila HCG dua kali berturut turut normal. Ada pula yang mengatakan bila sudah melahirkan anak yang normal. 1 Selain hal hal di atas, perlu juga dilakukan KIE kepada pasien mola, mengenai :

25

Meskipun jarang, tapi penyakit ini mempunyai resiko menjadi keganasan, oleh karena itu yang terpenting adalah kontrol rutin sampai pasien benar benar dinyatakan sembuh. Tujuan pasien disarankan menunda kehamilan adalah supaya tidak mengacaukan diagnosis keganasan akibat peningkatan HCG serum karena peningkatan HCG serum karena kehamilan dengan penyakit lain tidak bisa dibedakan. Pasien diperbolehkan hamil setelah hasil HCG serum normal selama minimal 6 bulan Untuk kehamilan berikutnya harus terus dimonitoring dengan USG karena adanya resiko berulang sebesar 1-2% dan setelah 2 atau lebih terjadi kehamilan mola, resiko terulangnya meningkat menjadi 1 dari 6,5 17,5 kehamilan. 4 II.10 PROGNOSIS Di negara maju, karena kemajuan diagnosis dini dan terapi yang tepat, tingkat kematian akibat mola hidatidosa hampir mencapai angka 0, tapi pada negara berkembang tingkat kematian masih tinggi, yaitu berkisar antara 2,2-5,7 %. Kematian pada mola hidatidosa disebabkan karena pendarahan, infeksi, eklampsia, payah jantung atau tirotoksikosis. Sebagian besar dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok wanita yang kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma. Resiko menjadi keganasan menurut literature adalah 20% dari kasus mola hidatidosa, sedangkan menurut laporan berbagai klinik sangat berbeda beda, berkisar antara 5,56%. 1,4 Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola, tetapi yang paling banyak dalam 6 bulan pertama. Tapi yang jelas semua keganasan mola ini bersifat dapat sembuh sempurna (curable). Ada wanita yang pernah menderita mola hidatidosa, kemudian pada kehamilan berikutnya mendapat mola lagi. Kejadian berulangnya mola ini sangat jarang, sekitar 1-2%. Ada yang mengatakan bahwa mola yang berulang memiliki resiko yang lebih besar untuk menjadi koriokarsinoma, tetapi penelitian di Bandung tidak menunjukkan hal demikian. 1,4 Untuk menentukan kapan kembalinya fungsi reproduksi setelah mola hidatidosa, sebetulnya agak sukar karena umunya mereka diharuskan memakai kontrasepsi. Walaupun demikian banyak yang tidak mematuhi, karena pengamatan di RS Hasan Sadikin 41,5% telah hamil lagi dalam

26

jangka waktu satu tahun. Bila tidak diharuskan memakai kontrasepsi tentu akan lebih banyak lagi. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan reproduksi pasca mola tidak banyak berbeda dengan kehamilan lainnya. Anak anak yang dilahirkan setelah mola hidatidosa ternyata umunya normal. 1

27

BAB III LAPORAN KASUS III.1 IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Umur Agama Pekerjaan Alamat Pendidikan terakhir Lama menikah III.2 AUTOANAMNESA Keluhan Utama : Perdarahan pervaginam sejak 25 hari yang lalu Pasien datang ke VK bersalin RSD sidoarjo pada tanggal 5 Mei 2011 dengan Keluhan perdarahan pervaginam sejak 25 hari yang lalu, sifat darah yang keluar berupa darah berwarna merah cair dan menggumpal, pasien mengatakan tidak ada gelembung-gelembung yang keluar saat terjadi perdarahan pervaginam tersebut. Pasien mengatakan tidak ada mual dan muntah yang berlebihan, tidak merasakan adanya gerakan janin. Pasien tidak pernah sesak nafas dan tidak pernah mengalamai pendarahan seperti ini sebelumnya. Riwayat menstruasi : a. Menarche b. Siklus c. Banyaknya : umur 12 tahun : teratur 28 hari sekali : normal (2-3 pembalut/ hari) : Ny. M : Perempuan : 30 Tahun : Islam : Swasta : Desa Panggeh RT 2 / RT 3 : SMP : 16 Tahun

28

d. Lamanya e. HPHT

: 7 hari : 08-11-2010

Riwayat persalinan normal : I. II. III. IV. 9 bulan / SptB / 3300 gram /perempuan / 15 tahun 9 bulan / SptB / 3600 gram / laki-laki / 10 tahun 9 bulan / SptB / 2200 gram / laki-laki /3 tahun 4 bulan Hamil ini

Riwayat penggunaan KB : pasien menggunakan KB suntik 1 tahun yang lalu, sekarang menggunakan KB pil

Riwayat pernikahan : suami ke I, menikah 1x selama 16 tahun. Jumlah anak : 3 orang, hidup 3 orang. Usia anak terkecil : 3 tahun 4 bulan Riwayat abortus : tidak pernah mengalami keguguran. Riwayat penyakit dahulu : tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM dan hipertensi.

Riwayat penyakit keluarga : tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular, mioma, keturunan dan kejiwaan. Riwayat penyakit yang pernah diderita : sakit biasa seperti demam, flu dan batuk. Riwayat penyakit keganasan pada keluarga : tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keganasan. Riwayat alergi : tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan, makanan dan cuaca.

III.3. PEMERIKSAAN FISIK Pada tanggal 05-05-2011

29

Status umum Keadaan umum Kesadaran Tensi Nadi Nafas Suhu Tinggi badan Berat badan Kepala Mata Thorak : Baik : Compos mentis : 120/80 mmHg : 80 x/menit : 16 x/menit : 36,5oC : 165cm : 55 g : Normocephali : Anemis (-/-), ikterik (-/-) : Cor S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-) Pulmo vesikuler-/-, rhonki-/-, wheezing-/Abdomen Ekstremitas : Bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), massa (-) : Edema -/-

Status ginekologi Abdomen Vulva/ Vagina Portio Corpus Uteri Adneka kiri Adnexa kanan Cavum Douglas Inspeculo : Nyeri tekan : (+), massa : (-) : Fluksus (+), fluor (-) : terbuka, licin, nyeri goyang (-) : AF setara 24 minggu (setinggi pusat) : massa (-), nyeri tekan (-) : massa (-), nyeri tekan (-) : tak ada kelainan : tidak dilakukan

III.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium (6-5-2010) Darah lengkap WBC HGB : 6,2 K/uL : 10,2 g%

30

HCT PLT Hematologi PPT APPT Kimia Klinik BUN Creatinine Albumin SGOT SGPT Natrium Kalium Chlorida Gula Sesaat HORMON T3 T4 TSH HbsAg

: 30,8 % : 221. K/uL : 12,4 : 23,2 : 10,6 mg/dl : 0,6 mg/dl : 3,1 g/dl : 35 U/L : 29 U/L : 146 mmol/L : 4,7 mmol/L : 109 mmol/L : 86 mg/dl : 4,82 n mol/L : > 320 Pmol / L : < 0,05 UI U / ml : negatif

HEPATITIS MARKER Beta HCG (diperiksakan tanggal 12-5-2011) Hasil belum keluar sampai pasien MRS (14-5-2011) USG pada tanggal 5-5-2011 oleh PPDS Kesan : tampak adanya gambaran snow storm appearance Foto thorax pada tanggal 6-5-2011 Kesan : cor dan pulmo dalam batas normal EKG pada tanggal 6-5-2011 (dr. Umira Sp. JP) Tidak didapatkan kelainan pada cor dan pulmo

31

III.5. DIAGNOSIS KERJA Mola Hidatidosa III.6 PENATALAKSANAAN Tanggal 5-5-2010 Cek Lab lengkap, Faal Hemostasis, Faal Thyroid, HbsAg Cek beta HCG kuantitatif Konsul IPD, cek EKG dan foto thorax Perbaiki kondisi umum, jika Hb < 8 g/dL transfuse Hb > 10 g/dL Pro evakuasi mola, jika fluxus aktif evakuasi dilakukan di OK Monitoring vital sign, keluhan, fluxus

Tanggal 6-5-2011 Tunggu hasil DL, FH, Faal Thyroid, HbsAg Konsul IPD, cek EKG dan foto thorax Monitoring vital sign, keluhan, fluxus Pro transfusi jika Hb < 8 g/dL sampai Hb > 10 g/dL Tes beta HCG tidak dapat dilakukan karena alasan administrasi (px jamkesmas) Hasil konsul interna (dr. Sudarwanto SpPD) PTU 3 x 200 mg Propanolol 3 x 10 mg Diazepam 3 x 2 mg

Setelah pemberian 3 atau 4 hari bisa dikonsulkan ulang, bila fluxus aktif pro evakuasi mola CITO Tanggal 7-5-2011 Tunggu hasil consul cardio Consul anastesi PTU 3 x 200 mg

32

Propanolol 3 x 10 mg Diazepam 3 x 2 mg

Tanggal 8-5-2011 Konsul anastesi Konsul ulang IPD Pro evakuasi mola

Tanggal 9-5-2011 Konsul IPD dan anastesi Bila fluxus aktif pro evakuasi mola Tunggu hasil Faal Thyroid

Tanggal 10-5-2011 Hasil konsul cardio : acc kuretase Hasil konsul interna : acc kuretase Hasil pemeriksaan faal thyroid sudah keluar

Tanggal 11-5-2011 KIE dan Informed Consent pro kuretase mola pagi ini Sementara puasa Infus RL / D5 : 2 : 2 (28 tpm) Cek Hb post op, bila Hb < 10 pro transfuse sampai Hb >10 Inj Ceftriaxone 2 x 1 gram Inj Ketorolac 3 x 1 gram Drip piton 2 amp / 500 cc sampai 12 jam post kuret Cek beta HCG post kuret PTU 3 x 200 mg Propanolol 3 x 10 mg Monitoring vital sign, keluhan dan fluxus

III.7 FOLLOW UP 12-5-2011

33

S. Keluhan (-) O. KU : Cukup Kes : CM G-C-S : 4-5-6 A/I/C/D : -/-/-/T: 120/70 N: 88x/menit S: 36,5o RR: 18x/menit

STG : V/V: Flux (-) A. Post Evakuasi Mola Hidatidosa hari ke-1 P. Inf RL / D5 : 2 / 2 Inj Ceftriaxone 2 x 1 gram Inj Ketorolac 3 x 1 amp Amoxicillin 3 x 500 mg Asam mefenamat 3 x 500 mg Roborantia 1 x 1 PTU 3 x 200 mg Propanolol 3 x 10 mg MTX 1 x 1 cc (IM) / 24 jam Diet TKTP Mobilisasi bertahap Cek beta HCG post kuretase 13-5-2011 S. Keluhan (-) O. KU : Cukup G-C-S : 4-5-6 Kes : CM STG : V/V : Flux (-) A. Post Evakuasi Mola Hidatidosa hari ke-2 P. Aff infus Inj Ceftriaxone 2 x 1 gram (stop) Inj Ketorolac 3 x 1 amp (stop) Amoxicillin 3 x 500 mg Asam mefenamat 3 x 500 mg Roborantia 1 x 1 PTU 3 x 200 mg Propanolol 3 x 10 mg T: 120/80 S: 360 RR: 19x/menit A/I/C/D : -/-/-/- N: 88x/menit

34

MTX 1 x 1 cc (IM) / 24 jam Diet TKTP Mobilisasi bertahap Tunggu hasil beta HCG post kuretase 14-5-2011 S. Keluhan (-) O. . KU : Cukup Kes : CM G-C-S : 4-5-6 A/I/C/D : -/-/-/T: 120/80 N: 88x/menit S: 36,5o RR: 18x/menit

STG : V/V: Flux (-) Post Evakuasi Mola Hidatidosa hari ke-2 P. Amoxicillin 3x 500 mg Asam Mefenamat 3x 500 mg Roborantia 1 x 1 PTU 3 x 200 mg Propanolol 3 x 10 mg MTX 1 x 1 cc (IM) / 24 jam Diet TKTP Mobilisasi bertahap ---- Pasien dipulangkan dan dirujuk ke RSUD dr Soetomo untuk pemberian MTX ----

35

BAB IV PEMBAHASAN Pada kasus ini didapatkan, seorang wanita dengan inisial M, umur 30 tahun, datang ke VK bersalin pada tanggal 5 Mei 2011 dengan keluhan utama pendarahan pervaginam sejak 25 hari yang lalu. Dari anamnesa didapat bahwa darah berwarna merah, kental dan menggumpal. Tidak ada mual dan muntah yang berlebihan, tidak merasakan adanya gerakan janin dan tidak ada riwayat pendarahan seperti ini sebelumnya. Pada kasus mola hidatidosa, faktor resiko yang tinggi adalah pada wanita keturunan Asia, usia di atas 40 tahun atau di bawah 20 tahun, ada riwayat GTD dan adanya riwayat abortus atau infertilitas. Pada ibu ini, ia adalah orang Indonesia (Asia) yang merupakan salah satu faktor resiko, sedangkan usianya masih 30 tahun, tidak ada riwayat pendarahan seperti ini sebelumnya dan pada anamnesa berikutnya diketahui anaknya ada 3 dan tidak ada riwayat abortus. Kemudian didapatkan hasil HPHT nya adalah 8 November 2010, dengan menggunakan rumus Niegell maka diperkirakan HPL nya adalah 15 Agustus 2011, dan tanggal pemeriksaan adalah 5 Mei 2011, artinya usia kehamilan pada saat dilakukan pemeriksaan adalah sekitar 23-24 minggu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tinggi fundus uteri adalah setinggi pusat atau sesuai dengan usia kehamilan 24 minggu. Jadi tidak ada perbedaan mencolok antara besar uterus dengan usia kehamilan seperti pada teori. Ibu juga tidak merasakan adanya gerakan janin yang artinya tidak ditemukan tanda kehidupan janin secara subyektif, sesuai dengan teori mola hidatidosa. Tidak juga ditemukan gejala hiperemesis, karena pada anamanesa tidak ditemukan mual dan muntah yang berlebihan, apalagi yang mengganggu pekerjaan sehari hari dan memperburuk keadaan umum. Pada pemeriksaan fisik status umum pasien, ditemukan tekanan darah pasien 120/80 mmHg, artinya tidak ditemukan komplikasi berupa pre eklampsia mola. Nadi juga stabil pada kisaran 80 mmHg dengan tanpa ditemukan adanya mata anemis, sehingga pendarahan ini tidak menyebabkan komplikasi anemia maupun syok hipovolemik. Pada pemeriksaan fisik ginekologis ditemukan nyeri pada abdomen, rasa nyeri ini kurang jelas karena nyeri bersifat subyektif dan penyebabnya bermacam macam, bisa juga karena adanya kista lutein yang kemudian mengalami torsi. Tapi dari anamnesa keluhan nyeri tidak terlalu hebat sehingga dapat disingkirkan dahulu. Tidak adanya massa pada palpasi membantu menyingkirkan pendarahan karena adanya

36

keganasan seperti myoma uteri. Ditemukan adanya pendarahan tanpa keputihan, dan tidak adanya gelembung pada darah tersebut. Jika ditemukan gelembung pada darah per vaginam maka itu adalah diagnosis pasti dari mola hidatidosa. Portio membuka, licin dan tidak ada nyeri goyang, pemeriksaan cavum uteri setinggi usia kehamilan 24 minggu seperti yang sudah dibahas di atas. Pemeriksaan penunjang yang seharusnya dikerjakan adalah pemeriksaan laboratorium dan radiologis. Dalam hal ini pemeriksaan laboratorium menyangkut darah lengkap, fungsi organ, hormon tiroid dan kadar HCG serum. Sedangkan untuk radiologis umumnya dipakai USG. Pemeriksaan darah lengkap dan fungsi organ dapat dikatakan normal, hal ini menunjukan tidak ada komplikasi anemia karena Hb nya masih di atas 10 g/dL. Pemeriksaan fungsi tiroid menunjukan abnormalitas yaitu peningkatan kadar T3 dan T4 serta penurunan kadar TSH yang menunjukan indikasi ke arah tirotoksikosis. Untuk pemeriksaan kadar HCG sampai pasien keluar pun masih belum ada hasilnya sehingga tidak bisa dibahas di sini, yang jelas menurut teori seharusnya terdapat peningkatan HCG serum di atas kisaran 100.000. Pemeriksaan USG didapatkan gambaran snow strom pattern seperti pada teori. Karena adanya tirotoksikosis yang akan mempengaruhi kerja jantung maka dilakukan juga pemeriksaan EKG untuk menyingkirkan kelainan jantung, dan hasil dari EKG adalah normal. Untuk terapi mola, dilakukan sesuai dengan protokol yaitu perbaikan keadaan umum dahulu, evakuasi mola, terapi profilaksis dan pemeriksaan tindak lanjut. Karena tidak adanya anemia dan syok hipovolemik (dalam arti keadaan umum pasien masih baik), maka hanya perlu dilakukan monitoring, tetap diberikan cairan infuse untuk mengganti cairan yang hilang dan apabila Hb di bawah 8 g/dL maka direncanakan transfusi sampai Hb lebih dari 10 g/dL, karena kuretase boleh dilakukan jika Hb di atas 10 g/dL. Selain itu keadaan tirotoksikosis dikonsulkan pada ahli penyakit dalam dan diberikan terapi PTU untuk menurunkan kadar tiroidnya (mengingat PTU relatif aman pada orang hamil karena tidak menembus sawar darah plasenta) dan propanolol untuk mengurangi gejala gejala cardiovascular. Selain itu dilakukan konsultasi ke bagian jantung dan anastesi untuk meminta persetujuan dilakukan kuretase. Untuk evakuasi dipilih cara kuretase karena mengingat usia pasien masih cenderung muda sehingga tidak perlu dilakukan histerektomi. Pemberian terapi profilaksis juga sudah dilakukan dengan pemberian

37

MTX dimulai 1 hari pasca kuretase dan direncanakan terus dilanjutkan sambil pasien melakukan kontrol di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

38

BAB V KESIMPULAN Mola hidatidosa adalah suatu neoplasma jinak dari sel trofoblas, yang disertai kegagalan pembentukan plasenta atau fetus, dengan terjadinya vili yang menggelembung sehingga menyerupai bentukan seperti buah anggur. Janin biasanya meninggal meninggal tapi villus villus yang membesar dan edematous itu hidup dan tumbuh terus. Merupakan salah satu dari penyakit karena kelainan plasenta yang meliputi mola hidatidosa komplet dan parsial, tumor placenta situs trofoblas, koriokarsinoma dan mola invasif. Patofisologinya sampai sekarang belum jelas, banyak teori yang menjelaskan patofisiologi nya namun sampai sekarang hanya teori missed abortion dan teori neoplasma dari Park yang masih banyak dianut. Banyak ditemukan pada wanita keturunan Asia dengan umur maternal yang ekstrem (> 45 atau < 20 tahun), dan pada keadaan malnutrisi. Dibagi menjadi 2 yaitu mola sempurna yang tidak ditandai dengan adanya janin dan mola parsial yang ditandai dengan adanya janin. Gejala gejala ditemukan adanya tanda tanda kehamilan muda seperti amenorrhea, pendarahan yang biasanya disertai dengan anemia, hiperemesis, tinggi fundus uteri lebih besar dari perkiraan usia kehamilan, tidak dirasakan tanda tanda janin seperti gerakan janin maupun ballottement, tanda pasti ditemukan adanya gelembung pada darah yang keluar pervaginam. Pemeriksaan tambahan adalah pengukuran kadar HCG serum dan urine yang meningkat, ditemukan gambaran badai salju pada pemeriksaan radiologi, tidak ada bagian bagian janin pada pemeriksaan sonde dan gambaran histopatologis mola. Mola hidatidosa harus dibedakan dengan kehamilan kembar, abortus, hiperemesis gravidarum, koriokarsinoma dan kehamilan dengan hipertiroid. Penanganan mola dilakukan secara bertahap, yaitu memperbaiki keadaan umum, evakuasi mola dengan kuretase maupun histerektomi, pemberian terapi profilaksis dan pemeriksaan tindakan lanjut. Saat dilakukan pemeriksaan lanjutan, penderita dilarang hamil dahulu karena dapat mengacaukan pemeriksaan. Komplikasi mola dapat menyebabkan pendarahan profus, perforasi, emboli sel trofoblas, keganasan, tirotoksikosis dan pre eklampsia / eklampsia mola. Prognosis mola masih bagus asal tidak menjadi keganasan, tidak mempengaruhi tingkat reproduksi dan dapat melahirkan anak yang normal.

39

DAFTAR PUSTAKA
1. Winknjosastro, SP.OG, Prof. Dr. Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YAYASAN

BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARDJO; Hal: 339-351. 2. Swolverine, 2010. Hamil Anggur. Available from: http://archive.kaskus.us/thread/5647180. Accested May 30, 2011. 3. Tim Revisi PDT. 2008. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kebidanan Dan Penyakit Kandungan. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; Hal : 49-53
4. Lisa E Moore, MD, FACOG, 2010. Hydatidiform Mole. Available from:

http://emedicine.medscape.com. Accested May 30, 2011.


5. Cunningham, F. Gary. 2006. Obstetri William. Jakarta: Penerbit buku kedokteran

EGC; Hal 930-938, 931-933.


6. Chaterine, I. Dumur, 2011. Differential Expression of a Tumor Necrosis Factor Receptor

Related Transcript in Gestational Trophoblastic Diseases in Women. Available from: http://www.biolreprod.org/content/59/3/621.full. Accested June 3, 2011. 7. Rasjidi, SpOG (K) Onk, dr. Imam. Panduan Penatalaksanaan Kanker Ginekologi Berdasarkan Evidence Base. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC; Hal 65-82.
8. Winknjosastro, SP.OG, Prof. Dr. Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: YAYASAN

BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARDJO; Hal: 262-266.


9. Winknjosastro, SP.OG, Prof. Dr. Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YAYASAN

BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARDJO; Hal: 275-280. 10. Tjokroprawiro, dr., Sp.PD, K-EMD, Prof. Dr. Askandar. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; Hal: 86-92 11. Kusuma, Sp OG, Dr. Indra Perdana. 2005. Kumpulan Materi Kuliah Obsetrik Ginekologi. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma

You might also like