You are on page 1of 9

Berawal dari Jilbab Penulis : Nurhayanti KotaSantri.

com : Sore itu, Anti mendapatkan satu pesan singkat dari nomor yang asing baginya. Isinya cukup membuat dirinya menjadi sedikit penasaran. Namun tak lama kemudian Anti baru sadar. Ya, beberapa jam yang lalu setelah menyelesaikan pekerjaannya, dia memanfaatkan waktu yang tersisa untuk chatting. Namun chatting kali ini beda, Anti chatting di situs yang berlatar belakang Islam. Dunia yang baru ia dalami setelah beberapa bulan terakhir ini ia memakai jilbab. Kebetulan waktu itu Anti hanya chat berdua saja. Di awal perbincangan mereka saling memperkenalkan nama asli masing masing. Tak lama kemudian teman chat Anti menyebutkan nama aslinya. "Oohh. Namanya Rizal." bisik Anti. Anti pun menyebutkan nama aslinya. Sebentar mereka ngobrol, namun Rizal langsung minta nomor telpon Anti. Tanpa pikir panjang, Anti memberikannya. Ya, maklumlah Anti adalah orang yang mudah bergaul dan senang bila mempunyai banyak teman. Apalagi temannya yang satu ini sepertinya mengerti banyak hal tentang Islam. Dengan begitu, Anti bisa belajar banyak dari Rizal yang Insya ALLAH mau membimbing Anti menapaki dunia yang begitu indah, dunia Islam. Tapi sayang, Anti tidak mendapatkan nomor telpon Rizal. Tiba tiba ia menghilang entah ditelan apa. Namun pesan singkat yang baru ia terima tidak menyebutkan nama. Anti hanya bisa menebak nebak dalam hati. Waktu itu bulan Ramadhan, ketika sahur tiba tiba hp Anti berdering. "Ah... Nomor itu lagi." gumamnya. Namun ia tetap menjawabnya dengan harapan rasa penasarannya selama ini tertuntaskan. "Hallo... Assalamu'alaikum." sambut Anti. "Wa'alaikumsalam. Hayoo, udah sahur belum?" kata orang misterius itu. Orang itu memutuskan hubungan telponnya. Lagi-lagi rasa penasaran Anti semakin menjadi-jadi. Ya maklumlah, Anti tidak suka dengan kemisteriusan. Hilang sudah kesabaran Anti, akhirnya ia memutuskan untuk mengirim SMS kepada orang itu dengan maksud menanyakan siapa dia sebenarnya. Sebelumnya, Anti sudah menduga kalau orang itu adalah Rizal. Ternyata dugaan Anti benar. Dia adalah Rizal, sebuah nama yang baru beberapa hari ini ia kenal. Setelah hari itu, SMS-an pun berlanjut. Kali ini pesan singkat yang dikirim Rizal untuk Anti masih biasabiasa saja, hanya menanyakan kabar Anti dan tidak ada yang istimewa. Hingga pada suatu malam, Rizal kembali menelpon Anti. Di sanalah mereka melanjutkan perkenalan dan pertanyaan yang selama ini tertunda. Suara Rizal terdengar begitu dewasa. Kata-kata yang terucap begitu bermakna. Dari beberapa pertanyaan yang diajukan Rizal, ada satu pertanyaan yang membuat Anti terperangah. Yaitu tentang jilbab. Suatu benda yang baru beberapa bulan terakhir ini menutupi rambutnya yang indah itu.

"Anti, sebelumnya aku minta maaf kalau pertanyaanku ini agak lancang. Hmm... Apakah kamu berjilbab?" tanya Rizal dengan nada hati-hati. "Alhamdulillah, beberapa bulan ini aku memang sudah memakainya. Tapi aku juga masih perlu bimbingan. Banyak hal yang belum aku ketahui tentang Islam." jawab Anti. "Syukurlah. Jangan khawatir, insya ALLAH aku akan membantu kamu, ya. Kita samasama masih belajar kok." sambut Rizal dengan semangat. Dalam hati Anti, Rizal sudah mendapatkan suatu tempat. Akhirnya, Anti sudah mendapatkan orang yang selama ini ia cari. Orang yang akan membimbingnya menapaki Islam. Tanpa Anti minta, Rizal sudah bersedia membantunya. Namun pertanyaan Rizal tentang jilbab tidak hanya sampai di situ. Ia menanyakan alasan Anti memakai jilbab. "Kalau boleh aku tahu, apa alasan yang membuat kamu memutuskan untuk berjilbab?" tanya Rizal. "Hhmm... Aku memakai jilbab tentunya karena ini memang suatu kewajiban yang terlambat aku sadari. Tapi di samping itu, ada suatu alasan yang mendorongku untuk berjilbab. Aku melihat sahabatku menikah, ia seorang akhwat yang begitu menjaga kehormatan dirinya dengan berjilbab. Sampai akhirnya ada seseorang yang datang melamarnya." jawab Anti malu-malu. Pertanyaan Rizal tentang jilbab, membuat Anti bertanya balik, "Hhhmm... Kalau boleh aku tahu, kenapa sih kamu menanyakan aku sudah berjilbab atau belum? Memangnya ada apa dengan jilbab?" tanya Anti polos. Ditanya Anti seperti itu, Rizal sebenarnya punya kesempatan untuk mengutarakan keinginan hatinya. "Tidak ada yang salah dengan jilbab. Dan alasan kamu untuk berjilbab, aku pikir wajar saja dan itu hak kamu. Aku malah ingin punya istri yang berjilbab. Wanita akan tampak lebih cantik dan anggun dengan jilbab di kepalanya. Akan terjagalah kehormatan wanita itu. Itulah alasanku menanyakan itu ke kamu." jawabnya panjang. Hati Anti sedikit berdebar mendengar pernyataan Rizal. Namun entahlah niat apa yang tersembunyi di balik pertanyaan-pertanyaan itu. Dari obrolan panjang itu, Anti baru mengetahui kalau ternyata Rizal juga kuliah sambil bekerja, sama seperti dirinya. Rizal kuliah di salah satu PTS di Jakarta jurusan Teknik Elektro. Tebakan Anti tentang Rizal hampir semua benar. Namun untuk yang satu ini, Anti salah. Anti mengira usia Rizal di atas dirinya. Ternyata, usia Rizal di bawah Anti dua tahun. Namun meski demikian, tidak memutuskan tali persahabatan yang sedang dirajutnya bersama Rizal. Bahkan, setelah Anti tahu kalau Rizal dipanggil Abang oleh adiknya, ia jadi ikut-ikutan memanggilnya Abang, sapaan yang seharusnya ditujukan untuk orang yang usianya lebih tua, namun

tidak begitu dengan Anti. Menurut Anti, walaupun dari segi usia ia lebih muda darinya, namun cara berpikir dan berbicara Rizal sangatlah dewasa. Wawasannya begitu luas, mungkin karena ia suka membaca buku. Sama seperti Anti yang juga suka membaca buku. Hanya bedanya, kalau Anti lebih suka baca novel, puisi, atau cerpen, apalagi yang bertemakan Islami. Mungkin karena pembawaan sifatnya yang agak melankolis. Sedangkan Rizal, ia suka baca buku apa saja yang menurutnya bagus untuk ia baca. Untuk kali pertama, obrolan mereka lewat telepon berakhir sampai di situ. Obrolan yang cukup panjang, Anti jadi lebih mengenal Rizal. Setelah hari itu, hari-hari Anti jadi lebih indah. Pesan singkat yang Rizal kirim untuk Anti, membuatnya semakin dekat bukan hanya pada Rizal, tetapi juga pada Penciptanya. Bagaimana tidak, pesan singkat yang selalu mengingatkan Anti bukan hanya pada pengirimnya, perlahan-lahan membuat Anti berubah. Ia jadi semakin rajin shalat. Tidak hanya shalat lima waktu saja yang selama ini memang ia rasakan masih suka bolongbolong, tetapi juga shalat sunah pada malam hari. Bahkan ia mulai belajar mengaji. Ajaib. Sungguh ajaib, begitu cepat Anti berubah. Padahal Anti belum pernah melihat Rizal. Entahlah, Anti sendiri bingung melihat perubahan yang dialaminya. Dalam kegelisahannya, ia hanya bisa berdo'a kepada ALLAH agar diberikan petunjuk olehNya. "Ya Rabb, Engkaulah Maha Pemilik hati manusia. Engkaulah Maha Pembolak-balik hati manusia. Hanya padaMu lah hamba serahkan ini semua. Jika Engkau mengizinkan, temukanlah hamba dengan seseorang yang juga berjalan menuju arahMu, yang bisa mengingatkan hamba akan diriMu, yang bisa membukakan hati dan mata hamba akan kebesaranMu, yang bisa membimbing hamba berjalan menuju surgaMu. Semoga Engkau berkenan, Ya Allah. Aamiin..." do'a itulah yang selalu ia panjatkan disetiap akhir shalatnya. Hari yang dinanti telah tiba. Hari Raya Idul Fitri. Seperti biasa, kita saling bermaafmaafan. Begitu juga dengan Anti dan Rizal, mereka tak lupa saling meminta maaf yang diwakili dengan pesan singkat ucapan selamat dan permintaan maaf dari keduanya. Hari lebaran mereka lewati dengan kesibukan masing-masing. Maklum, keluarga Rizal adalah keluarga besar. Jadi, dua hari pertama lebaran dilewatinya bersama keluarga di rumah. Hingga pada suatu hari, Rizal mengajak Anti untuk bertemu di suatu tempat, yaitu di toko buku, tempat yang paling mereka sukai. Sebenarnya Anti takut kalau Rizal mengajaknya bertemu. Anti takut setelah ia bertemu dengan Rizal, Rizal akan berubah sikapnya pada Anti. Kekhawatiran Anti cukup dapat dimengerti, ia khawatir akan kehilangan Rizal, pembimbingnya selama ini. Namun akhirnya Anti menyanggupi ajakan Rizal. Anti menyerahkan itu semua padaNya, Dialah yang berkuasa atas segala hal. Untuk kali pertamanya mereka bertemu. Setibanya Anti di toko buku itu, ternyata Rizal

sudah sampai lebih dulu. Tiba tiba hp Anti berdering, ternyata Rizal menghubungi Anti. "Assalamu'alaikum... Anti kamu di mana?" terdengar suara Rizal. "Wa'alaikumsalam, aku udah di depan nih." jawab Anti. "Oh, ya udah aku ke depan deh. Hhhmm... Kamu pake baju apa ya?" tanya Rizal lagi. "Aku pakai baju coklat muda dan jilbab coklat motif kembang-kembang." Anti menjelaskan. Setelah mendengar penjelasan dari Anti, Rizal langsung memutuskan telponnya. Anti hanya bisa menunggu Rizal. Tidak lama kemudian, hp Anti berdering lagi, Rizal menelpon lagi memastikan kalau yang ia lihat itu adalah Anti. "Anti, kalau aku tidak salah, aku di belakang kamu." kata Rizal. Rizal langsung memutuskan telponnya. Anti dengan hati yang berdebar debar menoleh ke belakang. Subhanallah, diam-diam hati Anti berdzikir untuk menghilangkan rasa gugupnya. Rizal yang Anti lihat saat itu, sama sekali tidak mencerminkan seorang pria berusia 20 tahun. Ia tampak begitu dewasa dan berwibawa dengan dandanan seperti itu, ditambah lagi dengan kacamata yang bertengger di matanya. Rizal menyambut Anti dengan senyuman. Anti pun membalas senyuman Rizal dengan malu-malu sambil menundukkan pandangan. Mereka berdua berjalan seiring dengan tetap menjaga jarak. Tanpa Anti sadari, ternyata warna baju yang mereka pakai sama. Coklat muda. "Eeh, kita ngga janjian khan pake bajunya?" kata Rizal. Anti hanya tersenyum malu. "Kok bisa ya?" begitu bisik hatinya. Tak banyak kata yang mengalir dari perbincangan mereka berdua. Untuk beberapa saat mereka berpisah. Rizal menuju rak buku Islam, sedangkan Anti menuju rak novel kesukaannya. Anti mengira-ngira apa yang Rizal pikirkan tentang dirinya. Cukup lama mereka berpisah. Akhirnya mereka bertemu lagi setelah mendapatkan buku yang mereka cari. Rizal meminta buku yang Anti pilih. Ia bermaksud membelikannya untuk Anti sebagai hadiah pertemuan. Dan Anti tidak bisa menolaknya. Saat itu, jam sudah menunjukkan pukul 16.00, Rizal mengajak Anti untuk shalat Ashar. Setelah selesai shalat Ashar, mereka berdua pulang. Karena mereka searah, maka pulang bersama sampai di simpangan Pal, mereka berpisah karena arah mereka bertolak belakang. Tak lupa Rizal mengucapkan terima kasih pada Anti karena mau menemaninya

ke toko buku. Sepanjang perjalanan pulang, Anti tersenyum dalam hati. Begitu bahagianya ia dipertemukan dengan Rizal. Rizal begitu menjaga keislamannya. Dan Anti merasa aman dan bahagia di dekatnya. Namun Anti menyerahkan ini semua padaNya, biarlah Dia yang memutuskan. Masih asyik dengan lamunannya, tiba-tiba hp Anti berdering. Ternyata hanya SMS. Ya, Rizal mengirim SMS pada Anti. Kali ini, isinya cukup membuat Anti terkejut. "Ass, sudah sampai mana? Hati-hati ya dindaku sayang." begitu isinya. Membacanya, membuat Anti tersenyum. Rizal memanggil Anti dengan sebutan dinda. Sebutan untuk seorang kekasih. "Ya Rabb, lindungilah hambaMu ini, berilah hamba petunjuk." begitulah do'anya dalam hati. Anti tidak langsung membalas SMS dari Rizal. Sesampainya Anti di rumah, pas waktu shalat maghrib tiba. Anti istirahat sejenak untuk melepaskan lelah. Hp Anti berdering lagi, seperti biasa Rizal selalu mengingatkan Anti untuk shalat. Untuk kali keduanya, Rizal memanggil Anti dinda. "Ass, udah shalat maghrib belum? Jangan lupa untuk menyelipkan namaku di sela-sela do'amu, dindaku sayang. Rizal." isi pesan singkat itu. Setelah selesai membaca pesan singkat yang indah itu, Anti bergegas shalat maghrib. Anti tidak lupa pesan Rizal untuk menyelipkan namanya di setiap do'a Anti. Tanpa diminta pun Anti selalu menyebutkan nama Rizal di setiap do'anya. Entahlah, Anti belum juga ingin membalasnya. Mungkin ia masih terhanyut dalam rasa bahagianya. Sampai-sampai ia bingung harus bilang apa untuk membalasnya. Seperti biasa, Anti selalu memanfaatkan waktu sepertiga malamnya untuk berdo'a. Ia ingin mengungkapkan segala perasaan yang dialaminya, kebingungan dan kegundahan yang melanda hatinya pada Penciptanya. Perjalanan kisah mereka tidak selalu berjalan mulus. Keesokan harinya, Anti terkena musibah. Ia mengalami kecopetan di sebuah angkutan ketika pulang kuliah yang mengakibatkan hp-nya raib. Anti bingung karena nomor Rizal belum sempat ia hafal. Anti memang paling tidak suka kalau disuruh menghafal nomor telepon. Sesampainya Anti di rumah, ia langsung menuju pesawat telpon. Anti hanya ingat kepalanya saja 0855, selebihnya ia mencoba menekan secara acak meskipun sebenarnya ia tidak yakin berhasil. Dan ternyata memang tidak berhasil. Anti kehilangan Rizal, ia kehilangan pengingat shalatnya, pembimbing dirinya. Ia kehilangan pesan singkat yang indah itu yang belum sempat ia balas. Entahlah apa yang ada di pikiran Rizal saat ini, mungkin ia akan mencap Anti sebagai wanita yang angkuh dan sombong karena sampai saat ini SMS darinya belum juga dibalas. "Ya Allah, seandainya Rizal tahu apa yang sedang Anti alami sekarang." begitulah doa'nya dalam hati. Hampir tiga bulan mereka kehilangan kontak. Hingga pada suatu hari, Anti begitu ingin pergi ke toko buku tempat dulu mereka untuk kali pertama bertemu. Namun kali ini bukan itu niat Anti. Memang nama Rizal masih tersimpan baik-baik di dalam hatinya.

Entahlah, sepertinya ada sesuatu yang mendorong Anti untuk melangkah pergi ke tempat itu. Sesampainya di tempat itu, seperti biasa Anti langsung menuju rak novel. Anti teringat pertemuan empat bulan yang lalu dengan Rizal. Namun ia berusaha untuk tidak larut dalam kesedihannya. Kesedihan kehilangan Rizal. Terlalu asyiknya ia berjalan menuju kasir sambil membaca, ia menabrak seorang pria berkacamata yang juga sedang membaca. Buku mereka berjatuhan. Anti yang merasa bersalah berinisiatif meminta maaf lebih dulu sambil mengambilkan buku milik orang itu. Belum sempat Anti melihat wajah orang itu, namun pria berkacamata itu memanggil namanya. "Anti?" kata orang itu dengan penuh tanda tanya. Kontan saja Anti terkejut, karena sepengetahuannya ia belum pernah menyebut namanya. Perlahan Anti menegakkan pandangan, matanya tepat menuju mata pria berkacamata itu. Wajah yang ada di hadapannya, begitu jelas tergambar dalam ingatan Anti. Ya, wajah itu mengingatkan Anti pada seseorang. Lama juga mereka saling menatap. Hingga tanpa sadar Anti menyebutkan sebuah nama. "Rizal?" sebut Anti. Tak lama kemudian, mereka tersadar dari lamunannya masing-masing. Anti langsung kembali menundukkan pandangannya malu-malu. Diam-diam hatinya berdzikir, "Astaghfirullah... Ya Rabb, ampuni hambaMu ini yang telah melakukan dosa. Ya Rabb, Engkau mempertemukan kembali hamba dengan dia. Ini adalah kehendakMu, Ya Allah." Rizal memulai percakapan di antara mereka. "Anti, apa kabar, ke mana saja kamu? SMS dari ku tak pernah kau balas? Apa kamu marah padaku?" tanya Rizal dengan nada penasaran. Anti sudah menduga, kalau Rizal berpikir seperti itu tentang dirinya. Dan menanyakan tentang SMS yang tak pernah dibalasnya itu. Dengan perlahan-lahan Anti menjawab semua pertanyaan Rizal dan menjelaskan apa yang terjadi dengan dirinya waktu itu. "Abang Ri, alhamdulillah kabarku baik. Bukan maksudku tidak mau membalas SMS dari abang, hanya saja belum sempat aku membalas dan menghafal nomor hp abang Ri, hp-ku hilang dicopet. Aku sudah berusaha mengingatnya, sayangnya aku hanya ingat kepalanya saja 0855. Begitu ceritanya. Anti pikir, Anti telah kehilangan Abang Ri." jawab Anti. "Innalillahi... Tapi kamu nggak apa-apa khan?" tanya Rizal penuh kekhawatiran. "Alhamdulillah, aku nggak apa-apa. Mungkin ini ujian dariNya." Anti menjelaskan. "Syukurlah. Dan ternyata Allah telah mempertemukan kita lagi di tempat yang sama. Meskipun tanpa komunikasi, tanpa janjian terlebih dahulu." kata Rizal dengan semangat. Untuk kali keduanya Rizal menghadiahkan buku itu untuk Anti, kali ini dengan alasan

sebagai hadiah untuk dindaku sayang. Untuk kali keduanya juga Anti tidak bisa menolak pemberian dari Rizal. Anti menerimanya dengan malu-malu. Setelah acara di toko buku selesai, Rizal mengajak Anti makan di sebuah resto yang ada di dalam kompleks toko buku itu. Sambil makan, Rizal menanyakan suatu hal yang pribadi pada Anti. Rizal menanyakan tentang tipe calon suami yang Anti cari. Entahlah, mengapa tiba-tiba ia menanyakan itu pada Anti. Anti tetap menjawab sejujurnya tanpa ada prasangka apa-apa pada Rizal. "Tipe suami yang aku cari adalah yang bisa membimbingku menuju jalanNya, yang bisa membawaku menuju surgaNya, yang bisa menjadi imam, baik dalam shalatku maupun dalam kehidupan berumah tangga nantinya, yang mampu bertanggung jawab dunia dan akhirat. Hhhmmm... Pokoknya yang shaleh." jawab Anti dengan semangat. Merasa dirinya terlalu banyak bicara, Anti langsung meminta maaf. "Aduhh... Maaf ya kalau bicaraku terlalu banyak. Mungkin aku agak berlebihan." kata Anti. Rizal tidak berpikir seperti itu, malah ia senang mendengar Anti berbicara. "Oh... Nggak kok, malah aku senang mendengar kalau kamu bicara, lucu kayak nenek-nenek." ledek Rizal pada Anti. Diledek Rizal seperti itu, Anti langsung merubah mimik mukanya. Melihat perubahan mimik muka Anti, Rizal langsung minta maaf khawatir Anti marah. "Uupss... Maaf deh, becanda kok. Jangan marah ya, dindaku. Ngga kok, aku pikir wajarwajar saja kalau seseorang itu memiliki sebuah impian dan sebuah harapan. Namun masalahnya tidak ada manusia yang diciptakan sempurna. Sebaik-baiknya manusia, pasti ia pernah melakukan kesalahan. Apa kamu mau menerima segala kekuarangan dan kelebihan yang ada pada dirinya." kata Rizal serius. Anti tidak mau kalah. "Tentu saja, aku akan terima dia dengan segala kekurangan dan kelebihan yang dia punya. Dan Insya Allah, aku akan setia mendampinginya dalam suka dan duka. Aku akan tetap menyayanginya." jawab Anti. Rizal begitu serius memperhatikan cara Anti mengungkapkan pendapatnya. Mungkin dalam hati Rizal tertawa geli. Karena Anti kalau sudah bicara serius, tanpa ia sadari, katakata puitisnya keluar. Ya maklumlah, Anti itu pemilik sifat melankolis. Dan Rizal tahu itu. Kerap juga ia meledek Anti. Setelah selesai makan, Rizal mengajak Anti shalat Maghrib karena waktu sudah menunjukkan pukul 18.15. Kali ini Rizal mengajaknya shalat berjama'ah meskipun dengan menggunakan hijab. Anti kaget sekaligus senang, Rizal menjadi imam dan Anti menjadi ma'mum. Karena moment itulah yang selalu ia tunggu-tunggu. Memang, kebetulan di mushala itu baru mereka berdua yang shalat. Selesai shalat dan berdo'a, tanpa Anti duga Rizal mengungkapkan perasaannya pada Anti. Dengan selembar

kain sebagai hijab di antara mereka berdua, Rizal mengutarakan keinginannya untuk melamar Anti. Di keheningan suasana, suara Rizal terdengar begitu indah di balik hijab yang memisahkan mereka berdua. Anti mendengarkan dengan penuh cemas. "Assalamu'alaikum, dinda. Bang Ri mau bilang sesuatu. Tapi dinda jangan marah ya!" begitu katanya. "Wa'alaikumsalam. Bilang apa abang Ri? Bilang aja, Insya Allah Anti nggak marah." suara Anti terdengar lembut di balik hijab. "Sungguh Mahasuci Allah yang telah menganugerahkan rasa cinta kepada manusia. Rasa cinta itu begitu suci dan murni. Tidak sepantasnya kita menodainya. Kehadiran rasa cinta itu di dalam hati abang Ri, membuat abang Ri bingung dan takut. Abang Ri takut rasa cinta itu ternoda. Oleh karena itu, abang Ri akan membawa cinta ini ke jalan yang diridhaiNya. Sejak pertama kita bertemu dan kali ini atas kehendak Allah kita dipertemukan kembali, sebenarnya abang Ri mempunyai perasaan lebih pada dinda. Alhamdulillah abang Ri sudah minta petunjukNya. Dan semua itu mengarah pada dirimu, dinda. Setelah proses perkenalan yang kita lalui bersama, abang Ri berniat melamar dinda. Sekarang terserah pada diri dinda. Dinda boleh shalat istikharah lebih dulu mohon petunjukNya. Apapun itu keputusannya, abang Ri akan terima dengan ikhlas. Sekarang sudah malam, sebaiknya kita pulang, nanti dinda dicariin sama orang rumah." kata Rizal perlahan namun pasti. Anti benar-benar terkejut. Tanpa ia sadari, air mata menetes di pipi Anti. Anti menangis karena bahagia. Setelah itu, Anti tidak mampu berkata-kata lagi. Ia hanya menangis. Rizal yang melihat Anti menangis khawatir. Ia khawatir kalau ada kata-kata yang menyakiti hati dindanya. "Dinda, kenapa kamu menangis, maafkan aku kalau ada kata-kataku yang menyakiti hatimu." tanya Rizal dengan penuh kekhawatiran. Mendengar Rizal berkata seperti itu, Anti langsung menjelaskan alasan ia menangis. "Abang Ri, Anti menangis bukan karena ada kata-kata abang Ri yang menyakiti hati Anti. Anti menangis karena bahagia, do'a-do'a yang selalu Anti panjatkan disetiap shalat Anti akhirnya dikabulkan olehNya. Anti bahagia karena akhirnya Allah telah mengirimkan seseorang untuk menjadi pendamping hidup Anti dan itu adalah abang Ri. Dan Anti menangis karena ingat Almarhumah ibu. Seandainya beliau masih ada, pasti ikut merasakan kebahagiaan yang Anti rasakan sekarang. Ya Rabb, terimalah ia di sisiMu." kata Anti sambil terisak menangis. Mendengar Anti berdo'a, Rizal mengaminkan. "Aamiin... Ya sudah, sekarang kita pulang, hari sudah malam." ajak Rizal. Anti menolak diantar pulang oleh Rizal. Karena rumah mereka sama jauh dan Anti tidak mau merepotkan abangnya. Sebelum mereka berpisah, tidak lupa Rizal menanyakan nomor telpon rumah Anti dan alamat e-mailnya agar bisa tetap berkomunikasi.

Sesampainya di rumah, kira kira pukul 20.30, Rizal telpon untuk memastikan kalau Anti sudah sampai di rumah dengan selamat. Keesokan harinya, di tempat ia bekerja, Anti mengecek e-mail yang masuk dan ternyata ada e-mail dari Rizal. Isinya tentang rencana kedatangan dirinya bersama keluarga untuk silaturahmi tiga bulan lagi. Tiga bulan sudah Anti lalui dengan harap-harap cemas. Hingga tiba hari itu, keluarga Rizal datang. Dari perbincangan antara orangtua kedua belah pihak, akhirnya diputuskan hari pernikahan mereka yang insya Allah akan diadakan sekitar tiga bulan lagi. Waktu yang cukup singkat untuk mempersiapkan sebuah pernikahan. Tak henti-henti Anti berdzikir dalam hati. Ia amat bersyukur mendapatkan seorang Rizal. Rizal adalah seorang pria shaleh. Insya Allah. Meskipun mereka sama-sama masih kuliah, namun itu bukanlah penghalang bagi mereka untuk melaksanakan ibadah yang sangat mulia ini. Dan meskipun perbedaan usia mereka yang dua tahun itu, tidak menghalangi niat Rizal untuk memperistri Anti. Atas kehendakNya lah semua ini terjadi. Hingga tiba hari itu, hari pernikahan mereka berdua. Mereka begitu tampak bahagia. Semoga kehidupan baru yang akan mereka jalani, selalu mendapat berkah dan rahmat dariNya.

You might also like