You are on page 1of 28

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Persalinan adalah suatu proses dimana janin berpindah dari intrauterin ke lingkungan ekstra uterin. Ini merupakan diagnosis klinik yang didefinisikan sebagai permulaan dan menetapnya kontraksi yang bertujuan untuk

menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang berkesinambungan. Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas proses ini saat ini belum sepenuhnya dipahami. Induksi persalinan merujuk dimana kontraksi uterus diawali secara medis maupun bedah sebelum terjadinya partus spontan. Berdasarkan studi-studi terkini, rasionya bervariasi dari 9,5 33,7% dari semua kehamilan setiap tahun. Pada keadaan serviks yang tidak matang, jarang terjadi keberhasilan partus pervaginam. Dengan demikian, pematangan serviks atau persiapan induksi harus dinilai sebelum pemilihan terapi. Menurut British Columbia Reproductive Care Program, ada beberapa indikasi induksi persalinan, antara lain kehamilan posterm, penyakit ibu (diabetes, hipertensi), pecah ketuban sebelum waktunya (PROM), kematian janin. Induksi persalinan ini merupakan suatu intervensi aktif dengan potensi risiko baik pada ibu maupun janin. Risikonya meliputi peningkatan risiko persalinan seksio sesaria, denyut jantung janin yang abnormal, hiperstimulasi uterus, ruptur uteri, prolaps tali pusat, intoksikasi ibu, dan medikolegal (oksitosin sering dipertimbangkan oleh pengadilan sebagai kofaktor yang berhubungan dengan kondisi janin maupun neonatus yang abnormal). Saat ini sudah terbukti bahwa tindakan induksi persalinan semakin sering dilakukan. American College of Obstetricians and Gynecologists (1999a) berdasarkan resiko persalinan yang berlangsung secara cepat, tidak mendukung tindakan ini kecuali untuk indikasi-indikasi tertentu (rumah parturien yang jauh dari rumah sakit atau alasan psikososial). Luthy dkk

(2002): Tindakan induksi persalinan berhubungan dengan kenaikan angka kejadian tindakan sectio caesar.

BAB II INDUKSI PERSALINAN

2. 1 Definisi Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medicinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi persalinan, di mana pada akselerasi persalinan tindakan-tindakan tersebut untuk wanita hamil yang sudah inpartu. Persalinan induksi merupakan tindakan yang banyak dilakukan untuk mempercepat proses persalinan. Persalinan induksi dengan menambah kekuatan dari luar tidak boleh merugikan ibu dan janinnya dalam usaha menuju well born baby dan well health mother, sehingga diperlukan indikasi yang tepat, waktu yang baik, dan disertai evaluasi yang cermat. Disamping itu, untuk menanggapi atau menghadapi komplikasi dan tindakan lebih lanjut, induksi persalinan harus dilakukan di rumah sakit yang memiliki fasilitas tindakan operasi. Tujuan tindakan tersebut ialah mencapai his 3 kali dalam 10 menit, lamanya 40 detik.

2.2 Tujuan Induksi Tujuan melakukan induksi antara lain : Mengantisipasi hasil yang berlainan sehubungan dengan kelanjutan kehamilan Untuk menimbulkan aktifitas uterus yang cukup untuk perubahan serviks dan penurunan janin tanpa menyebabkan hiperstimulasi uterus atau komplikasi janin Agar terjadi pengalaman melahirkan yang alami dan seaman mungkin dan memaksimalkan kepuasan ibu.

2. 3 Etiologi Induksi persalinan dilakukan karena : Kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih dari sembilan bulan (kehamilan lewat waktu). Dimana kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu, belum juga terjadi persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian janin dalam rahim. Makin menurunnya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan : 1. pertumbuhan janin makin melambat. 2. Terjadi perubahan metabolisme janin. 3. Air ketuban berkurang dan makin kental. 4. Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia. Resiko kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali dibandingkan dengan kehamilan aterm. Komplikasi kehamilan lewat waktu : Letak defleksi, posisi oksiput posterior, distosia bahu dan perdarahan post partum. Pada kehamilan lewat waktu perlu diperhatikan dalam penanganan sehingga hasil akhir menuju well born baby dan well health mother dapat tercapai. Induksi juga dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu terkena infeksi serius atau menderita diabetes. Wanita diabetes yang hamil memiliki resiko mengalami resiko komplikasi. Tingkat kompliksai secara langsung berhubungan dengan kontrol glukosa wanita sebelum dan selama kehamilan dan dipengaruhi oleh kompliksai diabetik sebelumnya, meliputi : 1. Aborsi spontan (berhubungan dengan kontrol glikemi yang buruk pada saat konsepsi dan pada minggu-minggu awal kehamilan). 2. Hipertensi akibat kehamilan, mengakibatkan terjadinya preklampsi dan eklampsi.

3. Hidramnion 4. Infeksi : terutama infeksi vagina, infeksi traktus urinarius, infeksi ini bersifat serius karena dapat menyebabkan peningkatan resistensi insulin dan ketoasidosis, sering pada trimester dua dan tiga, yakni satu efek diabetogenik pada kehamilan yang paling besar karena resistensi insulin meningkat. Dapat mengancam kehidupan dan mengakibatkan kematian bayi, mengakibatkan cacat bawaan. Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan

beresiko/membahayakan hidup janin/kematian janin. Membran ketuban pecah sebelum adanya tanda-tanda awal persalinan (ketuban pecah dini). Ketika selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari vagina dapat masuk ke dalam kantong amnion. Temperatur ibu dan lendir vagina sering diperiksa (setiap satu sampai dua jam) untuk penemuan dini infeksi setelah ketuban ruptur. Bawaan ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan beresiko/membahayakan hidup janin/kematian janin. Mempunyai riwayat hipertensi. Gangguan hipertensi pada awal

kehamilan mengacu berbagai keadaan, dimana terjadi peningkatan tekanan darah maternal disertai resiko yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan janin. Preeklamsi, eklamsia, dan hipertensi sementara merupakan penyakit hipertensi dalam kehamilan, sering disebut dengan pregnancy-induced hypertensio (PIH). Hipertensi kronis berkaitan dengan penyakit yang sudah ada sebelum hamil. Preeklamsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang memiliki tekanan darah normal. Preeklamsia merupakan suatu penyakit vasospastik, yang ditandai dengan hemokosentrasi, hipertensi, dan proteinuria. Tanda dan gejala dari preeklamsi ini timbul saat masa kehamilan dan hilang dengan cepat setelah janin dan plasenta lahir. Kira-kira 85% preeklamsia ini terjadi pada kehamilan yang pertama. Komplikasi meliputi nyeri kepala, kejang, gangguan pembuluh darah otak, gangguan penglihatan (skotoma), perubahan kesadaran mental dan tingkat kesadaran.

Eklamsia adalah terjadinya konvulsi atau koma pada pasien disertai tanda dan gejala preeklamsia. Konvulsi atau koma dapat terjadi tanpa didahului ganguan neurologis. Hipertensi sementara adalah perkembangan hipertensi selama masa hamil atau 24 jam pertama nifas tanpa tanda preeklamsia atau hipertensi kronis lainnya.Hipertensi kronis didefenisikan sebagai hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum kehamilan mencapai 20 minggu. Hipertensi yang menetap lebih dari enam minggu pascapartum juga diklasifikasikan sebagai hipertensi kronis. 2.4 Indikasi Induksi Persalinan A. Indikasi Janin : 1. Kehamilan lewat waktu 2. Ketuban pecah dini 3. Janin mati B. Indikasi Ibu: 1. Kehamila lewat waktu 2. Kehamilan dengan hipertensi 3. Kehamilan dengan diabetes 2.5 Kontra Indikasi 1. Disproporsi sefalopelvik 2. Insufisiensi plasenta 3. Malposisi dan malpresentasi 4. Plasenta previa 5. Gemelli 6. Distensi rahim yang berlebihan 7. Grande multipara 8. Cacat rahim Untuk janin yang masih dalam kandungan, pertimbangannya adalah kondisi ekstrauterin akan lebih baik dari pada intrauterin, atau kondisi intrauterin tidak lebih baik atau mungkin membahayakan. Untuk ibu, pertimbangannya adalah menghindari/mencegah/mengatasi rasa sakit atau masalah-masalah lain yang membahayakan nyawa ibu.

Indikasi

janin,

misalnya:

kehamilan

lewat

waktu

(postmaturitas),

inkompatibilitas Rh. Pada saat usia kehamilan postmatur, diatas 10 hari lebih dari saat perkiraan partus, terjadi penurunan fungsi plasenta yang bermakna, yang dapat membahayakan kehidupan janin (gangguan sirkulasi uteroplasenta, gangguan oksigenasi janin). Indikasi ibu, misalnya: kematian janin intrauterin. Indikasi ibu dan janin, misalnya, preeklamsia berat.

2.6 Macam Induksi Persalinan 1. Medicinal a. Infus Oksitosin b. Prostaglandin c. Cairan hipertonik intrauterin

2. Manipulatif / tindakan a. Amniotomi b. Stripping of the Membrane c. Pemakaian rangsangan listrik

d. Rangsangan pada puting susu

2.7 Cara Induksi persalinan Induksi partus dapat dilakukan dengan berbagai cara 1. Secara Medis a. Infus oksitosin Dewasa ini telah ada oksitosin sintesis (bebas dari faktor vasopresin ) yaitu sintosinon dan pitosin. Dalam pemberian oksitosin perlu diingat bahwa enzim oksitosinase yang diproduksi di plasenta dapat menginaktifkan secara cepat oksitosin yang diberikan itu. Oksitosinase diperkirakan bekerja sebagai pelindung kehamilan. Kadar oksitosinase dalam plasma wanita hamil meningkat dengan tuanya kehamilan oksitosinase dalam plasma wanita hamil meningkat dengan tuanya kehamilan dengan kadar yang bervariasi hingga menimbulkan keadaan kehamilan yang bervariasi pula

seperti abortus iminens, partus prematur dsb. Peranannya dalam klinik masih tetap belum ditentukan. Syarat syarat pemberian infuse oksitosin : Agar infuse oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan dan tidak memberikan penyulit baik pada ibu maupun janin, maka diperlukan syarat syarat sebagai berikut: A. Kehamilan aterm B. Ukuran panggul normal C. Tak ada CPD D. Janin dalam presentasi kepala E. Servik telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah mulai membuka) Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai score Bishop, yaitu bila nilai Bishop lebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.

Tabel 1. Skor Pelvik menurut Bishop Skor Pembukaan serviks Pendataran serviks Penurunan kepala 0 0 0-30% -3 1 1-2 40-50% -2 2 3-4 60-70% -1,0 3 5-6 80% +1 +2

diukur dari Hodge III (cm) Konsistensi serviks Posisi serviks Keras Ke Sedang Searah Lunak Ke arah

belakang

sumbu jalan lahir

depan

Teknik infuse oksitosin berencana 1) Semalam sebelum infuse oksitosin, hendaknya klien sudah tidur dengan nyenyak. 2) Pagi harinya penderita diberi pencahar (Kandung kemih dan rektum dikosongkan) 3) Infuse oksitosin hedaknya dikerjakan pada pagi hari dengan observasi yang baik. 4) Disiapkan cairan dextrose 5% 500 ml yang diisi dengan 5 unit oksitosin. 5) Cairan yang sudah disiapkan mengandung 5 U oksitosin ini dialirkan secara intravena melalui saluran infuse dengan jarum no 20 G. 6) Jarum suntik intravena dipasangkan di vena bagian volar lengan bawah 7) Tetesan permulaan di buat agar kadar oksitosin berjumlah 2m U permenit. 8) Timbulnya kontraksi rahim dinilai dalam setiap 15 menit. Bila dalam waktu 15 menit ini HIS tetap lemah, tetesan dapat dinaikan. Umumnya tetesan maksimal diperbolehkan sampai mencapai kadar oksitosin 30-40 tetes/menit, maka berapapun kadar oksitosin yang dinaikan tidak akan menimbulkan tambahan kekuatan kontraksi lagi. Sebaiknya infuse oksitosin dihentikan. 9) Penderita dengan infus oksitosin harus diamati secara cermat untuk kemungkinan timbulnya tetania uteri, tanda-tanda rupture uteri

membakat, maupun tanda-tanda gawat janin. 10) Bila kontraksi timbul secara teratur dan adekuat , maka kadar tetesan oksitosin dipertahankan. Sebaliknya bila tejadi kontraksi rahim yang sangat kuat, jumlah tetesan dapat dikurangi atau sementara dihentikan. 11) Infuse oksitosin ini hendaknya tetap dipertahankan sampai persalinan selasai yaitu sampai satu jam sesudah lahirnya plasenta. 12) Evaluasi kemajuan janin pembukaan serviks dapat dilakukan dengan periksa dalam bila HIS telah kuat dan adekuat. Pada waktu pemberian infuse oksitosin bila ternyata kemudian persalinan telah berlangsung,

maka infuse oksitosin dilanjutkan sampai pembukaan lengkap. Segera setelah kala II dimulai, maka tetesan infuse oksitosin dipertahankan dan ibu di pimpin mengejan atau dipimpin dengan persalinan buatan sesuai dengan indikasi yang ada pada waktu itu. Tetapi bila sepanjang pemberiaan infuse oksitosin timbul penyulit pada ibu maupun janin. Maka infuse oksitosin harus segera dihentikan dan kehamilan segera diselesaikan dengan seksio sesarea.

Bahaya pemberian infus oksitosin : Aktivitas miometrium yang sangat meningkat. Hiperkontraktilitas yang timbul 5 menit atau lebih dapat menimbulkan tekanan intrauterin lebih 25 mmHg dan ini dapat mempengaruhi pengaliran oksigen ke janin. Ruptur uterus terjadi pada grande multipara atau bekas seksio saesarea, miomektomi atau bila ada disporporsi fetopelvik. Intoksikasi air. Pemberian infus oksitosin dengan cairan bebas elektrolit dalam waktu yang lama membuat penderita mengandung air lebih banyak oleh karena oksitosin dalam dosis 50 m U/ menit bekerja sebagai anti diuretik. Seksio saesarea pada distosia disebabkan kelainan his dilakukan pada : Pembukaan tidak ada kemajuan. Serviks yang sudah datar dan tipis menjadi tebal, bengkak dan biru. Tidak ada kemajuan dengan pemberian oksitosin secara hati hati. Air ketuban bercampur mekonium pada letak kepala dan denyut jantung janin menjadi lambat. Mulai adanya febris, takikardi, preeklampsia.

Relaksasi uterus Merelaksasikan uterus adalah usaha yang sulit, misalnya pada keadaan akan terjadi partus prematurus, abortus. Maka wajar pada

pemberian infus pitosin diadakan pengawasan yang ketat jangan sampai terjadi hiperaktivitas miometrium. Retodrine yang berasal dari isoxsuprine dan mempunyai sifat menimbulkan relaksasi uterus diberikan 50 200 g/ menit secar intravena. Jika telah berhasil maka dosis 40 g/ menit dengan infus dapat dikurangi dan diterusakan dengan pemberian peroral. Pengaruh kardiovaskuler terhadap ibu dalam bentuk sedikit peningkatan tekanan sistolik dan sedikit sekali penurunan diastolik menimbulkan tekanan nadi meningkat dan penderita mengalami takikardi yang masih dapat ditolelir. Juga janin mengalami takikardi tapi tidak membahayakan. Menenangkan uterus masih merupakan suatu usaha di bidang obstetri. b. Prostaglandin Prostagladin dapat merangsang otok otot polos termsuk juga otototot rahim. Prostagladin yang spesifik untuk merangsang otot rahim ialah PGE2 dan PGF2 alpha. Untuk induksi persalinan dapat diberikan secara intravena, oral. Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan prostagladin cukup efektif. Pengaruh sampingan dari pemberian

prostaglandin ialah mual, muntah, diare.

Induksi persalinan dengan Misoprostol Mekanisme kerja molekuler prostaglandin dalam mematangkan serviks sampai saat ini masih belum jelas. Beberapa tahun berikutnya : 1. Memodulasi kegiatan fibroblast dan selanjutnya mengendalikan sifatsifat biofisik dan biokimia matriks ekstra seluler. 2. Menginduksi produksi asam hyaluronat oleh fibroblast serviks sehingga meningkatkan hidrasi dan proteoglikan. 3. Sebagai bahan kemotaktik yang menyebabkan infiltrasi lekosit dan makrofag kestroma serviks. mengibah komposisi glikoaminoglokan/

Karakteristik misoprostol Mempunyai struktur kimia Methyester prostaglandin E1(methyl 11, 16dihygroxy-16 methyl-9 oxoprost-13-2n-i-oate), berikatan secara selektif dengan reseptor prostaniol EP2 dan EP3, dan metabolitr aktifnya adalah asam misoprostol. Ada 2 macam kemasan yaitu : 1. 200 mcg (Indonesia) 2. 100 mcg

Di pasarkan untuk pencegahan/pengobatan tukak lambung. Absobsi cepat dan efektif baik secar oral, vaginal maupun rektal. Pada

penggunaan pervaginam, terjadi peningkatan bertahap maksimum 60-120 menit dan pada menit ke 240 masih 60% kadar puncak, ada kemungkinan akumulasi pada kadar lebih dari 400 mcg setiap 8-12 jam. Penelitian lain menyatakan bahwa konsentrasi plasma maksimal dicapai 34 menit setelah pemberian sedangkan pada pervaginam di capai 80 menit, yang berbeda adalah pada pemberian pervaginam terjadi perpanjangan konsentrasi dalam serum sehingga peningkatan tonus bertahan lebih lama. Sangat murah atau bandingkan dengan prostin E2, mudah disimpan dan dipindahkan tanpa pendingin sehingga cepat saji, merupakan obat untuk pematangan serviks dan perangsang miometrium yang efektif. Keamanan Dibandingkan dengan kontrol, misoprostol menimbulkan takhisistole dan hiperstimulasi 2 kali lebih banyak, meskipun hal ini juga tregantung dosis 25 mcg mengurangi hiperstimulasi. Tidak ada perbedaan jumlah bayi yang di rawat di NICU dan mempunyai skor Apgar yang rendah, dibandingkan dengan kelompok kontrol. Keberhasilan Meningkatkan sklor pekvik secra bermakna pada pemberian oral atupun perbaginam. Terdapat peningkatn yang bermakna jumlah pasien yang melahirkan pervaginam dalam 12 jam dan jumlah pasien yang melahirkan dalam 24 jam. Penggunaan misoprostol juga telah memperpendek waktu

antar pasang pertama sampai melahirkan dalam 5 jam dan interval mulai induksi sampai melahirkan. Dampak terhadap angka bedah sesar induksi misoprostol dengan amn dapat menurunkan angka bedah sesar dibanding induksi obat lain. Angka persalinan dengan bedah sesar secra bermakna lebih rendah pada pemberian peroral. Dampak terhadap angka bedah sesar Induksi Misoprostol dengan aman dapat menurunkan angka sesar dibanding induksi dengan obat lain. Angka persalinan dengan bedah sesar secara bermakna lebih rendah pada pemberian peroral. Oral atau vagina Pemberian misoprostol secara efektif dapat mematangkan serviks dan menginduksi persalinan pada ketuban pecah prematur. Bila dibandingkan dengan pemberian pervaginam, maka jumlah pasien yang melahirkan dalam waktu 12 dan 24 jam, lama pasang sampai persalinan, adanya takhistole dan hiperstimulasi, rendahnya skor Apgar dan perawatan di NICU, tidak berbeda secra bermakna. Pemberian pervaginam lebih efektif dibanding pemberian oral atau kombinasi oral dan vaginam tetapi hiperstimulasi dan takhisistole dilaporkan lebih banyak pada pemberian pervaginam. Pematangan serviks secara poliklinis Karena sebagian besar pasien mengalami persalinan dan kebutuhan adanya pemantauan janin maka pematangan secara poliklinis tidak direkomendasikan. Dosis Meskipun angka penyulit dengan dosis 25 mcg lebih rendah dan efektivitasnya sama dengan penyulit yang lebih rendah tetapi secara teknis sulit mendapatkan 25 mcg. Dosis 50 mcg, tiap 8 jam mungkin dapat digunakan sebgai jalan tengah sambil menunggu masuknya misoprostol dosis 100 mcg. Penggunaan untuk bekas bedah sesar Mengigat datanya masih belum cukup, maka pembrian misoprostol untuk kasus bekas bedah sesar sampai saat ini tidak dianjurkan.

Prosedur penggunaan misoprostol untuk induksi persalinan : 1. Buat prosedur tetap penggunaan misoprostol, termasuk prosedur bila ada penyulit 2. Pertindik yang dimengerti dan disetujui, pertindik ini juga berisi informasi mengenai status off-labelnya 3. Pemeriksaan kardiotopografi, sebelumnya harus normal 4. Harus dengan syarat, indikasi dan kontra indikasi yang jelas dan bukan untuk akselerasi. Periksa sendiri hasil rekaman kardiotopografi dan skor pelvis 5. Dosis 25-50 mcg tiap 6 sampai 8 jam pervaginam maksimal 4 x pemberian. Pemberian oral dianjurkan dengan dosis yang sama. 6. Jangan melakukan manipulasilain misalnya pemberian uteritonika lain ataupun kristeler

Indikasi pemberian misoprostol :

Semua keadaan yang memerlukan terminasi kehamilan, misalnya: 1. Kehamilan lewat waktu 2. Intra uterin fetal death (IUFD) 3. Preeklampsi/eklampsi 4. KPP 5. Kehamilan dengan penyakit tertentu misalnya diabetes militus, KP, asma

c. Cairan hipertonik intra uteri Pemberian cairan hipertonik intramnnion dipakai untuk merangsang kontraksi rahim pada kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik yang dipakai dapat berupa cairan garam hipertonik 20% , urea dan lain-lain. Kadang-kadang pemakaian urea dicampur dengan prostagladin untuk memperkuat rangsangan pada otot-otot rahim. Cara ini dapat menimbulkan penyakit yang cukup berbahaya, misalnya hipernatremia, infeksi dan gangguan pembekuan darah.

2. Secara manipulatif a. Amniotomi Amniotomi artifisialisis dilakukan dengan cara memecahkan ketuban baik di bagian bawah depan ( fore water ) maupun dibagian belakang ( hind water ) dengan suatu alat khusus (drewsmith catheter ). Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti bagaimana pengaruh amniotomi dalam merangsang timbulnya kontraksi rahim. Beberapa teori mengemukakan bahwa : - Amniotomi dapat mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga tenaga kontraksi rahim dapat lebih kuat untuk membuka serviks. - Amniotomi menyebabkan berkurangnya aliran darah didalam rahim kira kira 40 menit setelah amniotomi dikerjakan, sehingga berkurangnnya oksigenesi otot- otot rahim dan keadaan ini meningkatkan kepekaan otot rahim. - Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung menekan dinding serviks dimana didalamnya terdapat banyak syaraf syaraf yang merangsang kontraksi rahim. Bila setelah amniotomi dikerjakan 6 jam kemudian, belum ada tanda tanda permulaan persalinan, maka harus diikuti dengan cara cara lain untuk merangsang persalinan, misalnya dengan inpus oksitosin. Pada amniotomi perlu diingat akan terjadinya penyulit penyulit sebagai berikut : - Infeksi - Prolapsus funikuli - Gawat janin - - Tanda tanda solusio palsenta ( bila ketuban sangat banyak dan dikeluarkan secara tepat).

Tehnik amniotomi : Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan di masukkan kedalam jalan lahir sampai sedalam kanalis servikalis. Setelah kedua jari berada dalam kanalis servikalis, maka posisi jari diubah sedemikian rupa, sehingga telapak tangan menghadap kearah atas. Tangan kiri kemudian memasukan pengait khusus kedalam jalan lahir dengan tuntunan kedua jari yang telah ada didalam. Ujung pengait diletakkan diantara jari telunjuk dan jari tengah tangan yang didalam. Tangan yang diluar kemudian memanipulasi pengait khusus tersebut untuk dapat menusuk dan merobek selaput ketuban. Selain itu menusukkan pengait ini dapat juga dilakukan dengan satu tangan, yaitu pengait dijepit diantara jari tengah dan jari telunjuk tangan kanan, kemudian dimasukkan kedalam jalan lahir sedalam kanalis servikalis. Pada waktu tindakan ini dikerjakan, seorang asisten menahan kepala janin kedalam pintu atas panggul. Setelah air ketuban mengalir keluar, pengait dikeluarkan oleh tangan kiri, sedangkan jari tangan yang didalam melebar robekan selaput ketuban. Air ketuban dialirkan sedikit demi sedikit untuk menjaga kemungkinan terjadinya prolaps tali pusat, bagian bagian kecil janin, gawat janin dan solusio plasenta. Setelah selesai tangan penolong ditarik keluar dari jalan lahir. b. Melepas selaput ketuban dan bagian bawah rahim ( stripping of the membrane) 1. Yang dimaksud dengan stripping of the membrane, ialah melepaskan ketuban dari dinding segmen bawah rahim secara menyeluruh setinggi mungkin dengan jari tangan. Cara ini dianggap cukup efektif dalam merangsang timbulnya his. 2. Beberapa hambatan yang dihadapi dalam melakukan tindakan ini, ialah : - Serviks yang belum dapat dilalui oleh jari. - Bila didapatkan persangkaan plasenta letak rendah, tidak boleh dilakukan. - Bila kepala belum cukup turun dalam rongga panggul.

c. Pemakaian rangsangan listrik Dengan dua electrode, yang satu diletakkan dalam servik, sedangkan yang lain ditempelkan pada dinding perut, kemudian dialirkan listrik yang akan memberi rangsangan pada serviks untuk menimbulkan kontraksi rahim. Bentuk alat ini bermacam macam, bahkan ada yang ukurannya cukup kecil sehingga dapat dibawa bawa dan ibu tidak perlu tinggal di rumah sakit. Pemakaian alat ini perlu dijelaskan dan disetujui oleh pasien. d. Rangsangan pada puting susu (breast stimulation ) Sebagaimana diketahui rangsangan puting susu dapat mempengaruhi hipofisis posterior untuk mengeluarkan oksitosin sehingga terjadi kontraksi rahim. Dengan pengertian ini maka telah dicoba dilakukan induksi persalinan dengan merangsang puting susu. Pada salah satu puting susu, atau daerah areola mammae dilakukan masase ringan dengan jari si ibu. Untuk menghindari lecet pada daerah tersebut, maka sebaiknya pada daerah dapat jam 1 jam, kemudian istirahat beberapa jam dan kemudian dilakukan lagi, sehingga dalam 1 hari maksimal dilakukan 3 jam. Tidak dianjurkan untuk melakukan tindakan ini pada kedua payudara bersamaan, karena ditakutkan terjadi perangsangan berlebihan. Menurut penelitian di luar negeri cara induksi ini memberi hasil yang baik. Cara cara ini baik sekali untuk melakukan pematangan serviks pada kasus kasus kehamilan lewat waktu.

2.8 PATOFISIOLOGI Induksi persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanya penyakit penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes, kematian janin, ketuban pecah dini. Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim. Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan lewat waktu adalah meningkatnya resiko kematian dan kesakitan perinatal. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38

minggu dan kemudian mulai menurun setelah 42 minggu, ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. 2.9 Manifestasi Klinik Manifestasi yang terjadi pada induksi persalinan adalah kontraksi akibat induksi mungkin terasa lebih sakit karena mulainya sangat mendadak sehingga mengakibatkan nyeri. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan, itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam pengawasan ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya dokter akan menghentikan proses induksi kemudian dilakukan operasi caesar.

2.10 Komplikasi Induksi persalinan dengan pemberian oksitosin dalam infuse intravena jika perlu memecahkan ketuban, cukup aman bagi ibu apabila syarat syarat di penuhi. Kematian perinatal agak lebih tinggi daripada persalinan spontan, akan tetapi hal ini mungkin dipengaruhi pula oleh keadaan yang menjadi indikasi untuk melakukan induksi persalinan. Kemungkinan bahwa induksi persalinan gagal dan perlu dilakukan seksio sesarea, harus selalu

diperhitungkan.

BAB III PERSALINAN PER VAGINAM DENGAN VAKUM

3.1 Definisi Ekstraksi Vakum Ekstraksi vakum adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan ekstraksi tenaga negatif (vakum) pada kepalanya. Alat ini dinamakan ekstraktor vakum atau ventouse.

3.2 Bagian-bagian Ekstraktor Vakum 1. Mangkuk (cup) Bagian yang dipakai untuk membuat kaput suksedaneum artifisialis. Dengan mangkuk ini kepala diekstraksi. Diameter mangkuk : 3,4,5,6 cm. Pada dinding belakang mangkuk terdapat tonjolan untuk tanda letak denominator. 2. Botol Tempat membuat tenaga negatif (vakum). Pada tutup botol terdapat manometer, saluran menuju tempat penghisap, saluran menuju mangkuk yang dilengkapi pentil. 3. Karet penghubung 4. Rantai penghubung antara mangkuk dan pemegang 5. Pemegang (extraction handle) 6. Pompa penghisap (vacuum pump)

3.3 Indikasi dan Kontraindikasi 1.3.1 Indikasi dari dilakukan vakum antara lain adalah : 1. Dari pihak ibu: a. Untuk memperpendek kala II, misalnya pada penyakit jantung kompensata atau penyakit paru fibrotik. b. Kala II yang memanjang. 2. Dari pihak janin: gawat janin (masih kontroversi) 1.3.2 Kontraindikasi dilakukan vakum: 1. Dari pihak ibu: a. Ruptur uteri membakat b. Pada penyakit-penyakit dimana ibu secara mutlak tidak boleh mengejan, misal penyakit payah jantung, pre eklampsia berat 2. Dari pihak janin a. Letak muka b. After coming head c. Janin preterm 1.3.3 Syarat- syarat ekstraksi vakum sama dengan ekstrasi cunam : 1. Janin harus dapat lahir pervaginam (tidak ada disproporsi

sefalopelvik) 2. Pembukaan serviks lengkap. 3. Kepala janin sudah cakap ( mencapai letak dan sudah terjadi engagement). 4. Kepala janin harus dapat dipegang oleh cunam. 5. Janin hidup 6. Ketuban sudah pecah atau dipecah. Tetapi pada ekstraksi vakum syaratnya lebih luas, yaitu: 7. Pembukaan lebih dari 7 cm (hanya pada multigravida). 8. Penurunan kepala janin boleh pada Hodge II. 9. Harus ada kontraksi rahim dan ada tenaga mengejan.

3.4 Prosedur Ekstraksi Vakum 1. Ibu tidur dalam posisi litotomi

2. Pada

dasarnya

tidak

diperlukan

narkose

umum,

bila

waktu

pemasangan mangkuk, ibu mengeluh nyeri, dapat diberikan anastesia infiltrasi atau pudendal nerve block. Apabila cara ini tidak berhasil, boleh diberikan anastesi inhalasi tapi hanya terbatas pada saat pemasangan mangkok saja. 3. Setelah semua bagian-bagian ekstraktor vakum terpasang, maka dipilih mangkok yang sesuai dengan pembukaan serviks. Pada pembukaan serviks lengkap biasanya dipakai mangkuk nomer 5. Mangkuk dimasukkan ke dalam vagina dengan posisi miring dan dipasang pada bagian terendah kepala, menjauhi ubun-ubun besar. Tonjolan pada mangkuk, diletakkan sesuai dengan letak denominator.

4. Dilakukan penghisapan dengan pompa penghisap dengan tenaga 0,2 kg/cm2 dengan interval 2 menit. Tenaga vakum yang diperlukan adalah: 0,7 0,8 kg/cm2. Ini membutuhkan waktu kurang lebih 6-8 menit. Dengan adanya tenaga negatif ini, maka pada mangkuk akan terbentuk kaput suksedaneum artifisialis (chignon). 5. Sebelum mulai melakukan traksi, dilakukan periksa dalam ulang, apakah ada bagian-bagian jalan lahir yang ikut terjepit. 6. Bersamaan dengan timbulnya his, ibu disuruh mengejan, dan mangkuk ditarik searah dengan arah sumbu panggul. Pada waktu melakukan tarikan ini harus ada koordinasi yang baik antara tangan kiri dan tangan kanan penolong. 7. Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri menahan mangkuk, sedang tangan kanan melakukan tarikan dengan memegang pada

pemegang. Maksud tangan kiri menahan mangkuk adalah agar

mangkuk selalu dalam posisi yang benar dan bila sewaktu-waktu mangkuk lepas maka mangkuk tidak akan meloncat ke arah muka penolong. 8. Traksi dilakukan terus selama ada his dan harus mengikuti putaran paksi dalam, sampai akhirnya suboksiput berada di bawah simfisis. Bila his berhenti, maka traksi juga dihentikan. Berarti traksi dikerjakan secara intermiten, bersama-sama dengan his. 9. Kepala janin dilahirkan dengan menarik mangkuk ke arah atas, sehingga kepala janin melakukan gerakan defleksi dengan suboksiput sebagai hipomokhlion dan berturut-turut lahi bagian-bagian kepala sebagaimana lazimnya. Pada waktu kepala melakukan gerakan defleksi ini, maka tangan kiri penolong segera menahan perineum. Setelah kepala lahir, pentil dibuka, udara masuk kedalam botol, tekanan negatif menjadi hilang, dan mangkuk dilepas.

10. Bila diperlukan episiotomy, maka dilakukan sebelum pemasangan mangkuk atau pada waktu kepala membuka vulva.

3.5 Kriteria Vakum Gagal 1. Waktu dilakukan traksi, mangkuk lepas tiga kali. Hal ini disebabkan oleh : a. Tenaga vakum terlalu rendah. b. Tenaga negatif dibuat terlalu cepat, sehingga tidak terbentuk kaput seksudaneum yang sempurna yang mengisi seluruh mangkuk. c. Selaput ketuban melekat antara kulit kepala dan mangkuk sehingga mangkuk tidak bisa mencengkeram dengan baik. d. Bagian-bagian jalan lahir ada yang terjepit ke dalam mangkuk. e. Tangan kanan dan kiri penolong tidak bekerja sama dengan baik. f. Traksi terlalu kuat. g. Cacat pada alat misalnya ada kebocoran pada karet penghubung. h. Adanya disproporsi sefalo pelvik. 2. Dalam setengah jam dilakukan traksi, janin tidak lahir.

3.6 Komplikasi Ekstraksi Vakum 1. Ibu a. Perdarahan b. Trauma jalan lahir c. infeksi 2. Janin a. Ekskoriasi kulit kepala b. Sefalhematoma

c. Subgaleal hematoma. Hematoma ini cepat diresorbsi tubuh janin. Bagi janin yang belum punya fungsi hepar baik, dapat

menyebabkan ikterus neonatorum yang agak berat d. Nekrosis kulit kepala yang dapat menimbulkan alopesia

3.7 Keunggulan dan Kerugian Ekstraksi Vakum Dibandingkan Cunam Keunggulan : 1. Pemasangan mudah (mengurangi bahaya trauma dan infeksi). 2. Tidak perlu narkosis umum. 3. Mangkuk tidak menambah besar ukuran kepala yang harus melalui jalan lahir. 4. Ekstraksi vakum dapat dipakai pada kepala yang masih tinggi dan pembukaan serviks belum lengkap. 5. Trauma pada kepala janin lebih ringan. Kerugian : 1. Persalinan janin memerlukan waktu yang lebih lama. 2. Tenaga traksi tidak sekuat seperti pada cunam. 3. Pemeliharaan lebih sukar karena bagian-bagiannya terbuat dari karet dan harus kedap udara.

BAB IV PERSALINAN PER VAGINAM DENGAN FORCEPS

4.1 Definisi Ekstraksi Cunam atau Forceps Ekstraksi cunam yaitu suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan suatu tarikan cunam yang dipasang pada kepalanya.

4.2 Bentuk dan Bagian Cunam

Terdiri dari : 1. Sepasang cunam terdiri dari dua sendok, yaitu sendok kiri dan sendok kanan. Sendok kiri ialah sendok yang dipegang oleh tangan kiri dan diletakkan di sebelah kiri panggul ibu. Sendok kanan ialah sendok yang dipegang oleh tangan kanan dan diletakkan di sebelah kanan panggul ibu. 2. Sendok cunam mempunyai bagian-bagian sebagai berikut :

a. Daun cunam. Bagian yang dipakai untuk mencengkam kepala janin. Umumnya mempunyai 2 lengkungan, yaitu: lengkungan panggul (pelvic curve) ialah lengkungan daun cunam yang disesuaikan dengan lengkungan panggul dan lengkungan kepala (cephalic curve) ialah lengkungan daun cunam yang disesuaikan dengan lengkungan kepala janin. b. Tangkai cunam (shank) Bagian antara daun dan kunci cunam. Terdiri dua macam : tangan terbuka dan tangkai tertutup. c. Kunci cunam (lock). Terdiri dari : - Kunci Prancis : Tangkai cunam dipersilangkan kemudian disekrup. - Kunci Inggris : kedua tangkai cunam disilangkan dan dikunci dengan cara kait mengkait (interlocking), misalnya cunam Naegele. - Kunci Jerman : bentuk kunci cunam yang merupakan kombinasi

antara bentuk kunci Perancis dan kunci Inggris, misalnya cunam Simpson. - Kunci Norwegia : bentuk kunci cunam yang dapat diluncurkan (slidinglock), misalnya cunam Kjelland. d. Pemegang cunam (handle) Bagian yang dipakai memegang pada waktu ekstraksi.

Jenis Cunam berdasarkan Bentuknya: a. Tipe Simpson Bentuk cunam ini mempunyai tangkai cunam yang terbuka, sehingga lengkungan kepala lebih mendatar dan lebih besar. Bentuk cunam ini baik untuk kepala janin yang sudah mengalami moulase. b. Tipe Elliot Bentuk cunam ini mempunyai tangkai yang tertutup, sehingga lengkungan kepala lebih bundar dan lebih sempit. Cunam jenis ini baik untuk kepala yang bundar dan belum mengalami moulase. c. Tipe Khusus Ada bentuk khusus cunam, misalnya cunam Piper yang dipakai untuk melahirkan kepala janin pada letak sungsang.

4.3 Fungsi Cunam 1. Ekstraktor 2. Rotator 3. Ekstrator dan Rotator bersamaan

4.4 Pembagian Pemakaian Cunam Berdasarkan penurunan kepala ke dalam panggul, maka ekstraksi cunam dibagi menjadi: 1. Cunam Tinggi (High Forceps) Ekstraksi cunam dimana kepala masih diatas pintu atas panggul (floating head). Ekstraksi cunam tinggi dapat menimbulkan trauma yang berat untuk ibu maupun janinnya oleh karena itu, cara ini sudah tidak dipakai lagi dan diganti degan seksio sesarea. 2. Cunam Tengah (Mid Forceps) Ekstraksi cunam yang tidak memenuhi kriteria cunam tinggi maupun cunam rendah, tetapi kepala sudah cakap (mencapai letak = engaged). Pada ekstraksi cunam tengah, fungsi cunam ialah ekstraksi dan rotasi, karena harus mengikuti gerakan putaran paksi dalam. Sekarang ekstraksi cunam tengah sudah jarang dipakai dan diganti dengan ekstraksi vakum atau seksio sesarea. 3. Cunam Rendah (Low Forceps) Ekstraksi cunam sudah mencapai pintu bawah panggul dan sutura sagitalis sudah dalam anteroposterior. Sampai sekarang pemasangan cunam jenis ini paling sering dipakai. Syarat: 1. 2. Janin harus dapat lahir pervaginam (tidak ada disproporsi sefalopelvik) Pembukaan serviks lengkap. janin sudah cakap (mencapai letak = sudah terjadi

3. Kepala

engagement) 4. 5. 6. Kepala janin harus dapat di pegang oleh cunam Janin hidup. Ketuban sudah pecah atau dipecah

4.5 Indikasi dan Kontraindikasi Ekstraksi Cunam Indikasi : A. Indikasi Relatif (elektif, profilaktif) 1. Ekstraksi cunam yang bila dikerjakan akan menguntungkan ibu ataupun janinnya, tetapi bila tidak dikerjakan, tidak akan merugikan, sebab bila dibiarkan, diharapkan janin akan lahir dalam 15 menit berikutnya. 2. Indikasi relatif dibagi menjadi: a. Indikasi de Lee. Ekstraksi cunam dengan syarat kepala sudah di dasar panggul; putaran paksi dalam sudah sempurna; m. levator ani sudah teregang dan syarat ekstraksi cunam lainnya sudah dipenuhi. b. Indikasi Pinard. Ekstraksi cunam yang mempunyai syarat sama dengan indikasi de lee, penderita harus sudah mengejan 2 jam.

B. Indikasi Absolut (mutlak) 1. Indikasi Ibu Eklampsi, preeklampsi, ruptura uteri membakat, ibu dengan penyakit jantung, paru , dan lain-lain. 2. Indikasi janin : gawat janin . 3. Indikasi waktu : kala II memanjang.

Kontraindikasi : Bila semua syarat dipenuhi tidak ada kontra indikasi.

You might also like