You are on page 1of 12

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa: Nama Nim Judul PKRMS : : : A. Ahmed Onterio C 111 09 874 Amoebiasis

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar,

April 2013

Mengetahui, Pembimbing

dr. Mahirina Marjani

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................... 1 DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 2 PENDAHULUAN ............................................................................................................. 3 EPIDEMIOLOGI .............................................................................................................. 3 ETIOLOGI ........................................................................................................................ 4 PATOGENESIS ............................................................................................................... 5 MANIFESTASI KLINIS ................................................................................................. 6 DIAGNOSIS........................................................................................................................8 DIAGNOSIS BANDING ........................................... ....................................................... 9 PENATALAKSANAAN ..................................................................................................10 KOMPLIKASI ................................................................................................................ 11 PROGNOSIS .................................................................................................................... 11 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 12

AMOEBIASIS

I.

PENDAHULUAN Amoebiasis disebabkan oleh Entamoeba histolytica dengan atau tanpa manifetasi klinis, dan disebut juga sebagai penyakit bawaan makanan (Food Borne Disease). 1 Entamoeba histolytica pertama kali ditemukan oleh Lambl tahun 1859. Pada tahun 1875 Losch membuktikan sifat patogen dari parasit ini dari tinja disentri seorang penderita di Leningrad, Rusia. Pada autopsi pasien dengan ulkus usus, Losch menemukan Entamoeba histolytica bentuk trofozoit dalam usus besar, tetapi ia tidak mengetahui hubungan kausal antara parasit ini dengan kelainan ulkus usus tersebut. Pada tahun 1893 Quiche dan Roos menemukan Entamoeba histolytica dalam bentuk kista, sedangkan Schaudin tahun 1903 memberi nama spesies Entamoeba histolytica dan membedakannya dengan amoeba yang juga hidup dalam usus besar yaitu Entamoeba coli. Sepuluh tahun kemudian Walker dan Sellards di Filipina membuktikan dengan eksperimen pada sukarelawan bahwa Entamoeba histolytica merupakan penyakit parasit komensal dalam usus besar.3-6

II.

EPIDEMIOLOGI Penyakit ini merupakan penyebab ketiga kematian akibat infeksi parasit diseluruh dunia setelah malaria dan schistosomiasis. Amebiasis merupakan penyakit endemis diseluruh dunia, diperkirakan prevalensi Entamoeba histolytica didunia sekitar 10%. Menurut estimasi sekitar 100.000 kematian diseluruh dunia tiap tahunnya akibat penyakit ini. Penyakit ini sering ditemukan di negara berkembang dengan iklim tropis dan subtropis daripada didaerah beriklim sedang.1 World Health Organization (WHO) (1968) mengklasifikasikan amebiasis menurut gejalanya antara lain simptomatik dan asimptomatik. Amebiasis tanpa gejala terjadi pada 90% penderita yang terinfeksi. Penderita dengan tanpa
3

gejala inilah yang berpotensi sebagai sumber penularan. Amebiasis juga dapat menjalar diluar intestinal melalui aliran darah menuju otak, hati, paru, dan limpa. 4 Frekuensi infeksi amebiasis meningkat pada daerah yang memiliki sanitasi buruk, selain itu penyakit ini banyak ditemukan pada golongan masyarakat ekonomi rendah, kekurangan gizi, daerah penduduk yang padat dan lingkungan yang kurang sehat. 1,4

III.

ETIOLOGI Hospes dari parasit ini adalah manusia dan kera. Di cina, anjing dan tikustikus liar merupakan sumber infeksi bagi manusia. Walaupun bukan merupakan faktor terpenting dalam penyebaran penyakit pada manusia, maka hewan-hewan ini dianggap sebagai hospes reservoir dari Entamoeba histolytica.3 Habitat dari stadium trofozoit parasit ini (stadium yang menginfeksi jaringan = stadium histolitika) hidup dalam jaringan mukosa dan submukosa dari usus besar manusia. Stadium minuta dan stadium kista ditemukan dilumen dari usus besar manusia.3 Dalam siklus hidupnya Entamoeba histolytica terdapat tiga bentuk yaitu: 1. Bentuk histolitika: besarnya 20-40 mikron, inti entameba ada satu dengan kariosom letak sentral, endoplasma dengan vakuol-vakuol, ada eritrosit, ektoplasma membentuk pseudopodium. 2. Bentuk minuta: besarnya 10-20 mikron, mempunyai satu inti entameba dengan kariosom letak sentral, endoplasma dengan vakuol-vakuol, tanpa eritrosit, ektoplasma membentuk pseudopodium. 3. Bentuk kista: besarnya 10-20 mikron, mempunyai satu atau empat inti, terlihat benda kromatid.2

IV.

PATOGENESIS Masa inkubasi dari infeksi Entamoeba histolytica ini berkisar antara 4 dan 5 hari. Saat stadium histolitika dari parasit ini memasuki mukosa usus besar, maka stadium ini akan mengeluarkan enzim histolisin yang akan

menghancurkan jaringan, lalu stadium histolika ini akan memasuki lapisan submukosa setelah menembus lapisan muskularis mukosa. Dilapisan submukosa, Amoeba ini akan memperbanyak diri dengan cara pembelahan menjadi jumlah yang banyak dan membentuk koloni dan menghancurkan jaringan disekitarnya dan menjadikan bahan yang sudah dihancurkan menjadi makanan. Kemudian Amoeba akan bergerak ke segala arah dan

menghancurkan daerah submukosa dan akan membentuk abses yang akhirnya pecah dan menimbulkan ulkus. Lesi yang terjadi merupakan ulkus-ulkus kecil yang menyebar dimukosa usus.3-7 Ulkus ini pada irisan vertikal mempunyai gambaran seperti botol, yaitu dengan lubang yang sempit dilapisan mukosa, tapi melebar pada dasarnya dilapisan submukosa. Tepi ulkus ini tidak teratur agak meninggi dan bergerigi dan dasarnya bergaung. Stadium histolitika akan ditemukan pada dasar dinding ulkus. Bila terjadi peristaltik usus maka stadium ini akan dikeluarkan bersama isi ulkus ke rongga usus dan dapat menyerang mukosa usus disekitarnya dan dapat pula keluar dari tubuh manusia bersama tinja. Hal ini akan diperberat dengan terjadinya infeksi sekunder. Bila hal ini terjadi maka infeksi parasit ini akan merusak sampai kelapisan muskularis bahkan sampai kelapisan serosa hingga terjadi perforasi. Hal ini dapat menimbulkan komplikasi misalnya peritonitis lokal, perdarahan dan peritonitis umum, abses perisekal atau penyebaran dan gangren usus besar. Tinja yang dikeluarkan dari tubuh penderita akan bercampur lendir dan darah.3 Tempat yang sering dihinggapi oleh parasit ini adalah sekum, rektum, kolon sigmoid. Bila infeksi berat maka dapat mengenai seluruh kolon dan rektum.

V.

MANIFESTASI KLINIS Dengan adanya kerusakan jaringan yang luas dilapisan submukosa dan terjadinya infeksi sekunder, maka kemungkinan kerusakan diperberat dengan masuknya parasit kedalam pembuluh darah dan kelenjar limfa yang ada dilapisan submukosa yang menyebabkan parasit ini dapat menyebar secara hematogen ke alat-alat yang jauh. Pada infeksi berat gambaran klinik dapat berupa: 1. Amoebiasis intestinal (Amoebiasis kolon atau Amoebiasis usus) yang terdiri dari: a. Amoebiasis intestinal akut Amoebiasis intestinal akut ialah bila terjadi gejala yang berat dan berlangsung dalam waktu yang tidak lebih dari 1 bulan. Hal ini terjadi karena peradangan akut dikolon dengan adanya ulkus yang menggaung dan menimbulkan gejala yang dikenal dengan sindroma disentri, merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari beak-berak encer (diare) dengan tinja yang bercampur darah dan lendir, disertai nyeri anus waktu berak (tenesmus ani). Pada umumnya, penderita menderita demam, perasaan tidak enak pada perut, dan rasa mual. Pada tinja encer ini stadium histolitika dari parasit lebih mudah ditemukan.3 Amoebiasis intestinal akut ini disebut juga Amoebiasis disentri atau disentri Amoeba.3 b. Amoebiasis intestinal kronis Pada Amoebiasis intestinal kronis ini biasanya gejalanya ringan, tanpa demam, ada rasa tidak enak diperut, dan rasa mulas disertai diare yang bergantian dengan obstipasi. Tinja biasanya padat, kadangkadang diliputi darah dan lendir yang tidak merata. Untuk menemukan stadium histolitika dari parasit ini diperlukan pemeriksaan tinja yang berulang, sebab pada pemeriksaan tinja segar agak sulit ditemukan stadium ini.3

Pada stadium kronis ini, disekitar ulkus yang ada peradangan akan terjadi penebalan dinding usus yang dapat merupakan suatu granuloma yang disebut amoeboma. Biasanya Amoebiasis intestinal kronis ini menimbulkan jaringan granulasi.3 2. Amoebiasis ekstra intestinal Amoebiasis ekstra intestinal atau Amoebiasis kolon ekstra intestinal ini dapat melalui aliran darah (hematogen) atau kontak langsung (perkontinuitatum).3 Amoebiasis ekstra intestinal yang terjadi melalui aliran darah pada umumnya terjadi sesudah terjadinya Amoebiasis intestinal kronis atau pada masa penyembuhan.3 Bila terjadi penyebaran melalui aliran darah, maka organ-organ yang sering dikenai adalah hati, paru, dan otak. Tapi yang paling sering adalah Amoebiasis hati. Bila hal ini terjadi serentak dengan Amoebiasis intestinal akut, biasanya hal ini bersifat fatal.3 Diantara Amoebiasis ekstra intestinal yang paling sering

ditemukan adalah Amoebiasis hepatis. Amoebiasis ini terjadi karena penyebaran dari Entamoeba histolytica stadium histolitika melalui aliran darah (hematogen), yaitu melalui vena porta. Dihati akan menimbulkan abses yang biasanya mengenai lobus kanan dan bersifat soliter. Abses ini berisi nanah yang berwarna merah kecoklatan.3 Secara klinis penderita terlihat kesakitan dengan berjalan membungkuk seperti menggendong perut sebelah kanan. Penderita terlihat lemah, kurus, dan disertai demam dan nafsu makan yang menurun. Pada pemeriksaan secara palpasi, teraba pembesaran hati yang nyeri tekan. Dengan pemeriksaan radiologi terlihat peninggian diafragma. Pada pemeriksaan darah ditemukan leukositosis. Diagnosis pasti adalah dengan cara biopsi dinding abses atau aspirasi abses dimana ditemukan stadium histolitika dari Entamoeba histolytica, bila tidak ditemukan Entamoeba histolytica maka dapat dilakukan

pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan serologis, yaitu tes immunodifusi atau tes tidak langsung hemaglutinasi.3 Bila abses hati pecah, maka Amoeba akan masuk rongga abdomen yang dapat menyebabkan peritonitis. Amoeba yang keluar ini dapat menembus diafragma, masuk ke rongga pleura dan paru lalu menimbulkan abses paru, bila masuk kedalam dinding perut dan menembus dinding perut sampai kulit, akan menimbulkan Amoebiasis dan menomkulit dinding perut.3 Melalui darah, Amoeba dapat sampai ke otak dan menimbulkan abses otak, atau bila melalui aliran darah. Amoeba dapat sampai ke paru yang akan menimbulkan abses paru. Jadi, abses paru dapat terjadi, baik melalui hematogen atau perikontinuitatum.3

VI.

DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan diagnosis klinik, diagnosis laboratorium, radio foto dan tes immunologi . 3 Diagnosis untuk Amoebiasis dapat dibagi menjadi: 1. Amoebiasis intestinal akut dapat ditegakkan dengan: a. Gejala klinik, yaitu diare yang terjadi 10 kali sehari disertai demam dan sindroma disentri b. Laboratorium ditemukan Entamoeba histolytica stadium histolitika pada tinja encer yang bercampur darah. Pada pemeriksaan darah ditemukan leukositosis. 2. Amoebiasis intestinal kronis a. Gejala klinik, diare bergantian dengan obstipasi. Bila terjadi disentri. b. Laboratorium, menemukan Entamoeba histolytica stadium kista pada tinja yang agak padat. Pada pemeriksaan ini lebih sulit untuk menemukan parasit, maka perlu
8

eksaserbasi

akut,

biasanya

terjadi

sindroma

dilakukan pemeriksaan tinja berulang sampai 3 kali. Dapat pula dilakukan sigmoidoskopi dan reaksi serologis 3. Amoebiasis hepatis a. Pemeriksaan klinis, penderita datang dengan kesakitan , membungkuk seperti menggendong perut sebelah kanan, disertai demam, berat badan menurun, nafsu makan menurun. Pada palpasi teraba massa hati yang membesar dengan nyeri tekan b. Laboratorium, darah ditemukan leukositosis. Pada biopsi dasar abses ditemukan Entamoeba histolytica stadium histolitika. Pada aspirasi nanah dapat ditemukan

Entamoeba histolytica stadium histolitika, tapi penemuan ini gak susah 4. Amoebiasis paru a. Pemeriksaan klinis, sukar dibedakan dengan infeksi paru lainnya, hal ini karena tidak ada laporan mengenai gejala klinis yang khas dari pulmonary amoebiasis b. Laboratorium, sputum penderita yang berasal dari

penyebaran Amoebiasis secara hematogen akan ditemukan Entamoeba histolytica stadium histolitika. 3

VII.

DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding dari penyakit amoebiasis adalah colitis oleh karena infeksi bakteri (Shigella, Salmonella, Escherichia coli, Campylobacter, Yersinia, Clostridium difficile), infeksi virus (cytomegalovirus). Penyakit non infeksi seperti Inflammatory Bowel Disease.1

VIII.

PENATALAKSANAAN Drug of choice dari Entamoeba histolytica stadium histolitika pada dind ing usus besar, hati dan lesi pada organ yang terkena penyebaran adalah: 1. Emetin dan Dehydroemetin secara parenteral DHE kurang toksik dibandingkan dengan Emetin Hidroklorida. Pemberian oral toksisitasnya tinggi dan absorbsinya rendah. Dosis untuk dewasa adalah 65 mg/hari, pada umur kurang dari 8 tahun adalah 8 tahun 10 mg/hari selama 4-6 hari atau 5-7 hari. Menurut Zaman: pada kolitis ulserosa hebat dapat diberikan Emetin/Dehydroemetin 750 mg/hari selama 5-10 hari. Terapi ini tidak dianjurkan pada wanita hamil dan penderita dengan kelainan jantun. Bila dalam pengobatan terjadi gangguan atau kelainan EKG, maka terapi diberhentikan. 2. Metronidazol (flagyl) 750 mg, 3x sehari selama 5-10 hari. 3. Niridazol (Ambipar) 2 gram sehari selama 3 hari 4. Diiodohidroksikuinolin atau diloksanid furoat 1 tablet mengandung 0,5 gram, dosis pemberian 3x sehari selama 10 hari, dengan efek samping ringan seperti pruritus dan gejala usus. 5. Pada amebiasis ekstra intestinal, paling efektif diberi Nitrinidazol 750 mg dengan dosis 3x sehari selama 5-10 hari, serentak dengan Kloroquin 250 mg, dosis pemberian 2x sehari selama 2 minggu. Bila tidak efektif, diberi kombinasi kloroquin dengan emetin. 6. Pada abses hati yang besar perlu diadakan aspirasi nanah. Pada abses lobus kiri harus hati-hati sesudah laparatomi, karena berdekatan dengan jantung. 7. Antibiotika dapat dipakai Paromomicin 25 mg/kgBB/hari selama 5 hari, langsung bekerja pada amoeba. Eritromicin secara tidak langsung sebagai amoebiasis, tapi dapat mempengaruhi flora usus.3-5

10

Menurut CDC terapi yang dianjurkan meliputi: Jenis Infeksi Asimptomatik Pilihan Obat Iodoquinol Paromomycin Diloxanide furoate Penyakit Intestinal dan Metronidazole Abses Hati Tinidazole Dikutip dari kepustakaan 1 Dosis 30-40 mg/kgBB/hari 25-35 mg/kgBB/hari 20 mg/kgBB/hari 35-50 mg/kgBB/hari 50-60 mg/kgBB/hari

IX.

KOMPLIKASI Komplikasi tersering adalah perforasi usus dan peritonitis. Ekstra intestinal bisa mengakibatkan abses hati, abses otak, abses paru dan gangguan genitourinari. Abses paru bisa terjadi melalui penyebaran hematogen. Batuk, dispnea, dan nyeri pleuritik disebabkan oleh efusi pleura dan atelektasis yang sering disertai dengan abses hati amoeba.1

X.

PROGNOSIS Kebanyakan infeksi termasuk asimptomatik. Kematian terjadi sekitar 5% akibat dari infeksi ekstraintestinal.1

\
11

Daftar pustaka

1. Weinberg A, Levin MJ. Infection: Parasitic & Mycotic. In: Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM. Current Diagnosis & Treatment in Pediatrics. 18th ed. New York: Mc Graw Hill; 2007. p. 1225-27. 2. Prianto J, Darwanto, Tjahaya PU. Rhizopoda. In: Prianto J, Darwanto, Tjahaya PU. Atlas Parasitologi Kedokteran. 8th ed. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2010. p. 93-5. 3. Safar R. Kelas Rhizopoda. In: Safar R. Parasitologi Kedokteran. 1st ed. Jakarta: CV Yrama Widya; 2010.p. 13-23 4. John CC, Salata RA. Infection Disease. In: Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. Chapter 278. 5.

12

You might also like