You are on page 1of 30

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)

OLEH : Ira Wahyuni S.Kep (20080320115)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PPOK


A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002) PPOK merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. Penyakit Paru Obstruktif Kronis /PPOK (Chronic Obstructive Pulmonary Disease/COPD) adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema atau bronkitis kronis. Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddarth, 2002) Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddarth, 2002) 2. Epidemiologi PPOK lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal. PPOK juga lebih sering terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor yang diturunkan. Bekerja di lingkungan yang tercemar oleh asap kimia atau debu yang tidak berbahaya, bisa meningkatkan resiko terjadinya PPOK. Tetapi kebiasaan merokok pengaruhnya lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan seseorang, dimana sekitar 10-15% perokok menderita PPOK. Penyakit PPOK merupakan penyebab kematian kelima terbesar di Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. 3. Penyebab/faktor Prediposisi PPOK disebabkan oleh factor lingkungan dan gaya hidup, yang sebagian besar bisa dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab timbulnya 80-90% kasus PPOK.

Faktor resiko lainnya termasuk keadaan social-ekonomi dan status pekerjaaan yang rendah, kondisi lingkungsn yang buruk karena dekat lokasi pertambangan, perokok pasif, atau terkena polusi udara dan konsumsi alcohol yang berlebihan. Laki-laki dengan usia antara 30 hingga 40 tahun paling banyak menderita PPOK. 4. Patologi/Patofisiologi Terjadinya Penyakit Patofisiologi PPOK adalah sangat komplek dan komprehensif sehingga mempengaruhi semua sistem tubuh yang artinya sama juga dengan mempengaruhi gaya hidup manusia. Dalam prosesnya, penyakit ini bisa menimbulkan kerusakan pada alveolar sehingga bisa mengubah fisiologi pernafasan, kemudian mempengaruhi oksigenasi tubuh secara keseluruhan. Patofisiologi Bronkitis Kronik Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis. Patofisiologi Emfisema Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu : inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan

mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius. Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (cor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung. Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema memperberat masalah. Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan igaiga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang. 5. Gejala Klinis Gejala-gejala awal dari PPOK, yang bisa muncul setelah 5-10 tahun merokok, adalah batuk dan adanya lendir. Batuk biasanya ringan dan sering disalah-artikan sebagai batuk normal perokok, walaupun sebetulnya tidak normal.

Sering terjadi nyeri kepala dan pilek. Selama pilek, dahak menjadi kuning atau hijau karena adanya nanah. Lama-lama gejala tersebut akan semakin sering dirasakan. Bisa juga disertai mengi/bengek. Pada umur sekitar 60 tahun, sering timbul sesak nafas waktu bekerja dan bertambah parah secara perlahan. Akhirnya sesak nafas akan dirasakan pada saat melakukan kegiatan rutin sehari-hari, seperti di kamar mandi, mencuci baju, berpakaian dan menyiapkan makanan. Sepertiga penderita mengalami penurunan berat badan, karena setelah selesai makan mereka sering mengalami sesak yang berat sehingga penderita menjadi malas makan. Pembengkakan pada kaki sering terjadi karena adanya gagal jantung. Pada stadium akhir dari penyakit, sesak nafas yang berat timbul bahkan pada saat istirahat, yang merupakan petunjuk adanya kegagalan pernafasan akut. Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri-ciri dari PPOK adalah malfungsi kronis pada system pernafasan yang manifestasi awalnya adalah ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak. Biasanya, pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Selain itu, pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan, penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukup oksigenasi sel dalam system gastrointestinal. Pasien PPOK, lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan. Tanda dan gejala Bronkitis Kronik Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.

Tanda dan gejala Emfisema Dispnea Takipnea Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi Hipoksemia Hiperkapnia Anoreksia Penurunan BB Kelemahan

6. Pemeriksaan Fisik Kondisi fisik yang bisa dijumpai pada pasien dengan PPOK, bisa meliputi dyspnea, warna kulit pucat, pernafasan mulut yang dangkal dan cepat, dan bernafas menggunakan otot assesori atau tambahan PPOK menyebabkan peningkatan diameter anterior-posterior dada sehingga dada tampak mengembung seperti tong. Karena mengalami kesulitan dalam menghirup udara, maka pasien memiliki fase ekspirasi yang diperpanjang (lebih dari empat detik). Tes fungsi paru digunakan untuk mendiagnosa PPOK. Ciri-ciri khusus pasien yang menderita PPOK adalah mengalami penurunan aliran udara ekspirasi. Pemerikasaan Sinar X di dada tidak digunakan untuk mendiagnosa PPOK tahap awal karena studi radiografik biasanya normal dalam tahap yang masih awal. Bersamaan dengan makin memburuknya kondisi pasien, maka dengan bantuan sinar X, akan tampak diafragma yang makin mendatar dan gambaran lusens semakin meningkat. Pada PPOK yang ringan, mungkin tidak ditemukan kelainan selama pemeriksaan fisik, kecuali terdengarnya beberapa mengi pada pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop. Suara pernafasan pada stetoskop juga terdengar lebih keras. Biasanya foto dada juga normal. Untuk menunjukkan adanya

sumbatan aliran udara dan untuk menegakkan diagnosis, dilakukan pengukuran volume penghembusan nafas dalam 1 detik dengan menggunakan spirometri. 7. Pemeriksaan Diagnostik Bronkitis Kronik 1) Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia 2) Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar 3) Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru total (TLC) normal atau sedikit meningkat. 4) Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat Emfisema 1) Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran interkosta dan jantung normal 2) Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV, penurunan VC dan FEV 8. Diagnosis Anamnesa dan Riwayat penyakit. Mengingat penyakit berjalan dengan sangat lambat, sehingga penderita tetap asimtomatis bertahun sebelum gejala manifestasi, perku diteliti benar adanya sifat batuk-batuk, adanya dahak, sehat nafas yang tidak wajar, wheeze yang merupakan tanda-tanda dini dari penyakit ini. Pemeriksaan jasmani. Pada tingkat penyakit yang dini mungkin tidak ditemukan kelainan apa-apa. Kemungkinan kelainan dini yang perlu diperhatikan yaitu ekspirasi yang memajang pada auskultasi di trakea yang dapat dipakai sebahgai petunjuk adanya obstruksi jalan nafas yang dibuktikan dengan pemerikasaan spirometri(Husodo, Petty).

9. Therapy/Penatalaksanaan Secara umum penatalaksanaan PPOK adalah : Mobilisasi dahak. Ditujukan untuk mengurangi keluhan, batuk-batuk, ekspektorasi,sesak dengan cara memberikan obat-obat yang memudahkan pengeluaran sputum dan yang melebarkan saluran nafas. (a) Ekspektoransia. Pengenceran dan mobilisasi dahak merupakan tujuan pengobatan yang penting pada keadaan eksaserbasi dan juga pada keadaan-keadaan menahun dan stabil yang disertai jalan nafas yang berat. Ekspektoran oral kecuali glyseril guaicolat dalam dosis tinggi hanya mempunyai nilai sedikit saja. Obat ini yang mengandung antihistamin malahan menyebabkan pengentalan dahak. Antitusif tidak dianjurkan pada penderita ini. (b) Obat-obat mukolitik Dua jenis mukolitik yang paling banyak dipakai adalah Asetil cystein dan Bromhexin. Asetil cystein yang diberikan pada oral, memberikan efek mukolitik yang cukup banyak efek sampng dibandingkan aerosol yang sering menimbulkan bronkospasme. Bromhexin sangat populer oleh penggunanya yang mudah (tablet, elixir,sirup). (c) Nebulisasi.--Inhalasi uap air atau dengan aerosol melalui nebuliser, dan juga ditambahkan dengan obat-obat bronkodilator dan mukolitik dengan atau tanpa Intermittent Positive Pressure Breathing (IPPB). Obat-obat bronkodilator. Merupakan obat utama dalam mengatasi obstruksi jalan nafas. Adanya respon terhadap bronkodilator yang dinilai dengan spirometri merupakan petunjuk yang dapat digunakan untuk pemakaian obat tersebut. Kortikosteroid. Manfaat kortikosteroid masih dalam perdebatan pada pengobatan terhadap obstruksi jalan nafas pada PPOK namun mengingat banyak penderita bronkitis yang juga menunjukkan gejala, seperti asma disertai hipertrofi otot

polos bronkus Snider, menganjurkan percobaan dengan obat steroid oral dapat dilakukan pada setiap penderita PPOK terutama dengan obstruksi yang berat apabila menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut : Riwayat sesak dan wheezing yang berubah-ubah, baik spontan maupun setelah pengobatan. Riwayat adanya atopi, sendiri maupun keluarga. Polip hidung. Respons terhadap volume ekspirasi paksa satu detik pada spirometri lebih dari 25% setelah uji bronkodilator. Eosinofil perifer lebih dari 5%. Eosinofil sputum lebih dari 10%. Prednison diberikan dalam dosis 30 mg selama 2 sampai 4 minggu. Obat-obat dihentikan bila tidak ada respons. Methylprednisolon memberikan manfaat pada bronkitis menahun yang disertai kegagalan pernafasan mendadak Antibiotika. Peranan infeksi sebagai faktor penyebab timbulnya PPOK terutama pada bronkitis menahun masih dalam perdebatan namun jelas infeksi berpengaruh terhadap perjalanan penyakit bronkitis menahun dan terutama pada keadaankeadaan dengan eksaserbasi. Penyebab eksaserbasi tersering adalah virus, yang sering diikuti infeksi bakterial. S. pneumonia dan H. influensa merupakan kuman yang paling sering ditemukan pada penderita bronkitis menahun terutama pada masa eksaserbasi. Antibiotika yang efektif terhadap eksaserbasi infeksi ampicillin, tetracyclin, cotrimoxazole, erythromycin, diberikan 1 - 2 minggu. Antibiotik profilaksik pemah dianjurkan oleh karena dapat mengurangi eksaserbasi, tidak dapat dibuktikan kegunaannya dalam pemakaian yang luas. Pengobatan antibiotik sebagai profilasi, hanya bermanfaat pada mereka yang sering eksaserbasi harus pada musim dingin/hujan. Perubahan dari sifat dahak merupakan petunjuk penting ada tidaknya infeksi, dahak menjadi hijau atau kuning. Pengobatan tehadap komplikasi. Komplikasi yang sering ialah Hipoksemia dan Cor pulmonale. Pada penderita PPOK dengan tingkat yang lanjut, telah terjadi gangguan terhadap fungsi

pernapasan dengan manifestasi hipoksemia dengan atau tanpa hiperkapnia. Pemberian oksigen dosis rendah 1 - 2 liter/menit selama 12 - 18 jam sering dianjurkan, karena dapat memperbaiki hipoksemia tanpa terlalu menaikkan tekanan CO2 darah akibat depresi pernapasan. Diuretik merupakan pilihan utama pada penderita dengan cor pulmonale yang disertai gagal jantung kanan. Pemberian digitalis harus hati-hati oleh karena efek toksis mudah terjadi akibat hipoksemia dan gangguan elektrolit. 10. Prognosis 30% penderita PPOK dengan sumbatan yang berat akan meninggal dalam waktu 1 tahun, dan 95% meninggal dalam waktu 10 tahun. Kematian bisa disebabkan oleh kegagalan pernafasan, pneumonia, pneumotoraks (masuknya udara ke dalam rongga paru), aritmia jantung atau emboli paru (penyumbatan arteri yang menuju ke paru-paru). Penderita PPOK juga memiliki resiko tinggi terhadap terjadinya kanker paru. B. 1. Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN a) Aktivitas dan Istirahat Fisioterapi dan inhalasi terapi. Prinsip fisioterapi dan terapi inhalasi adalah : mengencerkan dahak memobilisasi dahak melakukan pernafasan yang efektif mengembalikan kemampuan fisik penderita ketingkat yang optimal

Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan

Tanda : Keletihan Gelisah, insomnia Kelemahan umum/kehilangan massa otot.

b) Sirkulasi Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah Tanda : Peningkatan tekanan darah Peningkatan frekuensi jantung Distensi vena leher Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameterAP dada) Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh dan sianosis perifer Pucat dapat menunjukkan anemia.

c) Integritas Ego Gejala : Peningkatan factor resiko Perubahan pola hidup

Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang d) Makanan/Cairan

Gejala : Mual/muntah Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema) ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan meninjukkan edema (bronchitis) Tanda : Turgor kulit buruk Edema dependen Berkeringat Penurunan berat badan, penurunan massa otot (emfisema) Palpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronchitis)

e) Higiene Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari. Tanda : Kebersihan buruk, bau badan f) Pernafasan Gejala : Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode

berulangnya sulit nafas (asma); rasa dada tertekan,m ketidakmampuan untuk bernafas (asma) Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau kuning) dapat banyak sekali (bronchitis kronis) Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif (emfisema) Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap (mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji) Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.

Tanda : Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi memanjang dengan mendengkur, nafas bibir (emfisema) Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu, melebarkan hidung. Dada: gerakan diafragma minimal. Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas (asma) Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara dengan emfisema); bunyi pekak pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan, mukosa) Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.

Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-abu keseluruhan; warna merah (bronchitis kronis, biru mengembung). Pasien dengan emfisema sedang sering disebut pink puffer karena warna kulit normal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat.

Tabuh pada jari-jari (emfisema)

g) Keamanan Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan Adanya/berulang infeksi Kemerahan/berkeringat (asma)

h) Seksualitas Gejala : penurunan libido i) Interaksi Sosial Gejala : Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik

Tanda : Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena distress pernafasan Keterbatasan mobilitas fisik

Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain.

PATOFISIOLOGI TERJADINYA PENYAKIT Polusi bahan iritan(asap) atau rokok, riwayat kesehatan (ISPA) Iritasi jalan nafas Hipereksresi lendir dan inflamasi peradangan Peningkatan sel sel goblet Penurunan silia Peningkatan produksi sputum PPOK Bronkiolus menyempit dan tersumbat Nafas pendek Gangguan pola nafas Rentan terhadap infeksi pernafasan Pola nafas tidak efektif Resiko tinggi infeksi Alveoli mengalami kolaps Penurunan ventilasi paru Kerusakan campuran gas Obstruktif (kerusakan) alveoli Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Penurunan nafsu makan Penurunan BB drastis

Batuk tidak efektif

Ketidaksamaan ventilasi perfusi Gangguan pertukaran gas

Hipoksemia Kelemahan ADL dibantu Intoleransi aktivitas

Bersihan jalan nafas tidak efektif

A. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagosa keperawatan yang mungkin muncul pada Penyakit Paru Obstruktif Menahun antara lain : 1. Tidak efektifnnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan kontriksi bronkus peningkatan pembentukan sputum, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal. 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi. 3. Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan napas pendek dan produksi sputum. 4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan produksi sputum berlebih. 5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipoksemia,keletihan, pola napas tidak efektif. 6. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan obstruktif/kerusakan alveoli.

B. PERENCANAAN Dari diagnosa di atas dapat di susun perencanaan sebagai berikut : Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kontriksi bronkus peningkatan pembentukan sputum, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
Tujuan Kreteria hasil 1.Setelah dilakukan Frekuensi napas ASKEP selama normal (16x jam 20x/menit) diharapkan bersihan jalan Tidak sesak nafas kembali Tidak ada efektif sputum Batuk berkurang Intervensi Rasional

Mandiri Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, mis., mengi, krekels, ronki

Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, mis., penyebaran, krekels basah, (bronchitis); bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi

(emfisema); atau tak adanya bunyi napas (asma berat). Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi. Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekpirasi memanjang disbanding inspirasi. Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapsan dengan menggunakan graviatsi. Namun pasien dengan distres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada. Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.

Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur, duduk padasandaran tempat tidur.

Pertahankan posisi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan ulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir

Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara. Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif,

Observasi karakteristik batuk, mis., menetap,

batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.

khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada. Hidrasi memebantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran. Pengguanaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma. Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa. Obatobat mungkin per oral, injeksi, atau inhalasi. Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dan dapat juga menurunkan kelemahan otot dan meningkatkan kontraktilitas diafragma. Menurunkan inflamasi jalan napas lokal dan edema dengan menghambat efek histamin dan mediator lain.

Tingkatkan masukan cairan sampai 3000ml/hari sesuai toleransi jantung.

Kolaborasi Berikan obat sesuai indikasi. Bronkodilator, mis., agonis: epinefrin (Adrenalin, Vaponefrin); albuterol ( Proventil, Ventolin); terbutalin (Brethine, Brethaire); isoetarin (Brokosol, Bronkometer); Xantin, mis.aminofilin, oxtrifilin, teofilin. Kromolin (intal), flunisolida (Aerobid)

Steroid oral, IV, dan inhalasi; metilprednisolon

Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi

(Medrol); deksametason (Decadral); antihistamin mis. Beklometason, triamnisolon; Antimikrobal; Analgesik, penekan batuk/antitusif mis., kodein, produk dextrometorfan (Benylin DM, Comtrex, Novahistine). Berikan humidifikasi tambahan, mis., nebuliser ultranik, humidifier aerosol ruangan

alergi atau menghambat pengeluaran histamin, menurunkan berat dan frekuensi spasme jalan napas, inflasi pernafasan dan dispnea Banyak antimikroba dan diindikasikan untuk mengontrol infeksi pernapasan/pneumonia. Batuk menetap yang melelahkan perlu ditekan untuk menghemat energi dan memungkinkan pasien istirahat. Kelembaban menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan dapat membantu menurunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus. Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasar paru. Catatan: dapat meningkatkan spasme bronkus pada asma. membuat dasar untuk pengawasan kemajuan/kemunduran proses penyakit dan komplikasi.

Bantu pengobatan pernapasan mis., IPPB, fisioterapi dada.

Awasi/buat grafik seri GDA, nadi oksimetri, foto dada.

Diagnosa 2 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi.

Tujuan Setelah dilakukan ASKEP selama x jam diharapkan tidak terjadi gangguan pertukaran gas.

Kreteria Frekuensi jantung normal (16-20 x/menit) Tidak terdapat disritmia Melaporkan penurunan dispnea Menunjukkan perbaikan dalam laju aliran ekspirasi

Intervensi

Rasional

Mandiri Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai dengan kebutuhan/toleran tubuh. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.

Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit. Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps hjalan napas, dispnea dan kerja napas.

Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat di sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia. Bunyi napas mungkin redup karena adanya penurunan aliran udara atau area konsolidasi. Adany mengi mengindikasikan spasme bronkus/ tertahannya sekret. Krekels basah menyebar menunjukkan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung. Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. GDA memburuk disertai bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan dengan

Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.

Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan.

Evaluasi tingkat toleransi aktifitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi aktifitas pasien

atau dorong untuk tidur/istirahat di kursi selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktifitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu.

hipoksemia. Selama distres pernapasan berat/ akut/ refraktori pasien secara total tidak mampu melakukan aktifitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi aktivitas perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun, program latihan ditunjukkan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat. Takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung. PaCO2 biasanya meningkat (bronkitis, emfisema) dan PaO2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar. Catatan: PaCO2 normal atau meningkat menandakan kegagalan pernapasan yang akan datang selama asmatik. Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia. Catatan: emfisema kronis, mengatur pernapasan pasien ditentukan oleh kadar CO2 dan mungkin dikeluarkan dengan

Awasi tanda vital dan irama jantung

Kolaborasi Awasi/ gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri

Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.

Berikan penekan SSP (mis., antiansietas, sedatif, atau narkotik)

dengan hati-hati. Bantu intubasi, berikan/pertahankan ventilasi mekanik, dan pindahkan ke UPI sesuai instruksi untuk pasien.

peningkatan PaO2 berlebihan. Digunakan untuk mengontrol ansietas/ gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea. Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal napas. Terjadinya/kegagalan napas yang akan datang memerlukan upaya tindakan penyelamatan hidup.

Diagnosa 3 : Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan napas pendek dan produksi sputum.
Tujuan Setelah dilakukan ASKEP selama ...x... jam diharapkan pola napas efektif Kreteria Melatih pernapasan bibir dirapatkan dan diafragmatik serta menggunakanny a ketika sesak napas dan saat melakukan aktivitas Memperlihatkan tanda-tanda penurunan upaya bernapas dan membuat jarak dalam aktivitas. Menggunakan pelatihan otototot inspirasi seperti yang di haruskan. Intervensi Ajarkan pasien pernapasan diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien membuat beberapa keputusan (mandi, bercukur) tentang perawatannya berdasarkan pada tingkat toleran pasien. Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernapasan jika diharuskan. Rasional Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernapas lebih efisien dan efektif. Memberikan jeda aktivitas akan memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distress berlebih.

Menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernapasan.

Diagnosa 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan produksi sputum berlebih.
Tujuan Setelah dilakukan ASKEP selama ...x... jam diharapkan terpenuhinya kebutuhan nutrisi sesuai kebutuhan. Intervensi Mandiri menunjukkan Kaji kebiasaan diet, perilaku masukan makanan saat mempertahan ini. Catat derajat kesulitan kn masukan makanan. Evaluasi berat nutrisi badan dan ukuran tubuh. Kriteria Rasional Pasien distress pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat. Selain itu, pasien PPOM mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun kegagalan pernapasan membuat status hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan kalori. Sebagai akibat pasien sering masuk RS dengan beberapa derajat malnutrisi. Orang yang mengaliami emfisema sering kurus dengan perototan kurang. Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas dan hipoksemia. Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas. Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total. Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat

adekuat Mengidentifik asi kebutuhan nutrisi individual


Peningkatan asupan masukan dari sepertiga porsi menjadi setengah porsi untuk setiap kali makan

Auskultasi bunyi usus.

Berikan perawatan oral sering , buang secret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu. Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan porsi kecil tapi sering. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.

Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin. Timbang berat badan sesuai indikasi

Kolaborasi Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah di cerna, secara nutrisi seimbang, mis.nutrisi tambahan oral/selang, nutrisi parental Kaji pemeriksaan laboratorium, mis.albumin serum, transferin, profil asam amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa, pemeriksaan fungsi hati, elektrolit. Berikan vitamin/mineral/erlektrolit sesuai indikasi.

meningkatkan dispnea. Suhu ekstrem dapat mencetus/meningkatkan spasme batuk. Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi. Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energy. Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan tiap nutrisi.

Diagnose 5 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipoksemia,keletihan, pola napas tidak efektif.
Tujuan Setelah dilakukan ASKEP selama ...x... jam diharapkan dapat melakukan aktivitas orang (sehat) seperti normal Kriteria Melakukan aktivitas dengan napas pendek lebih sedikit. Mengungkapkan perlunya untuk melakukan latihan setiap hari dan memperagakan Intervensi Dukung pasien dalam menegakkan regimen latihan teratur dengan cara berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan spesifik Rasional Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak oksigen dan memberikan beban tambahan pada paru-paru. Melalui latihan yang teratur, bertahap, kelompok otot ini menjadi lebih terkondisi, dan pasien dapat melakukan lebih banyak tanpa mengalami napas

rencana latihan yang akan di lakukan di rumah. Berjalan dan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak berjalan untuk memperbaiki kondisi fisik. Minimal bisa berjalan 10-15 meter.

terhadap kemampuan pasien. Siapkan unit portable untuk berjagajaga jika diperlukan.

pendek. Latihan yang bertahap memutus siklus yang melemahkan ini.

Diagnosa 6 : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan obstruktif kerusakan alveoli.


Tujuan Setelah dilakukan ASKEP selama ...x... jam diharapkan dapat melakukan aktivitas seperti orang normal (sehat) Kriteria Pasien tidak demam Pasien dapat mempraktekkan bagaimana cuci tangan yang benar. Antara aktivitas dan istirahat sudah seimbang. Intervensi Mandiri Awasi suhu Kaji pentingnya latihan napas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan adekuat. Tunjukan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu an sputum. Tekankan cuci tangan yang benar (perawat dan pasien) dan penggunaan sarung tangan bila memegang/membua Rasional

Demam dapat terjadi karena infeksi dan /atau dehidrasi. Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaaran secret untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi paru. Mencegah penyebaran pathogen melalui

ng tisu, wadah sputum. Awasi pengunjung; berikan masker sesuai indikasi. Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.

cairan.

Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.

Menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius (mis.ISK) Menurunkan konsumsi/kebutu han keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi. Meningkatkan penyembuhan. Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi. Dilakukan untuk mengidentifikasi organism penyebab dan kerentanan terhadap berbagai antimicrobial. Dapat diberikan untuk organism khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan

Kolaborasi Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau penghisapan untuk pewarnaan kuman Gram, kultur/sensitivitas. Berikan antimikroba sesuai indikasi.

sensitivitas, atau diberikan secra profilaktit karena resiko tinggi.

D. IMPLEMENTASI Implementasi dibuat berdasarkan perencanaan yang sudah dibuat. E. EVALUASI Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kontriksi bronkus peningkatan pembentukan sputum, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal. Pasien mengatakan tidak sesak. Pada saat batuk produksi sputum berkurang, Frekuensi napas normal (16-20 x/menit)

Diagnosa 2 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi. Pasien mengatakan saat bernapas tidak lagi menggunakan bibir dan tidak mengalami sesak. Tidak menunjukkan tanda-tanda gelisah, Tidak terdapat disritmia Tidak Dispnea Tidak ada sianosis

Diagnosa 3 : Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan napas pendek dan produksi sputum. Pasien mengatakan sudah bisa menggunakan pernapasan diafragma dan bibir dirapatkan. Klien menunjukkan penurunan tanda-tanda upaya bernapas.

Diagnosa 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan produksi sputum berlebih. Pasien mengatakan nafsu makannya meningkat dan mengerti bahwa tubuhnya membutuhkan asupan makanan Pasien menghabiskan porsi makanan yang disediakan

Diagnose 5 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipoksemia,keletihan, pola napas tidak efektif. Pasien mengatakan sudah bisa berjalan 5 meter. Klien dapat melakukan aktivitas dan latihan dengan napas pendek lebih sedikit
Klien dapat mengungkapkan perlunya untuk melakukan latihan setiap hari dan memperagakan rencana latihan yang akan di lakukan di rumah.

Klien mampu berjalan dan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak
berjalan untuk memperbaiki kondisi fisik.

Minimal bisa berjalan 10-15 meter.

Diagnosa 6 : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan obstruktif kerusakan alveoli.

Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.


Pasien tidak demam Pasien dapat mempraktekkan bagaimana cuci tangan yang benar.

DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner & Suddart. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta, EGC. 2. Doenges, Moorhouse, Geissler. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta. EGC. 3. Price, Sylvia. 2003 . Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC 4. Carpenito-Moyet, Lynda Juall.2006.Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC 5. NANDA, Panduan Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2005-2006. 6. Sarwono, W.2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Balai Penerbit FKUI

You might also like