Professional Documents
Culture Documents
PEMBULUH DARAH, LIMFE, DAN SARAF Arteri prostat berasal dari arteri vesika inferior, arteri pudendalis interna arteri hemoroidalis medialis. Arteri utama memasuki prostat pada bagian inferolateral persis dibawah bladder neck, ini harus diligasi atau didiatermi pada waktu operasi prostatektomi. Darah vena prostat dialirkan kedalam fleksus vena periprostatika yang berhubungan dengan vena dorsalis penis, kemudian dialirkan ke vena iliaka interna yang juga berhubungan dengan pleksus vena presakral. Oleh karena struktur inilah sering dijumpai metastase karsinoma prostat secara hematogen ke tulang pelvis dan vertebra lumbalis. Persarafan kelenjar prostat sama dengan persarafan kandung kemih bagian inferior yaitu fleksus saraf simpatis dan parasimpatis. Aliran lymph dari prostat dialirkan kedalam lymph node iliaka interna (hipogastrika), sacral, vesikal dan iliaka eksterna FISIOLOGI
2
Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan epitel. Menurut Mc Neal, seperti pada embrio, lesi primer BPH adalah penonjolan kelenjar yang kemudian bercabang
menghasilkan kelenjar-kelenjar baru di sekitar prostat. Ia menyimpulkan bahwa hal ini merupakan reawakening dari induksi stroma yang terjadi pada usia dewasa.
A. Prostat normal ; 1.uretra 2.kelenjar periuretra 3.kelenjar prostat, B. Hiperplasi prostat ; 1.uretra yg terjepit 2.periuretra yang hiperplasi 3.kelenjar asli prostat yang tertekan menjadi seperti simpai (simpai prostat)
FAKTOR RISIKO Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah : 1. Kadar Hormon Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko BPH. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten yaitu dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5-reductase, yang memegang peran penting dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat. 2. Usia Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada buli (otot detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena pengaruh usia tua menurunkan kemampuan buli-buli dalam mempertahankan aliran urin pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran prostat, sehingga menimbulkan gejala. Testis menghasilkan beberapa hormon seks pria, yakni dinamakan androgen. Hormon tersebut mencakup testosteron, dihidrotestosteron dan androstenesdion. Testosteron sebagian besar dikonversikan oleh enzim 5-alfareduktase menjadi dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran sebagai pengatur fungsi ereksi.
9
8. Kebiasaan merokok Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar testosteron. 9. Kebiasaan minum-minuman beralkohol Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang penting untuk prostat yang sehat. Zink sangat penting untuk kelenjar prostat. Prostat menggunakan zink 10 kali lipat dibandingkan dengan organ yang lain. Zink membantu mengurangi kandungan prolaktin di dalam darah. Prolaktin meningkatkan penukaran hormon testosteron kepada DHT.24,25 Penelitian terdahulu didapatkan 10. Olah raga Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih sedikit mengalami gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan aktif olahraga, kadar dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat memperkecil risiko gangguan prostat. Selain itu, olahraga akan mengontrol berat badan agar otot lunak yang melingkari prostat tetap stabil. Olahraga yang dianjurkan adalah jenis yang berdampak ringan dan dapat memperkuat otot sekitar pinggul dan organ seksual.
12
PATOFISIOLOGI Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstruksi jalan kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah, dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala iritasi disebabkan karena hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekwensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan, dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda ini diberi skor untuk menentukan berat keluhan klinik. Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacatan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intra vesika terus meningkat. Apabila tekanan
13
Gejala Klinik Pembesaran kelenjar prostat dapat terjadi asimtomatik baru terjadi kalau neoplasma telah menekan lumen urethra prostatika, urethra menjadi panjang (elongasil), sedangkan kelenjar prostat makin bertambah besar. Ukuran pembesaran noduler ini tidaklah berhubungan dengan derajat obstruksi yang hebat, sedangkan yang lain dengan kelenjar prostat yang lebih besar obstruksi yang terjadi hanya sedikit, karena dapat ditoleransi dengan baik. Tingkat keparahan penderita BPH dapat diukur dengan skor IPSS (Internasional Prostate Symptom Score) diklasifikasi dengan skore 0-7 penderita ringan, 8-19 penderita sedang dan 20-35 penderita berat. Ada juga yang membagi berdasarkan derajat penderita hiperplasi prostat berdasarkan gambaran klinis: - Derajat I : Colok dubur ; penonjolan prostat, batas atas mudah diraba, dan sisa volume urin <50 ml - Derajat II : Colok dubur: penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai, sisa volume urin 50-100 ml
14
Pada penderita BPH dengan retensi urin pemasangan kateter merupakan suatu pertolongan awal, selain menghilangkan rasa nyeri juga mencegah akibatakibat yang dapat ditimbulkan karena adanya bendungan air kemih ( Sarim,1987). Gejala klinik yang timbul disebabkan oleh karena dua hal: 1. Obstuksi, meliputi hesitancy, pancaran kencing lemah (loss of force), pancaran kencing terputus-putus (intermitency), tidak lampias saat selesai berkemih (sense of residual urine), rasa ingin kencing lagi sesudah kencing (double voiding) dan keluarnya sisa kencing pada akhir berkemih (terminal dribbling). 2. Iritasi, meliputi frekuensi kencing yang tidak normal (polakisuria), terbangun di tengah malam karena sering kencing (nocturia), sulit menahan kencing (urgency), dan rasa sakit waktu kencing ( disuria), kadang juga terjadi kencing berdarah (hematuria). Gejala-gejala klinik ini dapat berupa : Gejala pertama dan yang paling sering dijumpai adalah penurunan kekuatan pancaran dan kaliber aliran urine, oleh karena lumen urethra mengecil dan tahanan di dalam urethra mengecil dan tahanan di dalam urethra meningkat, sehingga kandung kemih harus memberikan tekanan yang lebih besar untuk dapat mengeluarkan urine. Sulit memulai kencing (hesitancy) menunjukan adanya pemanjangan periode laten, sebelum kandung kemih dapat menghasilkan tekanan intravesika yang cukup tinggi. Diperlukan waktu yang lebih lama untuk mengosongkan kandung kemih, jika kandung kemih tidak dapat mempertahankan tekanan yang tinggi selama berkemih, aliran urine dapat berhenti dan dribbling (urine menetes
15
DIAGNOSIS ANAMNESIS Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau wawancara yang cermat guna mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang dideritanya. Anamnesis itu meliputi: Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah mengganggu Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah mengalami cedera, infeksi, atau pem-bedahan) Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan miksi
16
17
Selain 7 pertanyaan di atas, di dalam daftar pertanyaan IPSS terdapat satu pertanyaan tunggal mengenai kualitas hidup (quality of life atau QoL) yang juga terdiri atas 7 kemungkinan jawaban PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik diagnostik yang paling penting untuk BPH adalah colok dubur (digital rectal examination). Pada pemeriksaan ini akan dijumpai pembesaran prostat teraba simetris dengan konsistensi kenyal, sulkus medialis yang pada keadaan normal teraba di garis tengah, mengalami obliterasi karena pembesaran kelenjar. Oleh karena pembesaran kelenjar secara longitudinal, dasar kandung kemih (kutub/pole atas prostat) terangkat ke atas sehingga tidak dapat diraba oleh jari sewaktu colok dubur. Jika pada colok dubur teraba kelenjar prostat dengan konsistensi keras, harus dicurigai suatu karsinoma. Franks pada tahun 1954 mengatakan: BPH terjadi pada bagian dalam kelenjar yang mengelilingi urethra prostatika sedangkan karsinoma terjadi di bagian luar pada lobus posterior.
18
Pemeriksaan Pencitraan.
Ultrasonografi dapat dilakukan secara trans-abdominal atau trans-rektal (TRUS). Cara ini dianggap sebagai pemeriksaan yang baik oleh karena ketepatannya dalam mendeteksi pembesaran prostat, tidak ada bahaya radiasi dan juga relatif murah. Selain untuk mengetahui pembesaran prostat pemeriksaan ultrasonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urin, dan keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu. Dengan USG trans-rektal dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat pula dilakukan dengan USG supra pubik. Payaran CT atau MRI jarang dilakukan. Dengan pemeriksaan radiologi seperti foto polos perut dan pielografi intra vena dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih. Kalau dibuat foto setelah miksi dapat dilihat sisa urin. Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras pada dasar kandung kemih. Secara tidak langsung pembesaran prostat dapat diperkirakan apabila dasar buli-buli pada gambaran sistogram tampak terangkat atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk seperti mata
21
PENATALAKSANAAN Penderita datang ke dokter bila pembesaran prostat telah memberikan gambaran klinis. Terapi nonbedah dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan control dengan menetukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi. Didalam praktek pembagian besar prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan cara penanganan. Penderita derajat I biasanya belum memerlukan tindakan bedah diberikan pengobatan konservatif, misalnya dengan penghambat adrenoreseptor alfa seperti alfazosin, prazosin dan terazosin. Derajat II merupakan indikasi untuk pembedahan. Biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans urethral resecsion =TUR). Mortalitas TUR sekitar 1% dan morbiditas sekitar 8%. Kadang derajat II dapat digunakan pengobatan konservatif. Pada derajat III, reseksi endoskopik dapat dikerjakan oleh pembedahan yang cukup berpengalaman. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam, sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal, retropubik atau perineal. Pada operasi melalui kandung kemih dibuat sayatan perut bagian bawah menurut Pfannenstiel; kemudian prostat dinukleasi dari dalam simpainya. Keuntungan teknik ini adlah dapat sekaligus untuk mengangkat batu kandung kemih atau divertikelektomi apabila ada divertikulum yang cukup besar. Cara pembedahan retropubik menurut Millin dikerjakan melalui sayatan kulit Pfannenstiel dengan membuka simpai prostat tanpa membuka kandung kemih, kemudian prostat dienukleasi. Cara ini mempunyai keunggulan yaitu tanpa membuka kandung kemih sehingga pemasangan kateter tidak memakan waktu yang lama. Kerugiannya, cara ini tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan
22
23