You are on page 1of 38

askep urolithiasis

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Urolithiasis atau batu ginjal merupakan batu pada saluran kemih. Urotialisis sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan mesir kuno dengan ditemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari system kaliks ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hyperplasia prostat atau batu uretra yang terbentuk di dalam divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu saluran kemih yang paling sering terjadi. Penyakit batu saluran kemih menyebar ke seluruh dunia dengan perbedaan di Negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli, sedangkan di Negara yang lebih maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih di bagian atas ( ginjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas a penduduk aktivitas sehari- hari. Angka prevalensi rata-rata seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih. Penyakit Urolithiasis di masyarakat luas pada umumnya dikenal dengan batu ginjal. Penyakit ini akan menjadi kronik bila tidak mendapat pengobatan secara dini yaitu terjadinya kerusakan ginjal yang akut ditandai dengan tidak berfungsinya ginjal. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk di bidang kesehatan berdampak positif dan negatif terhadap pola hidup masyarakat termasuk perubahan pola dan gaya hidup masyarakat sehinga kita dapat melihat dampak

negatif yang bisa kita lihat yaitu banyaknya penyakit yang muncul misalnya hipertensi, jantung dan juga ginjal.

Selain itu penyakit yang muncul karena gaya hidup yang kurang sehat adalah batu pada saluran kencing, yang bila tidak diatasi dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Karena hal tersebut di atas sebagai perawat kita ikut berperan dalam mengatasi masalah ini antara lain dengan rasa memberikan penyuluhan pada pasien dan keluarga untuk meningkatkan pengetahuan tentang urolithiasis dan vesikolithiasis/batu buli-buli khususnya serta cara pencegahannya. Gejala awal terbentuknya batu jarang dirasakan oleh penderita, mungkin hanya perubahan dalam pola perkemihan, namun bila tidak ditindaklanjuti maka dapat menimbulkan keadaan yang parah, seperti nyeri yang hebat, terjadi penyumbatan saluran kemih bahkan terjadi kerusakan ginjal. Peran perawat dalam hal ini adalah memberikan penyuluhan tentang pencegahan terjadinya batu, seperti mengkonsumsi cairan dalam jumlah banyak (3 4 liter/hari), diit yang seimbang/sesuai dengan jenis batu yang ditemukan, aktivitas yang cukup serta segera memeriksakan diri bila timbul keluhan pada saluran kemih agar dapat segera ditangani. Bagi penderita yang mengalami batu pada saluran kemih agar selalu menjaga kesehatannya agar tidak terjadinya pembentukan batu yang baru. Hal yang harus diperhatikan oleh penderita adalah diet makanan dan pemeliharaan kesehatan seperti berobat ke dokter, minum obat secara teratur dan menghindari penyakit infeksi yang menjadi salah satu penyebab timbulnya urolithiasis.

B. TUJUAN 1. Tujuan umum Mahasiswa mampu mengartikan dan menjelaskan tentang penyakit

Urotiliasis, serta dapat mengetahui cara memberikan Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan diagnosa urotiliasis dan memperoleh pengalaman nyata dalam

merawat pasien dengan penyakit batu saluran kemih serta dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Memperdalam anatomi fisiologi dan patologi sistem

perkemihan yang merupakan dasar dalam melakukan pengkajian dan intervensi keperawatan.

2. Tujuan Khusus Diharapkan mahasiswa mampu : a. Menjelaskan definisi penyakit urolithiasis. b. Menjelaskan penyebab penyakit urolithiasis. c. Menjelaskan gejala dan tanda penyakit urolithiasis. d. Menjelaskan patofisiologi penyakit urolithiasis. e. Melakukan pemeriksaan fisik. f. Melakukan pemeriksaan diagnostik. g. Melakukan penatalaksanaan penyakit urolithiasis. h. Menentukan cara pencegahan penyakit urolithiasis. i. Mengetahui komplikasi. j. Melakukan pengkajian. k. Menentukan diagnosa. l. Menentukan perencanaan tindakan. m. Melakukan tindakan keperawatan. n. Menentukan evaluasi keperawatan. o. Melakukan dokumentasi.

BAB II KONSEP PENYAKIT A. ANATOMI FISIOLOGI Sistem perkemihan terdiri atas 1. Ginjal 2. Ureter 3. Kandung kemih 4. uretra :

Ginjal mengeluarkan sekret urine; ureter mengeluarkan urine dari ginjal ke kandung kemih; kandung kemih berkerja sebagai penampung urine dan uretra mengeluarkan urine dan kandung kemih. Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal, dibelakang peritoneum, atau di luar peritoneum. Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian vertebra torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari kiri karena letak hati yang menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan. Panjang ginjal pada orang dewasa sekitar 67,5 cm, tebal 1,5-2,5 cm, dan berat sekitar 140 gram. Pada bagian atas terdapat kelenjar suprenalis atau kelenjar adrenal. Struktur struktur setiap ginjal diselubungi oleh kapsul tipis dan jaringan fibrus dan membentuk pembungkus yang halus. Didalamnya terdapat struktur ginjal berwarna ungu tua yang terdiri atas korteks disebelah luar dan medula di sebelah dalam. Bagian medula tersusun atas 15-16 massa piramid yang disebut piramid ginjal. Puncaknya mengarah ke hilum dan berakhir di kalises (kaliks). Kalises menghubungkannya dengan pelvis ginjal. Nefron adalah struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal. Jumlahnya sekitar 1.000.000 pada setiap ginjal. Setiap nefron dimulai sebagai berkas kapiler (badan malphigi atau glomerulus) yang tertanam pada ujung atas yang lebar pada urinefrus atau nefron. Dari sini tubulus berjalan berkelok-kelok dan sebagian lurus. Bagian pertama berkelok-kelok dan sesudah itu terdapat sebuah simpa yang disebut simpai henle. Kemudian, tubulus itu berkelok-kelok lagi, disebut kelokan kedua atau tubulus distal, yang tersambung

dengan tubulus penampung yang berjalan melintasi korteks medula, lalu berakhir di salah satu piramidalis. Pembuluh arteri yaitu arteri renalis membawa darah murni dari aorta abdominalis ke ginjal. Cabang arteri memiliki banyak ranting di dalam ginjal dan menjadi arteriola aferen serta masing-masing membentuk simpul dari kapiler-kapiler di dalam salah satu badan malphigi, yaitu glomerulus. Arteriola aferen membawa darah dari glomerulus, kemudian dibagi ke dalam jaringan peritubular kapiler. Kepiler ini menyuplai tubulus dan menerima materi yang direabsopsi oleh struktur tubular. Pembuluh eferen menjadi arteriola eferen yang becabang-cabang membentuk jaringan kapiler di sekeliling tubulus uriniferus. Kapiler ini bergabung membentuk vena renalis yang membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior. Kapiler arteriola eferen lainya membentuk vasa vecta yang berperan dalam mekanisme kosentrasi ginjal. Fungsi Ginjal :

1. Sebagai tempat mengatur air. 2. Sebagai tempat mengatur kosentrasi garam dalam darah. 3. Sebagai tempat mengatur keseimbangan asam basa darah. 4. Sebagai tempat ekskresi dan kelebihan garam. Sekresi urine dan mekanisme kerja ginjal, glomerulus berfungsi sebagai saringan. Setiap menit, kira-kira satu liter darah yang mengandung 500 cc plasma mengalir melalui semua glomerulus, dan sekitar 100 cc (10%), disaring keluar. Plasma yang berisi semua garam, glukosa, dan benda halus lainya disaring. Namun, sel dan protein plasma terlalu besar untuk dapat menembus pori saringan dan tetap tinggi dalam darah. Cairan yang disaring, yaitu filtrat glomerulus, kemudian mengalir melalui tubulus renalis dan sel-selnya menyerap semua bahan yang diperlukan

tubuh serta membuang yang tidak diperlukan. Dalam keadaan normal, semua glukosa dan sebagian besar air diabsorpsi kembali, sedangkan produk buangan dikeluarkan. Faktor yang mempengaruhi sekresi adalah filtrasi glomerulus, reabsorpsinya tubulus, dan sekresi tubulus.

Tabel 1.1 Jumlah yang disaring dan dikeluarkan glomerulus setiap hari NO. 1. 2. 3. BAHAN AIR GARAM GLUKOSA DISARING 150 LITER 1.700 GRAM 170 GRAM DIKELUARKAN 11/2 LITER 15 GRAM 0 GRAM

Sumber : Peace E.C, Anatomi Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia pustaka utama,1995, hal 249. Berat jenis urine tergantung dari jumlah zat yang larut atau terbawa dalam urine. Berat jenis plasma (tanpa protein) adalah 1.010. bila ginjal mengencerkan urine ( misalnya sesudah minum air), maka berat jenisnya kurang dari 1.010. Bila ginjal memekatkan urine, maka berat jenis (BJ) urine lebih dari 1.010. Daya pemekatan ginjal diukur menurut berat jenis tertinggi. Ureter merupakan saluran retroperitonium yang menghubungkan ginjal dengan kandung kemih. Pada awalnya, ureter berjalan melalui fasia gerota dan kemudian menyilang muskulus psoas dan pembuluh darah iliaka komunis. Ureter berjalan sepanjang sisi posterior pelvis, di bawah vas deferen, dan memasuki basis vesika pada trigonum. Pasoka darah ureter berasal dari pembuluh darah renalis,

gonad, aorta, iliaka komunis,dan iliaka interna. Susunan saraf otonom pada dinding ureter memberikan aktvitas peristaltik, dimana kontraksi berirama berasal dari pemacu proksimal yang mengendalikan transpor halus dan efisien bagi urine dari pelvis renalis ke kandung kemih. Kandung kemih (vesika Urinaria-VU) berfungsi sebagai penampung urine. Organ ini berbentuk seperti buah pir atau kendi. Kandung kemih terletak di dalam punggul besar, di depan isi lainnya, dan di belakang simpisis pubis. Pada bayi letaknya lebih tinggi. Bagian terbawah adalah berbasis sedangkan bagian atas adalah fundus. Puncaknya mengarah ke depan bawah dan ada di belakang simpisis. Dinding kandung kemih terdiri atas lapisan serus sebelah luar, lapisan berotot, lapisan submukosa, dan lapisan mukosa dari epitelium transisional. Tiga saluran bersambung dengan kandung kemih. Dua ureter bermuara secara oblik di sebelah basis, letak oblik menghindarkan urine mengalir kembali ke dalam ureter. Uretra keluar dari kandung kemih sebelah depan. Daerah segitiga antara dua lubang

ureter dan uretra disebut segitiga kandung kemih (trigonum vesica urinarius). Pada wanita, kandung kemih terletak di antara simpisis pubis, utrus, dan vagina. Dari uretrus, kandung kemih dipisahkan oleh lipatan peritoneu ruang uterovesikal atau ruang dounglas. Uretra adalah sebuah saluran yang berjalan dari leher andung kemih ke lubang luar, dilapisi oleh membran mukosa yang bersambung dengan membran yang melapisi kandung kemih. Meatus urinarius terdiri atas serabut otot melingkar, membentuk sfingter uretra. Panjang uretra pada wanita sekitar 2,5-3,5 cm, sedangkan pria 17-22,5 cm. Proses perkemihan, mikturisi adalah peristiwa pembuangan urine. Keinginan berkemih disebabkan oleh penambahan tekanan dalam kandung kemih dan isi urine

didalamnya. Jumlah urine yang ditampung kandung kemih dan menyebabkan miksi yaitu 170-230 ml. Mikturisi merupakan gerakan yang dapat dikendalikan dan ditahan oleh pusat-pusat persyarafan. Kandung kemih dikendalikan oleh syaraf pelvis dan serabut saraf simpatik dari pleksus hipogastrik.

B. PENGERTIAN a. Urolithiasis adalah adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius (Brunner and Suddarth, 2002, hal. 1460). b. Urolithiasis adalah kalsifikasi dengan sistem urinari kalkuli, seringkali disebut batu ginjal. Batu dapat berpindah ke ureter dan kandung kemih (Black, Joyce, 1997, hal. 1595). c. Urolithiasis adalah benda zat padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai zat terlarut dalam urine pada saluran kemih. Batu dapat berasal dari kalsium oksalat (60%), fosfat sebagai campuran kalsium, amonium, dan magnesium fosfat (batu tripel fosfat akibat infeksi) (30%), asam urat (5%), dan sistin (1%).( Pierce A. Grace & Neil R. Borley 2006, ILMU BEDAH, hal. 171). d. Urolithiasis adalah penyakit diamana didapatkan batu di dalam saluran air kemih, yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior.(DR. Nursalam, M. Nurs & Fransica B.B, Sistem Perkemihan, hal. 76). e. Urolithiasis adalah pengkristilan mineral yang mengelilingi zat organik, misalnya nanah, darah, atau sel yang sudah mati. Biasanya batu kalkuli terdiri atas garam kalsium ( oksalat dan fosfat) atau magnesium fosfat dan asam urat.(Mary baradero,SPC,MN & Yakobus Siswandi, MSN, klien gangguan ginjal, hal 59).

C. ETIOLOGI Sampai saat sekarang penyebab terbentuknya batu belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor predisposisi terjadinya batu : 1. Ginjal Tubular rusak pada nefron, mayoritas terbentuknya batu. 2. Immobilisasi Kurang gerakan tulang dan muskuloskeletal menyebabkan penimbunan kalsium. Peningkatan kalsium di plasma akan meningkatkan pembentukan batu. 3. Infeksi : infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan menjadi inti pembentukan batu. 4. Kurang minum : sangat potensial terjadi timbulnya pembentukan batu. 5. Pekerjaan : dengan banyak duduk lebih memungkinkan terjadinya pembentukan batu dibandingkan pekerjaan seorang buruh atau petani. 6. Iklim : tempat yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit kering dan pemasukan cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya di daerah tropis, di ruang mesin menyebabkan banyak keluar keringat, akan mengurangi produksi urin. 7. Diuretik : potensial mengurangi volume cairan dengan meningkatkan kondisi terbentuknya batu saluran kemih. 8. Makanan, kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu, keju, kacang polong, kacang tanah dan coklat. Tinggi purin seperti : ikan, ayam, daging, jeroan. Tinggi oksalat seperti : bayam, seledri, kopi, teh, dan vitamin D.

D. KLASIFIKASI Teori pembentukan batu renal :

a. Teori Intimatriks Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi organik Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu. b. Teori Supersaturasi Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu. c. Teori Presipitasi-Kristalisasi Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat. d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya Batu Saluran Kencing.

Jenis Batu-batu renal 1. Batu kalsium

Terutama dibentuk oleh pria pada usia rata-rata timbulnya batu adalah dekade ketiga. Kebanyakan orang yang membentuk batu lagi dan interval antara batu-batu yang berturutan memendek atau tetap konstan. Kandungan dari batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran dari kedua jenis batu tersebut. Faktor yang menyebabkan terjadinya batu kalsium adalah : a. Hiperkalsiuria

Dapat disebabkan oleh pembuangan kalsium ginjal primer atau sekunder terhadap absorbsi traktus gastrointestinal yang berlebihan. Hiperkalsiuria absorptif dapat juga disebabkan oleh hipofosfatemia yang merangsang produksi vitamin D3. Tipe yang kurang sering adalah penurunan primer pada reabsorbsi tubulus ginjal, yang mengakibatkan hiperkalsiuria di ginjal. b. Hipositraturia Sitrat dalam urin menaikkan kelarutan kalsium dan memperlambat perkembangan batu kalsium oxalat. Hipositraturia dapat terjadi akibat asidosis tubulus distal ginjal, diare kronik atau diuretik tiazid. c. Hiperoksalouria Terdapat pada 15% pasien dengan penyakit batu berulang (> 60 mg/hari). Hiperoksaluria primer jarang terjadi, kelainana metabolisme kongenital yang merupakan autosan resesif yang secara bermakna meningkatkan ekskresi oksalat dalam urin, pembentukan batu yang berulang dan gagal ginjal pada anak. d. Hiperurikorsuria Kadar asam urat urin melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat urin dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat asam urat dalam urin dapat bersumber dari konsumsi makanan yang kaya purin/ berasal dari metabolisme endogen. e. Hipomagnesiuria Seperti halnya dengan sitrat magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena di dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium dengan oksalat. 2. Batu asam urat kalsium di

Batu asam urat merupakan penyebab yang paling banyak dari batu-batu radiolusen di ginjal. Batu-batu tersebut dapat terbentuk jika terdapat hiperurikosuria dan urin asam yang menetap. Batu asam urat batu ini dijumpai pada pasien gout, Ph Urin yang rendah Adalah factor Kritis dalam membantu pembentukan batu asam urat. Batu ini jarang terbentuk dalam urin basa. Batu terbentuk pada PH dibawah 5,5.

3. Batu struvit Sering ditemukan dan potensial berbahaya. Batu ini terutama pada wanita, diakibatkan oleh infeksi saluran kemih oleh bakteri-bakteri yang memiliki urease, biasanya dari psesies proteus. Batu ini dapat tumbuh menjadi besar dan mengisi pelvis ginjal dan kalises untuk menimbulkan suatu penampilan seperti tanduk rusa jantan. Dalam urin, kristal struvit berbentuk prisma bersegi empat yang menyerupai tutup peti mati.obat antibiotik.

E. MANIFESTASI KLINIK Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada adanya obstruksi, infeksi dan edema. a. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal.

- Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal. - Nyeri yang luar biasa dan ketidak nyamanan. b. Batu di piala ginjal Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral. Hematuri dan piuria dapat dijumpai. Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita nyeri ke bawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di area kostoveterbal, dan muncul Mual dan muntah. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat dari reflex renoinstistinal dan proksimitas anatomic ginjal ke lambung pancreas dan usus besar. c. Batu yang terjebak di ureter Menyebabkan gelombang Nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar. Hematuri akibat aksi abrasi batu. Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5-1 cm.

d. Batu yang terjebak di kandung kemih Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuri. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi retensi urine.

F. PATOFISIOLOGI Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan urolitiasis belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu antara lain : Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan yang kurang dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau stasis urin menyajikan sarang untuk pembentukan batu. Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat, oxalat, dan faktor lain mendukung pembentukan batu meliputi : pH urin yang berubah menjadi asam, jumlah solute dalam urin dan jumlah cairan urin. Masalah-masalah dengan metabolisme purin mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH urin juga mendukung pembentukan batu. Batu asam urat dan batu cystine dapat mengendap dalam urin yang asam. Batu kalsium fosfat dan batu struvite biasa terdapat dalam urin yang alkalin. Batu oxalat tidak dipengaruhi oleh pH urin. Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan kalsium menuju tulang akan terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan yang akan diekskresikan. Jika cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan atau pengendapan semakin bertambah dan pengendapan ini semakin kompleks sehingga terjadi batu. Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi, ada batu yang kecil dan batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin dan akan menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak darah dalam urin. Sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan akibat yang fatal dapat timbul hidronefrosis karena dilatasi ginjal.

Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada organ-organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena ginjal tidak mampu melakukan fungsinya secara normal. Maka dapat terjadi penyakit GGK yang dapat menyebabkan kematian.

Skema patofisiologi

DP. NYERI

G. PEMERIKSAAN FISIK FISIK 1. Mungkin teraba ginjal yang mengalami hidronefrosis/obstruktif. 2. Nyeri tekan/ ketok pinggang/ daerah kortekoserebral. 3. Batu uretra anterior bisa diraba. H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum menunjukkan adanya sel darah merah, sel darah putih dan kristal(sistin,asam urat, kalsium oksalat), serta serpihan, mineral, bakteri, pus, pH urine asam(meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat. 2. Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin meningkat. 3. Kultur urine : menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (stapilococus aureus, proteus,klebsiela,pseudomonas). 4. Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein dan elektrolit.

5. BUN/kreatinin serum dan urine : Abnormal ( tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu okkstuktif pada ginjal menyebabkan

iskemia/nekrosis. 6. Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal. 7. Hitung Darah lengkap : sel darah putih mungkin meningkat menunjukan infeksi/septicemia. 8. Sel darah merah : biasanya normal. 9. Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi ( mendorong presipitas pemadatan) atau anemia(pendarahan, disfungsi ginjal). 10. Hormon paratiroid : mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine). 11. Foto rontgen : menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter. 12. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul. Menunjukan abdomen pada struktur anatomik ( distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli. 13. Sistoureterokopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu dan efek obstruksi. 14. Stan CT : mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain, ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih. 15. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.

I. PENATALAKSANAAN 1. Tujuannya : a. Menghilangkan Batu b. Menentukan jenis Batu c. Mencegah kerusakan nefron d. Mengendalikan infeksi e. Mengurangi obstuksi yang terjadi f. Mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi (terulang kembali).

2.

Cara penanganan :

a. Pengurangan nyeri, mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan, morfin diberikan untuk mencegah sinkop akibat nyeri luar biasa. Mandi air hangat di area panggul dapat bermanfaat. Cairan yang diberikan, kecuali pasien mengalami muntah atau menderita gagal jantung kongestif atau kondisi lain yang memerlukan pembatasan cairan. Ini meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang belakang batu sehingga mendorong passase batu tersebut ke bawah. Masukan cairan sepanjang hari mengurangi kosentrasi kristaloid urine, mengencerkan urine dan menjamin haluaran urine yang besar. b. Pengangkatan batu, pemeriksaan sistoskopik dan passase kateter ureteral kecil untuk menghilangkan batu yang menyebabkan obstruksi ( jika mungkin), akan segera mengurangi tekanan belakang pada ginjal dan mengurangi nyeri. c. Terapi nutrisi dan Medikasi. Terapi nutrisi berperan penting dalam mencegah batu ginjal. Masukan cairan yang adekuat dan menghindari makanan tertentu dalam diet yang merupakan bahan utama pembentuk batu(mis.kalsium), efektif untuk mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Minum paling sedikit 8 gelas sehari untuk mengencerkan urine, kecuali dikontraindikasikan. - Batu kalsium, pengurangan kandungan kalsium dan fosfor dalam diet dapat membantu mencegah pembentukan batu lebih lanjut. - Batu fosfat, diet rendah fosfor dapat diresepkan untuk pasien yang memiliki batu fosfat, untuk mengatasi kelebihan fosfor, jeli aluminium hidroksida dapat diresepkan karena agens ini bercampur dengan fosfor, dan mengeksikannyamelalui saluran intensial bukan ke system urinarius. - Batu urat, untuk mengatasi batu urat, pasien diharuskan diet rendah purin, untuk mengurangi ekskresi asam urat dalam urine.

- Batu oksalat, urine encer dipertahankan dengan pembatasan pemasukan oksalat. Makanan yang harus dihindari mencakup sayuran hijau berdaun banyak, kacang,seledri, coklat,the, kopi. - Jika batu tidak dapat keluar secara spontan atau jika terjadi komplikasi, modaritas penanganan mencakup terapi gelombang kejut ekstrakorporeal,

pengankatan batu perkutan, atau uteroroskopi. d. Lithotrupsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal, adalah prosedur noninvasive yang digunakan untuk menghancurkan batu kaliks ginjal. Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang kecil seperti pasir, sisa batu-batu tersebut dikeluarkan secara spontan e. Metode Endourologi Pengangkatan batu, bidang endourologi menggabungkan keterampilan ahli radiologi dan urologi untuk mengankat batu renal tanpa pembedahan mayor. f. Uteroskopi, mencakup visualisasi dan askes ureter dengan memasukan suatu alat ureteroskop melalui sistoskop. Batu dihancurkan dengan menggunakan laser, lithotripsy elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat. g. Pelarutan batu, infuse cairan kemolitik, untuk melarutkan batu dapat dilakukan sebagai alternative penanganan untuk pasien kurang beresiko terhadap terapi lain, dan menolak metode lain, atau mereka yang memiliki batu yang mudah larut (struvit). h. Pengangkatan Bedah,sebelum adanya lithotripsy, pengankatan batu ginjal secara bedah merupakan terapi utama. Jika batu terletak di dalam ginjal, pembedahan dilakukan dengan nefrolitotomi (Insisi pada ginjal untuk mengangkat batu atau nefrektomi, jika ginjal tidak berfungsi akibat infeksi atau hidronefrosis. Batu di piala ginjal diangat dengan pielolitotomi, sedangkan batu yang diangkat dengan

ureterolitotomi, dan sistostomi jika batu berada di kandung kemih., batu kemudian dihancur dengan penjepit alat ini. Prosedur ini disebut sistolitolapaksi.

J. PENCEGAHAN 1. Usahakan diuresis yang adekuat: minum air 2-3 liter per hari dapat di capai diuresis 1,5 liter/hari. 2. Pelaksanaan diet bergantung dari jenis penyakit batu (rendah kalsium tinggi sisa asam, diet tinggi sisa basa, dan diet rendah purin). 3. Eradikasi infeksi saluran kemih khususnya untuk batu struvit.

K. KOMPLIKASI 1. Sumbatan : akibat pecahan batu 2. Infeksi : akibat desiminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi 3. Kerusakan fungsi ginjal : akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan pengangkatan batu ginjal

BAB III ASKEP UROLITHIASIS A. I. Pengkajian Identitas Nama Umur Jenis kelamin Alamat Pekerjaan II. : : Paling sering 30 50 tahun : 3 x Lebih banyak pada pria : Tinggal di daerah panas : perkerja berat

Keluhan Utama

1. Nyeri yang luar biasa, akut/kronik.

2. Kolik yang menyebar ke paha dan genetelia. III. Riwayat Penyakit Dahulu

1. Pernah menderita infeksi saluran kemih. 2. Sering mengkonsumsi susu berkalsium tinggi. 3. Bekerja di lingkungan panas. 4. Penderita osteoporosis dengan pemakaian pengobatan kalsium. 5. Olahragawan.

IV. 1. Nyeri

Riwayat Penyakit Sekarang

2. Mual / Muntah 3. Hematuria 4. Diare 5. Oliguria 6. Demam 7. Disururia V. Riwayat Penyakit Keluarga

1. Pernah menderita urolitiasis 2. Riwayat ISK dalam keluarga 3. Riwayat hipertensi

Pemahaman pasien mengenai perawatan harus digali untuk mengidentifikasi kesalahan konsepsi atau kesalahan informasi yang dapat dikoreksi sejak awal. VI. Dasar Dasar Pengkajian

1. Aktifitas/istirahat

Gejala

: Perkejaan mononton, perkerjaan dimana pasien terpajan pada

lingkungan bersuhu tinggi. Keterbatasan aktivitas/imobilisasi sehubungan dengan kondisi sebelumnya(contoh penyakit tak sembuh, cedera medulla spinalis). 2. Sirkulasi Tanda : peningkatan TD/nadi(nyeri, anseitas, gagal ginjal).

Kulit hangat dan kemerahan ;pucat.

3. Eliminasi Gejala : Riwayat adanya/ ISK Kronis;obstruksi sebelumnya(kalkulus). Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh. Rasa terbakar, dorongan kemih. Tanda : oliguria, hematuria, piuria. Perubahan pola berkemih.

4. Makanan/cairan Gejala : muntah/mual ,nyeri tekan abdomen. Diet rendah purin, kalsium

oksalat, dan fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan; tidak minum air dengan cukup. Tanda : distensi abdominal; penurunan/tak adanya bising usus, muntah.

5. Nyeri/ketidaknyamanan Gejala : episode akut nyeri berat/ kronik. Lokasi tergantung pada lokasi batu,

contoh pada panggul di region sudut kostovetebral ; dapat menyebar ke seluruh punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha/genitalia. Nyeri dangkal konstan menunjukan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain. Tanda : melindungi; prilaku distraksi. Demam dan menggigil.

6. Penyuluhan/ pembelajaran Gejala : riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi,gout, ISK

Kronis. Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya,

hiperparatiroidisme. Penggunaan antibiotic, antihipertensi, natrium bikarbonat,alupurinol,fosfat,tiazid, pemasukan berlebihan kalsium dan vitamin.

B.

Diagnosis Keperawatan Pre operasi :

1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi uretral. 2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan situasi kandung kemih oleh batu,iritasi ginjal atau uretral. 3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual / muntah. 4. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan adanya batu pada saluran kemih (ginjal). 5. Kurang pengetahuan interpertasi informasi. Post operasi 1. Resiko kurang volume cairan b.d. haemoragik/ hipovolemik 2. Nyeri b.d insisi bedah 3. Perubahan eliminasi perkemihan b.d. penggunaan kateter 4. Resiko infeksi b.d. insisi operasi dan pemasangan kateter. berhubungan dengan kurang terpajan/ menginggat salah

E. INTERVENSI KEPERAWATAN Pre operasi Diagnosa 1 Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi uretral Tujuan : - Melaporkan nyeri hilang/berkurang dengan spasme terkontrol - Tampak rileks mampu tidur/istirahat dengan tepat. Intervensi 1. Catat lokasi, lamanya dan Rasional 1. Membantu tempat mengevaluasi abstruksi dan

intensitas penyebaran

(0-10)

kemajuan gerakan kalkulus

2. Berikan kesempatan untuk 2. Jelaskan penyebab nyeri dan melaporkan perubahann pentingnya tentang kejadian / pemberian analgesic

sesuai waktu (membantu dalam meningkatkan

koping pasien dan dapat menurunkan ansietas).

karakyeristik nyeri.

3. Menaikkan 3. Berikan tindakan nyaman contoh pijatan punggung lingkungan istirahat.

relaksasi

menurunkan tegangan otot dan menaikkan koping

4. Obstruksi lengkap ureter 4. Perhatikan keluhan/menetap nyeri abdomen. nya dapat menyebabkan

perforasi dan ekstravasasi urine ke dalam area

perineal.

5. Cairan 5. Berikan bila banyak ada cairan mual,

membantu

membersihkan ginjal dan dapat mengeluarkan batu kecil.

tidak

lakukan dan pertahankan terapi IV yang

diprogramkan bila mual dan muntah terjadi. 6. Gerakan dapat meningkatkan pasase dari 6. Dorong aktivitas sesuai toleransi, berikan beberapa batu kecil dan mengurangi urine statis.

analgesic dan anti emetic sebelum mungkin. bergerak bila

Kenmyamanan meningkatkan istirahat dan penyembuhan disebabkan peningkatan nyeri. mual oleh

Diagnosa 2 Perubahan eliminasi urine berdasarkan slimuti kandung kemih oleh batu,iritasi ginjal oleh ureteral Tujuan - Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya - Tidak mengalami tanda obstruksi

Intervensi 1. Awasi pemasukan dan serta

Rasional 1. Memberikan informasi

keluaran karakteristik urine

tentang fungsi ginjal, dan adanya komplikasi contoh infeksi dan perdarahan

2. Kalkulus 2. Tentukan pola berkemih normal dan perhatikan

dapat

menyebabkan ekstibilitas yang menyebabkan

variasi

sensasi

kebutuhan

berkemih segera

3. Dorong

meningkatjkan

3. Peningkatan membilas

hidrasi bakteri,darah

pemasukan cairan

dan debris dan dapat membantu lewatnya batu. 4. periksa semua urine catat adanya keluaran batu 4. Penemuan memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi terapi. 5. Observasi status perubahan mental,perilaku 5. Akumulasi sisa uremik pilihan batu

dan kirim ke laboratorium untuk analisa

atau tingkat kesadaran

dank e tidak seimbangan elektrolit dapat menjadi 6. Awasi pemeriksaan toksik di SSP. laboratorium,contoh BUN,elektrolit,kreatinin. 6. Peninggian BUN,kreatinin dan elektrolit

mengidentifikasikan disfungsi ginjal.

Diagnosa 3 Kekurangan volume cairan berdasarkan mual / muntah Tujuan : - Mempertahankan keseimbangan cairan - Membran mukosa lembab - Turgor kulit baik

Intervensi 1. Awasi intake dan Output

Rasional 1. Membandingkan keluaran actual dan yang

diantisifikasi

membantu

dalam evaluasi adanya / derajat statis / kerusakan ginjal. 2. Catat muntah,diare karakteristik insiden perhatikan dan 2. Mual secara berdasarkan ginjal ganglion kedua lambung. 3. Awasi Hb /Ht, elektrolit baik / muntah, diare umum kolik saraf pada dan

frekuensi mual / muntah dan diare.

karena seliaka ginjal

3. Mengkaji 4. Berikan cairan IV efektifian intervensi.

hidrasi /

dan

kebutuhan

4. Mempertahankan volume sirkulasi / bila pemasukan 5. Berikan diet tepat,cairan jernih,makanan sesuai toleransi. lembut oral tidak cukup,/ menaik fungsi ginjal.

5. Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas GI / iritasi dan membantu

mempertahankan dan nutrisi.

cairan

keseimbangan

Diagnosa 4 Resiko tinggi terhadap cidera berdasarkan adanya batu pada saluran kemih ( ginjal ). Tujuan : - Fungsi ginjal dalam batas normal - Urine berwarna kuning / kuning jernih - Tidak nyeri waktu berkemih.

Intervensi 1. Pantau : Urine berwarna,bau / tiap 8 jam Masukan dan haluaran tiap 8 jam PH urine TTV setiap 4 jam

Rasional 1. Untuk deteksi dini

terhadap masalah.

2. Saring

semua

2. Untuk mendaptakan datadata keluarnya

urine,observasi terhadap kristal. Simpan kristal

batu,perubahan diet yang didasari oleh komposisi batu

untuk dilihat dokter kirim ke laboratorium

3. Konsultasi dengan dokter bila pasien sering urine 3. Temuan-temuan menunjukkan ini

berkemih,jumlah

sedikit

dan

terus

perkembangan obstruksi dan kebutuhan intervensi progresif.

menerus,perubahan urine.

4. Berikan sesuai

obat-obatan program untuk PH 4. Dengan perubahan PH urine / peningkatan /

mempertahankan urine tepat.

keasamaan alkalinitas,factor solubilitas untuk

batu

dapat di control.

Diagnosa 5 Tujuan : - menyatakan pemahaman proses penyakit. - Menghubungkan gejala dan faktor penyebab. - Melakukan perubahan prilaku yang perlu dan berpastrisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi

Rasional

1. kaji ulang proses penyakit dan harapan 1. memberikan pengetahuan dasar dimana di masa yang datang. pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi. 2. tekankan pentingnya peningkatan pemasukan cairan , contoh 3-4 liter per hari/ 6-8 liter/ hari. Dorong pasien 2. pembilasan sistem ginjal menurunkan kesempatan statis ginjal atau pembentukan batu.

melaporkan mulut kering, diuresis (keringat berlebihan) dan untuk peningkatan pemasukan cairan baik bila haus atau tidak. 3. diet rendah purin, contoh membatasi daging berlemak, kalkun, tumbuhan polong, gandum dan alkohol. 4. diet rendah kalsium, contoh membatasi 4. menurunkan resiko pembentukan batu ,susu,keju,sayur, berdaun hijau, yogurt. 5. diet rendah oksalat, contoh membatasi makan coklat, minuman mengandung kafein, bit, bayam. 6. diet rendah kalsium/ fosfat dengan jeli karbonat aluminium 30-40 ml, 30 menit/jam. 6. mencegah kalkulus fosfat dengan membentuk presipitrat yang larut dalam traktus GI, menguragi beban nefron ginjal. 7. diskusikan program obat-obatan, hindari obat yang dijual bebas dan membaca semua label produk/ kandungan dalam makanan. 7. obat-obatan diberikan untuk mengasamkan mengakalikan urine, tergantung pada penyebab dasar pembentukan batu. kalsium. 5. menurunkan pembentukan batu oksalat. 3. menurunkan pemasukan oral terhadap prekusor asam urat.

8. mendengar dengan aktif tentang terapi8. membantu pasien berkerja melalui / perubahan pola hidup. perasaan dan meningkatkan rasa kontrol apa yang terjadi. 9. tunjukan perawatan yang tepat terhadap insisi/ kateter bila ada. 9. meningkatkan kemampuan perawatan diri, dan kemandirian.

Post operasi Diagnosa 1 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan haemoregik / hipovolemik Tujuan : - tanda tanda vital stabil kulit kering dan elastic intake output seimbang insisi mulai sembuh, tidak ada perdarahan melalui selang rasional 1. mengetahui adanya perdarahan.

Intervensi 1. Kaji balutan selang kateter terhadap perdarahan setiap jam dan lapor dokter. 2. Anjurkan pasien untuk mengubah posisi selang atau kateter saat mengubah posisi. 3. Pantau dan catat intake output tiap 4 jam, dan laporan ketidak seimbangan. 4. Kaji tanda vital dan turgor kulit, suhu tiap 4-8 jam.

2. mencegah perdarahan pada luka insisi

3. mengetahui kesimbangan dalam tubuh.

4. dapat menunjukan adanya dehidrasi / kurangnya volume cairan Diag nosa 2 Nyeri berh ubun gan deng an

insisi bedah Tujuan : pasien melaporkan meningkatanya kenyamanan yang ditandai dengan mudah untuk bergertak, menunjukkan ekspresi wayah dan tubuh yang relaks.

Intervensi

Rasional

1. Kaji intensitas,sifat, lokasi pencetus 1. menentukan tindakan selanjutnya daan penghalang factor nyeri. 2. Berikan tindakan kenyamanan non 2. dengan otot relkas posisi dan farmakologis, anjarkan tehnik relaksasi, kenyamanan dapat mengurangi nyeri. bantu pasien memilih posisi yang 3. nyeri. nyeri tekan, bengkak dan 4. untuk mengurangi rasa nyeri. R/ obat pasien untuk menahan 5. analgetik dapat mengurangi nyeri. peradangan dapat menimbulkan

nyaman. 3. Kaji

kemerahan. 4. Anjurkan

daerah insisi dengan kedua tangan bila sedang batuk. 5. Kolaborasi dengan dokter untuk

pemberian analgetik.

Diagnosa 3 Perubahan eliminasi perkemihan berhubungan dengan pemasangan alat medik ( kateter). Tujuan : pasien berkemih dengan baik, warna urine kuning jernih dan dapat

berkemih spontan bila kateter dilepas setelah 7 hari. Intervensi 1. Kaji pola berkemih normal pasien. 1.untuk Rasional membandingkan apakah ada

perubahan pola berkemih. 2. Kaji keluhan distensi kandung kemih2. kandung kemih yang tegang disebabkan tiap 4 jam 3.Ukur intake output cairan. 4. Kaji warna dan bau urine dan nyeri. karena sumbatan kateter. 3. untuk mengetahui keseimbangan

cairan

5. Anjurkan klien untuk minum air putih 2 4. untuk mengetahui fungsi ginjal. Lt /sehari , bila tidak ada kontra indikasi. 5. untuk melancarkan urine.

Diagnosa 4 Resiko infeksi berhubungan dengan insisi bedah dan pemasangan kateter. Tujuan : - Insisi kering dan penyembuhan mulai terjadi. Drainase dan selang kateter bersih. Rasional

Intervensi

1. Kaji dan laporkan tanda dan gejala 1. mengintervensi tindakan selanjutnya. infeksi luka (demam, kemerahan,

bengkak, nyeri tekan dan pus) 2. Kaji suhu tiap 4 jam. 2. peningkatan suhu menandakan

adanya infeksi.

3. Anjurkan klien untuk menghindari atau 3. menghindarkan infeksi. menyentuk insisi.

4. Pertahankan tehnik

steril untuk 4. menghindari infeksi silang

mengganti balutan dan perawatan luka.

F. IMPLEMENTASI Perencanaan yang dilaksanakan diantaranya : mengobservasi tanda-tanda vital, mengkaji dan menjelaskan penyebab nyeri dan menganjurkan pasien melakukan teknik relaksasi : napas dalam, imajinasi dan visualisasi bila timbul nyeri, memantau dan mengobservasi keluhan peningkatan/menetapnya nyeri abdomen, mengawasi dan menganjurkan pasien untuk meningkatkan pemasukan cairan sedikitnya 2-3 liter perhari karena pasien yang ditemui sudah lansia, mengawasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine, mengkaji pola berkemih normal pasien dan perhatikan variasi, mengkaji keluhan kandung kemih penuh :

palpasi untuk menilai adanya distensi suprapubik, mengkaji ulang pengetahuan pasien tentang penyakit; penyebab, tanda/gejala dan komplikasi penyakit, mendengarkan ungkapan pasien tentang program terapi/perubahan pola hidup, mengidentifikasi tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik : nyeri berulang, hematuri-oliguri, menjelaskan pada pasien mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan, melibatkan keluarga dalam mengurangi kecemasan dan menjelaskan kepada pasien sebelum melakukan tindakan pemeriksaan.

G. EVALUASI Melaksanakan tindakan sesuai dengan tujuan.

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Batu saluran kemih dapat disebabkan oleh berbagai sebab diantaranya intake cairan yang kurang, aktivitas yang kurang, iklim yang dingin atau panas serta makanan yang dapat mencetuskan terbentuknya batu ginjal. tanda dan gejala yang khas pada penyakit ini tergantung dari letak batu, besarnya batu. Gejala yang tersering adalah nyeri dan gangguan pola berkemih. Disamping pengobatan yang diberikan untuk mengurangi nyeri harus pula diimbangi dengan minum banyak 2-3 liter perhari, banyak melakukan aktivitas, olahraga

secara teratur dan mengurangi makanan yang tinggi kalsium, purin dan oksalat. Pada dasarnya penyakit batu saluran kemih dapat disembuhkan secara total jika cepat mendapat pertolongan dan penanganan dan juga bisa kambuh apabila tidak

merubah kebiasaan yang salah seperti : kurang minum, kurang bergerak/banyak duduk, mengkonsumsi makanan tinggi kalsium, purin dan oksalat. B. SARAN Sebagai perawat profesional sangat penting memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang proses terjadinya batu dan pencegahannya, sehingga pasien dan keluarga dapat mengerti dan bekerja sama untuk mendapatkan kesembuhan yang maksimal.

LAMPIRAN

Gambar Macam macam batu

Macam- macam batu batu struvit

DAFTAR PUSTAKA Brunner and Suddarths (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi kedelapan). Jakarta : EGC. Baradero, Mary, MN, SPC,Dkk,(2005). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC Doengoes, Marilynn E, RN. BSN, MA, CS (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (Edisi ketiga). Jakarta : EGC. Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. (Buku 3). Bandung : IAPK Padjajaran. Noer, H.M, Sjaifoellah (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Jilid kedua, Edisi ketiga). Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Nursalam, DR. M.Nurs,dkk.(2006). System Perkemihan. Jakarta : salemba medika Price, Sylvia Anderson, Ph.D., R.N (1995). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (Edisi keempat). Jakarta : EGC.

Diposkan oleh viyenti rani di 22.41 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Tidak ada komentar: Poskan Komentar Posting Lebih Baru Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip medikal bedah

2012 (3) o Desember (1) o Juni (2)

You might also like