You are on page 1of 4

A.

PENDAHULUAN Mola hidatidosa adalah suatu yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hamper seluruh vili khorialia mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai 1 atau 2 cm. gambaran histopatologik yang khas dari mola hidatidosa ialah edema stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada vili/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas.

Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per 120 kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan). Di Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting dengan insiden yang tinggi (data RS di Indonesia, 1 per 40 persalinan), faktor risiko banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masih berupa hospital based. Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik. B. Klasifikasi

C. Gejala dan Tanda Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan biasa, yaitu mual, muntah, pusing dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya sering lebih hebat. Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga pada umumnya berat uterus lebih besar dari umur kehamilan. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besar walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu aktif sehingga perlu dipikarkan kemungkinan adanya jenis dying mole. Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilah yang menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan

biasanya intermitten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian. Karena perdarahan ini umumnya pasien mola hidatidosa masuk dalam keadaan anemia. Seperti juga pada kehamilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai dengan preeclampsia, hanya perbedaannya ialah bahwa preeclampsia pada mola terjadinya lebih muda daripada kehamilan biasa. Penyulit lain yang akhir-akhir ini banyak dipermasalahkan adalah tirotoksikosis. Penyulit lain yang terjadi ialah emboli sel trofoblas ke paru-paru. Sebetulnya pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke paru-paru tanpa memberikan gejala apa-apa. Akan tetapi, pada mola kadang-kadang jumlah sel trofoblas ini sedemikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru-paru akut yang bisa menyebabkan kematian. Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral maupun bilateral. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi juga ada kasuskasus di mana kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up. D. Diagnosis Adanya molahidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan dengan amenorea, perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan tidak ditemukan tanda kehailan pasti seperti balotemen dan detak jantung anak. Untuk memperkuat diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic Gonadotropin (hCG) dalam darah atau urin, terutama dari hari ke-100, sangat sugestif. Bila belu jelas dapat dilakukan pemeriksaan USG, dimana kasus mola menunjukkan gambaran yang khas, yaitu berupa badai salju (snow flake pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb). Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat keluarnya gelembung mola. Namun, bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar, biasanya sudah terlambat karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun. Terbaik ialah bila dapat mendiagnosis mola sebelum keluar. Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik, sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus inkomplit atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya lebih

spesifik. Kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur bagian-bagian anekoik vesicular berdiameter antara 5-10 mm. gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang lebah (honey comb) atau badai salju (snow storm). Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik multilokuler di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka-lutein. Apabila jaringan mola memenuhi sebagian kavum uteri dan sebagian berisi janin yang ukurannya relative kecil dari umur kehamilannya disebut mola parsialis. Umumnya janin mati pada bulan pertama, tapi ada juga yang hidup sampai cukup besar atau bahkan aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa tempat vili yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan ditempat lain masih tampak vili yang normal. Umumnya mola parsialis mempunyai kariotipe triploid. Pada perkembangan selanjutnya jenis mola ini jarang menjadi ganas. E. Penatalaksanaan Pengelolaan mola hidatidosa dapat terdiri atas tahap berikut, yaitu: 1. Perbaikan keadaan umum Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfuse darah untuk memperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeclampsia atau tirotoksikosis. 2. Pengeluaran jaringan mola Terdapat 2 cara, antara lain: a. Vakum kuretase Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa pembiusan. Untuk memperbaiki kontraksi diberikan pula uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan dengan kuretase menggunakan sendok kuret biasa yang tumpul. Tindakan kuret cukup dilakukan 1 kali saja. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi. Sebelum tindakan kuret sebaiknya disediakan darah untuk menjaga bila terjadi perdarahan banyak.

b. Histerektomi Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda keganasan berupa mola invasif/koriokarsinoma. 3. Pemeriksaan tindak lanjut Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah mola hidatidosa. Tes hCG harus mencapai nilai normal 8 minggu setelah evakuasi. Lama pengawasan berkisar satu tahun. Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu dengan menggunakan kondom, diafragma, atau pantang berkala. F. djhfjdhkfjhdjf G. hdhdyddn H. jdjdisms

You might also like