You are on page 1of 2

GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING

PENCEGAHAN GPAB Untuk mengurangi angka terjadinya GPAB, diperlukan usaha-usaha baik secara promotif preventif dan rehabilitatif. Dalam mengupayakan usaha tersebut diperlukan kerjasama yang baik dari masyarakat dan pemerintah melalui tenaga kesehatan. Tindakan pencegahan merupakan hal paling bijak yang dapat kita lakukan dalam menghadapi masalah GPAB ini. Sejalan dengan ini, Departemen Tenaga Kerja berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor: KEP-51/MEN/1999 telah menentukan batas paparan suara bising yang diperkenankan.

Dengan dikeluarkannya peraturan, pemerintah berusaha melindungi masyarakatnya yang bekerja ditempat bising. Perlindungan tersebut diwujudkan dengan pengaturan jam kerja sesuai dengan paparan bising yang didapat oleh pekerja. Pembatasan pemaparan bising dapat dilakukan dengan mengontrol lingkungan mesin atau perlindungan diri pekerja yang terpapar. Program konservasi pendengaran yang ideal adalah dapat mengurangi atau menghilangkan bising yang berbahaya tepat pada sumbernya (Fox, 1997). Sayangnya kondisi ideal ini sukar dicapai ditinjau dari pengaturan teknis dan ekonomi. Apabila pengontrolan sumber bising tersebut masih tetap mebahayakan, maka dapat diberikan Alat Pelindung Diri (APD) pekerja berupa sumbat telinga (Fox, 1997). Usaha-usaha diatas merupakan pencegahan terjadinya GPAB di tempat kerja, yang disebut dengan Occupational Hearing Loss. Tetapi ada yang tidak kalah pentingnya yaitu tindakan pencegahan GPAB diluar lingkungan kerja, yang disebut dengan non-Occupational Hearing Loss. Komnas PGPKT (Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian) telah melakukan penelitian menggunakan sound level meter di 10 kota besar Indonesia pada tempat bermain anak, balita dan remaja. Hasilnya sangat mengejutkan dimana tingkat kebisingan di area tersebut mencapai 90-97,9 dB. Komisi ini juga mengukur pemutar musik portabel, dimana didapatkan angka 80 dB pada volume suara 50-60% (Husni, 2001). Sumber-sumber bising ini rupanya belum mendapat perhatian lebih sehingga belum ada peraturan yang mengikatnya. Padahal sumber

bising ini tidak kalah berbahaya dibanding dengan kebisingan di tempat kerja, baik dari segi intensitas bising dan durasi paparan yang sulit terkontrol. Untuk dapat menghindari terjadinya ketulian akibat bising terutama diluar lingkungan kerja ini perlu kiranya kita mendorong pemerintah melalui dinas terkait untuk membuat peraturan tentang Intensitas Bising yang diijinkan di tempat hiburan, arena bermain anak, dan pengontrolan penggunaan alat musik digital dan lain-lain (Husni, 2001). Selain itu kontrol orang tua terhadap anaknya juga tidak kalah pentingnya. Kontrol ini diperlukan sebagai benteng keluarga, sementara pemerintah membuat peraturan yang melindungi masyarakat dari paparan bising diluar tempat kerja. Orangtua hendaknya memberikan arahan tentang penggunaan alat pemutar musik kepada anaknya, dengan tidak memutar volume melebihi 50%. Proteksi juga dilakukan dengan membatasi waktu kunjungan anak ke pusat perbelanjaan dan arena bermain anak. Karena tempat-tempat tersebut berdasarkan penelitian memiliki intensitas bunyi sebesar 90-97 dB, sehingga kita tidak boleh lebih dari satu jam disana.

Dapus:

Fox, M. S., 1997. Pemaparan Bising Industri dan Kurang Pendengaran. Dalam: Ballenger, J. J., Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid dua. Alih bahasa: Staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Binarupa Aksara, Jakarta.

Husni, T., 2011. Waspadai bising. http://www.ccde.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=458:waspadaibising&catid=21:sehati&Itemid=28. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2012

You might also like