You are on page 1of 20

Case Report Session

ABSES SEREBRI

OLEH:

Feby Andammori 0910312122

PEMBIMBING: Prof. Dr. H. Basjiruddin A, Sp.S (K) Dr. Hj. Yuliarni Syafrita, Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP DR M. DJAMIL PADANG 2013

ABSES SEREBRI

A. Definisi Abses serebri adalah infeksi purulen pada parenkim otak yang diikuti kerusakan jaringan dan edema di sekitarnya serta terdapat lesi desak ruang 1. Pada umumnya soliter tetapi ada kalanya terdapat abses multilokular akibat emboli septic dari bronkiektasis. Kebanyakan abses terletak di hemisfer serebri, 20-30% berlokasi di serebelum dan hampir tidak pernah bersarang di batang otak 2.

B. Etiologi Kira-kira 75% dari semua abses serebri berkembang sebagai penjalaran dari otitis, mastoiditis, sinusitis frontalis, atau fraktur tengkorak. Lebih jarang abses serebri berasal dari osteomielitis tulang tengkorak, atau infeksi gigi-geligi ataupun infeksi di wajah. Bakteri yang sering ditemukan dalam abses serebri yaitu streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, proteus, dan E.Coli. Kira-kira 75% dari abses serebri disebabkan oleh bakteri tersebut, daan 25% sisanya disebabkan oleh mikroorganisme lainnya 2. Abses serebri stafilokokus biasanya berkembang dari penjalaran otitis media atau fraktur cranii. Abses streptokokus dan pneumokokus sering merupakan komplikasi dari infeksi paru-paru, otitis media atau trauma kapitis. Abses serebri proteus dan E.Coli berkembang dari penjalaran otitis media atau mastoiditis. Abses serebri yang dijumpai pada penderita penyakit jantung bawaan (tetralogi fallot) pada umumnya disebabkan oleh infeksi streptokokus 2.

C. Patogenesis Infeksi dapat mencapai otak dengan jalan yang berbeda-beda, seperti pada otitis media, infeksi dapat meluas melalui cavum tympani atau melalui mastoid dan meningen, kemudian mencapai jaringan otak. Infeksi meluas melalui venavena dalam, menyebabkan trombosis vena. Trombosis menghambat sirkulasi serebral, sehingga terjadi iskemia dan infark yang mempercepat terjadinya infeksi lokal. Setiap robekan pada duramater akibat trauma merupakan sumber yang potensial untuk terjadinya infeksi pada otak 3. Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak. Biasanya terdapat di bagian substansia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai darah. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluh-pembuluh darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati 4. Di daerah yang mengalami peradangan tadi timbul edema, perlunakan, dan kongesti jaringan otak disertai perdarahan kecil. Di sekeliling abses terdapat pembuluh-pembuluh darah dan infiltrasi leukosit. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk ruang abses. Mula-mula dindingnya tidak begitu kuat, kemudian terbentuk dinding yang kuat membentuk kapsul yang konsentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit polimorfnuklear, sel-sel plasma dan limfosit. Seluruh proses ini memakan waktu lebih kurang dua minggu. Abses dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subaraknoid yang dapat mengakibatkan meningitis 4.

D. Gejala klinis Pada permulaan terdapat gejala-gejala yang tidak khas seperti infeksi umum, kemudian timbul tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial berupa nyeri kepala yang makin lama makin hebat, muntah-muntah, demam, penglihatan kabur, kejang umum atau fokal, tidak ada nafsu makan, dan akhirnya kesadaran menurun. Pada funduskopi tampak adanya edema papil 4. Gejala defisit neurologi bergantung pada lokasi dan luas abses, antara lain defisit nervi kranial, hemiparesis, reflek tendon meningkat, afasia, kaku kuduk, hemianopia, nistagmus, ataksia, dan sebagainya 4. E. Pemeriksaan Penunjang (1,2,4,5) Leukosit ( > 10.000 sel/mm) Laju Endap Darah (LED) meningkat pada 60% kasus C reactive protein meningkat 85-90% Kultur darah/ abses Scanning Arteriografi

F. Penatalaksanaan (1) 1. Terapi konservatif yaitu dengan antibiotik 4-8 minggu, bila pasien dalam kondisi imunosupresi dapat diberikan antibiotik sampai 1 tahun. 2. Tindakan bedah ada 2 cara : eksisi atau drainase dengan cara steriotaktik untuk menghindari kerusakan sekecil mungkin. Biasanya ukuran abses lebih dari 2,5 cm atau menimbulkan lesi desak ruang.

3. Peran steroid untuk meredakan edema di sekitar abses diberikan selama 3-7 hari tapering off dan nilai per individu. 4. Manitol dapat diberikan bila tekanan intra kranial meningkat, dengan dosis awal 0,5-1 gr/kgbb selama lebih dari 10 menit, kemudian diikuti dengan dosis 0,25-0,5 gr/kgbb tiap 6 jam.

ILUSTRASI KASUS

Seorang pasien laki-laki, usia 17 tahun, masuk ke bangsal Neurologi RS Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 22 Maret 2013, dengan :

ANAMNESIS : Alloanamnesis dari ibu pasien Keluhan utama : Lemah pada anggota gerak sebelah kanan. Riwayat Penyakit Sekarang : Kelemahan anggota gerak sebelah kanan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Kelemahan terjadi tiba-tiba saat pasien berada di rumah. Setelah itu, jika ingin berjalan harus dipapah. Pasien mengeluh nyeri kepala, bertambah sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, nyeri kepala dirasakan terutama di kepala bagian kiri depan, nyeri seperti ditekan dan disertai dengan gelisah sampai teriak jika nyerinya muncul. Nyeri kepala sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, awalnya nyeri kepala dirasakan pada bagian kiri, tidak terus menerus, namun semakin lama semakin bertambah intensitas dan nyerinya sehingga menyebabkan pasien tidak dapat bersekolah dan lebih banyak berbaring di tempat tidur. Terjadi penurunan kesadaran setelah 2 hari masuk rumah sakit. Tidak ditemukannya kelainan pada telinga, sinus, mastoid, fraktur tengkorak maupun infeksi pada gigi. Demam (-), kejang (-), mual muntah (-). Pasien pernah dirawat di puskesmas muaro labuh selama 4 hari.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat trauma kepala 3 bulan yang lalu, pasien mengalami kecelakaan, terjatuh dari motor, namun tidak dirawat. Tidak ada trauma pada kepala. Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, dan stroke. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, dan stroke. Riwayat Pekerjaan dan Sosial Ekonomi : Pasien adalah seorang pelajar SMA Pasien mempunyai tidak merokok dan tidak mengonsumsi narkoba.

PEMERIKSAAN FISIK : Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran Keadaan Gizi Tekanan Darah Nadi Pernapasan Suhu Status Internus Kulit KGB Kepala : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : sedang : supor : sedang : 110/80 mmHg : 74x /menit : 20x /menit : 36,8C

Mata Telinga Hidung Mulut Leher Paru

: Anemis (-), ikterik (-) : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : JVP = 5 - 2 cmH2O : I : simetris kiri kanan P : Fremitus sukar dinilai P : sonor A : Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung

: I : Ictus tidak terlihat P : Ictus teraba 1 jari medial LMCS RIC V P : Batas-batas jantung : atas : RIC II kanan : LSD kiri : 1 jari medial LMCS RIC V

A : Irama jantung murni, teratur, M1 > M2, P2 < A2 Bising (-) Abdomen : I : Perut tidak membuncit P : Hepar dan lien tidak teraba P : Timpani A: Bising usus (+) normal Alat Kelamin Tangan : Tidak diperiksa : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan

Tungkai dan kaki

Status Neurologikus GCS : E2M4V2 = 8 Tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk (-), Brudzinsky I (-), II (-), Kernig (-) Tanda peningkatan intrakranial : muntah proyektil (-), sakit kepala (+).

Nervi cranialis : N. I N. II : sukar dinilai (kesadaran pasien menurun) : sukar dinilai (kesadaran pasien menurun)

N. III, IV, VI : pupil an-isokor, bulat, 3 mm / 2 mm, reflek cahaya (+/+), gerakan bola mata sukar dinilai. N. V N. VII N. VIII : sukar dinilai (kesadaran pasien menurun) : raut muka simetris, plica nasolabialis kanan = kiri : fungsi pendengaran sukar dinilai (kesadaraan pasien menurun) N. IX, X N. XI N. XII Motorik Ekstremitas Superior : Gerakan Kekuatan Tonus Tropi Ekstremitas Inferior Gerakan Kekuatan Tonus Tropi Sensorik a. Eksteroseptif :Sukar dilakukan penilaian b. Proprioseptif :Sukar dilakukan penilaian Kanan Kiri Tidak Aktif Aktif Dengan tes jatuh : lateralisasi ke kanan Eutonus Eutonus Eutropi Eutropi Kanan Kiri Tidak Aktif Aktif Dengan tes jatuh : lateralisasi ke kanan Eutonus Eutonus Eutropi Eutropi : reflek muntah (+) : sukar dinilai (kesadaran pasien menurun) : sukar dinilai (kesadaran pasien menurun)

Fungsi Otonom BAK terpasang kateter BAB baik Sekresi keringat baik

Refleks a. Refleks fisiologis : Refleks biceps ++/++ Refleks KPR ++/++ Refleks triceps ++/++ Refleks APR ++/++ b. Refleks patologis : Refleks Hoffman Trommer -/Refleks Babinsky -/-

HASIL LABORATORIUM : 22-3-2013 Hb Leukosit Trombosit Hematokrit : 16,6 gr / dl : 8.500 /mm : 310.000/mm : 50 % Ureum Kreatinin Na/K/Cl GDS : 42 mg/dl : 1 mg/dl : 138/4,1/101mmol/L : 114 mg/dl

DIAGNOSIS : Diagnosis Klinik Diagnosis Topik Diagnosis Etiologi : penurunan kesadaran dan hemiparese dextra : frontal sinistra : SOL (Abses serebri)

TERAPI : Umum : Elevasi kepala 30 0 O2 3 L/menit Infus NaCl 0,9 % 12 jam/kolf NGT diet MC 6 x 600 cc Kateter

Khusus : Metrodinazole 4 x 500 mg (IV) Ceftriakson 2 x 2 gr (IV) Dexamethason 5 x 5 mg (IV) tappering off Ranitidin 2 x 50 mg (IV) Alinamin F 1 x 25 mg (IV) Lansoprazole 1 x 30 mg (po)

PEMERIKSAAN ANJURAN : Brain CT Scan hasil : tampak lesi hipodens, bulat, dengan batas tegas, tepi lateral, dinding menebal, mid line shift ke kanan dengan ukuran 5 x 7 x 9,9 cm. Di sulki tampak perifokal udem di fornik fronto temporoparietal kiri. Sugestif : abses serebri

10

FOLLOW UP : 25 Maret 2013 Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Kesadaran Tekanan Darah : Sedang : sopor : 120/80 mmHg Nadi Nafas Suhu : 74x/menit : 22x/menit : 36,5C

Status Neurologikus GCS : E2M5V2 = 9 Tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk (-), Brudzinsky I (-), II (-), Kernig (-) Tanda peningkatan intrakranial : muntah proyektil (-), sakit kepala (-). Nervi cranialis : pupil an-isokor, bulat, 3 mm / 2 mm, reflek cahaya (+/+), gerakan bola mata sukar dinilai, raut muka simetris, plica nasolabialis kanan = kiri. Motorik : laterisasi ke kanan Sensorik : sukar dinilai Otonom : BAK terpasang kateter BAB baik Sekresi keringat baik Reflek fisiologis : +/+, Reflek patologis : -/-

Paru : dalam batas normal Jantung : dalam batas normal Diagnosis Klinik Diagnosis Topik : penurunan kesadaran dan hemiparese dextra : frontal sinistra

11

Diagnosis Etiologi Terapi : Umum :

: SOL

Elevasi kepala 30 0 O2 3 L/menit Infus NaCl 0,9 % 12 jam/kolf NGT diet MC 6 x 600 cc Kateter

Khusus : Metrodinazole 4 x 500 mg (IV) Ceftriakson 2 x 2 gr (IV) Dexamethason 4 x 10 mg (IV) tappering off Ranitidin 2 x 50 mg (IV) Alinamin F 1 x 25 mg (IV)

26 Maret 2013 Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Kesadaran Tekanan Darah : Sedang : sopor : 110/80 mmHg Nadi Nafas Suhu : 72x/menit : 20x/menit : 36,7C

Status Neurologikus GCS : E2M5V2 = 9 Tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk (-), Brudzinsky I (-), II (-), Kernig (-)

12

Tanda peningkatan intrakranial : muntah proyektil (-), sakit kepala (-). Nervi cranialis : pupil an-isokor, bulat, 3 mm / 2 mm, reflek cahaya (+/+), gerakan bola mata sukar dinilai, raut muka simetris, plica nasolabialis kanan = kiri.

Motorik : laterisasi ke kanan Sensorik : sukar dinilai Otonom : BAK terpasang kateter BAB baik Sekresi keringat baik

Reflek fisiologis : +/+, Reflek patologis : -/-

paru : dalam batas normal jantung : dalam batas normal Diagnosis Klinik Diagnosis Topik Diagnosis Etiologi Terapi : Umum : Elevasi kepala 30 0 O2 3 L/menit Infus NaCl 0,9 % 12 jam/kolf NGT diet MC 6 x 600 cc Kateter : penurunan kesadaran dan hemiparese dextra : frontal sinistra : SOL

Khusus : Metrodinazole 4 x 500 mg (IV) Ceftriakson 2 x 2 gr (IV)

13

Dexamethason 3 x 10 mg (IV) tappering off Ranitidin 2 x 50 mg (IV) Alinamin F 1 x 25 mg (IV)

27 Maret 2013 Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Kesadaran Tekanan Darah : Sedang : sopor : 110/80 mmHg Nadi Nafas Suhu : 74x/menit : 20x/menit : 36,8C

Status Neurologikus GCS : E2M5V2 = 9 Tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk (-), Brudzinsky I (-), II (-), Kernig (-) Tanda peningkatan intrakranial : muntah proyektil (-), sakit kepala (-). Nervi cranialis : pupil an-isokor, bulat, 3 mm / 2 mm, reflek cahaya (+/+), gerakan bola mata sukar dinilai, raut muka simetris, plica nasolabialis kanan = kiri. Motorik : laterisasi ke kanan Sensorik : sukar dinilai Otonom : BAK terpasang kateter BAB baik Sekresi keringat baik Reflek fisiologis : +/+, Reflek patologis : -/-

14

Paru : dalam batas normal Jantung : dalam batas normal Diagnosis Klinik Diagnosis Topik Diagnosis Etiologi Terapi : Umum : Elevasi kepala 30 0 O2 3 L/menit Infus NaCl 0,9 % 12 jam/kolf NGT diet MC 6 x 600 cc Kateter : penurunan kesadaran dan hemiparese dextra : frontal sinistra : SOL

Khusus : Metrodinazole 4 x 500 mg (IV) Ceftriakson 2 x 2 gr (IV) Dexamethason 5 x 5 mg (IV) tappering off Ranitidin 2 x 50 mg (IV) Alinamin F 1 x 25 mg (IV) Lansoprazole 1 x 30 mg (po)

Rencana : konsul bedah saraf Hasil : sugestif abses serebri Anjuran : drainase abses serebri bila KU memungkinkan.

15

DISKUSI Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berumur 17 tahun yang dirawat di bangsal Neurologi RS Dr.M.Djamil Padang, dengan diagnosis klinis awal sefalgia. Diagnosis klinis ditegakkan dari anamnesisi dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami lemah anggota gerak sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, penurunan kesadaran sejak 3 hari setelah masuk rumah sakit, nyeri kepala yang makin lama semakin hebat, muntah (-), dan kejang (-). Dari anamnesis didapatkan keluhan utama Kelemahan anggota gerak sebelah kanan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Kelemahan terjadi tiba-tiba saat berada di rumah. Terjadi penurunan kesadaran kesadaran setelah 2 hari masuk rumah sakit. Pasien mengeluh nyeri kepala, bertambah sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, nyeri kepala dirasakan terutama di kepala bagian kiri depan, nyeri seperti ditekan dan disertai dengan gelisah sampai teriak jika nyerinya muncul. Nyeri kepala sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, awalnya nyeri kepala dirasakan pada bagian kiri, tidak terus menerus, namun semakin lama semakin bertambah intensitas dan nyerinya sehingga menyebabkan pasien tidak dapat bersekolah dan lebih banyak berbaring di tempat tidur. Demam (-), kejang (), mual muntah (-). Pasien pernah dirawat di puskesmas muaro labuh selama 4 hari. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik dengan tekanan darah 110/80 mmHg.Pada pemeriksaan neurologis didapatkan kesadaran sopor dengan GCS 8 (E2M4V2), tanda rangsangan meningeal tidak ada,

16

peningkatan TIK tidak ada. Gangguan fungsi motorik ditemukan pada anggota gerak kanan berupa hemiparese dekstra. Sensorik sulit dilakukan penilaian dan otonom terpasang kateter. Pada sistem reflek, reflek fisiologis ada pada kedua anggota gerak kiri dan kanan dan reflek patologis tidak ditemukan. Pasien ini dianjurkan untuk pemeriksaan darah perifer lengkap untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan keluhan, kemudian Brain CT- Scan untuk mendukung penegakkan diagnosis SOL. Kesimpulannya pada Brain CTScan ditegakkan abses serebri di frontal kiri pasien. Namun berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mencari penyebab dari abses tersebut, penyebabnya tidak ditemukan. Tidak ditemukannya kelainan pada telinga, sinus, mastoid, fraktur tengkorak maupun infeksi pada gigi. Sedangkan pada gejala klinis ditemukan gejala peningkatan tekanan intra kranial berupa nyeri kepala yang makin lama makin hebat, tidak ada nafsu makan, dan akhirnya kesadaran menurun. Disini juga ditemukan gejala defisit neurologi hemiparesis dextra. Untuk pemeriksaan darah terkhusus leukosit tidak ditemukan adanya peningkatan jumlah leukosit. Jadi, penegakan abses serebri pada pasien ini selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik juga harus dibantu dengan pemeriksaan Brain CT-Scan. Terapi umum yang diberikan pada pasien saat ini adalah bedrest dengan posisi kepala diekstensikan 300 untuk menurunkan tekanan intrakranial dengan cara mempercepat aliran balik darah vena, oksigen 3 L/menit untuk memenuhi kebutuhan perfusi otak, NaCl 0,9 % 12jam / kolf yang diberikan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta diet makanan cair rendah garam. Sedangkan terapi khusus yang diberikan adalah metronidazole

17

untuk mengatasi infeksi bakteri anaerob, ceftriaxon untuk mengatasi infeksi bakteri karena bisa melewati sawar darah otak sehingga dapat mencapai kadar obat yang cokup tinggi di dalam cairan serebrospinal. . Kombinasi antibiotika ini karena penyebab organismenya tidak diketahui. Dexamethason untuk

imunosupresif agar abses tidak bertambah luas dan mengurangi udem. Ranitidin secara intra vena untuk mencegah mual muntah dan lansoprazole secara oral digunakan karena pasien mual dan muntah. Alinamin F merupakan vitamin B1 dan B2 . Pada pasien ini dilakukan fisioterapi yang bertujuan untuk memulihkan kemampuan fisik, fisioterapi dilakukan sesegera mungkin. Sebelum dilakukan fisioterapi pertama kali dilakukan mobilisasi dini yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kekakuan, dimana pasien dilatih untuk mengangkat kepala dan merubah posisi berbaring. Selain itu, juga dilakukan perubahan posisi tubuh dan ekstremitas setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus. Setelah pasien mampu duduk dengan baik maka dilakukan fisioterapi dengan mengusahakan pasien duduk di kursi dengan melakukan sendiri atau dibantu dengan orang lain, kemudian pasien dilatih untuk berdiri dan berjalan dimana perawat berdiri di sisi yang lumpuh dan menopang bahu serta tangan pasien.

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Tonam. 2004. Panduan Diagnosis dan Penatalaksanaan Ilmu Penyakit Syaraf. FKUI. Jakarta. 2. Mardjono M, Sidharta P. 2009. Neurologi Klinis Dasar, ed 14. PT. Dian Rakyat. Jakarta. 3. Silvia A Price. 2006. Patofisiologi, jilid 2. EGC. Jakarta. 4. Harsono. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis, ed 4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 5. Harsono. 2000. Kapita Seekta Neurologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

19

You might also like