You are on page 1of 7

BAB I PENDAHULUAN

Analgetik adalah suatu senyawa atau obat yang digunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri. Nyeri yang timbul akibat berbagai rangsangan pada tubuh, misalnya rangsangan mekanis, kimia, dan fisik sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan yang memicu pelepasan mediator nyeri, seperti bradikinin dan prostaglandin yang akhirnya mengaktivasi reseptor nyeri di saraf perifer yang akan diteruskan ke otak.1,2 Analgetik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu analgetik golongan opioid dan non opioid. Analgetik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium. Meskipun meperlihatkan berbagai efek farmakologi yang lain, golongan obat ini digunakan terutama untuk meredahkan dan menghilangkan rasa nyeri. Reseptor opioid sebenarnya tersebat luas di seluruh jaringan sistem saraf pusat, tetapi lebih terkonsentrasi di otak tengah, yaitu sistem limbik, thalamus, hipothalamus, korpus striatum, sistem aktivasi retikuler, dan di korda spninalis (substansia gelatinosa) dan dijumpai juga di pleksus saraf usus.2 Obat analgetik non opioid disebut juga analgetika perifer, karena tidak mempengaruhi sistem saraf pusat, tidak menurunkan kesadaran atau mengakibatkan ketagihan. Semua analgetik perifer juga memiliki kerja antipiretik, yaitu menurunkan suhu badan pada keadaan demam. Khasiatnya berdasarkan rangsangannya terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya pengeluaran kalor dan disertai keluarnya banyak keringat.2 Obat yang sering digunakan adalah asetaminofen dan OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid). Asam asetilsalisilat (aspirin) dan ibuprofen adalah OAINS efektif untuk mengeluarkan OAINS yang paling banyak digunakan.

mengatasi nyeri ringan hingga sedang, nyeri kronis akibat artritis atau radang sendi, dan nyeri akibat kanker ringan. OAINS bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin. Dengan dihambatnya prostaglandin ini maka akan

mengganggu rangsangan kimiawi prostaglandin terhadap saraf nosiseptor (reseptor nyeri) di perifer, sehingga akan mengurangi sensasi nyeri. Selain sebagai analgetik OAINS bekerja sebagai antipiretik (penurun panas) dan antiinflamasi. Analgesik nonopioid ini tidak menimbulkan ketergantungan atau toleransi fisik. Peningkatan dosis melebihi kadar tertentu tidak akan menambah efek analgesiknya.2,3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analgetik Opioid 2.1.1 Morfin a. Mekanisme Kerja Efek morfin terjadi pada susunan saraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Efek morfin pada sistem syaraf pusat mempunyai 2 sifat, yaitu depresi dan stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, dan hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal,konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH).3,4 Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka. Morfin juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgetik setelah pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgetik yang timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat melewati sawar plasenta dan mempengaharui janin. Eksresi morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebasditemukan dalam tinja dan keringat.4 b. Indikasi Morfin diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Apabila nyerinya makin besar dosis yang diperlukan juga semakin besar. Morfin sering digunakan untuk meredakan nyeri yang timbul pada infark miokard, neoplasma, kolik renal, atau kolik empedu, oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner, perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak spontan, nyeri akibat trauma misalnyaluka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah.4
3

c. Dosis Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk larutan diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai yang diperlukan.4,5 d. Kontraindikasi dan Efek Samping Obat Efek samping morfin adalah penurunan kesadaran, euforia, rasa kantuk, lesu, dan penglihatan kabur. Morfin juga mengurangi rasa lapar, merangsang batuk, dan meyebabkan konstipasi. Selain itu juga, menimbulkan ketergantungan tinggi dibandingkan zat-zat lainnya. Pasien ketergantungan morfin juga dilaporkan menderita insomnia dan mimpi buruk.5,6 2.1.2 Petidin a. Mekanisme Kerja Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor . Seperti halnya morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgetik, sedasi, euforia, depresi nafas dan efek sentral lainnya. Waktu paruh petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih rendah dibanding morfin, tetapi lebih tinggi dari kodein. Durasi analgetiknysa pada penggunaan klinis 3-5 jam. Dibandingkan dengan morfin, meperidin lebih efektif terhadap nyeri neuropatik.3,4 Absorbsi meperidin dengan cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi, kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam 45 menit dan kadar yang dicapai antar individu sangat bervariasi. Setelah pemberian meperidin IV, kadarnya dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam pertama, kemudian penurunan berlangsung lebih lambat. Kurang lebih 60% meperidin dalam plasma terikat protein. Metabolis memeperidin terutama dalam hati. Pada manusia meperidin mengalami hidrolisis menjadi asam
4

meperidinat

yang

kemudian

sebagian

mengalami

konjugasi.

Meperidin dalam bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan dalam urin dalam bentuk derivat N-demitilasi. Meperidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik otak, dan tekanan intra kranial. Berbeda dengan morfin, petidin tidak menunda persalinan, akan tetapi dapat masuk ke fetus dan menimbulkan depresi respirasi pada kelahiran.5,6 b. Indikasi Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin. Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat preanestetik.5 c. Dosis Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml,25 mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.6 e. Kontraindikasi dan Efek Samping Obat Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing, berkeringat, euforia, mulut kering, mualmuntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop, dan sedasi.7 2.1.3 Fentanil a. Mekanisme Kerja Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu analgetik, fentanil dibandingkan dengan morfin.6 75-125 kali lebih poten

Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanil dibandingkan dengan morfin. Fentanil meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi. Keadaan itu sebagian disebabkan oleh sifat anestetsi lokal yamg lemah (dosis yang tinggi menekan hantaran saraf) dan efeknya terhadap reseptor opioid dengan suntikan ketika pada terminal saraf untuk tepi. Fentanil dikombinasikan neureptanalgesia.7 , 8 Setelah dirusak paru intravena kali istribusinya melewatinya. secara Fentanil kualitatif hampir sama dengan dengan morfin, tetapi fraksi terbesar pertama dimetabolisme oleh hati dengan N-dealkilase dan hidrosilasidan, sedangkan sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin.5,6 b. Indikasi Meredakan nyeri berat yang dirasakan pasien selama dan setelah menjalani operasi dan dapat juga dikombinasikan dengan obat-obatan lain dan diberikan sebelum atau selama operasi untuk membantu kinerja anestesi atau obat bius.5,6 c. Dosis Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3 mg /kg BB analgesianya hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anastesia pembedahan dan tidak untuk pasca bedah. Dosis 1-3g/kgBB digunakan untuk induksi anastesia dan pemeliharaan anastesia dengan kombinasi bensodioazepam dan inhalasidosis rendah, pada bedah jantung.7,8 d. Kontraindikasi dan Efek Samping Obat Efek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, renin, aldosteron, dan kortisol.8 droperidol menimbulkan

DAFTAR PUSTAKA 1. H. Sardjono, Santoso dan Hadi Rosmiati D. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi FK-UI, Jakarta, 1995. Hal : 189-206. 2. Latief. S. A, Suryadi K. A, dan Dachlan M. R . Petunjuk Praktis Anestesiologi , Ed. II. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-UI, Jakarta, 2001.Hal: 7783, 161. 3. Muhardi dan Susilo. Penanggulangan Nyeri Pasca Bedah. Bagian Anestiologi dan Terapi Intensif FK-UI, Jakarta 1989. Hal : 199. 4. Omorgui S. Buku Saku Obat-Obatan Anastesi. Ed. II, EGC, Jakarta, 1997. Hal : 203-207. 5. Samekto Wibowo dan Abdul Gopur, Farmakologi Terapi dalam Neuorologi. Salemba Medika, Jakarta, 2005. Hal : 138-143. 6. Sunatrio. S. ketamin vs Petidin as Analgetic for Tiva with Propofol , Majalah Kedokteran Indonesia, vol : 44, Nomor : 5, 2004. hal : 278-279 7. Katzung,B.G. Farmakologi Dasar dan Klinik, ed IV.Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997. 8. Mutschler Ernest. Dinamika Obat, Buku Ajar Farmakologi & Toksikologi edisi V. Bandung : Penerbit ITB.1991.

You might also like