You are on page 1of 71

ANALISA STRUKTUR

BANGUNAN LEPAS PANTAI


Oleh
Ir. Murdjito, MSc.Eng.
1. PENDAHULUAN
Struktur anjungan lepas pantai yang sering dijumpai (khususnya di Indonesia)
adalah dalam bentuk anjungan template (jacket). Jenis struktur ini tersusun
dari substruktur rangka baja (disebut jacket) dan geladak (deck) yang sudah
difabrikasi di darat. Jacket ditransportasikan ke lokasi lepas pantai lalu
ditegakkan dan dipancang dengan pile melalui kaki-kaki berongganya hingga
dasar laut. Setelah itu geladak dipasang di atasnya.
Tujuan Analisis Struktural terhadap BLP adalah:
Membuktikan bahwa struktur tersebut (sebagaimana dirancang dan
diinstal) mampu menahan beban operasional maupun lingkungan
selama masa umur rancangannya.
Secara garis besar, tiga komponen utama dari struktur BLP jenis jacket
(template) adalah geladak (deck), template (jacket) dan pondasi (gambar 1.1).
Dimana masing-masing terdiri dari subkomponen-subkomponen.
Subkomponen dari struktur geladak adalah (1) Skid beams, (2) Deck plating,
(3) Deck beams, (4) Deck legs, (5) Longitudinal trusses dan (6) Wind girders
atau trusses. Sedangkan subkomponen dari jacket meliputi (1) legs, (2)
horizontal and vertical bracing, (3) conductor bracing, (4) launch runner, (5)
launch trusses dan (6) detail element (boat landings, barge bumpers &
waIkways Sementara itu subkomponen dari pondasi adalah (1) skirt pile
sleeves, (2) skirt pile bracing dan (3) piles.
Dalam menganalisis struktur anjungan lepas pantai (jenis jacket) untuk
menentukan kemampuannva dalam menahan kondisi lingkungan tertentu
maka harus ditentukan beban, Iingkungan maksimumnva yang
dikombinasikan dengan beban operasionalnya untuk menentukan beban total
1
maksimum yang bekerja pada struktur. Jika efek dinamis diabaikan, maka
dengan memakai Metode Elemen Hingga dapat dihitung tegangan-tegangan
maksimum yang terjadi pada tiap-tiap member dan struktur. Jika ukuran dan
member ditentukan dengan cukup tepat, maka tegangan yang terjadi akan
berada dalam rentang yang masih dapat diterima, sehingga dapat meng-
hindari kegagalan.
Gambar 1.1. Elemen-elemen dari struktur anjungan jenis jacket (template)
2
Untuk melakukan analisis tegangan tersebut biasanya cukup hanya
mempertimbangkan dua kasus yaitu arah gerak gelombang dianggap searah
dengan tiap sumbu horizontal utama dari struktur dan menganalisis frame
secara dua dimensional (lihat gambar 2). Namun demikian bila diinginkan
hasil analisis yang lebih akurat, harus digunakan analisis struktur secara tiga
dimensi dimana kita bisa mengasumsikan berbagai macam arah gelombang.
Dalam proses analisis diatas, perlu dipertimbangkan tentang masalah
interaksi struktur dengan pile pendukungnya. Hal ini sangatlah penting
khususnya untuk kondisi tanah yang lunak, karena defleksi dan rotasi yang
besar dapat terjadi pada garis-tanah (ground-line). Seperti diilustrasikan pada
gambar 1.2, efek ini dapat dimodelkan dengan mengasumsikan terdapat
penambahan panjang pile ekivalen yang terjepit di dasarnya serta memiliki
kekuatan tertentu pada level garis-tanah yang mempresentasikan pile
sesungguhnya yang tertanam dalam tanah.
Gambar 1.2. Frame-rancang untuk analisis struktur
3
Setelah menentukan ukuran struktur yang mampu menahan beban
lingkungan dimana struktur akan ditempatkan, tahap selanjutnya adalah
menganalisis struktur, apakah dengan ukuran tersebut struktur masih mampu
menahan beban-beban yang terjadi selama proses transportasi dan
instalasinya ke lokasi akhir operasinya. Sebagaimana diketahui bahwa
struktur jacket dibuat di darat lalu dinaikkan di atas tongkang secara
horizontal untuk ditarik menuju lokasinya di lepas pantai dan akhirnya
diluncurkan ke dalam air lalu ditegakkan. Dari berbagai jenis pembebanan
yang dialami struktur selama proses tersebut, terdapat dua kondisi yang
sangat penting yaitu (i) pengangkatan struktur ke atas tongkang dan (ii)
peluncuran jacket dari tongkang.
Untuk beban pengangkatan, struktur harus dianalisis sesuai dengan cara
pengangkatan yang sudah direncanakan (gambar l.3.a). Sementara itu, untuk
peluncuran, struktur harus dianalisis pada kondisi tertumpu pada saat proses
peluncuran berlangsung dari tongkang. Suatu kondisi yang berbahaya
biasanya terjadi pada saat struktur bergerak meluncur dari atas tongkang
tepat pada posisi ketika keseluruhan struktur hanya ditumpu oleh sebuah
pivot tunggal (gambar I 3b). Dalam kedua proses di atas. beban struktural
yang timbul tentunya adalah dari berat struktur tersebut yang dengan melalui
metode analisis struktur, tegangan pada tiap member dapat dihitung.
Gambar 1.3. Konfigurasi pembebanan selama (a) pengangkatan dan (b)
peluncuran jacket.
4
Jika selama proses instalasi timbul tegangan pada elemen-elemen tertentu
yang sudah di luar batas tegangan yang diijinkan, maka ukuran elemen-
elemen tersebut harus diperbesar dan dianalisis ulang untuk menjamin
keamanannya terhadap beban yang terjadi ini. Setelah ukuran dirubah, maka
harus dianalisis lagi apakah masih kuat dalam menahan beban lingkungan,
karena dengan bertambahnya dimensi elemen-elemen maka pada gilirannya
akan memperbesar beban lingkungan yang terjadi pada struktur.
2. BENDING-STRESS AMPLIFICATETION
Pada kondisi yang sesungguhnya, suatu anjungan lepas pantai akan terkena
beban-beban aksial dan bending secara bersamaan sehingga ada efek
pembesaran (amplification effect) tegangan akibat interaksi keduanya. Hal ini
dapat diilustrasikan pada gambar 2.1. Terlihat bahwa momen internal pada
suatu potongan member akan tergantung pada beban aksial dan besar
defleksi dari member tersebut. Dengan demikian diperlukan suatu koreksi
yang tepat terhadap hal ini.
Gambar 2.1. Momen hertambah akibat beban aksial
5
Di dalam matrix structural teory atau MEH perumusan untuk balok lentur
(beam bending) belum mempertimbangkan interaksi ini. Untuk kondisi aksial
tarik, maka efeknya akan mengurangi tegangan akibat lentur murni,
sementara itu jika terdapat beban aksial tekan, maka efeknya adalah
sebaliknya yaitu memperbesar tegangan akibat lentur murninya.
Pengurangan tegangan lentur akibat beban aksial tarik bisa diabaikan dengan
cukup aman tetapi tegangan tambahan akibat kondisi beban aksial tekan
tidak dapat diabaikan. Dari mekanika teknik, penambahan m dapat
diperkirakan dengan suatu faktor pembesaran 1 yang didefinisikan sbb :
e
a
Cm

1
dimana :

a

tegangan aksial (tekan bernilai negatif)

tegangan buckling member


Cm koefisien (tergantung pada pembebanan) berkisar 0,4
-1,0. Untuk nilai Cm 1 dapatkan hasil yang konservatif.
Perhitungan tegangan buckling untuk member dalam kondisi ditumpu
kaku/jepit (fixed) akan lebih sulit. Formula umum untuk tegangan buckling
suatu member dapat dinyatakan dengan :
2
2
) / ( r KL
E
e


Dimana : E = modulus Young
U = panjang member
r = jari-jari girasi penampang melintang dari member
K = factor panjang efektif (fungsi dari kondisi ujung member).
Nilai dari K untuk beberapa kondisi ujung dapat dilihat dalam table 3.1 berikut:
6
Tabel 2.1. Faktor panjang efektif
Untuk member-member dengan kedua ujung yang terhalang geraknya
dengan cukup signifikan dalam arah lateral akibat adanya bracing, seperti
member 2-3 pada gambar 3.2.a, maka nilai K-nya adalah antara 0,5 (kasus a)
1,0 (kasus b), tergantung pada derajad terhalangnya yangt ada. Untuk
tujuan praktis, nilai K bisa diambil satu sehingga hasilnya akan konservatif.
Gambar 2.2. Kondisi tumpuan member.
7
Sementara itu, jika gerak lateralnya bertahan tidak cukup signifikan, seperti
member 2-3 pada gambar 2.2, maka maka nilai K-nya didapat dalam table
adalah antara 1,0 (kasus c) - tak hingga (kasus g), tergantung pada derajat
keterhalangannya.
Cara lain untuk menentukan nilai K adalah dengan suatu metode pendekatan
berdasarkan pada nomograph yang dibuat oleh McGuire (1968) seperti pada
gambar.3 berikut. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa member-
member utama yang berbeban kompresi, seperti member 2-3 pada gambar 5
semuanya memiliki luas penampang yang sama serta mendapat beban
kompresi yang sama dan semua member lain yang terhubung pada nodal
tersebut memiliki penampang yang sama. Dengan asumsi ini. maka nilai K
pada tiap-tiap ujung nodal dari member berbeban kompresi hanya akan
bergantung pada nilai,

b b
c c
L I
L I
G
/
/
Dimana :
c
I
= momen inersia penampang dari elemen kompresi utama
yang terhubung pada nodal.
c
L
= panjang da elemen kompresi utama yang terhubung pada
nodal.
b
I
dan
b
L
= besar kuantitas seperti di atas yang terkait dengan member
lainnya yang terhubung pada nodal tersebut.
8
Gambar 2.3. Nomograph untuk menentukan faktor panjang efektif member
Dengan nilai G yang terkait untuk masing-masing ujung, nilai K yang tepat
dapat ditentukan dari chart dengan cara menarik garis lurus antara dua nilai.
Untuk tumpuan pondasi, dimana ujung member ditahan rotasinya, nilai G-nya
nol; jika bebas berotasi maka nilai G = tak hingga.
Setelah nilai K yang tepat ditentukan untuk suatu member yang mendapat
tegangan aksial tekan dan lentur (bending), maka faktor pembesaran


dapat dihitung dan selanjutnya tegangan lentur dikoreksi dengan cara
mengalikan dengan faktor ini.
9
3. CINCIN PENEGAR PADA ELEMEN TUBULAR
Bahwasanya, elemen kritis dalam perancangan member yang mendapat
beban tekanan luar netto adalah tegangan buckling tangensial (hoop buckling
stress). Jika tegangan tangensial akibat tekanan yang terjadi Iebih besar,
maka diperlukan penguat pada member yang berupa beberapa cincin
penegar (ring stiffner) yang dipasang melingkar dengan jarak tertentu
sepanjang panjang dari member (lihat gambar 7).
Gambar 3.1. Cincin penguat untuk penguatan arah radial
Penambahan tegangan buckling tangensial dengan adanya cincin penguat ini
tergantung pada ketebalan dinding t, jari-jari member
a
dan jarak
pemasangan cincin L sepanjang member. Dari mekanika teknik, tegangan
buckling tangensial
c

, tergantung hanva pada rasio a t / dan parameter


yang didefinisikan dengan :
t
a
a
L

Gambar 4.2 berikut memberikan nilai dan yang dapat diterima untuk berbagai
nilai rasio a t / dan

. Selain menggunakan grafik ini, untuk tujuan


perancangan bisa digunakan formula yang lebih presisi dari American
Petroleum Institute (API, I993)
Perancangan cincinnya bisa didasarkan pada beban buckling kritis (critical
buckling load) per satuan circumference
q
yang dinyatakan dengan:
10
2
3
R
EI
q

dimana : E = modulus young material cincin penguat
R = jari-jari centerline dari cincin penguat
I = momen inersia penampang melintang cincin penguat.
Gambar 3.2. Tegangan buckling tangensial untuk member berpenguat cincin
melingkar
Sebagai fungsi dari d dan
w
dari cincin (seperti pada gambar), maka dapat
dinyatakan hubungan sbb :
w a R
2
1
+
,
3
12
1
dw I

Jika beban tekanan pada member bekerja di daerah antar cincin yang
berdekatan diasumsikan sepenuhnya bekerja pada cincin, maka
PL q
,
11
dimana P menyatakan beban tekanan eksternal netto. Jika diambil P adalah
1,5 kali dari tekanan buckling kritis dan shell, maka dapat dinyatakan:
a
t
P
c
5 . 1

sehingga persamaan sebelunya bisa dinyatakan sebagai
c
aE
tLR
I

2
3


yaitu sebagai nilai minimum dari I yang masih dapat diterima dalam
perancangan cincin penguat.
4. KRITERIA TEGANGAN DESAIN UNTUK ELEMEN BAJA
Material yang digunakan untuk membangun struktur anjungan lepas pantai
biasanya rnenggunakan baja struktur pada umumnya, Kurva tegangan-
regangan untuk jenis baja ini ditunjukkan path gambar 4.1. Nilai tegangan
luluhnya 40 kips/in
2
dan tegangan maksimumnya sekitar 60 kips/in
2
.
Selama tegangan yang terjadi pada member tidak melebihi tegangan luluh
materialnya, maka penilakunya adalah elastis yaitu jika tegangan dihilangkan
maka regangan juga akan menghilang. Tujuan utama dan aktivitas
perancangan adalah memilih ukuran member yang tepat yang dapat
menjamin bahwa kondisi ini selalu sesuai dengan tingkat beban-rancangnya.
Tujuan utama dari aktivitas perancangan:
Memilih ukuran member yang tepat yang dapat menjamin bahwa
kondisi ini selalu sesuai dengan tingkat beban-rancangnya

12
Gambar 4.1. Kurva tegangan-regangan baja konstruksi BLP

Dalam kenyataannya, digunakanlah suatu faktor keamanan tertentu untuk
mendapatkan suatu tegangan ijin (tegangan luluh dibagi dengan faktor
keamanan) dan dipilih ukuran member sedemikian hingga dapat menjamin
bahwa tegangan ijin ini tidak akan pernah melampaui beban rancangnya.

Tegangan kerja untuk tegangan longitudinal
Z

dan tegangan tangensial


pada member suatu struktur anjungan lepas pantai dapat ditentukan dengan
kriteria tegangan geser maksimum untuk tegangan kombinasi. Untuk lebih
lengkapnya bisa dilihat dalam API 1993 (Lampiran). Tegangan longitudinal
pada umumnya dihasilkan dan kontribusi beban tekanan dan respon frame
dalam kondisi storm. Sedangkan tegangan tangensial timbul semata-mata
akibat beban tekanan.

Jika tegangan longitudinal total adalah merupakan gabungan dari tegangan
aksial uniform
a

dan tegangan lentur


b

, maka dan kriteria geser


maksimum diperoleh kondisi rancang untuk
Z

> 0,

< 0 (atau
Z

< 0,

> 0 ) sbb.:
13
1 +


S S S
b
b
a
a
dan untuk
Z

< 0,

< 0 (atau
Z

> 0,

> 0 ) kondisinya adalah:


1 , 1 +


S S S
b
b
a
a
dimana :
a
S
,
b
S
dan

S
berturut-turut adalah nilai tegangan ijin terkait untuk
aksial, lentur dan tegangan tengensial jika bekerja secara sendiri-sendiri.
Tegangan buckling longitudinal lokal secara pendekatan dapat dinyatakan
sebagai:
a
t
E
zc
3 . 0

dimana:
E = modulus Young material
t = ketebalan dinding member
a = jari-jari member
Secara sama, untuk member yang tidak memiliki penguat circumferensial,
tegangan buckling tangensialnya, untuk daerah yang jauh dan ujung
tumpuannya secara pendekatan dapat dinyatakan dengan:
2
22 . 0
,
_

a
t
E
c

Untuk tegangan
z

dan

positif (tarik). maka buckling tidak mungkin


terjadi dan tegangan ijin
a
S
,
b
S
dan

S
ditimbulkan sepenuhnya oleh
tegangan luluh

dari material, Umumnya hal ini diberikan dalam, dengan


faktor keamanan yang tepat, bentuk sbb:
14
y a
S 6 . 0
, y b
S 67 . 0
, dan y
S

5 . 0

Jika
z

atau

adalah tekan, tegangan ijin yang terkait harus


mempertimbangkan kemungkinan terjadi buckling. Beberapa nilai disajikan
dalam tabel 4.1. lJntuk
010 . 0 E
zc

dan y c

, maka hal ini akan sama
dengan persamaan di atas.
Tabel 4.1. Tegangan ijin
Nilai tegangan ijin
a
S
,
b
S
dan

S
di atas diberikan untuk kasus dimana
tegangan akibat beban Iingkungan rancangnya tidak diperhitungkan. Jika
tegangan longitudinal dan respon frame akibat beban Iingkungan dimasukkan
bersama dengan tegangan tangensial tambahan yang timbul dan tekanan air
akibat gelombang, maka nilai tegangan ijin akan dinaikkan 1/3 untuk
mencapai hasil rancangan yang cukup konservatif.
15
5. TEGANGAN PADA STRUKTUR BAJA AKIBAT TEKANAN
Tekanan fluida kesegala arah pada member tubular silindris dan elemen
anjungan lepas pantai yang di dalamnya tidak terisi air dapat menirnbulkan
tegangan. Beban ini berasal dan tekanan hidrostatik dalam air atau dari
kombinasi tekanan a
S
dengan tekanan yang ditimbulkan oleh aksi
gelombang (tekanan hidrodinamik).
5.1 Silinder Bebas

Tekanan yang dialami silinder bebas adalah lekanan hidrostatik dan tekanan
gelombang
Tekanan hidrostatik : menupakan tekanan netto path silinder

P = P
0
- P
i

dimana,
Po = tekanan eksternal
Pi = tekanan internal
a = jari-jari lingkaran dalam
t = ketebalan silinder
L = panjang silinder
Gambar 5.1. Beban tekan pada silinder panjang
16
Diagram bebas penampang silinder merupakan keseimbangan
gaya vertikal

+
L
dz d t a P F
0 0
0 sin ) ( 2


Untuk silinder tipis dimana t/a<<1, maka:
LaP F

Jika Pers di atas ini dibagi dengan Lt maka akan didapatkan


tegangan tangensial (hoop stress):
t
aP
a


Disamping hoop stress, pada silinder timbul tegangan aksial
uniform yang merupakan akibat dari beban tekanan pada ujung-ujung
silinder:
2
a P yang terdistribusi pada pada luasan: at 2
t
Pa
at
P a
Z
2 2
2

Hubungan tegangan regangan


) (
1


Z Z
E
e
) (
1
Z
E
e


dimana,
z
e
= perubahan panjang per unit panjang semula pada arah z
17

e
= perubahan panjang per unit panjang semula pada arah
tangensial
L
L
e
z

a
u
a
a u a
e
+

2
2 ) ( 2
dimana,
L = perubahan panjang pada arah z
u = perubahan panjang pada arah tangensial
Kombinasi persamaan di atas didapatkan :

,
_


2
1
Et
PaL
L

,
_


2
1
2

Et
Pa
u
6. KONSEP TEGANGAN STRUKTUR JACKET
6.1 Teori Pemodelan Struktur
6.1.1 Pemodelan Secara Umum
Model suatu struktur merupakan kunci utama dalam suatu analisis, tanpa adanya
model tidak akan terjadi proses suatu analisis. Model bisa berupa fisik, matematis, dan
grafik. Model dapat digunakan untuk menerangkan desain atau rancangan. Model
harus mampu mendemonstrasikan suitability, workability dan constructability dari
konsep. Model dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori utama yaitu display model
dan engineering model. Dalam tugas akhir ini akan menggunakan model matematis
sebagai dasar analisis. Model matematis merupakan suatu model yang dapat
18
mendeskripsikan dimensi dan karakteristik dari prototipe kedalam formulasi
matematis.
Model harus bisa memenuhi prinsip kesamaan yang mencakup (Chakrabarti
S.K.,1994):
1. Kesamaan Geometrik
Kesamaan geometrik dapat dipenuhi apabila model dan protipe memiliki
kesamaan geometrik baik ukuran maupun bentuk. Ada dua macam prinsip
kesamaan geometrik:
Kesamaan geometrik sempurna (Undistorted)
Kesamaan geometrik terdistorsi (distorted)
Pada undistorted model, skala panjang dan lebar (horisontal) serta skala tinggi
(vertikal) adalah sama. Untuk distorted model, skala ke arah horisontal dan ke
arah vertikal tidak sama. Apabila dimungkinkan model dibuat dengan tanpa
distorsi, sedangkan pada permasalahan khusus model dapat dilakukan dengan
distorsi namun harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu.
2. Kesamaan Kinematis
Sebangun kinematik terjadi antara prototipe dan model jika prototipe dan
model sebangun geometrik dan perbandingan kecepatan dan percepatan di dua
titik yang bersangkutan pada prototipe dan model pada arah yang sama adalah
sama besar
3. Kesamaan Dinamis
Jika prototipe dan model sebangun geometrik dan kinematik, serta
perbandingan gaya-gaya yang bersangkutan pada model dan prototipe untuk
seluruh aliran pada arah yang sama adalah sama besar, maka dapat dikatakan
bahwa keduanya sebangun dinamik.
6.1.2 Pemodelan Struktur Jacket
Dalam pemodelan struktur anjungan lepas pantai dapat dilakukan dengan dua
pendekatan, yakni : pemodelan global atau stick model dan pemodelan struktur lokal
atau detailed model.
Stick model merupakan pemodelan struktur dengan pendekatan lumped mass method
atau discret element method dengan menerapkan prinsip equivalent model dengan
kondisi struktur sebenarnya. Metode ini merupakan penyederhanaan struktur dalam
19
bentuk struktur global untuk menangkap respons struktur berupa gaya tumpuan dan
perpindahan, sehingga pemodelan ini dapat dilakukan dengan cepat dan tanpa
menuntut tersedianya fasilitas komputer yang cukup canggih.
Detailed model menggunakan pendekatan metode elemen hingga atau finite element
method yang merupakan suatu metode pemodelan dan analisa struktur yang lebih
komplek dan detail. Model dari jacket digambarkan dalam bentuk 3 dimensi yang
terdiri dari chord dan brace. Metode ini menjadikan bentuk fisik model struktur
sebagai suatu sistem linier yang berkesinambungan dengan jalan membagi bentuk
fisik struktur menjadi kelompok elemen yang lebih kecil. Elemenelemen ini
dihubungkan dengan simpulsimpul (nodes) sehingga mejadi suatu sistem yang
kontinyu. Sebagai acuan perhitungan dalam metode elemen hingga biasanya adalah
displacement method, yaitu perpindahan dari dari simpulsimpul yang dianalisa
dinyatakan sebagai parameter yang belum diketahui. Model juga harus memenuhi
kriteria yang meliputi (murdjito,1997) :
Model harus mampu memberikan hasil respon yang andal sehubungan dengan
parameter-parameter perancangan, seperti perpindahan horizontal geladak,
kelenturan kaki dan lain-lain.
Model harus mampu memberikan gambaran yang jelas tentang peranan
parameter-parameter perancangannya, baik untuk sistem yang linier maupun
sistem yang tidak linier.
Model harus fleksibel terhadap berbagai jenis anlisis.
6.2 Metode Analisa Struktur
Ada dua metode analisa yang bisa digunakan dalam perancangan struktur, yaitu :
1. Metode analisa deterministik, dan
2. Metode analisa stochastik.
Kedua metode ini mempunyai perbedaan yang mendasar (tabel 1.)
Tabel6. 1. Perbedaan metode analisa deterministik dan stochastic (murdjito,1997)
Metode analisa Deterministik Metode analisa Stochastik
Cukup menggunakan Teori Gelombang
Linier
Menggunakan Teori Gelombang Non
Linier
20
Pengaruh yang tidak linier dinyatakan
dalam Damping Amplification Factor
(DAF)
Parameter-parameter tidak linier
dapat disimulasikan dalam model
matematis
Tidak mampu mempresentasikan
kondisi gelombang laut yang
sebenarnya
Model matematis sangat rumit
sehingga membutuhkan fasilitas
komputer yang memadai
Pengaruh parameter-parameter lainnya
tidak dapat dimasukkan dalam
perhitungan padahal pengaruhnya
terhadap respon struktur mungkin
cukup berarti
6.3 Prosedur Perhitungan Lendutan pada Struktur
Pada prinsipnya metode elemen hingga memperlakukan suatu sistem sebagai
gabungan dari elemen-elemen kecil yang digabungkan satu sama lain oleh titik-titik
yang disebut joint/node. Fungsi yang sederhana umumnya dipilih untuk mendekati
distribusi atau variasi lendutan yang sesungguhnya pada tiap elemen tersebut. Fungsi
harus memenuhi syarat-syarat tertentu itu disebut dengan displacement function atau
displacemen model. Hasil yang diinginkan seperti besar lendutan, dihitung pada joint,
sehingga hasil akhir yang diperoleh adalah harga pendekatan dari lendutan pada
lokasi-lokasi diskrit dari sistem yang diselidiki, yaitu pada nodes-point-nya tersebut.
Untuk fungsi displacement-nya, biasa dipilih fungsi polinomial atau fungsi
trigonometri, atau juga beberapa fungsi sederhana yang lainnya. Umumnya digunakan
polinomial karena fungsi ini mudah dimanipulasi secara matematis.
Pendiskritan Sistem yang Dianalisis
Ini adalah proses dimana sistem yang dianalisis dibagi menjadi bagian-bagian
kecil. Beberapa usaha telah dilakukan untuk membagi elemen-elemen ini
secara otomatis, akan tetapi banyak hal tergantung kecakapan individu yang
melakukan analisis, termasuk misalnya menentukan model apa yang akan
digunakan sebagai elemennya dan berapa jumlah serta dimensinya yang
dianggap memenuhi syarat untuk suatu masalah tertentu.
21
Pendiskritan ini merupakan tahap yang penting, karena dalam praktek suatu
sistem umumnya sangat kompleks dan besar, sehingga untuk keperluan
analisis dengan metode elemen hingga hanya bagian-bagian tertentu yang
dianggap perlu saja yang diselidiki.
Struktur jacket yang terdiri dari chord dan brace adalah suatu sistem yang
terdiri dari banyak elemen space frame. Elemen space frame sebenarnya
adalah gabungan dari dua macam elemen, yaitu elemen truss dan beam dalam
koordinat global tiga dimensi. Pengasumsian ini didasarkan pada pembebanan
dan lendutan yang akan terjadi pada elemen space frame. Elemen truss adalah
elemen yang akan mengalami pembebanan dan lendutan pada arah aksial
(pada arah sumbu elemen) sedang elemen beam akan mengalami pembebanan,
lendutan dan momen ke arah lateral. Elemen chord dan brace pada struktur
jacket akan mengalami pembebanan dari segala arah (aksial dan lateral) dalam
ruang sehingga elemen chord dan brace tersebut akan mengalami lendutan dan
momen ke segala arah pula. Jadi pendekatan model elemen yang paling baik
untuk elemen chord dan brace ini adalah gabungan elemen truss dan beam
dalam koordinat global 3 dimensi atau space frame.
Menentukan Tegangan dan Regangan Elemen
Untuk masalah analisis tegangan struktur, besaran penting yang kedua adalah
tegangan dan regangan. Tegangan dan regangan struktur dapat diperoleh
karena besaran-besaran tersebut dapat dinyatakan secara langsung sebagai
fungsi dari displasmen yang sudah diperoleh dalam langkah selanjutnya.
6.4 Konsep Tegangan
6.4.1 Tegangan Normal
Tegangan normal dapat diakibatkan dua hal yaitu yang disebabkan oleh gaya aksial
dan lenturan.
Disebabkan oleh gaya aksial
A
p

dimana : A = luas penampang lintang (m
2
)
P = gaya tarik (N)
22
Pada gambar 2.13 batang mengalami pembebanan aksial akibat gaya tarik P. Akibat
ini, batang akan mengalami tegangan aksial sebesar (Popov,1993) :
Gambar 6.2 Pembebanan aksial pada batang tubular (sumber : F.L. Matthew dan R..D.
Rawling)
Disebabkan oleh lenturan, ada 2 kondisi lenturan yaitu :
Pada batang lurus
I
My


Pada lengkung simetris
) ( y R Ae
My



Disebabkan oleh momen lentur murni.
Sebagai akibat gaya aksial, tegangan aksia dapat diakibatkan juga oleh momen
lentur murni akibat kopel M yang terjadi di setiap ujungnya gambar 4.
Tegangan yang terjadi akibat momen ini dikenal sebagai bending stress atau
tegangan lentur.
Gambar 6.3. Pembebanan momen kopel pada batang tubular (Popov, 1993)
Dimana :
X = jarak dari sumbu netral ke sembarang titik disepanjang L pada penampang
(gambar 4).
Iz = momen inersia bidang penampang melintang terhadap sumbu z
6.4.2 Tegangan Geser
Tegangan geser disebabkan oleh dua jenis yaitu, tegangan geser yang disebabkan oleh
puntiran dan gaya geser dalam balok.
Disebabkan oleh puntiran
23
Poros melingkar
Ip
T

Poros siku empat
2
abc
T

Tabung dinding tipis tertutup
At
T
2

Disebabkan oleh gaya geser dalam balok
It
VQ

Batang penampang bulat juga akan mengalami tegangan geser walau besarnya tidak
begitu bervariasi. Penyebab paling besar terjadinya tegangan geser pada elemen
penampang bulat seperti kaki dan bracing pada jacket adalah momen puntiran aksial.
Pada gambar 6.4 tampak batang silinder mengalami pembebanan puntiran pada kedua
ujungnya.
Gambar 6.4. Gaya puntiran pada batang silinder (sumber : popov,1993)
Tegangan maksimum yang akan terjadi pada permukaan luar batang dapat dihitung
dengan rumus :
=
J
R T.

dimana : J = momen inersia kutub
T = momen torsi terkonsentrasi
R = jari-jari penampang batang
Nilai J : J =
) (
2
4
1
4
R R
o

Untuk circular ring


J =
) (
2
4
R

Untuk round bar


Tegangan yang bekerja pada penampang lintang lingkaran dan R adalah jari-jari
penampang batang. Tegangan geser yang bekerja pada penampang melintang
24
lingkaran selalu berarah tegak lurus jari-jari dan mempunyai arah yang sama dengan
momen puntir.
6.4.3 Kriteria Tegangan Ijin
Bagian struktur yang menerima beban kompresi dan beban tekuk harus memenuhi
kriteria kekuatan dan kriteria stabilitas. Apabila total tegangan pada setiap bagian
konstruksi melebihi tegangan ijin maka kegagalan dari struktur akan terjadi.
Tegangan ijin untuk member silinder (API RP2A WSD, 21
st
edition):
1. Tegangan tarik
Tegangan tarik ijin Ft, dirumuskan :
Ft = 0,6 Fy
Dimana : Fy adalah tegangan yield, ksi (MPa)
2. Tegangan tekan
Buckling pada kolom
Tegangan tekan yang diijinkan adalah Fa.
Untuk D/t 60
Fa =
Cc r kL untuk
Cc
r kL
Cc
r kL
Fy
Cc
r kL
Fa <
+
1
]
1

/ ,
8
) / (
8
) / ( 3
3
5
2
) / (
1
3
2
2
, untuk kL/r < Cc

Fa =
Cc r kL untuk
r kL
E
Fa / ,
) / ( 23
12
2
2

, untuk kL/r Cc

dimana :
Cc =
5 , 0
2
2
1
]
1

Fy
E
Cc


E = modulus elastisitas, ksi (MPa)
K = faktor panjang efektif (
L = Panjang bebas member
r = jari-jari girasi
Untuk member dengan D/t > 60 dengan menggunakan local buckling
Local buckling
a. Local buckling elastic
Fxe = 2 Cet/D
25
dimana :
C = koefisien tegangan kritis buckling
D = diameter luar
T = ketebalan pipa
secara teoritis harga C adalah 0,6
b. Local buckling inelastic
Fxc = Fy[ ]
4 / 1
) / ( 23 , 0 64 , 1 t D Fxe
(2.43)
Fxc = Fy , untuk (D/t) 60
3. Tegangan Tekuk
Tegangan bending ijin, Fb dinyatakan :
Fb = 0,75 Fy , untuk D/t 1500/Fy
(2.45)

,
_

nSI dalamsatua
Fy t
D
,
10340
Fb =
Fy
Et
FyD
1
]
1

74 , 1 84 , 0
, untuk
Fy t
D
Fy
3000 1500
<

,
_

< nSI dalamsatua


Fy t
D
Fy
,
20680 10340
Fb =
Fy
Et
FyD
1
]
1

58 , 0 72 , 0
, untuk
300
3000
<
t
D
Fy

4. Tegangan Geser
Untuk bagian tubular, besarnya tegangan geser maksimum adalah:
y =
A
V
f
y
5 , 0


dimana: f y = tegangan geser maksimum, ksi (MPa)
V = tegangan geser transversal, kips (MN)
A = luasan melintang, in
2
(m
2
)
Sedangkan tegangan geser pada beam yang diijinkan adalah:
y = 0,4 Fy

5. Tegangan Majemuk Tekan dan Tekuk Untuk Batang Silinder
26
Tegangan gabungan untuk member silindris dipengaruhi oleh gabungan antara
kompresi dan fleksur secara proporsional harus memenuhi persyaratan berkut (API
RP 2A WSD,2002) :
0 . 1
6 , 0
2 2

+
+
Fb
fby fxb
Fy
fa

(2.50)
Apabila 15 , 0
Fa
fa
, maka digunakan
0 . 1
2 2

+
+
Fb
fby fbx
Fa
fa

dimana : F
a
= tegangan aksial yang diijinkan
f
a
= tegangan aksial
F
b
= tegangan bending yang diijinkan
f
b
= tegangan bending
C
m
= faktor reduksi
6.5 Kriteria Kekuatan
6.5.1 Konsep Analisa Inelastis/Nonlinear
Analisis inelastis global dilakukan untuk mengetahui apakah platform memiliki
cukup kekuatan dan stabilitas untuk tetap menahan kriteria pembebanan dengan
overstress lokal dan kerusakan ijin, namum tanpa keruntuhan. Pada level analisa
ini, tegangan telah melampui level elastis dan pemodelan overstress members,
joints dan pondasi harus mengenali kapasitas ultimate/batas atau juga prilaku post
bukling daripada batas pembebanan elastis (API RP 2A~WSD,21
st
edition). Metoda
analisis yang lebih spesifik tergantung pada tipe pembebanan lingkungan ekstrim
yang diterima struktur dan tujuan yang diharapkan dari analisa. Metoda pushover
dan time domain adalah metoda yang biasa digunakan untuk analisa inelastis
global. Harus dicatat bahwa batasan kerusakan struktur dapat diterima atau tidak
sesuai dengan semakin kerasnya kondisi pembebanan lingkungan. Metode analisa
nonlinear diperlukan untuk menghitung displasement pada member setelah batas
elastis (post-elastis), plastis range.
27
Pada analisa kekuatan ultimate, elemen struktural diperbolehkan untuk menerima
beban melebihi kapasitasnya, elemen-elemen dapat meneruskan beban untuk
mencapai kapasitasnya, tergantung pada duktilitasnya dan prilaku pasca elastis
elemen-elemen tersebut. Beberapa elemen mungkin akan menunjukkan gejala
kerusakan, mengalami crossed over bukling atau juga inelastis yielding.
6.5.2 Analisa Batas Tegangan Ultimate (PushOver Analysis Method)
Analisa batas tegangan ultimate dilakukan untuk menentukan kekuatan maksimum
struktur untuk menahan beban yang terjadi. Beberapa beban yang bekerja pada
struktur mengakibatkan keruntuhan total dan ketidakmampuan struktur menahan
beban lingkungan dan topside. Analisa tegangan ultimate dari struktur sangat sulit
didapatkan. Metode nonlinear dibutuhkan untuk menghitung kekakuan member
dalam rentang post elastis-plastis. Kekakuan sistem struktur harus dimonitor dan
diperbaharui terus menerus karena berada pada daerah plastis/brittle. Ini berbeda
dengan desain prakatis dimana elemen yang berada di daerah linier hanya
memerlukan satu formula kekakuan dia awal analisa.
Untuk analisa ultimate ini dilakukan dengan menggunakan metode Push-Over yaitu
suatu metode yang dipakai dalam menganalisa keruntuhan struktur dan merupakan
analisa nonlinear dengan pembebanan inkremental lateral untuk menentukan secara
otomatis pembebanan yang menyebabkan struktur runtuh. Dimana adanya
penambahan beban lingkungan (gelombang) sampai struktur tersebut runtuh (collaps).
(AIM Final Report, PMB system engineering.inc,1988).
6.5.3 Kekuatan Cadangan dari Struktur Jacket (Structural RSR)
RSR dihitung dengan menggunakan analisa nonlinear finite element model dari
struktur sering juga disebut sebagai pushover analysis. Secara dasar analisa ini
dilakukan dengan cara menetapkan beban-beban yang akan digunakan, biasanya
beban vertikal (payload) adalah beban yang dianggap tetap sedangkan beban
lingkungan adalah beban yang dinaikkan (incremental load), beban lingkungan ini
dianaikkan secara perlahan sampai batas kekuatan dari struktur tercapai. Beban-beban
lingkungan yang digunakan pada umumnya adalah beban dalam kondisi ekstrim.
(Bomel,ltd.HSE.2003)
28
Struktur akan mempunyai nilai RSR yang berbeda-beda untuk setiap kondisi arah
pembebanan sehingga nilai yang diambil adalah nilai RSR yang paling minim/kecil.
Nilai RSR minimum untuk struktur jacket dalam pembebanan kondisi ekstrim adalah
0.8 untuk struktur tanpa personel dan 1.6 untuk struktur yang terdapat personel.(API
RP 2A WSD,21
st
edition).
Nilai RSR dapat dihitung berdasarkan :
RSR =
( ) level design awal kondisi pada beban
kolaps struktur saat beban
=
awal
increment awal
P
P Total P +
dimana :
P awal = beban kondisi ekstrim (design level)
P inkrem = beban kondisi collapse/instability
6.5.4 Persamaan Fungsi Batas Kekuatan (Limit State Functions/Performance
Functions)
Konsep limit state digunakan untuk mendefinisikan kegagalan dalam analisa
keandalan struktur. Limit state ukuran dari batas dari kemampuan struktur menahan
beban. Batas ini digambarkan dalam sebuah persamaan yang disebut moda kegagalan
misalnya dalam moda kegagalan karena crack, bukling, yielding, crushing. Dalam
pendekatannya masing-masing moda kegagalan dibuat terpisah, sehingga tiap moda
didefinisikan dalam satu limit state. Pada analisa keandalan struktur anjungan lepas
pantai ada beberapa limit state yang biasa dipertimbangkan (DNV,2004) :
1. SLS (serviceability limit states)
SLS berhubungan dengan penurunan secara perlahan kekuatan struktur yang
berakibat pada ketidaknyamanan dan biaya perawatan yang tinggi. Hal ini
secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi dari integritas struktur.
2. ULS (ultimate limit states)
ULS berhubungan dengan kehilangan kekuatan untuk menahan beban yang
terjadi. Dalam analisa ini digunakan metode non-linear collaps analysis
(push-over analysis). Beban yang dipertimbangkan adalah beban dalam
29
kondisi storm yang pada akhirnya didapatkan nilai kekuatan dari struktur yang
digambarkan dalam RSR. Moda kegagalan dalam kategori ULS ini adalah :
- kegagalan karena beban momen
- kegagalan las-lasan
- bukling dari brace
- yielding dari brace
- Combine stress.
3. FLS (fatigue limit states)
FLS berhubungan dengan kehilangan kekuatan dari struktur akibat beban yang
berulang-ulang (cyclic loads). Kegagalan dari struktur merupakan akumulasi
dari kerusakan akibat beban berulang, sehingga timbul crack di struktur.
4. ALS (accidental limit states)
ALS berhubungan dengan kerusakan yang timbul dari kecelakaan dan bencana
yang terjadi yang berakibat pada kerusakan struktur, misalnya akibat ship
impact, extreme environmental loads (typhoons, tsunami) dan beban seismik
pada saat gempa bumi.
7. REVIEW METODE ELEMEN HINGGA UNTUK ANALISIS STRUKTUR
7.1. Pendahuluan.
Banyak ilmu-ilmu baru yang berkembang dengan pesat sehubungan
dengan ditemukannya komputer digital yang berkecepatan tinggi. Finite
Element Meihod (Metode Elemen Hingga) adalah salah satunya. Turner
memperkenalkan ide itu pertama kali dengan makalahnya yang berjudul
Stiffness and Deflection Analysis of Complex Structures, yang sampai
sekarang masih tetap terkenal dengan Turner trianglenya. Meskipun metode
ini pada mulanya dikembangkan untuk analisis struktur (structural analysis),
namun karena teori dasarnya yang sifatnya umum, sekarang sudah
berkembang sedemikian rupa sehingga telah dipakai dengan sukses pada
hampir semua bidang ilmu, seperti dari engineering misalnya mekanika fluida,
mekanika tanah dll.
30
Seperti telah dimaklumi bahwa jarang sekali suatu model matematik
dan masalah-masalah engineering yang bisa diselesaikan secara analitis atau
closed form kecuali masalahnya sederhana sekali. Salah satu contoh yang
sangat populer adalah masalah balok (beam) linier. Dengan penyelesaian
analitis ini, informasi yang kita inginkan dapat diketahui pada setiap lokasi
yang dikehendaki. Di dalam contoh tentang balok di atas, misalnya
displacement (atau tegangan) dapat dihitung di sepanjang balok itu.
Masalah-masalah teknik biasanya akan menghasilkan suatu ekspresi
matematik yang rumit yang melibatkan kondisi batas (boundary conditions),
sifat material ketidaklinieran. dsb., sehingga memaksa orang-orang teknik
(engineers) untuk menggunakan analisis numerik, yang kendatipun hasilnya
merupakan perkiraan tapi diangap cukup dapat diterima. Contoh dan metode
numerik yang sangat populer dan sederhana di dalam bidang perkapalan
adalah perhitungan kekuatan memanjang dan perhitungan luasan dengan
menggunakan rumus Simpson.
Pendekatan-pendekatan numerik ini, berdasarkan sifatnya, selalu
menggunakan informasi-informasi pada titik-titik yang diskret. Proses
pemilihan dan titik yang diskret ini disebut pen-diskret-an (discrettation).
Salah satu cara untuk pendiskretan ini adalah dengan membagi suatu
body/sistem yang sedang diselidiki tersebut. Dari sinilah lahir istilah Finite
Element Method, yang secara bebas bisa diterjemahkan sebagai Metode
Elemen Hingga, dengan kata hingga (finite) disini sebagai lawan dari tak
terhingga (infinite).
Pemecahannya kemudian dilakukan untuk elemen-elemen kecil ini dan
kemudian rnenggabungkannya sehingga didapatkan pemecahan dari
body/system keseluruhan. Ada aturan-aturan dan asumsi-asumsi tertentu
yang harus diikuti didalam proses tersebut. Diktat ini disusun sebagai langkah
pertarna (introduction) terhadap pemahaman Metode Elemen Hingga, dan
dimaksudkan untuk membantu mahasiswa rnempermudah rnempelajarinya.
Disebutkan sebagai langkah awal karena ruang lingkup dan Finite Elemen
yang cukup luas seperti bagaimana menangani masalah ketidaklinieran (non
linearity), masalah plasticity, dsb. Semuanya ini tidak mungkin bisa dipelajari
dalam satu semester dan ditulis dalam satu diktat. Disamping tantangan dan
masalah baru yang selalu timbul, seperti bagaimana menangani masalah
31
contact problem, yang sampai sekarang masih menjadi bahan penelitian di
negara-negara maju.
Ada kecenderungan untuk menciptakan general purpose program
yang bisa memecahkan semua masalah-masalah engineering. Salah satu
contoh ke arah itu adalah munculnya program-program seperti SAP90. MSC-
NASTRAN dan masih banyak lagi. Namun sampai sekarang program-
program tersebut kendatipun banyak memecahkan persoalan yang timbul di
lapangan, namun masih gagal memecahkan persoalan-persoalan rumit yang
khusus. Di pihak lain, biaya penggunaan komputernva sangat mahal, karena
besarnya memori yang harus digunakan. Kecenderungan yang kedua adalah
menciptakan program-program khusus yang hanya bisa menangani rnasalah-
masalah tertentu yang umumnya general purpose program gagal
menanganinya. Keuntungan dari pendekatan ini adalah bahwa program
tersebut akan lebih murah dan bisa di tune up untuk satu atau sekelompok
masalah sehingga efisiensinya tinggi sekali.
Metode elemen hingga pada dasarnya adalah produk dan komputer digital
elektronik. Sehingga pengetahuan tentang bahasa komputer akan sangat
membantu sekali untuk mengetahuinya, meskipun tidak mutlak. Ada dua
pendekatan yang biasanya ditempuh dalam mengajarkan finite element di
Perguruan Tinggi. Pendekatan pertama adaiah menitikberatkan pada
pemakaian dari salah satu atau lebih general purpose program yang tersedia,
seperti NASTRAN misalnya. Alasannya karena begitulah yang terjadi di dunia
industri, sehingga dengan demikian akan dihasilkan lulusan yang mampu
sebagai operator dan general purpose program tersebut. Pendekatan yang
kedua adalah menitikberatkan pada rational approach (yaitu lebih pada
kemampuan analitis), sehingga mahasiswa mampu membuat sendiri
program-program yang dibutuhkan apabila terpaksa. Untuk pendekatan
kedua ini tentu saja menuntut penguasaan bahasa komputer (biasanya
FORTRAN) dari mahasiswa. Kesulitan timbul kalau general purpose
programnya tidak tersedia dan mahasiswanya tidak menguasai bahasa
komputer. Diktat ini disusun berdasarkan pertimbangan tersebut, meskipun
sedikit demi sedikit akan diperkenalkan dengan program komputer yang
sudah tersedia dan juga ada bagian dimana mahasiswa dilatih untuk
membuat program sendiri untuk masalah-masalah yang sederhana, karena
32
hampir tidak mungkin membicarakan finite element tanpa menyinggung
program komputer sama sekali. Meskipun demikian, beberapa asumsi yang
tak dapat dihindari tetap dipakai disini, yaitu bahwa mahasiswa harus sudah
menguasai tentang operasi matrik, masalah mekanika dan metode energi
serta sedikit tentang analisis/metode numerik.
Hal yang menggembirakan dalam mempelajari finite element adalah
karena arti fisiknya yang mudah dimengerti. Dengan demikian, dimungkinkan
untuk mempelajarinya secara bertahap, yaitu mengerti dari segi fisik terlebih
dulu baru kemudian sedikit demi sedikit meningkat ke pendekatan
matematisnya. Penyajian inilah yang dipergunakan di sini.

7.2. Prosedur Umum dan Metode Elemen Hingga.
Pada bagian ini kita akan membicarakan prosedur umum didalam
perumusan dan penyelesaian yang dipakai dalam Metode Elemen Hingga
untuk menangani persoalan-persoalan rekayasa struktur. Untuk
menyederhanakan maka tahap-tahap yang diuraikan di sini hanya untuk
persoalan-persoalan struktur saja, meskipun sebenarnya, secara umum,
prosedur tersebut dapat diterapkan untuk masalah-masalah non-struktur.
Untuk persoalan analisis tegangan dalam struktur, besaran yang ingin
diketahui adalah displacenent dan tegangan seluruh bagian struktur yang
berada dalam keseimbangan dan dengan mendapatkan beban. Pada
kebanyakan struktur, untuk menentukan distribusi deformasi dengan
menggunakan metode konvensional akan sangat sulit dilakukan, sehingga
disinilah perlunya digunakan metode elemen hingga.
Terdapat dua pendekatan umum yang berhubungan dengan metode
elemen hingga. Pendekatan pertama disebut metode gaya atau metode
fleksibilitas yaitu yang menggunakan besaran gaya dalam sebagai besaran
yang belum diketahui. Untuk menurunkan persamaannya, mula-mula
digunakan persamaan keseimbangan lalu dengan syarat-syarat kompatililitas
dapat diperoleh persamaan-persamaan tambahan yang lain. Akhirnya akan
diperoleh serangkaian persamaan aljabar untuk menentukan gaya-gaya
berlebih (redundant) atau gaya-gaya yang tidak diketahui tersebut.
33
Pendekatan kedua sering disebut sebagai metode displacement atau
metode kekakuan (displacement or stiffness method) yaitu yang
mengasumsikan displacement simpul sebagai besaran yang belum diketahui.
Contohnya, kondisi kompatibilitas mengharuskan bahwa hubungan antar
elemen melalui sebuah simpul atau sepanjang sisinya atau melalui suatu
permukaan, akan tetap terhubung setelah struktur mengalami deformasi.
Sehingga persamaan yang akan dihasilkan nantinya dinyatakan dalam
displacement simpul menggunakan persamaan keseimbangan dan suatu
hukum yang dapat digunakan untuk menghubungkan antara gaya dengan
displacement.
Kedua pendekatan di atas, di dalam analisisnya, melibatkan besaran-
besaran yang berbeda yang tidak diketahui yaitu gaya atau displacement dan
juga matrik yang terkait dengan formulasinya juga berbeda (fleksibelitas atau
kekakuan) Telah ditunjukkan bahwa untuk tujuan komputasional, metode
displacement (atau kekakuan) lebih disukai karena formulasinya untuk
masalah-rnasalah analisis struktur bisa lebih sederhana Untuk itu kebanyakan
program elemen hingga multiguna menggunakan formulasi displacement
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan struktur. Dengan dernikian untuk
pembahasan ini, hanya metode displacement yang akan digunakan.
Metode elemen hingga meliputi pemodelan struktur dengan elemen-elemen
kecil yang saling terhubung yang disebut elemen hingga. Suatu fungsi
displacement dipakai untuk tiap elemen hingganya. Tiap elemen dihubungkan
secara langsung atau tidak langsung dengan suatu interface yang bisa
berupa simpul dan/atau garis pembatas dan/atau permukaan pembatas.
Dengan diketahuinya tegangan/regangan material yang membentuk struktur
tersebut maka dapat ditentukan kelakuan simpul yang merupakan fungsi dan
sifat elemen yang lain dalam struktur tersebut. Gabungan dan persamaan
yang rnenggambarkan kelakuan tiap-tiap simpul adalah berupa serangkaian
persamaan aljabar yang dinyatakan dalam notasi matrik.
Setiap analisis harus memutuskan untuk membagi struktur dalam
elemen hingga dan memilih jenis elemen yang dipakai dalam analisis serta
menentukan bentuk pembebanan dan kondisi batas atau tumpuan-tumpuan
yang akan digunakan. Semantara itu proses/tahap berikutnya akan secara
otomatis di lakukan oleh program.
34
Secara ringkas, prinsip dari metode elemen hingga adalah
memperlakukan suatu body/sistem sebagai gabungan dan elemen-elemen
kecil yang disebut elemen hingga (finite element). Elemen-elemen ini
digabungkan satu sama lain melalui titik-titik yang disebut simpul/nodal
(nodes). Fungsi yang sederhana biasanya dipilih untuk mendekati
(memperkirakan) distribusi atau variasi dari displacement yang sesungguhnya
pada tiap elemennya. Fungsi yang dipilih tersebut (yang tentu saja harus
memenuhi persyaratan tertentu, tentang ini akan dibahas kemudian) disebut
displacement function atau displacement model. Informasi yang dicari,
misalnya displacement atau turunannya (misalnya tegangan), dihitung pada
simpul. Dengan demikian hasil akhir yang didapat adalah berupa harga
pendekatan dan displacementnya pada lokasi-lokasi diskret dan body/sistem
yang diselidiki, yaitu pads titik simpulnya tersebut. Untuk displacement
functionnya bisa dipilih polinomial atau fungsi tnigonometri atau beberapa
fungsi sederhana yang lain. Pada umumnya digunakan polinomial karena
fungsi ini mudah dimanipulasi secara matematis.
Tahapan dalam perumusan metode elemen hingga dalam
menyelesaikan persoalan-persoalan struktur secara agak detail akan
diuraikan berikut ini. Tahapan-tahapan yang mendasar ini tujuannya adalah
untuk memperlihatkan suatu prosedur umum yang harus diikuti dalam
perumusan elemen hingga dan suatu persoalan. Dengan cara ini kita akan
lebih mudah memahami.

TAHAP 1: Pendiskretan dan Pemilihan Jenis Elemen.
Tahap ini meliputi pembagian obyek (struktur) menjadi sebuah sistem
ekivalen yang terdiri dan elemen-elemen hingga yang saling dihubungkan
dengan simpul serta pemilihan jenis elemen yang tepat. Jumlah elemen yang
digunakan, variasi ukurannya dan jenis elemennya, pada dasarnya
merupakan masalah dan engineering judgement. Elemen harus dibuat
cukup kecil sehingga hasilnya bagus, namun juga harus cukup besar agar
mengurangi waktu komputasionalnya. Elemen-elemen yang kecil (jika
mungkin elemen orde-tinggi) biasanya digunakan untuk kondisi yang
perubahannya drastis, misalnya ditempat dimana perubahan geometri terjadi
35
secara drastis. Sedangkan elemen berukuran besar digunakan ditempat
dimana besaran yang ingin dicari perubahannya relatif konstan.
Pemilihan jenis elemen yang digunakan dalam analisis metode elemen
hingga tergantung pada kondisi fisik body dalam kondisi pembebanan yang
sesungguhnya serta sejauh mana pendekatan terhadap kondisi yang
sesungguhnya tersebut ingin dicapai sehingga keputusan pemodelan yang
tepat secara satu, dua atau tiga dimensi sangat diperlukan. Dengan demikian
pemilihan jenis elemen yang tepat untuk suatu persoalan tertentu merupakan
salah satu langkah utama di dalam metode elemen hingga.
Jenis elemen garis dasar terdiri dan elemen bar (truss) dan elemen
balok (beam). Elemen ini memiliki luasan penampang melintang namun
biasanya dinyatakan dalam bentuk segmen garis. Secara umum, luas
penampang melintang elemen ini bisa bervariasi sepanjang elemennya
ataupun konstan. Elemen ini kebanyakan digunakan untuk memodelkan
struktur-struktur rangka batang (truss) atau flame. Elemen garis yang paling
sederhana (disebut elemen linier) memiliki dua titik simpul pada masing-
masing ujungnya. Juga terdapat elemen dengan orde yang lebih tinggi yaitu
yang memiliki tiga simpul atau lebih (disebut elemen kuadratik, kubik dll).
Elemen dua dimensi dasar atau elemen bidang mendapatkan beban
gaya pada arab bidangnya (kondisi plane stress atau plane strain). elemen ini
bisa berupa segitiga atau persegi empat elemen dua dimensi. Yang paling
sederhana hanya memiliki simpul pada sudut-sudutnya (elemen linier)
dengan batas sisi lurus. Terdapat juga elemen dua dimensi dengan orde yang
lebih tinggi, misalnya yang memiliki simpul-antara pada sisinya (disebut
elemen kuadratik) dan elemen dengan sisi berbentuk lengkung. Ketebal an
elemen ini bisa bervariasi maupun konstan.
Jenis yang lain adalah elemen tiga dimensi. Elemen tiga dimensi yang umum
dipakai adalah berbentuk tetrahedral atau hexahedral (batu bata). Jenis
elemen ini hanya dipakai jika kita menginginkan analisis tegangan secara tiga
dimensional. Elemen tiga dimensi yang paling dasar hanya memiliki simpul di
titik-titik sudutnya dengan batas sisi lurus. Sementara itu untuk orde yang
lebih tinggi, ditambah dengan simpul-antara (bisa juga simpul-antara pada
permukaannya) dan memiliki permukaan sisi yang berbentuk lengkung.
36
Sementara itu, elemen aksisimetri merupakan elemen yang dibentuk
dengan cara memutar sejauh 360
0
suatu segitiga atau segiempat terhadap
suatu sumbu tetap yang terletak pada bidang elemen tersebut. Elemen jenis
ini dapat digunakan jika kondisi geometri dan pembebanan dan masalah yang
dianalisis adalah aksisimetris.

TAHAP 2 Pemilihan Fungsi Displacement.
Langkah berikutnya adalah menentukan suatu fungsi displacement
pada tiap elemen. Fungsi tersebut didefinisikan untuk tiap elemen dengan
menggunakan nilai parameter pada simpul dari elemen tersebut. Biasanya
digunakan fungsi polinomial linier, kuadratik atau kubik karena fungsi tersebut
sederhana pada saat proses perumusan elemen hingganya. Tetapi deret
trigonometri juga bisa dipergunakan.
Untuk sebuah elemen dua dimensi, fungsi displacementnya berupa
fungsi dan koordinatnya dalam bidang elemen tersebut (misalnya bidang x-y).
Fungsinya dinyatakan dalam parameter simpul yang tidak diketahui (dalam
masalah dua dimensi, adalah dalam komponen x dan y). Fungsi displacement
yang sama bisa digunakan secara berulang-ulang untuk tiap-tiap elemen,
Jadi, didalam metode elemen hingga, suatu parameter kontinyu seperti
displacement untuk keseluruhan body, dapat didekati dengan suatu model
diskret yang dibentuk dan suatu rangkaian fungsi piecewise-continue yang
didefinisikan pada masing-masing domain-berhingga atau elemen hingganya.

TAHAP 3 Pendefinisian hubungan regangan-displacement dan
tegangan- regangan.
Hubungan antara regangan-displacement dan antara tegangan-
regangan dibutuhkan dalam proses penurunan persamaan untuk masing-
masing elemen hingga. Contoh yang paling sederhana misalnya kasus
deformasi satu dimensional dalam arah x misalnya, hubungan antara
regangan
x

dan displacementnya u untuk regangan yang kecil adalah


dx
du
x

37
Berikutnya, tegangan harus dikorelasikan dengan regangan melalui
hukum tegangan/regangan yang umumnya disebut hukum konstitutif
(constitutive law). Kemampuan untuk mendefinisikan kelakuan/sifat material
secara tepat adalah hal yang sangat penting untuk mendapatkan hasil yang
dapat diterima. Hukum tegangan/regangan yang paling sederhana yaitu
hukum Hooke yang seringkali dipakai dalam analisis tegangan diberikan
dalam bentuk:
x x
E

dimana
x

= tegangan dalam arah x


E = modulus elastisitas.
TAHAP 4; Penurunan matrik kekakuan elemen dan persamaan elemen.
Untuk menurunkan matrik kekakuan elemen dan selanjutnya adalah
persamaan elemennya, setidaknya ada dua metode yang sering digunakan
yaitu Metode Keseimbangan Langsung (Direct Equilibrium Method) dan
Metode Energi (Energy Method).
Metode Keseimbangan Langsung:
Matrik kekakuan dan persamaan elemen yang menghubungkan gaya
simpul dan displacement simpul diperoleh dengan menggunakan kondisi
kesetimbangan gaya untuk elemen-dasar yang berlaku untuk hubungan gaya-
displacement. Metode ini sangat cocok untuk elemen garis atau elemen satu
dimensi seperti untuk elemen bar (truss) dan elemen balok (beam).

Metode Energi
Untuk menurunkan matrik kekakuan dan persamaan elemen dua dimensi dan
tiga dimensi, lebih mudah menggunakan metode energi. Prinsip kerja virtual
(menggunakan displacement virtual), prinsip energi potensial minimum dan
teorema Castigliano merupakan metode-metode yang sering digunakan di
dalam penurunan persamaan elemen.
38
Prinsip kerja virtual dapat dipakai untuk bermacam-macam kelakuan
material, sementara itu prinsip energi potensial minimum dan teorema
Castigliano hanya dapat diterapkan untuk material elastis. Juga, prinsip kerja
virtual dapat digunakan walaupun fungsi potensialnya tidak ada. Dengan
demikian, ketiga prinsip tersebut akan menghasilkan persamaan elemen yang
sama bila yang digunakan adalah material linier-elastis; jadi pemakaian salah
satu metode tersebut untuk jenis material ini semata-mata hanyalah
tergantung pada usernya.
Untuk tujuan memperluas penggunaan MEH di luar masalah analisis
tegangan struktur, suatu pem-fungsi-an (didefinisikan sebagai fungsi dari
suatu fungsi yang lain) yang analog yang mana digunakan dengan prinsip
energi potensial minimum sangat berguna sekali dalam menurunkan matrik
kekakuan dan persamaan elemen. Contohnya,

adalah suatu fungsi dari


f(x,y) melambangkan suatu fungsi f dari dua variabel x dan y sehingga
selanjutnya kita peroleh

(f(x,y}) dimana

merupakan suatu fungsi dari


fungsi f.
Metode Residual Berbobot:
Metode residual berbobot (weighted residuals) berguna untuk
menurunkan persamaan elemen khususnya yang paling populer adalah
Metode Galerkin. Metode ini akan menghasilkan hasil yang sama dengan
yang dihasilkan oleh metode energi, dimana metode energi dapat dipakai.
Metode ini secara khusus digunakan jika suatu pem-fungsi-an seperti energi
potensial tidak langsung tersedia. Metode residual berbobot menyebabkan
MEH dapat langsung diterapkan pada berbagai persamaan diferensial.
Pemakaian salah satu dari metode-metode di atas, akan menghasilkan
persamaan yang menggambarkan kelakuan dari suatu elemen. Persamaan
tersebut jika dituliskan dalam bentuk matrik adalah sbb:

'

1
1
1
1
]
1

'

n nn n n n
n
n
n
n
d
d
d
d
k k k k
k k k k
k k k k
k k k k
f
f
f
f
3
2
1
3 2 1
3 33 32 31
2 23 22 21
1 13 12 11
3
2
1

atau dalam matrik simbol dapat dinyatakan dengan,
39
{f} = [k] {d}

dimana {f} adalah vektor gaya simpul elemen, [k] adalah matrik kekakuan
elemen dan {d} adalah vektor derajat kebebasan simpul-elemen yang tidak
diketahui atau displasemen yang digeneralisasi, n. Displasemen yang
digeneralisasi di sini bisa meliputi besar dari displasemen sebenarnya,
kemiringan atau biasanya kelengkungan. Matrik dalam persamaan di atas
akan dijelaskan lebih detil pada bagian selanjutnya untuk tiap-tiap jenis
elemen.

TAHAP 5 : Penggabungan Persamaan Elemen untuk mendapatkan
Persamaan Giobal/Total dan Penentuan Kondisi Batas.
Persamaan elemen yang diperoleh dalam langkah 4 di atas dapat
digabungkan menggunakan suatu metode superposisi (disebut metode
kekakuan langsung (direct stiffness method)) berdasarkan kesetimbangan
gaya simpul-untuk mendapatkan persamaan global keseluruhan struktur. Di
dalam metode kekakuan langsung tersebut terkandung arti dan konsep
kontinyuitas atau kompatibilitas yaitu yang mengharuskan struktur dalam
kondisi tetap rigid dan tidak terjadi retak/sobek dimanapun dalam struktur
tersebut.
Setelah penggabungan diperoleh persamaan globalnya yaitu:
{F} = [k] {d}

dimana {F} adalah vektor gaya simpul global, [K] adalah matrik kekakuan
global dan {d} sekarang adalah vektor derajat kebebasan simpul-struktur
yang sudah diketahui dan yang belum diketahui atau displasemen yang
digeneralisasi. Pada tahap ini dapat diketahui bahwa matrik kekakuan global
[K]nya berupa matrik singular karena deterrninannya sama dengan nol. Untuk
menghindari masalah singularitas ini maka kita harus menentukan kondisi
batas (boundary condition) (disebut juga konstrain atau tumpuan) agar
struktur tetap ditempatnya dan tidak bergerak sebagai sebuah benda kaku.
40
Dengan memasukkan kondisi batas ini maka pers. 1.5 nantinya akan rnenjadi
termodifikasi.
TAHAP 6 : Menyelesaikan derajat kebebasan yang belum diketahui.
Persamaan diatas yang sudah dimodifikasi dengan adanya kondisi
batas merupakan sekumpulan persamaan aljabar simultan yang dapat
dituliskan dalam bentuk matrik sebagai berikut

'

1
1
1
1
]
1

'

n nn n n n
n
n
n
d
d
d
K K K K
K K K K
K K K K
F
F
F
2
1
3 2 1
2 23 22 21
1 13 12 11
2
1
dimana n sekarang adalab jumlah total dan derajat kebebasan struktur yang
tidak diketahui. Persamaan di atas ini dapat diselesaikan untuk mendapatkan
{d} dengan metode eliminasi (misal metode Gauss) atau metode iterasi (misal
metode Gauss-Seidel). d yang tidak diketahui tersebut disebut besaran-anu
utama (primary unknowns) karena besaran inilah yang pertama kali
ditentukan dengan MEH yang berbasis kekakuan (atau displasemen)
tersebut.

TAHAP 7 : Menentukan regangan dan tegangan elemen.
Untuk masalah analisis tegangan struktur, besaran penting yang kedua
yaitu regangan dan tegangan (atau momen dan gaya geser) dapat diperoleh
karena besaran-besaran tersebut dapat dinyatakan secara langsung sebagai
fungsi dan displasemen yang sudah diperoleh dalam langkah 6 sebelumnya.
Hubungan ini harus sesuai dengan persoalan yang sedang dianalisis.
Sebagaimana sudah disinggung pada langkah 3 bahwa kemampuan untuk
mendefinisikan kelakuan/sifat material secara tepat adalah hal yang sangat
penting agar diperoleh hasil yang dapat diterima. Contoh dan hubungan
regangan-displasemen dan tegangan-regangan untuk tegangan 1 dimensi
yang dinyatakan dalam langkah 3 di atas dapat dipakai.
41

TAHAP 8: Interpretasi Hasil.
Tujuan akhirnya adalah menginterpretasi dan menganalisis hasil yang
akan digunakan dalam proses perancangan. Penentuan lokasi pada struktur
dimana terjadi deformasi dan tegangan terbesar biasanya sangat penting
dalam mengambil keputusan di dalam proses perancangan. Program
komputer postposesor akan membantu para perancang untuk
menginterpretasi hasil dalam bentuk tampilan grafis.
7.3. Aplikasi dan Manfaat dan Metode Elemen Hingga.
Metode Elemen Hingga (MEH) dapat digunakan untuk menganalisis
masalah-masalah struktur maupun masalah-masalah non-struktur.
Dalam bidang struktur penggunaanrlya meliputi:
Analisis tegangan yang meliputi analisis truss dan frame dan masalah-
masalah konsentrasi tegangan khususnya yang terkait dengan adanya
lubang, fillet dan perubahan geometri yang lainnya pada struktur.
Masalah buckling (tekukan).
Analisis getaran.
Sedangkan yang menyangkut masalah-masalah non-struktural antara
lain meliputi :
Perpindahan panas.
Aliran fluida termasuk rembesan melalui media berongga.
Distribusi medan listrik atau medan magnet.
Untuk masalah rekayasa biomechanical (mungkin menyangkut analisis
tegangan) khususnya dalam analisis organ tubuh manusia antara lain analisis
pada tulang belulang, tulang tengkorak,. persendian tulang paha, penanaman
gigi pada rahang/gusi, jantung dan mata.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, MEH telah diaplikasikan ke
berbagai persoalan baik dalam bidang struktur maupun non-struktur. Metode
ini memiliki banyak keunggulan sehingga membuatnya sangat populer.
Kemampuan yang dimiliki antara lain meliputi
1. Mampu memodelkan bentuk-bentuk yang tidak teratur dengan cara
yang relatif mudah
42
2. Dapat menangani kondisi pembebanan yang umum dengan tanpa
kesulitan.
3. Mampu rnemodelkan benda yang tersusun dan berbagai material yang
berbeda, karena tiap-tiap persamaan elemennya diturunkan sendiri-
sendiri.
4. Mampu menangani kondisi batas dalam jumlah dan jenis yang hampir
tak berhingga.
5. Ukuran elemennya bisa divariasikan hingga dapat digunakan elernen
yang sangat kecil jika diperlukan.
6. Model elemen hingga yang dibuat dapat diubah-ubah dengan mudah
dan murah.
7. Mampu menangani masalah-masalah dinamik.
8. Mampu menangani persoalan-persoalan non-linier seperti deformasi
yang besar dan sifat material yang non-linier.
MEH untuk analisis struktur memungkinkan para perancang untuk
rnendeteksi tegangan, getaran dan masalah-masalah panas selama proses
perancangannya serta mampu untuk mengevaluasi perubahan-perubahan
perancangan sebelum membangun prototipenya. Sehingga tingkat
kepercayaan penerimaan prototipe tersebut dapat ditingkatkan. Disamping
itu, dengan metode mi, jika digunakan dengan tepat dapat mengurangi jumlah
prototipe yang hams dibuat.
Meskipun pada mulanya MEH hanya diaplikasikan untuk persoalan-
persoalan analisis struktur, namun dalam perkembangannya bisa
diaplikasikan untuk berbagai bidang ilmu di dalam bidang rekayasa dan
matematika fisik seperti aliran fluida, perpindahan panas, potensial
elektromagnetik, mekanika tanah dan bidang akustik.

7.4. Program Komputer untuk MEH.
Secara umum, dengan komputer, terdapat dua metode pendekatan
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan dengan MEH. Yang pertama,
menggunakan program komersial-besar, beberapa diantaranya sudah
dimodifikasi untuk bisa dijalankan dengan PC yang disebut Program Multi
Guna (general-purposes program) yang dirancang untuk bisa menyelesaikan
berbagai jenis persoalan. Jenis yang kedua adalah Program Kegunaan
43
Khusus (special-purposes program) yang lebih kecil yaitu untuk
menyelesaikan persoalan-persoaan jenis tertentu.
Keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh program multi guna antara
lain:
1. Inputnya terorganisasi dengan baik dan disusun sedemikian rupa
sehingga user bisa memahami dengan mudah. User tidak mernerlukan
pengetahuan khusus tentang software dan hardware komputer. Sudah
dilengkapi preprosesor untuk membuat model elemen hingganya.
2. Program ini berupa suatu sistem yang besar sehingga biasanya dapat
menangani berbagai jenis persoalan baik yang besar maupun yang kecil
hanya dengan menggunakan format input yang sama.
3. Beberapa program bahkan bisa diekspansi dengan card
menambahkan modul yang baru untuk jenis persoalan atau jenis
teknologi yang baru. Jadi masih bisa terus mengikuti perkembangan
terbaru hanya dengan sedikit usaha penambahan.
4. Kebanyakan pusat-pusat pelayanan program komputer menyediakan
satu macam atau lebih program multi guna.
5. Beberapa program komputer yang sudah dikecilkan (scaled down)
untuk PC memiliki harga yang bersaing dan dapat digunakan untuk
menangani jenis persoalan yang luas.
Selain kelebihan-kelebihan di atas, beberapa kelemahan yang dimiliki
oleh program multi guna antara lain
1. Biaya awal untuk membuat program multi guna relatif tinggi.
2. Program multi guna menjadi kurang efisien dibandingkan dengan
program khusus karena komputer harus melakukan banyak pengacekan
untuk tiap-tiap persoalan, padahal jika digunakan program khusus
pengecekan yang tidak perlu (diluar cakupan masalahnya) tidak perlu
dilakukan.
3. Kebanyakan program jenis ini bersifat milik pribadi sehingga user
hanya memiliki sedikit akses untuk memahami logika program tersebut.
Jika ingin memodifikasi biasanya hanya dapat dilakukan oleh pembuatnya
saja.
4. Untuk mejalankan program ini diperlukan komputer dengan
kemampuan yang besar (untuk program yang sudah dikecilkan bisa
44
dijalankan pada PC).
Sedangkan untuk Program Kegunaan khusus, beberapa kelebihan yang
dimilikinya antara lain:
1. Program biasanya relatif pendek sehingga biaya pembuatannya cukup
murah.
2. Dapat dijalankan dengan komputer kecil (PC).
3. Penambahan-penambahan (modifikasi) terhadap program dapat
dilakukan dengan cepat, mudah dan murah.
5. 4 Dapat menyelesaikan persoalan khusus yang sesuai (sesuai dengan
tujuan pemrogramannya) dengan lebih efisien.
Disamping kelebihan di atas, kelemahan utama dan program
kegunaan khusus ini adalah ketidakmampuannya untuk menangani
persoalan-persoalan yang berbeda jenis atau kelasnya.
Terdapat banyak vendor yang menyediakan program elemen hingga
sehingga bagi pemakai yang tertarik harus dengan hati-hati berkonsultasi
dengan para vendor tersebut sebelum memutuskan untuk membeli
produknya. Untuk membantu memberi ide tentang berbagai program
komputer komersiil untuk PC yang ada, di sini diberikan beberapa nama
program yaitu ALGOR, ANSYS, GIFTS, IMAGES-3D, MSC/PAL, TAB/SAP86,
SAP9O, SAP2000, MSC/NASTRAN, GT-STRUDL, StruCad, dll. Kernampuan
standart dan beberapa program di atas meliputi informasi atas:
1. Jenis-jenis elemen yang disediakan seperti elemen beam (balok),
plane stress (tegangan bidang) dan elemen solid 3-D.
2. Jenis analisis yang tersedia misalnya kemampuan analisis statis dan
dinamis.
3. Kelakuan material, seperti elastis-linier dan non-linier.
4. Jenis pembebanan seperti beban terpusat, beban merata, beban
panas dan displasemen (sattlement).
5. Pembangkitan data (data generation), seperti pembangkitan simpul,
elemen dan restraint secara otomatis (beberapa program memiliki
preprosesor untuk membuat mesh untuk model).
6. Plotting, seperti bentuk geometri model sebelum dan setelah
terdeformasi serta kontur tegangan dan suhu (beberapa program memiliki
45
postprosesor untuk membantu dalam menginterpretasikan outputnya
dalam bentuk gratik).
6. Kelakuan displasemen, seperti displasemen yang kecil atau besar dan
juga buckling (tekukan).
7. Pemilihan output. seperti rnernilih simpul-simpul atau elemen-elemen
tertentu serta menentukan nilai-nilai maksimum atau mininiumnya.
Kebanyakan program, paling tidak menyediakan lybrary untuk elemen
elemen batang, balok, tegangan bidang, lenturan pelat dan elemen solid 3-D.
Bahkan untuk software yang sekarang meliputi kemampuan untuk analisis
perpindahan panas (heat transfer).
Untuk mengetahui seluruh kemampuan dan program-program di atas,
sebaiknya dilihat dalam masing-masing petunjuk acuan programnya (program
reference manuals).
7.5. Konsep Matrik Kekakuan Elemen Garis.
Untuk pcrsoalan-persoalan yang sederhana, penurunan matrik
kekakuan elemen (element stiffness matrix) bisa dilakukan dengan
menggunakan prinsip kesetimbangan (equilibrium). Akan tetapi pada
umumnya hal ini sulit dipakai pada sistem yang sedikit kornpleks.
Penurunannya biasanya rnenggunakan metode energi (energy method)
dengan memakai prinsip variasi (variational principle). Untuk persamaan
diferensial yang kompleks bahkan hal inipun sulit dilakukan dan karenanya
digunakan Guierkins decomposition (atau Weak form) langsung dari
persamaan diferensialnya.
Kekakuan pada dasamya menghubungkan displasemen pada simpul
dengan gaya-gaya luar (external/appllied forces) yang bekerja pada simpul
tersebut. Gaya-gaya luar ini dirubah dan bentuknya yang merata/uniform
(distributed forces) ke bentuk diskret pada simpul dan disebut sebagai
equiva/en nodal force atau gaya simpul saja.
Persamaan keseimbangan yang meilbatkan matrik kekakuan [k], vektor
gaya simpul {O} dan vektor displasemen {q} secara simbolis matrik dapat
dituliskan:
[k]{q} = {Q}
46
untuk memberi gambaran yang lebih nyata tentang arti dan persamaan
berikut ini diberikan ilustrasi sederhana arti fisik dan persamaan tersebut.
Ambil sebuah balok (beam) dengan luas penampang A dan modulus
elastisitas E, dengan gaya kompresi / tekan Q1 dan Q2 yang bekerja pada
kedua ujungnya. Dari Mekanika Teknik didapatkan,
L EA q q EA L L EA A Q / ) ( ) / (
2 1 1

Dari prinsip keseimbangan maka,
L EA q q Q Q / ) (
2 1 1 2
+
Persamaan di atas dalam bentuk matrik dapat ditulis sebagai berikut:
{Q} = [k]{q}
Gambar 7.1 Balok kantilever berbeban kompresi
dimana:
{ }

'

2
1
Q
Q
Q
47
[ ]
L
EA
k
1
]
1

1 1
1 1
{ }

'

2
1
q
q
q
Perlu diingat bahwa
1
q
dan
2
q
, adalah displasemen pada simpul 1
dan 2, sedangkan
1
Q
dan
2
Q
adalah gaya-gaya luar yang bekerja pada
simpul 1 dan 2 (gaya-gaya ini lazimnya sudah diketahui).
Dapat diamati bahwa matrik kekakuan tergantung pada tiga hal yaitu:
1. Model dan displasemen yang dipakai.
2. Geometri dari elemen-elemennya.
3. Sifat material lokal (local property of material) atau biasanya disebut
constitunve relations.
Karena sifat material ini biasanya berbeda-beda untuk setiap elemen,
maka metode ini (MEH) memungkinkan memecahkan persoalan yang
memiliki sifat material yang berbeda-beda.
Jika kita dalam perumusan matrik kekakuan menggunakan elemen
garis dengan penampang konstan maka tidak akan terlihat adanya model
displasemen (disebut juga displacement function) yang digunakan. Berikut
ini adalah elemen garis dengan luas penampang yang tidak konstan (lihat
Gambar 6). Seperti telah disinggung di atas, dari keseimbangan diperoleh:
2 1
Q Q

Demikian pula dari hukum tegangan-regangan (stress-strain law) didapatkan
x x
E
dan hukum regangan-displasemen (strain-displacement law) kita peroleh:
48
dx
du
x

Gambar 7.2. Elemen garis dengan penampang tidak konstan.
Pada pembahasan terdahulu, kita mengasumsikan regangannya
konstan sepanjang elemen, sehingga du/dx dapat diganti dengan
perbandingan antara perpanjangan ( L ) dan panjang elemen mula-mula (L).
Sekarang asumsi tersebut tidak kita pakai dan sebagai gantinya kita
memilih fungsi sembarang u(x) (tetapi tidak benar-benar sembarang, karena
u(x) ini harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, yang akan
dibicarakan kemudian). u(x) ini disebut model displasemen (displacement
model atau displacement field). Sehingga cara ini disebut juga sebagai
metode displasemen (displacement method).
Perlu disebutkan di sini bahwa asumsi regangan tidak konstan ini lebih
masuk akal, dikarenakan luas penampangnya yang tidak konstan. Dengan
gaya yang konstan sepanjang elernen dan luas penampang yang berubah
maka tegangan yang terjadi juga tidak konstan. Karena tegangan tidak
konstan, maka regangannya juga tidak konstan.
Kembali ke model displasemen u(x), atau disebut juga fungsi
displasemen, kita asumsikan bentuknya adalah polinomial,
... . . ) (
3
4
2
3 2 1
+ + + + x x x x u
atau dengan interpolasi displasemen antara simpul-simpulnya,
49
L
x
q
L
x
q x u
2 1
1 ) ( +
,
_


dimana
,
_

L
x
1
dan
L
x
disebut fungsi bentuk (shape function) atau fungsi
interpolasi (interpolation function). Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada
bagian berikutnya.
Dapat ditunjukkan bahwa apabila dalam satu elemen mengandung dua
koordinat simpul, maka fungsi displasemennya hanya mempunyai dua
konstanta yang independen. Dan pertimbangan lain, yaltu bahwa
1

dan
2


tidak dapat dihilangkan, maka model displasemen kita menjadi:
x x u
2 1
) ( +

yaitu yang disebut model displasemen linier. Jika kita turunkan untuk
mendapatkan regangan, akan diperoleh hubungan,
( )
2 2 1
+ x
dx
d
dx
du
x
(konstanta !)
Senang atau tidak kita dihadapkan kembali pada model displasemen
dengan regangan konstan.
Dengan demikian kita dihadapkan pada keadaan berikut. Model
displasemen yang kita pakal menghasilkan tegangan yang seragam
(uniforrn), akan tetapi gaya yang tidak seragam karena luas penampang
elemen yang tidak seragam. Apabila kita berusaha memenuhi keseimbangan
internal (atau keseimbangan lokal), maka yang kita dapat adalah (lihat
diagram benda bebas pada Gambar 7.3),
50
Gambar 7.3. Keseimbangan lokal Elemen garis dengan penampang tidak
konstan.
( )
1 1 1
) 0 (
0 A
dx
du
E A Q
x

,
_


Dengan menggunakan fungsi bentuk di atas, maka:

1
1 2
1
A
L
q q
E Q
,
_



demikian pula :
2
1 2
2
A
L
q q
E Q
,
_

Penyelesaian ini tidak memenuhi syarat karena meskipun


keseimbangan internal terpenuhi, namun keeimbangan globalnya tidak
terpenuhi, yaitu
2 1
Q Q
.
Jalan keluar yang lain adalah dengan memenuhi keseimbangan global
tapi sebaliknya keseimbangan lokalnya tidak terpenuhi, yaitu misalnya
1
Q
rata rata x
A

) 0 (
R
A
L
q q
E
,
_



1 2
2
Q
R
A
L
q q
E
,
_

1 2
51
sehingga
2 1
Q Q
. Hal ini menghasilkan persamaan berikut:

'

1
]
1

'

2
1
2
1
1 1
1 1
q
q
L
EA
Q
Q
R
Model inilah yang biasanya digunakan untuk elemen garis yang luas
penampangnya berbeda (tidak konstan) sepanjang elemen.
Sejauh ini kita belum memberikan arti fisik dan matrik kekakuan
tersebut. Secara umum matrik kekakuan [k] ditulis dalam bentuk:
[ ]
1
]
1

NN N N
N
k k k
k k k
k
2 1
1 12 11

dengan k
ij
berarti gaya pada simpul i akibat unit displasemen di titik j dan
semua displasemen yang lain (baik translasi maupun rotasi) diasumsikan nol.
Dengan demikian k
11
berarti gaya yang bekerja pada titik 1 akibat unuit
displasemen pada titik 1 (displasemen lainnya sama dengan nol). Demikian
pula k
21
berarti gaya yang bekerja pada titik 2 akibat unuit dispiasernen pada
titik 1
(displasemen lainnya sama dengan nol). llustrasinya dapat dilihat pada
Gambar 7.4 berikut.
Gambar 7.4. Arti fisik elemen matrik kekakuan
52
7.6. Penurunan Matrik Kekakuan Elemen Garis.
Untuk mernperjelas bagaimana proses penurunan matrik kekakuan
elemen dengan metode keseimbangan (metode kekakuan langsung) berikut
ini akan diuraikan langkah-langkahnya yang sistematis pada elemen batang
(truss element).
Misalkan sebuah elemen batang mendapat gaya tarik T sepanjang
sumbu batang pada simpul 1 dan 2 (Gambar 7.5). Di sini kita gunakan dua
sistem koordinat yaitu sistem koordinat lokal (x-y) dengan sumbu x berarah
sepanjang batang dari sistem koordinat global (x-y) yang disesuaikan
dengan orientasi keseluruhan struktur (Masalah Transformasi Koordinat akan
dibahas berikutnya).
Gambar 7.5. Batang dengan gaya tarik T dengan kondisi displasemen
simpul dan gaya yang positif.
Batang dianggap memiliki luas penampang melintang konstan A,
modulus elastisitas E dan panjang awal L. Derajat kebebasan simpulnya
adalah displasemen aksial lokal (displasemen longitudinal dengan arah
sepanjang sumbu batang) pada ujung-ujung elemen yaitu q
1
dan q
2.
Dalam penurunan matrik kekakuan elemen batang ini dipakai asumsi-
asumsi
sebagai berikut:
1. Batang tidak menahan gaya geser yaltu
0
1

y
Q
dan
0
2

y
Q
53
2. Semua efek displasemen melintang diabaikan
3. Memenuhi Hukum Hooke yaitu hubungan antara tegangan aksial
x

dan regangan aksialnya


x

memenuhi
x x
E
Langkah-langkah penurunan matrik kekakuan dengan metode
keseimbangan selengkapnya adalah sbb. :
Langkah 1 : Pemilikan jenis elemen.
Batang dimodelkan dengan pemberian nomor pada tiap-tiap simpul
dan pada tiap-tiap elernennya (lihat Gambar 8).

Langkah 2: Pemilikan fungsi displasemen.
Fungsi displasemen yang dipakai diasumsikan linier yang bervariasi
sepanjang sumbu x batang karena suatu fungsi linier dengan ujung simpul
tertentu memiliki suatu lintasan yang khusus (pembahasan tentang fungsi
diplasemen ada pada bagian berikutnya). Sehingga fungsi displasemen
tersebut adalah:

x a a u
2 1
+
yang mana jumlah koefisien a
i
-nya akan selalu sarna dengan jumlah derajat
kebebasan yang dimiliki elemen tersebut. Dalam hal ini, jumlah derajat
kebebasannya adalah dua yaitu displasemen aksial pada tiap simpulnya.
Persamaan di atas harus dinyatakan sebagai fungsi displasemen
simpul q
1
dan q
2
yaitu dengan cara mengevaluasi u untuk setiap simpulnya
dan kita tentukan a
1
dan a
2
pada persamaan di atas sehingga
1 1
) 0 ( a q u
1 2 2
) ( q L a q L u +
Atau jika pers. Di atas ini diselesaikan untuk
2
a
didapatkan:
L
q q
a
1 2
2

54
Dengan substitusi persamaan diperoleh:
1
1 2
q x
L
q q
u +
,
_

Jika dalam bentuk matrik dapat dinyatakan sebagai:


[ ]

'

2
1
2 1
q
q
N N u
dimana fungsi bentuk (shape function) dinyatakan dengan:
L
x
N 1
1
dan
L
x
N
2
Bila fungsi displasemen linier di atas diplotkan sepanjang elemen batang
pada Gambar 7.5, hasilnya seperti ditunjukkan Gambar 7.6 berikut,
Gambar 7.6. Ploting dan fungsi displasemen u sepanjang elemen
batang.
Langkah 3: Mendefinisikan hubungan regangan-displasemen dan
tegangan-regangan.
Hubungan regangan-displasemen dinyatakan dengan
55
L
q q
dx
du
x
1 2


dimana dua persamaan sebelumnya digunakan untuk mendapatkan
persaman di atas tersebut. Sehingga hubungan tegangan-regangannya
adalah:
x x
E
Langkah 4: Penurunan metrik kekakuan elemen dan persamaan elemen.
Dari mekanika dasar kita dapat menyatakan hubungan sbb.:

x
T 4 . 0

Dengan substitusi persamaan sebelumnya ke persamaan di atas didapatkan

,
_

L
q q
AE T
1 2
Juga dengan kesepakatan tanda untuk gaya simpul sebagaimana pada
Gambar 8 maka berlaku:
T Q
1

Dengan demikian kita bisa menyatakan hubungan:
) (
2 1 1
q q
L
AE
Q
Dengan cara yang sama, dapat dinyatakan :
T Q
2
Sehingga
2
Q
dapat dinyatakan dengan :
) (
2 1 2
q q
L
AE
Q
56
Akhirnya, jika persamaan di atas dinyatakan bersama dalam bentuk matrik
maka didapat bentuk:

'

1
]
1

'

2
1
2
1
1 1
1 1
q
q
L
AE
Q
Q
Karena
q k f
, maka dan persamaan matrix dapat dinyatakan:
1
]
1

1 1
1 1
L
AE
k
Persamaan ini ini menyatakan matrik kekakuan untuk sebuah elemen
batang (truss)
Setelah langkah 4 ini kita bisa melanjutkan dengan langkah berikutnya
untuk melengkapi prosedur metode elemen hingga ini yaitu : Langkah 5 :
Penggabungan persamaan elemen untuk mendapatkan persamaan total atau
persamaan global (diuraikan pada subbab berikut), Langkah 6 :
Menyelesaikan persamaan global untuk mendapatkan displasemen simpul.
Kemudian dilanjutkan dengan langkah terakhir yaitu Langkah 7 : Menentukan
gaya-gaya elemen.
7.7 Penggabungan Elemen.
Sejauh ini kita telah bisa menurunkan matrik kekakuan elemen,
termasuk teori yang melatar belakanginya. Namun demikian, elemen-elemen
tersebut sebagai sesuatu yang berdiri sendiri tidak berarti apa-apa, kecuali
untuk menyelesaikan masalah yang sangat sederhana. Elemen-elemen
tersebut harus digabungkan untuk mendapatkan bentuk struktur/sistem
tertentu (yang lebih tepat adalah sistem dibagi menjadi elemen-elemen dan
elemen-elemen tersebut kemudian digabungkan).
Penggabungan elemen ini harus mematuhi hukum tertentu yaitu yang
disebut hukum gabungan . Secara umum hukum ini berbunyi : karena
displasemen harus suma pada simpul yang sama. maka pada lokasi - /okasi
tersebut beban dan matrik kekakuan harux dtiambahkan.
Secara matematis hal ini bisa dibuktikan dengan perantaraan konsep
variasi (variational concept). Namun demikian sebenarnya bahwa
penggabungan elemen ini bisa dilakukan secara langsung (metode kekakuan
57
langsung), yaitu dengan memperhatikan simpul dimana penggabungan
tersebut terjadi. Dengan melihat kemungkinan dilakukannya penggabungan
secara langsung ini, maka kita tidak perlu rnenggunakan prinsip energi
potensial minimum lagi untuk melakukan penggabungan. Cara ini bisa
berlaku untuk elemen 1-D, 2-D maupun 3-D.
Penggabungan kekakuan global, matrik gaya dan persamaan global
dapat dilakukan dengan metode kekakuan langsung (direct stifffness
method). Langkah ini harus dilakukan untuk struktur yang memiliki lebih dari
satu elemen sehingga dapat dinyatakan :
[ ] [ ]

N
i
i t g
k K
1
dan
{ } { }
i t g
Q Q

dimana sekarang matrik kekakuan elemen lokalnya harus ditransformasikan
ke dalam matrik kekakuan elemen global sebelum kita memakai metode
kekakuan langsung seperti dalam pers di atas.
Untuk memperelas konsep ini, akan diberikan contoh penggabungan
matrik kekakuan elemen menjadi matrik kekakuan global dan struktur tiga
batang seperti pada Gambar 10 berikut. Gaya simpul sebesar 3000 lb.
bekerja pada simpul 2 searah sumbu x. Untuk elemen 1 dan 2, modulus
elastisitas E = 30 x 10
6
psi dan luas penampang A = 2 in
2
. Sedang elemen 3,
E = 15 x l0
6
psi dan luas penampang A = 2 in
2
. Simpul 1 dan 4 dijepit pada
dinding.

Gambar 7.7. Penggabungan Tiga elemen batang.
Sebelum kita menentukan matrik kekakuan globalnya harus ditentukan
dulu masing masing matrik kekakuan elemennya. Untuk elemen batang,
kita gunakan persamaan matrik kekakuan sbb :
[ ]
1
]
1

1 1
1 1
L
AE
k
58
Sehingga untuk masing-masing elemen diperoleh :

3 2
2 1
[ ] [ ]
1
]
1

1
]
1


1 1
1 1
10
1 1
1 1
30
) 10 30 )( 1 (
6
6
2 1
k k
[ ]
1
]
1

1
]
1

1 1
1 1
10
1 1
1 1
30
) 10 15 )( 2 (
6
6
3
k
dimana, angka-angka di atas matrik pada pers. di atas menunjukkan
displasemen yang terkait dengan tiap matrik.
Setelah matrik kekakuan tiap-tiap elemen diketahui, selanjutnya kita
bisa menggabungkannya dengan metode kekakuan langsung dan didapat
matrik kekakuan global sbb, :

4 3 2 1
q q q q
[ ]
1
1
1
1
]
1

+
+

1
1
1
1
]
1

+
+

1 1 0 0
1 1 1 1 0
0 1 1 1 1
0 0 1 1
10
1 1 0 0
1 1 1 1 0
0 1 1 1 1
0 0 1 1
10
6 6
K
Dengan hasil ini selanjutnya kita bisa menyusun persamaan
keseimbangan globalnya yaitu :

'

1
1
1
1
]
1

'

4
3
2
1
6
4
3
2
1
1 1 0 0
0 2 1 0
0 1 2 1
0 0 1 1
10
q
q
q
q
Q
Q
Q
Q
untuk menyelesaikan persamaan ini kita perlu memasukkan kondisi batas
yang ada. Untuk kasus ini kondisi batasnya adalah
0
4 1
q q
. Dengan
kondisi batas ini dan memasukkan gaya globalnya, lalu mempartisi
persamaannya kita dapatkan persamaan :

'

1
]
1

'

1
2 6
2 1
1 2
10
0
3000
q
q

dengan menyelesaikan persamaan di atas secara simultan, didapatkan
displasemen :
2
q
= 0,002 in. dan
3
q
= 0,001 in.
59
Kondisi batas dan displasemen yang sudah didapat disubstitusikan kembali
ke pers. Di atas maka didapat gaya simpul global termasuk gaya reaksi di
simpul 1 dan 4 yaitu :
lb q q Q 2000 ) 002 , 0 0 ( 10 ) ( 10
6
2 1
6
1

[ ] lb q q q Q 3000 001 , 0 ) 002 , 0 ( 2 0 10 ) 2 ( 10
6
3 2 1
6
2
+ +
[ ] 0 002 , 0 ) 001 , 0 ( 2 0 10 ) 2 ( 10
6
4 2 3
6
3
+ q q q Q
lb q q Q 1000 ) 001 , 0 0 ( 10 ) ( 10
6
3 4
6
4

7.8 Model Displasemen
Perbedaan utama antara metode Rayleigh-Ritz dengan MEH adalah
bahwa pada metode yang disebut pertama, fungsi displasemennya adalah
untuk keseluruhan sistem sedangkan pada MEH, fungsi displasemennya
adalah untuk elemen. Pada MEH kita bicara tentang pendekatan piecewise
(sepotong demi sepotong).
Kendatipun banyak model displasemen bisa dipakai, namun yang
paling umum digunakan adalah bentuk polinomial. Ada dua alasan utama
mengapa bentuk polinomial paling umum digunakan. Pertama, karena mudah
ditangani secara matematis maupun dimanipulasi secara digital oleh
komputer (yaitu mudah dideferensialkan dan diintegrasikan). Kedua, dengan
menggunakan bentuk polinomial maka secara fisik bisa diperkirakan apakah
pendekatan tersebut masuk akal atau tidak. Dengan sendirinya penyelesaian
yang eksak bisa didapat apabila fungsi polinomial yang digunakan memiliki
orde yang tak berhingga. Namun untuk keperluan praktis orde ini harus
dibatasi. Bentuk fungsi polinomial tersebut secara umum dapat dituliskan,
n
n
x x x x x u
1
3
4
2
3 2 1
....... ) (
+
+ + + + +
Koefisien polinomial di atas yaitu
1
, ..,
n,
disebut koordinat umum
(generalized coordinates). Perkataan umum (general) ini digunakan karena

1
,....,
n
ini tidak memiliki arti fisik seperti displasemen yang sebenamya dan
suatu elemen, namun hanyalah sekedar kombinasi linier dan beberapa simpul
displasemen.
60
Dalam bentuk matrik, persamaan di atas dapat ditulis,
{ } { } T x u ) (

dimana :
{ }

'


n
x
x
x
2
1
dan
{ }

'

+1
2
1
n


Bentuk polinomial untuk model dua dimensi secara umum adalah:
n
m
y y xy x y x y x u + + + + + + + ...... ) , (
2
6 5
2
4 3 2 1

n
m m m m m m m
y y xy x y x y x v
2
2
6 5
2
4 3 2 1
...... ) , ( + + + + + + +
+ + + + + +
dengan u dan v masing-masing sebagai komponen displasemen ke arah x
dan y. dalam bentuk matrik dapat ditulis,
{ } [ ]{ }
{ } { }
{ } { }
{ }
1
]
1

'

T T
T T
y x v
y x u
y x u
) , (
) , (
) , (
dimana: { } { }
n T
y y xy x y x ....... 1
2 2

{ } { }
m
T
2 3 2 1
.........
Seperti telah disebutkan sebelumya bahwa orde dan polinomial bisa
dibatasi semau kita dengan memperhatikan kaidah kaidah tertentu
sehingga didapat model konstan, linier, kuadrat, kubik dll. Sebagai misal
bentuk model linier dua dimensi adalah :
u(x) =
1
+
2
x+
3
y
v(x) =
4
+
5
x +
6
y, dst.
Ada tiga kondisi pokok yang harus dipenuhi oleh sebuah model
displasemen agar penyelesaian numerik yang dihasilkan menjadi konvergen.
Perlu disebutkan di sini bahwa kekakuan dan sistem yang dihasilkan oleh
MEH merupakan upper bound (batas atas) dari kekakuan sistem yang
sesungguhnya. Dengan kata lain displasemen yang sesungguhnya sedikit
lebih besar dan yang didapat dengan pendekatan MEH ini. Dengan semakin
61
bertambah banyaknya elemen yang digunakan, maka penyelesaian yang
dihasilkan akan semakin mendekati keadaan yang sebenarnya.
Hal ini hanya benar apabila ketiga syarat berikut terpenuhi, yaitu
1. Model displasemen harus kontinyu pada setiap elemen dan
displasemen antara dua elemen yang berdekatan harus compatible.
2. Model displasemen harus mewakili displasemen benda tegar
(rigid body) dan elemen.
3. Model displasemen juga harus menggambarkan regangan
konstan untuk tiap elemen.
Elemen yang memenuhi persyaratan no.1 di atas disebut compatible
(atau comforming) dan yang memenuhi persyaratan no.2 dan 3 disebut
complete (lengkap).
Persyaratan no. 1 tentang kontinyuitas biasanya terpenuhi kalau
bentuk polinomial dipilih sebagal model, Compatibility berarti bahwa antara
elemen satu dengan yang lainnya tidak mengalami ketidakkontinyuan
(discontinuity). Persyaratan no.2 pada dasarnya menyatakan bahwa semua
titik pada elemen mengalami displasemen yang sama, baik translasi maupun
rotasi. Persyaratan no.3 secara fisik bisa dilihat bahwa kalau elemen ini
demikian kecilnya, maka regangan yang terjadi harus konstan.
Disamping ketiga persyaratan di atas. model displasemen polinomial
masih harus memenuhi semua syarat lain yaitu bahwa model harus tidak
tergantung pada orientasi dari sistem koordinat lokal, atau dengan kata lain
harus isotropis secara geometris. Salah satu cara untuk melakukan hal ini
adalah dengan menggunakan segitiga Pascal sbb.:
1 konstan
x y linier
x
2
xy y kuadratik
x
3
x
2
y xy
2
y
3
kubik
x
4
x
3
y x
2
y
2
xy
3
y
4
dst.
62
7.9 Fungsi Displasemen Elemen Balok Lentur.
Untuk elemen balok lentur (beam bending), kita asumsikan variasi
displasemen melintang sepanjang elemennya adalah:
v(x) = a
1
x
3
+ a
2
x
2
+ a
3
x + a
4

Bentuk fungsi displasemen kubik lengkap ini sesuai untuk dipakai karena:
Elemen memiliki derajat kebebasan total 4 buah yaitu displasemen
melintang dan suatu rotasi kecil untuk tiap simpulnya.
Memenuhi persamaan diferensial balok dasar.
Kontinyuitas displasemen dan kemiringan pada simpul yang dipakai
bersama terpenuhi.
Fungsi displasemen v kita nyatakan sebagai fungsi dari derajat kebebasan
simpulnya maka diperoleh:
4 1
) 0 ( a q v
y

3 1
) 0 (
a
dx
dv

4 3
2
2
3
1 2
) ( a L a L a L a y q L v + + +
3 2
2
1 2
2 3
) (
a L a L a
dx
L dv
+ +
Dengan menyelesaikan pers. Di atas untuk a
1
s/d a
4
dan
mensubstitusikan ke pers.(4.4.1) akan didapat :

3
2 1
2
2 1
3
) (
1
) (
2
x
L
y q y q
L
V
1
]
1

+ +
y q x x
L
y q y q
L
1 1
2
2 1 2 1
2
) 2 (
1
) (
3
+ +
1
]
1

+ +
Dalam bentuk matrik dapat kita nyatakan dengan :
[ ]{ } q N V
63
dimana :
{ }

'

2
2
1
1
y q
y q
q
[ ] [ ]
4 3 2 1
N N N N N
dan
( )
3 2 3
3
1
3 2
1
L L x x
L
N +
( )
3 2 2 3
3
2
2
1
xL L x L x
L
N +
( ) L x x
L
N
2 3
3
3
3 2
1
+
( )
2 2 3
3
4
1
L x L x
L
N
N
1
, N
2
, N
3
, dan N
4
di atas disebut fungsi bentuk (shape function) dan sebuah
elemen balok. Untuk elemen balok N
1
= 1 jika dievaluasi path simpul 1 dan
N1 = 0 jika dievaluasi pada simpul 2. Karena N
2
terkait dengan
1
maka dan
persamaan kedua
pada pers. (4.4.7) terdapat
,
_

1
2
dx
dN
jika dievaluasi pada simpul 1. Fungsi
bentuk
N
3
dan N
4
akan memiliki hasil yang analog untuk simpul 2.
Dan sini, proses dapat dilanjutkan untuk mendapatkan matrik
kekakuan elemen balok dalam koordinat lokalnya yaitu kita asumsikan
hubungan regangan displasemen yang memenuhi adalah :
dx
du
y x
x
) , (

dimana u adalah fungsi displasemen aksial. Pada konfigurasi balok yang
terdeformasi (Gambar 6.4.), hubungan antara displasemen aksial dan
displasemen melintangnya adalah:
dx
dv
y u

64
( )
2 2 1 1 3 3
3
2
6 12 6 12
) (
+ +
y y y
q L q
L
EI
dx
L v d
EI V Q
yaitu dengan asumsi dari teori balok dasar bahwa potongan melintang balok
(bidang ABCD) yang datar sebelum terdeformasi, akan tetap datar setelah
mengalami
deformasi dan secara umum akan berputar dengan sudut
dx
dv
.
Gambar 7.8 Segmen balok, sebelum terdeformasi, setelah terdeformasi
dan sudut putar dari penampang melintang ABCD.
Dengan memakai persamaan sebelumnya akan kita peroleh hubungan :

2
2
) , (
dx
u d
y y x
x

Dari teori balok dasar, dikatakan bahwa momen bending dan gaya
geser terkait dengan fungsi displasemen transversalnya. Jika kita ingin
menggunakan hubungan ini untuk menurunkan matrik kekakuan elemen
balok maka kita nyatakan dalam bentuk :
2
2
dx
v d
EI m
x

3
3
dx
v d
EI V
Untuk menurunkan matrik kekakuan dan persamaan elemen akan
digunakan pendekatan keseimbangan langsung. Dengan menggunakan
kesepakatan tanda untuk gaya geser dan momen bending akan kita dapatkan
:
( )
2 2 1 1
3 3
3
1
6 12 6 12 + +
y y y
q L q
L
EI
dx
v d
EI V Q
( )
2
2
2 1
2
1
3 2
2
1
2 6 4 6
) 0 (
+ + L Lq L Lq
L
EI
dx
v d
EI m m
y y
65
Persamaan ini adalah menghubungkan gaya simpul dan displasemen simpul.
Dalam bentuk matrik, persamaan di atas dapat dituliskan dengan :

'

m
Q
m
Q
y
y
2
1
1
=
3
L
EI
1
1
1
1
]
1

2 2
2 2
4 6 2 6
6 12 6 12
2 6 4 6
6 12 6 12
L L L L
L L
L L L L
L L

,
_

2
2
1
1
y
y
q
q

dimana yang disebut matrik kekakuan adalah :
[ ] k
=
3
L
EI

1
1
1
1
]
1

2 2
2 2
4 6 2 6
6 12 6 12
2 6 4 6
6 12 6 12
L L L L
L L
L L L L
L L
..................................................................................
.(
Persamaan matrix di atas menunjukkan bahwa [k] menghubungkan gaya-
gaya melintang dan momen bending terhadap displasemen melintang dan
rotasi dimana efek aksialnya diabaikan.
7.10Transformasi Koordinat.

Sejauh ini kita tidak membedakan koordinat lokal dan koordinat global
karena sering keduanya tidak berbeda. Namun demikian sering pula dijumpai
keadaan dimana beberapa elemen terletak pada posisi sedemikian rupa
sehingga penggunaan satu sistem koordinat tidak memungkinkan lagi. Dalam
keadaan yang demikian orang menggunakan koordinat lokal untuk setiap
elemen, dan koordinat global untuk gabungan elemen (lihat Gambar 11).
66
( )
2
2
2 1
2
1 3 2
2
2
4 6 2 6
) (
+ + L Lq L Lq
L
EI
dx
L v d
EI m m
y y
Xg
Gambar 7.9. Ilustrasi sistem koordinat lokal dan global
Andaikan bahwa kita telah berhasil mendapatkan vektor displasemen pada
koordinat global

,
_

g
g
v
u
dan kita ingin mengubahnya ke dalam koordinat lokal

,
_

1
1
v
u
. Dalam hal ini kita hanya memperhatikan rotasi koordinat saja karena
translasi tidak mempengaruhi kekakuan.
Gambar 7.10. Hubungan antara koordinat lokal dan koordinat global
u
1 =
u
g
cos

+ v
g
sin

v
1
= - u
g
sin

+ v
g
cos


kalau dinyatakan dalam bentuk matrik menjadi :

,
_

1
v
u
i
=
1
]
1



cos sin
sin cos

'

g
g
v
u
67
dimana dalam persamaan di atas terdapat matrik bujur sangkar yang disebut
Matrik Transformasi ( t ) untuk simpul tertentu . Apabila proses di atas diulangi
untuk setiap simpul pada elemen maka didapatkan :
{ }
y
q
=

'

l
l
l
l
v
u
v
u
2
2
1
1
=
[ ] [ ] [ ]
[ ] [ ] [ ]
[ ] [ ] [ ] 1
1
1
]
1

t
t
t
0 0
0 0
0 0

{ }
g
q

yaitu { }
1
q =
[ ] T { }
g
q
Demikian halnya untuk beban atau gaya :
{ }
1
Q =
[ ] T

{ }
g
Q

Persamaan keseimbangan untuk suatu elemen, seperti telah kita ketahui
adalah :
{ }
1
Q = [ ]
1
k { }
1
q
Sehingga dengan menggunakan hubungan transformasi di atas, persamaan
ini dapat dinyatakan dengan
[ ] T

{ } [ ]
1
k Q
g


[ ] T

{ }
g
q

{ } [ ] [ ]
1
1
k T Q
g


[ ] T

{ }
g
q
Matrik transformasi
[ ] T
memiliki sifat [ ] [ ]
T
T T
1
(coba Anda
buktikan!). Matrik yang memiliki sifat yang demikian yaitu matrik inversnya
sama dengan matrik transposnya disebut matrik Ortogonal. Dengan
demikian dapat kita tuliskan hubungan :
{ } [ ]
1
k Q
g


{ }
g
q
dimana :
[ ] [ ]
T
g
T k
[ ]
1
k
[ ] T
Komputer program biasanya menghitung matrik kekakuan untuk setiap
elemen pada koordinat lokal, kemudian mentransformasikan ke dalam
koordinat global dengan cara seperti telah ditunjukkan diatas. Selanjutnya
proses penggabungan elemen dilakukan pada system koordinat global.
68
Perlu dicatat bahwa kita sering kali harus merubah bentuk/ukuran
matrik agar sesuai dengan bentuk global. Misalnya untuk elemen garis satu
dimensi.
Gambar 7.11. Elemen batang dalam 2 dimensi
Pada koordinat lokal
l l
y x
, matrik kekakuan elemen ini dapat ditulis
dalam bentuk dua dimensi berikut :

'

1
1
1
1
]
1

'

l
l
l
l
l
l
l
l
q
q
q
q
L EA L EA
L EA L EA
Q
Q
Q
Q
4
3
2
1
4
3
2
1
0 0 0 0
0 / 0 /
0 0 0 0
0 / 0 /
Demikian pula, elemen garis satu dimensi ini dapat dituliskan dalam
bentuk 3 dimensi sbb :

'

1
1
1
1
1
1
1
1
]
1

'

l
l
l
l
l
l
L
L
L
L
L
L
q
q
q
q
q
q
L EA L EA
L EA L EA
Q
Q
Q
Q
Q
Q
6
5
4
3
2
1
6
5
4
3
2
1
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 / 0 0 /
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 / 0 0 /
69
Gambar 7.12. Elemenbatang dalam 3 dimensi.
7.11. Matrik Kekakuan Global
Hubungan transformasi di atas dapat digunakan untuk mendapatkan matrik
kekakuan global elemen. Suatu elemen balok (beam) berorientasi seperti
pada gambar. Seperti pada elemen batang (truss), hubungan displasemen
lokal dengan displasemen global adalah :
1
]
1

'

C S
S C
d
d
y
x

'

y
x
d
d
Gambar 7.13 Elemen balok dengan orientasi sembarang
70
dengan cos C dan sin S . Untuk elemen balok digunakan persamaan
kedua dari persamaan untuk menyatakan hubungan displacemen lokal
dengan displacemen global yaitu :

'

1
1
1
1
]
1

'

2
2
2
1
1
1
2
2
1
1
1 0 0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 1 0 0
0 0 0 0

y
x
y
x
y
y
d
d
d
d
C S
C S
d
d
Dapat didefinisikan matrik tranformasi untuk elemen balok sbb :
1
1
1
1
]
1

1 0 0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 1 0 0
0 0 0 0
C S
C S
T
dalam hal ini efek aksial diabaikan. Dengan hubungan transformasi untuk
matrik kekakuan elemen balok maka didapat matrik kekakuan global untuk
elemen balok (meliputi geser dan lenturan) sbb :
1
1
1
1
1
1
1
1
]
1

2
2
2
2 2
2 2
2 2
3
4
6 12
6 12 12
2 6 6 4
6 12 12 6 12
6 12 12 6 12 12
L
LC C Simetri
LS SC S
L LC LS L
LC C SC LC C
LS SC S LS SC S
L
EI
k
71

You might also like