You are on page 1of 31

TINJAUAN TEORI

1. PENGERTIAN CVD adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak , sehinggan mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian . (Fransisca B. Batticaca) ETIOLOGI Trombosis Embolus Ruptura dinding pembuluh darah. Arterosklerosis Arteritis Trauma Aneurisme Hipertensi KLASIFIKASI Klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan srtoke meliputi : a. Stroke Hemoragik

2. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 3.

Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subrakhnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun. Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena truma kapitis , disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri , vena, dan kapiler (Djoenaidi Widjaja et. Al, 1994). Perdarahan otak dibagi dua yaitu : a. Perdarahan Intraserebri (PIS) Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam jarinagan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat , dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai didaerah putamen, thalamus, pons, dan serebellum.

b. Perdarahan subarachnoid

Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisa dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak (Juwono,1993). Pecahnya arteri dan keluarnay keruang subarachnoid menyebabkan TIk meningkat mendadak, merengangnya struktur peka nyeri , dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya). Perdarahan subarachnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri. Vasospasme ini sering kali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan , mencapai puncaknya har ke -5 sampai dengan ke- 9, dan dapat menghilang setelah minggu ke-2 sampai dengan ke-5. Timbulnya vasospamr diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinal dengan pembuluh arteri diruang subrakhnoid. Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O dan glukosa otak dapat terpenuhi . energy yang dihasilkan didalam sel saraf hamper seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan O sehingga jika ada kerusakan atau kekuragna aliran darh otak walau sebentar akan menyebabkan ganguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolism otak, tidak boleh kurang dari20 mg% karena akan menimbulkan koma.kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala disfungsiserebri. Pada saat otak hipoksia , tubuh berusaha memenuhi O melalui proses metabolic anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.

b.

Stroke nonhemoragik

Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebri biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur,atau dipagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.

Gejala Timbulnya Nyeri kepala Kesadaran Kejang Tanda meningeal Hemiparese Gangguan saraf otak ++ +

PIS Dalam 1 jam Hebat Menurun Umum 1-2 menit

PSA

Sangat hebat Menurun sementara Sering fokal +++

rangsangan +/-

+/+++

Perbedaan stroke nonhemoragik dan hemoragik

Gejala (Anamnesa) Awitan (onsel) Waktu (saat terjadi awitan) Peringatan Nyeri kepala Kejang Muntah Kesadaran menurun

Stroke nonhemoragik Sub-akut kurang Mendadak Bangun pagi/ istirahat + 50% TIA +/Kadang sedikit

Stroke hemoragik Sangat akut/ mendadak Saat aktivitas _ . +++ + + +++

Koma/kesadaran menurun Kaku kuduk Tanda kering Edema pupil Perdarahan retina Bradikardia Penyakit lain

+/Hari ke 4 Tanda aterosklerosis,

+++ ++ +
+

+ Sejak awal adanya Hampir selalu hypertensi, diretina, ateroklerosis, penyakit

koroner, perifer, emboli, jantung, hemolisis (HHD) pada kelainan katub,

fibrilasi, bising karosis.

Pemeriksaan darah pada LP Rontgen

+ Kemungkinan glandula pineal pergeseran

Angiografi

Oklusi, stenosis

Aneorisma,

AFM,

masa

inta hemisfer vasospsme CT Scan Densitas berkurang (lesi Masa intra cranial densitas hipodensi) Oftalmoskop Fenomena wire art Lumbal fungsi Tekanan Warna Eritrosit Arteriografi EEG Normal Jernih < 250/mm3 Meningkat Merah >100/mm3 silang bertambah (lesi hyperdensi) silver Perdarahan perfus vitreum retina atau

Okulsi Ditengah

Ada pergeseran Bergeser dari bagian tengah

Klasifikasi stroke dibedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya : 1 . TIA. Gangguan neurologis local yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa

jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. 2 . Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis

semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari. 3 . Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen.

Sesuai dengan istilahnya stroke komplet dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

4. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

MANIFESTASI KLINIS Dihubungkan dengan efisiensi aliran darah ke otak : Vertebro-basilaris (sirkulasiposterior) Kelemahan pada satu/keempat anggota gerak. Peningkatan reflek tendon Ataksia Tandababinski bilateral. Disfagia Disartria

8. Sinkop,strupor, koma,pusing,gangguan daya ingat. 9. Gangguan pengelihatan(diplopia,distagmus,ptosis,paralisis dari gerakan satu mata.) 10. Muka baal. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. Arteriakarotis interna (sirkulasi anterior) buta satu mata yang episodik (amaurosis fugaks) tangan terasa lemas dan baal afasia ekspresif arteri serebri anterior (gejala primer adalah untuk perasaan kacau) kelemahan kontra lateral lebih besar pada tungkai,gerakan voluntar pada tungkai terganggu. Gangguan sensorik kontra lateral. Demensia,refleks mencekak dan patologis (disfungsi lobusfrontalis) Arteria serebri posterior (dalam lobus mensefalon/thalamus) Koma Hemifaresis kontralateral. Afasia visual/buta kata (alexia) Kelumpuhan syaraf otak ketiga

Arteri serebri media Monopharesis/hemiparesis kolateral (mengenai lengan) Kadang hemianopsia kontralateral (kebutaan). Afasia global (kalo hemisfer dominan kena gangguan sama pasien dengan percakapan / komunikasi) 4. Disfagia 5. 1. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK CT-SCAN Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. mendiagnosis adanya lesi dengan diameter 1,5mm / lebih besar 2. Pemeriksaan darah : Uji antibodi, antifosfolipid, protein C dan protein S plasma. Uji koagulasi dan homeostatis. Glukosa darah,BUN (nitrogen urea darah) Darah lengkap : LED,homosistein serum saat puasa. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. 3. PEMERIKSAAN JANTUNG Sinar ultra dada Ekokardiogram Ekokardiogram transesofagus EKG

4. -

Pemeriksaan karotis Doppler transkranial dan duplex karotis Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena( masalah sistem karotis) EEG (bila kejang) Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya implus listrik dalam jaringan otak.

Fungsi Lumbal (bila hemoragi subaraknoid dicurigai dan CT-Scan negatif). Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama

Angiografi Serebri Membantu menentukkan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.

6. 1. a.

PENATALAKSANAAN MEDIS Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut : Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan : Mempertahankan saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan pengisapan lendir, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernapasan.

b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi. 2. 3. 4. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter. Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin. Posisi klien harus diubah tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif. Pengobatan konservatif 1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan 2. 3. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intraarterial. Medikasi anti trombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan trombus, dan embolisasi. Antiagregasi trombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma. 4. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam system kardiovaskular. Pengobatan pembedahan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan : 1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher. 2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA. 3. 4. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

7.

KOMPLIKASI Setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokkan berdasarkan :

1.

Dalam hal imobilisasi : infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi, dan tromboflebitis.

2. 3. 4.

Dalam hal paralisis : nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas, dan terjatuh. Dalam hal kerusakan otak : epilepsy dan sakit kepala. Hidrosefalus.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CVD

a. Pengkajian a. Anamnesis

b. Riwayat penyakit Sekarang c. Riwayat Penyakit Dahulu

d. Riwayat Penyakit Keluarga b. Pemeriksaan Fisik pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. o Keadaan umum Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara kadang mengalami gangguan, yaitu sukar mengerti, kadang tidak bisa bicara, dan tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat denyut nadi bervariasi Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis pada pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan. Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering terjadi pada klien stroke. TD biasanya terjadi peningktan dan bisa terdapat adanya hipertensi masif TD > 200mmHg. Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral ( sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan terfokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.

Tingkat kesadaran Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk membuat peringkat perubhan dalam kewaspadaan dan kesadaran. Pada keadaan lanjut, tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaiaan GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

Fungsi serebri Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien, observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik di mana pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan. Fungsi intelektual: didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami kerusakan otak, yaitu kesukaran untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata. Kemampuan bahasa: penurunan kemampuan bahasa tergantung dari daerah lesi yang mempengaruhi fungsi dari serebri. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior ( area wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area broca) didapatkan disfagia ekspresif di mana klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.

Disatria (kesulitan berbicara) ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia ( ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya) seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya. Lobus frontal: kerusakaan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis

lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama. Hemisfer: stroke hemisfer kanan menyebabkabkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian buruk, dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Stroke pada hemisfer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan lapang pandang sebelah kanan, disfagia global, asafia, dan mudah frustasi. o

Pemeriksaan saraf kranial Saraf I : biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan fungsi penciuman. Saraf II: Disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer di antara mata

dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial ( mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spesial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian bagian tubuh. Saraf III, IV, dan VI: Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis sesisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit. Saraf V: Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah. Penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral dan kelumpuhan sesisi otot-otot pterigoideus internus dan eksternus. Saraf VII: Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat. Saraf VIII: Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. Saraf IX dan X: Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut. Saraf XI: Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Saraf XII: Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra pengecapan normal. o Sistem motorik Stroke adalah: penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi yang berlawanan dari otak. Inspeksi umum, didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.

Fasikulasi didapatkan pada otot-otot ekstermitas. Tonus otot didapatkan meningkat. Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan nilai kekuatan otot pada sisi yang sakit didapatkan nilai 0. Keseimbangan dan koordinasi, mengalami gangguan karena hemiparese dan hemiplegia. o

Pemeriksaan Refleks Pemeriksaan Refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosteum derajat refleks pada respons normal. Pemeriksaan Refleks patologis, pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis.

Gerakan involuter Tidak ditemukan adanya tremor, Tic (kontraksi saraf berulang), dan distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.

Sistem sensorik Dapat terjadi hemihipestesi (defisit sensorik pada satu sisi tubuh). Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterprestasikan sensai. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual spesial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spesial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh. Kehilangan sensorik karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan proprioseptif ( kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterprestasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius. Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasi kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan

kateterisasi intermiten dengan teknik steril: intokontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas. Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual, dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atasvmelintas, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisin tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Disamping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus, terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, atau paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktvtas dan istirahat.

Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut : 1. a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan : Mempertahankan saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan pengisapan lendir, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernapasan. b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi. 2. 3. 4. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter. Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin. Posisi klien harus diubah tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif. Pengobatan konservatif 5. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan 6. 7. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intraarterial. Medikasi anti trombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan trombus, dan embolisasi. Antiagregasi trombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma. 8. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam system kardiovaskular. Pengobatan pembedahan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan : 1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher. 2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA. 3. 4. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

A. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intra kranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri. 2. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdaran intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak. 3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaran. 4. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparise/ hemiplegia, kelemahan neuromuscular pada ekstremitas 5. Resiko tinggi cidera yang berhubungan dengan penurunan luas lapang pandang, penurunan sensasi rasa (panas,dingin) 6. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring yang lama 7. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuscular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan control/koordinasi otot. 8. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada hemisfer otak, kehilangan control tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum. 9. Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan 10. Ketakutan yang berhubungan dengan parahnya kondisi.

A. Rencana Intervensi Diagnosa 1 : Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan volume intracranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri. Tujuan : tidak terjadi peningkatan TIK pada klien Kriteria hasil :Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual dan muntah, GCS: 4,5,6, tidak terdapat papilledema. TTV dalam batas normal. Intervensi Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan Deteksi individu/penyebab perfusi jaringan koma/ dan penurunan intervensi, Rasionalisasi dini untuk memprioritaskan mengkaji kegagalan status untuk

kemungkinan neurologis/tanda-tanda

penyebab peningkatan TIK.

menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.

Memonitor tanda-tanda vital setiap 4 jam

Dengan (diastolic)

peningkatan maka

tekanan

darah dengan

dibarengi

peningkatan tekanan darah intracranial.

Adanya

peningkatan

tekanan

darah,

bradikardi, disritmia, dyspnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK. Evalusi pupil Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan saraf jika batang otak terkoyak.

Keseimbangan saraf antara simpatis dan parasimpatis merupakan respon reflex saraf kranial. Monitor temperature dan pengaturan suhu Panas merupakan reflex dari hipotalamus. lingkungan. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan TIK. Pertahankan kepala/ leher pada posisi yang Perubahan kepala pada satu sisi dapat netral, usahakan dengan sedikit bantal. menimbulkan penekanan pada vena

Hindari penggunaan bantal yang tinggi jugularis dan menghambat aliran darah otak pada kepala. (menghambat drainase pada vena serebri) sehingga dapat meningkatkan tekanan

intrakranial. Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur. Tindaan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan kumulatif. Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa Memberikan suasana tenang (colming nyaman seperti masase punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah, dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh. Bantu klien jika batuk, muntah. Aktivitas ini dapat meningkatkan intratorak / tekanan dalam torak dan tekanan abdomen dimana aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan TIK. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari. Tingkah nonverbal ini dapat merupakan indikasi peningkatan TIK atau memberikan reflex nyeri di mana klien tidak mampu effect) dapat mengurangi respons psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan TIK yang rendah.

mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatkan TIK. Palpasi pada pembesaran/pelebaran bladder, pertahankan drainase urine secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi. Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan keluarga tentang sebab akibat TIK meningkat. Observasi tingkat kesadaran dengan GCS Meningkatkan kerjasama dalam meningkatkan perawatan klien dan mengurangi kecemasan. Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukan lokasi dan perkembangan penyakit. Kolaborasi : Pemberian O2 sesuai indikasi Mengurangi hipoksemia dimana dapat meningkatkan vasodilatsi serebri dan volume darah, dan menaikkan TIK Berikan cairan intravena sesuai dengan indikasi Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk menurunkan edema serebri, peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan TIK. Berikan obat osmosis diuretic seperti manitol, furosid Diuretik mungkin diberikan pada fase akut untuk mengalirkan air dari sel-sel otak, dan mengurangi edema serebri dan TIK. Berikan steroid seperti deksametason, metil prednisolone. Berikan analgesic narkotik seperti kodein Untuk menurunkan inflamasi (radang ) dan mengurangi edema jaringan. Mungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif pada TIK tetapi dapat digunakan dengan tujuan untuk mencegah dan menurunkan sensasi nyeri. Berikan sedatif seperti diazepam, benadril. Mungkin digunakan untuk mengontrol kurangnya istirahat dan agitasi. Berikan anti pireutik seperti asetaminofen. Mengurangi/ mengontrol hari dan pada metabolisme serebri/oksigen yang Dapat meningkatkan respons otomatis yang potensial menaikkan TIK.

diinginkan. Antihipertensi Digunakan pada hipertensi kronis, karena managemen secara berlebihan akan meningkatkan perluasan kerusakan jaringan. Vasodilator perifer seperti siklandilat,papverin,isokssuprin. Berikan intibiotik seperti asam aminocaproat ( Amicar ) Digunakan untuk meningkatkan sirkulasi kolateral atau menurukan vasopasme. Digunakan pada kasus hemoragik,untuk mencegah lises bekuan darah dann perdarahan kembali . Monitor hasil labolatorium sesuai dengan indikasi seperti protrombin,LED. Membantu memberikan infomasi tentang efektivitas pemberian obat.

Diagnosa 2 : Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak. Tujuan : Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara otimal Kriteria hasil : Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang, GCS 4,5,6 pupil isokor, reflek cahaya (+), TTV normal (nadi : 60-100 x /mnt, suhu : 36-36,7oC RR : 16-20 x / mnt) Intervensi Mandiri Rasionalisasi Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses

Berikan penjelasan kepada keluarga kllien penyembuhan tentang sebab sebab peningkatan TIK dan akibatnya. Baringkan klien (Tirah baring) total dengan Perubahan posisi tidur terlentang tanpa bantal. pada TIK akan dapat

menyebabkan resiko terjadinya herniasi otak.

Monitor

tanda-tanda

status

neurologis Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut keadaan normal, autoregulasi

dengan GCS Monitor

TTV, spt TD, nadi, suhu dan Pada

frekuensi pernapasan, serta hati-hati pada mempertahankan keadaan tekanan darah

hipertensi sistolik

sistemik

berubah

secara

fluktuasi.

Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler serebri yang dapat dimanifestasikan dengan meningkatnya

sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik, sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi Monitor asupan dan keluaran Hipertermi dapat meningkatkan IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada klien yang tidak sadar, mual, dan menurunkan asupan peroral. Bantu klien untuk membatasi muntah, Aktivitas ini dapat meningkatkan TIK dan batuk, anjurkn klien untuk mengeluarkan intraabdomen. Mengeluarkan nafas

napas apabila bergerak atau berbalik di sewaktu bergerak/mengubah posisi dapat tempat tidur. melindungi diri dari efek valsava

Anjurkan pasien untuk menghindari batuk Batuk dan mengejan dapat meningkatkan dan mengejan berlebihan. TIK dan potensial terjadi perdarahan ulang. aktivitas yang meningkat TIK.

Ciptakan lingkungan tyang tenang dan Rangsangan batasi pengunjung. dapat

meningkatkan

kenaikan

Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik selainnya. Kolaborasi Meminimalkan fluktuasi pada beban

Berikan cairan perinfus dengan perhatian vascular dan TIK, retriksi cairan, dan cairan ketat. dapat menurunkan edema serebri.

Monitor AGD bila diperlukan pemberian Adanya kemungkinan asidosis disertai oksigen. dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri. Berikan terapi sesuai dengan intruksi Tujuan terapi : dokter seperti : Steroid Menurunkan permeabilitas kapiler

Aminofel Anti biotik

Menurunkan edema serebri Menurunkan metabolik/konsumsi sel dan kejang.

Diagnosa 3 : Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaran. Tujuan : klien mampu meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronchi tidak terdengar, selang trakea bebas sumbatan, menunjukkan batuk efektif. Tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran napas. RR : 16-20 x/ mnt Intervensi Kaji kegiatan jalan napas Rasionalisasi Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa caira mukus,

perdarahan bronkospasme, dan/ atau posisi dari trakeostomi yang berubah Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi Pergerakan dada yang simetris dengan suara napas pada kedua paru (bilateral) suara napas yang keluar dari paru-paru menandakan jalan napas tidak terganggu. Saluran napas bagian bawah tersumbat dapat terjadi pada pneumonia atau

atelektsis akan menimbulkan perubahan suara napas seperti ronchi atau mengi. Lakukan penghisapan lendir. Penghisapan lendir tidak selama dilakukan terus menerus, dan durasinya pun dapat dikurangi hipoksia. Anjurkan klien mengenai teknik batuk Batuk yang efektif dapat mengeluarkan efektif selama penghisapan, seperti waktu sekret dari saluran napas. bernapas panjang, batuk kuat, bersin jika untuk mencegah bahaya

ada indikasi. Atur/ ubah posisi secara teratur (setiap 2 Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi jam) segmen paru paru, mengurangi resiko atelektasis. Berikan minum hangat jika keadaan Membantu pengenceran sekret,

memungkinkan

mempermudah pengeluaran sekret. yang diharapkan akan

Jelaskan pada klien tentang kegunaan batuk Pengetahuan efektif dan mengapa terdapat penumpukan membantu sekret di saluran pernapasan.

mengembangkan

kepatuhan

klien terhadap rencana terapeutik. yang tidak terkontrol adalah

Ajarkan klien tentang metode yang tepat Batuk untuk mengontrol batuk

melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi

Latih napas dalam dan perlahan saat duduk Memungkinkan ekspansi paru lebih luas. setegak mungkin Lakukan pernapasan diafragma Pernapasan difragma menurunkan

frekuensi napas dn meningkatkan ventilasi alveolar. Tahan napas selama 3-5 detik kemudian Meningkatkan volume udara dalam paru, secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mempermudah pengeluaran sekresi sekret. mungkin melalui mulut. Lakukan napas kedua, tahan dan batukkan Pengkajian ini membantu mengevaluasi dari dada dengan melakukan dua batuk keefektifan upaya batuk klien. pendek dan kuat. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien Sekresi kental sulit untuk mengencerkan batuk. dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan Untuk menghindari pengentalan dari sekret viskositas sekresi : mempertahankan pada saluran napas bagian atas.

hidrasi yang adekuat ; meningkatkan masukan 1000-1500 cc / hari bila tidak kontra indikasi. Dorong atau berikan perawatan mulut yang Higiene baik setelah batuk mulut yang lebih baik

meningkatkan rasa nyaman dan mencegah

bau mulut. Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan seperti postural drainase, perkusi. Kolaborasi pengeluaran sekret. Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret

Pemberian obat-obat bronkodilator sesuai karena relaksasi otot/ bronkospasme . indikasi seperti aminofilin, meta-proteranol sulfat (alupen), adoetarin hidroclorida

(broncosol)

Diagnosa 4 ; Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparise/ hemiplegia, kelemahan neuromuscular pada ekstremitas. Tujuan : Klien mapu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan kemampuannya Kriteria hasil : Kien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur sendi, meningkatnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. Intervensi Kaji mobilitas yang ada dan observasi Mengetahui terdapat peningkatan kerusakan. Rasionalisasi tingkat kemampuan klien

Kaji dalam melakukan aktivitas.

secara teratur fungsi motorik. Ubah posisi klien tiap 2 jam Menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan. Ajarkan klien untuk melakukan gerak aktif Gerakakn aktif memberikan massa, tonus pada ekstremitas yang tidak sakit dan kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan. Lakukan gerak pasif pada ekstremitas yang Otot volunter akan kehilangan tonus dan sakit Pertahankan sendi 90o terhadap papan kaki kekuatannya digerakkan. Telapak kaki dalam posisi 90o dapat mencegah foot drop. bila tidak dilatih untuk

Inspeksi kulit bagian distal setiap hari. Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan Pantau kulit dan membran mukosa terhadap hilangnya sensasi resiko tinggi kerusakan iritasi, kemerahan, atau lecet. integritas kulit kemungkinan komplikasi imobilisasi. Bantu klien untuk melakukan latihan ROM, Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai perawatan diri sesuai toleransi kemampuan.

Pelihara bentuk tulang belakang dengan Mempertahankan posisi tulanng belakang cara: Matras Bed board (tempat tidur dengan alas kayu atau kasur busa yang keras yang tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk Meningkatkan latihan fisik klien. kemampuan dalam tetap rata.

mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari team fisioterapi.

Diagnosa 5 : Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuscular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol/ koordinasi otot. Tujuan : terjadi pengikatan perilaku perawatan diri. Kretiria hasil: klien dapat menujukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri,klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tngikat

kemampuan,mengidentifikasi personal/ masyarakat yang dapat membantu. Intervensi Mandiri Kaji kemampuan dan tingkat penurunan Membantu dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL. dalam mengantisipasi dan Rasionalisasi

merencanakan individual.

pertemuan

kebutuhan

Hindari apayang tidak dapat dilakukan Bagian klien dalam keadaan yang cemas klien dan bantu bila perlu. dan tergantung hal ini dilakukan untukn mencegah frustasi dan ahrga diri klien. Menardarkan tingkah laku/ sugesti tnidakan Klien pada perlindungan kelemahan memerlukan empati,tetapi yang perlu

. mengetahui

perawatan

konsisten

pertahankan dukungan pola pikir ijinkan dalam

menangani

klien.

Sekaligus

klien melakukan tugas,beri upan balik meningkatkan harga diri, memandirikan positif untuk usahanya. klien, dan menganjurkan klien untuk terus mencoba. Rencanakan tindakan untuk defisit Klien akan mampu melihat dan memakan

penglihatan seperti tempatkan makanan dan makanan, akan mampu melihat keluar peralatan dalam suatu tempat, dekatkan masuknya orang ke ruangan. tempat tidur ke dinding. Tempatkan perabotan ke dinding, jauhkan Menjaga dari jalan keamanan klien pergerakan

disekitar tempat tidur dan menurunkan resiko tertimpa perabotan.

Berikan kesempatan untuk menolong diri Mengurangi ketergantungan seperti menggunakan kombinasi pisau

garpu, sikat dengan pegangan panjang, ekstensi untuk berpijak pada lantai atau ke toilet, kursi untuk mandi. Kaji kemampuan komunikasi untuk BAK. Ketidakmampuan berkomunikasi dengan Kemampuan menggunakan urinal, pispot. perawat dapat menimbulkan kandung kemih masalah karena

Antarkan ke kamar mandi bila kondisi pengosongan memungkinkan.

masalah neurogenik. latihan dan menolong

Indikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum Meningkatkan dan meningkatkan aktivitas. Kolaboratif

mencegah konstipasi. Pertolongan utama terhadap fungsi usus

Pemberian supositoria dan pelumas feses/ atau defikasi. pencahar. Konsultasikan ke dokter terapi okupasi Untuk mengembangkan dan melengkapi kebutuhan kusus.

Diagnosa 6 : Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan. Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi Kriteria hasil : Turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan

menelan, sonde dilepas, BB meningkat 1 kg, Hb dan albumin dalam batas normal. Intervensi Observasi tekstur, turgor kulit Lakukan oral hygiene Observasi intake dan output nutrisi Observasi posisi dan kebersihan sonde Tentukan kemampuan klien Rasionalisasi Mengetahui status nutrisi klien. Kebersihan mulut merangsang nafsu makan Mengetahui keseimbangan nutrisi klien. Untuk menghindari resiko infeksi/ iritasi

dalam Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan kepada klien.

mengunyah, menelan, dan refleks batuk

Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada Untuk klien lebih mudah menelan karena waktu, selama, dan sesudah makan Stimulasi bibir untuk menutup gaya grafitasi. dan Membantu dalam melatih kembali sensorik

membuka mulut secara manual dengan dan meningkatkan kontrol muscular. menekan ringan di atas bibir/ dibawah dagu bila dibutuhkan. Letakkan makanan pada daerah mulut yang Berikan stimulasi sensorik (termasuk rasa tidak terganggu kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan intake nutrisi. Beriknan makanan dengan perlahan pada Klien dapat berkosentrasi pada mekanisme lingkungan yang tenang makan tanpa adanya distraksi/ gangguan dari luar. Mulailah untuk memberikan makanan Makanan lunak/ cair kental mudah untuk di dalam mulut,

peroral setengah cair, makanan lunak mengendalikannya ketika klien dapat menelan air

menurunkan terjadinya aspirasi.

Anjurkan klien menggunakan sedotan saat Menguatkan otot vasial dan otot menelan minum dan menurunkan resiko tersedak.

Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam Dapat meningkatkan pelepasan endorpin program latihan/ kegiatan dalam otak yang meningkatkan nafsu makan. Kolaborasi memberikan dengan cairan tim dokter IV untuk Mungkin diperluakn untuk memberikan atau cairan pengganti, dan juga makanan jika klien tidakmampu untuk memasukkan

melalui

makanan melalui selang.

sesuatu ke dalam mulut.

Diagnosa 7 : Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) yang berhubungan dengan imobilisasi, asupan cairan yang tidak adekuat Tujuan : pemenuhan eliminasi alvi terpenuhi

Kriteria hasil : Klien dapat defekasi secara spontan dan lancer tanpa menggunakan obat, konsistensi feses lembek berbentuk, tidak teraba massa pada kolon (scibala), bising usus normal (15-30 x/menit) Intervensi Berikan penjelasan pada klien Rasionalisasi dan Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab konstipasi Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltic Anjurkan pada klien untuk makan Diet seimbang tinggi kandungan serat

keluarga tentang penyebab konstipasi Auskultasi bising usus

makanan yang mengandung serta

merangsang peristaltic dan eliminasi regular cairan adekuat konsistensi membantu feses yang

Bila klien mampu minum, berikan asupan Masukan

cairan yang cukup (2 liter/hari) jika tidak mempertahankan ada kontraindikasi

sesuai pada usus dan membantu eliminansi regular

Lakukan

mobilisasi

sesuai

dengan Aktivitas fisik regular membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltic

keadaan klien

Kolaborasi dengan tim dokter dalam Pelunak pemberian pelunak feses

feses

meningkatkan

efisiensi

(laktasif, pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi

supositoria, enema)

Diagnosa 8 : Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada hemisfer otak, kehilangan control tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum Tujuan :klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat Kriteria hasil : Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi,

klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat Intervensi Rasionalisasi

Kaji tipe disfungsi misalnya klien tidak Membantu menentukan kerusakan area pada mengerti tentang kata-kata atau masalah otak dan menentukan kesulitan klien dengan berbicara atau tidak mengerti bahasa sebagian atau seluruh proses komunikasi, sendiri klien mungkin mempunyai masalah dalam mengartikan kata-kata (afasia, area wernick, dan kerusakan pada area Broca) Bedakan afasia dengan disatria Dapat menentukan pilihan intervensi sesuai dengan tipe gangguan Lakukan metode percakapan yang baik Klien dapat kehilangan kemampuan iuntuk dan lengkap beri kesempatan klien untuk memantau ucapannya, komunikasinya secara mengklarifikasi tidak sadar, dengan melengkapi dapat

merealisasikan pengertian klien dan dapat mengklarifikasi percakapan Katakan untuk mengikuti perintah secara Untuk menguji afasia reseptif sederhana seperti tutup matamu dan lihat ke pintu Perintahkan klien untuk menyebutkan Menguji afasia ekspresif misalnya klien nama suatu benda yang diperlihatkan dapat mengenal benda tersebut tetapi tidak mampu menyebutkan namanya Perintahkan bunyi yang sederhana seperti Mengidentifikasikan shcat disatria komponen

berbicara (lidah, gerakan bibir, control pernafasan dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin tidak terjadinya afasia

ekspresif) Suruh klien untuk menulis nama atau Menguji ketidakmampuan menulis (agrafia) kalimat pendek bila tidak mampu untuk dan deficit membaca (aleksia) yang juga menulis suruh klien untuk membaca merupakan bagian dari afasia resetif dan kalimat pendek ekspresif kenyamanan yang berhubungan

Beri pengertian bahwa klien di ruang ini Untuk

mengalami gangguan berbicara, sediakan dengan ketidakmampuan berkomunikasi bel khusus bila perlu

Pilih

metode

komunikasi

alternative Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan

misalnya menulis pada papan tulis, situasi individu menggambar dan mendemonstrasikan

secara visual gerakan tangan Antisipasi dan bantu kebutuhan klien Membantu menurunkan frustasi oleh karena ketergantunhan berkomunikasi Ucapkan langsung kepada klien berbicara Mengurangi kebingungan atau kecemasan pelan dan tenang, gunakan pertanyaan terhadap benyaknya informasi. Memajukan dengan jawaban ya atau tidak dan stimulasi komunikasi ingatan dan kata-kata perhatikan respons klien Berbicara dengan nada normal dan Klien tidak di paksa untuk mendengar, tidak hindari ucapan yang terlalu cepat. Beriak menyebabkan waktu klien untuk berespons Anjurkan pengunjung klien marah dan tidak atau ketidakmampuan

menyebabkan komunikasi rasa frustasi untuk Menurunkan isolasi social dan

berkomunikasi dengan klien misalnya mengefektifkan komunikasi membaca surat, membicarakan keluarga Bicarakan topik-topik tentang keluarga, Meningkatkan pengertian percakapan dan pekerjaan dan hobi kesempatan untuk mempraktikkan

keterampilan praktis dalam berkomunikasi Perhatikan percakapan klien dan hindari Memungkinkan berbicara secara sepihak klien dihargai karena

kemampuan intelektualnya masih baik

Kolaborasi : Konsultasikan ke ahli terapi Mengkaji kemampuan verbal individual dan bicara sensorik motorik dan fungsi kognitif untuk mengidentifikasikan deficit dan kebutuhan terapi

Diagnosa 9 Risiko infeksi yang berhubunagn dengan penurunan system pertahanan primer (cedera pada jaringan paru, penurunan aktivitas silia) malnutrisi, tindakan invasive Tujuan : infeksi tidak terjadi selama perawatan Kriteria hasil : Individu mengenal factor-faktor risiko, mengenal tindakan pencegahan/mengurangi factor risiko infeksi, menunjukkan tekhnik-tekhnik untuk

meningkatkan lingkungan yang aman Intervensi Mandiri Catat faktor-faktor risiko untuk terjadinya Intubasi penggunaan ventilator yang lama, infeksi kelemahan umum, malnutrisi merupakan faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya infeksi dan penyembuhan yang lama Observasi warna, baud an karakteristik Kuning/hijau, bau sputum yang purulen sputum. Catat drainase di sekitar daerah merupakan indikasi infeksi. Sputum yang trakeostomi. kental dan sulit dikeluarkan menunjukkan Rasionalisasi

Kurangi factor risiko infeksi nosokomial adanya dehidrasi. Faktor-faktor ini tampak seperti cuci tangan sebelum dan sesudah sederhana, tetapi sangat penting sebagai melaksanakan tindakan keperawatan. pencegahan terjadinya infeksi nosokomial

Pertahankan tekhnik suction secara steril Bantu latihan napas dalam, batuk efektif Memaksimalkan dang anti posisi secara berkala pengeluaran ekspansi untuk paru dan

sekresi

mencegah

atelektasis serta akumulasi dan kekentalan secret Auskultasi suara napas Adanya ronkhi atau mengi menunjukkan adanya sekresi yang tertahan, yang

memerlukan ekspektoran/suction Monitor/batasi kunjungan. Menghindari Individu dengan infeksi saluran napas atas, kontak dengan orang yang menderita meningkatkan risiko berkembangnya infeksi infeksi saluran napas atas Anjurkan klien untuk membuang sputum Mengurangi penularan organisme melalui dengan tepat seperti dengan tisu dang anti sekresi/sputum balutan tracheostomy yang kotor Lakukan tekhnik isolasi sesuai indikasi Sesuai dengan diagnosis yang spesifik harus memperoleh perlindungan infeksi orang lain seperti TB Lakukan tekhnik isolasi sesuai Membantu meningkatkan daya tahan tubuh

indikasPertahankan hidrasi dan nutrisi dari penyakit dan mengurangi risiko infeksi yang adekua. Berikan cairan 2500 cc akibat sekresi yang stasis

sesuai toleransi jantung Bantu perawatan diri dan keterbatasan Menunjukkan kemampuan secara umum dan aktivitas seusai toleransi. Bantu program kekuatan otot dan merangsang pengembalian latihan Kolaborasi : Periksa sputum kultur sesuai indikasi Mungkin dibutuhkan untuk mengidentifikasi pathogen dan pemberian antimikroba yang Berikan antibiotic sesuai indikasi sesuai. Satu atau beberapa agent diberikan system imun

tergantung dari sifat pathogen dan infeksi yang terjadi

Diagnosa 10 Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring yang lama Tujuan : klien mampu mempertahankan kutuhan kulit Kriteria hasil : Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka Intervensi Rasionalisasi

Anjurkan untuk melakukan latihan ROM Meningkatkan aliran darah ke semua daerah (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin Ubah posisi tiap 2 jam Menghindari tekanan aliran darah Gunakan bantal air atau pengganjal yang Menghindari tekanan yang berlebihan pada lunak di bawah daerah-daerah yang daerah yang menonjol menonjol Lakukan massage pada daerah yang Menghindari kerusakan-kerusakan kapilermenonjol yang baru mengalami tekanan kapiler pada waktu berubah posisi Observasi kepucatan terhadap terhadap dan palpasi eritema area dan Hangat dan pelunakan adalah tanda dan meningkatkan

sekitar kerusakan jaringan

kehangatan

dan

pelunakan

jaringan tiap mengubah posisi

Jaga kebersihan kulit dan seminimal Mempertahankan keutuhan kulit mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit

DAFTAR PUSTAKA Batticaca, Fransisca B. 2011. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan SistemPersarafan. Jakarta : Salemba Medika Doenges, Marliyn E., Mary Frances Moorhouse, dan Alice C. Geissler. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi. 3. Jakarta: EGC Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta. Salemba Medika Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses proses Penyakit Edisi 4. Jakarta: EGC Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddart. Edisi 8. Jakarta : EGC

You might also like