You are on page 1of 8

PERAWATAN LUKA TERKINI

Roys A. Pangayoman, dr., Sp.B, FinaCS


RS IMMANUEL ; RS SANTOSA INTERNATIONAL ; BANDUNG, JAWA BARAT, INDONESIA

Luka (wound) merupakan keadaan yang sangat umum dijumpai di kedokteran, terutama di bagian Bedah. Secara umum luka didefinisikan sebagai adanya diskontinuitas dan/atau kerusakan jaringan tubuh yang menyebabkan gangguan fungsi. Mulai dari luka pada kulit, otot, tulang, pembuluh darah, maupun organ seperti jantung, usus, dan sebagainya, semuanya melalui suatu proses reparatif yang serupa (similar) dan dapat diprediksi (predictable). Ada beberapa fase penyembuhan luka yakni: 1. Fase inflamasi: berupa hemostasis dan inflamasi 2. Fase proliferatif: terdiri dari epitelialisasi, angiogenesis, pembentukan jaringan granulasi, & deposisi kolagen 3. Fase maturasi: kontraksi, pembentukan jaringan parut (scar tissue), remodeling Faktor/ sitokin yang berperan dalam setiap fase penyembuhan luka di atas adalah: Tabel 1. Fase penyembuhan luka serta faktor pertumbuhan yang terlibat Fase Penyembuhan Luka Hemostasis Inflamasi Proliferasi sel Granulasi & matrix repair Epitelialisasi Remodeling / pembentukan scar Growth factors & Sitokin PDGF, IGF-1, EGF, FGF, TGF-beta Seperti di atas, + aktivasi komplemen Proteases (elastase, collagenase) MMPs, TIMPs EGF, TGF-beta FGF, proteases

Umumnya luka yang akut akan melalui seluruh tahapan fase di atas dengan baik, jika dilakukan perawatan luka yang benar. Namun jika perawatan luka dilakukan dengan sembarangan dan menyalahi prinsip-prinsip perawatan luka, maka luka dapat menjadi kronis karena adanya fase penyembuhan yang tidak terlewati dengan sempurna. Penyebab lainnya adalah adanya pernyakit yang mendasari (misalnya diabetes mellitus, chronic venous insufficiency, dll.) sehingga elemen pencetus lukanya tersebut masih selalu ada. Pada luka-luka seperti ini tentunya memerlukan pemahaman perawatan luka yang benar karena jelas luka tersebut lebih sulit untuk sembuh.

Roys A. Pangayoman, dr., Sp.B, FInaCS

Fase-fase dalam penyembuhan luka (khususnya pada kulit dan jaringan di bawahnya) umumnya memiliki pola waktu yang serupa seperti terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2. Fase penyembuhan luka serta waktu yang dibutuhkan tiap fase Fase Penyembuhan Luka Hemostasis Inflamasi Proliferasi sel Granulasi & matrix repair Waktu Segera (menit) Hari 1-3 Hari 3-21 Hari 7-21 Sel yang Terlibat Platelet Neutrofil Makrofag Makrofag Limfosit Angiosit Neurosit Fibroblast Keratinosit Fibrosit

Epitelialisasi Remodeling/ pembentukan scar

Hari 3-21 Hari 21 - beberapa tahun

Tentunya dapat disimpulkan dari Tabel 2, bahwa teknik perawatan luka pun harus mengikuti fase-fase dalam penyembuhan luka, khususnya dari segi waktu: waktu penggantian wound dressing, waktu pengangkatan benang, dsb. Jenis dari penyembuhan luka terdiri dari: 1. Primary wound healing: penyembuhan luka primer terjadi saat pinggiran luka (wound edges) yang bersih dan masih vital (tidak iskemik/nekrosis) ditemukan dengan aproksimasi yang baik (biasanya dengan penjahitan) sehingga fase pembentukan jaringan granulasi lebih cepat dan epitelialisasi langsung terjadi dalam beberapa hari (1-3 hari). 2. Secondary wound healing: penyembuhan luka sekunder terjadi pada luka yang cukup dalam/ lebar dan jarak antara ujung-ujung luka terlalu jauh, sehingga tidak dapat dilakukan penjahitan secara langsung. Seluruh fase penyembuhan luka seperti pada Tabel 2 secara spontan akan dilewati sesuai dengan dalam/luasnya luka dan tergantung dari penyakit yang mendasarinya. 3. Tertiary wound healing: penyembuhan luka tersier terjadi pada luka yang kurang vital/jaringan nekrotik cukup banyak/luka cukup dalam/luka kotor, dan memerlukan tindakan debridemen/nekrotomi terlebih dahulu untuk jangka waktu tertentu (hingga luka cukup vital dan bersih), untuk kemudian melewati fase-fase penyembuhan luka seperti Tabel 2 di atas.

Roys A. Pangayoman, dr., Sp.B, FInaCS

PRINSIP-PRINSIP PERAWATAN LUKA Beberapa prinsip perawatan luka secara umum adalah: 1. Debridement: Seluruh materi asing/nonviable/jaringan nekrotik merupakan debris dan dapat menghambat penyembuhan luka sehingga diperlukan tindakan untuk membersihkan luka dari semua materi asing ini. Nekrotomi (pembuangan jaringan nekrotik) juga termasuk ke dalam debridemen luka. Debridemen dapat dilakukan berkali-kali (bertahap) sampai seluruh dasar luka (wound bed) bersih dan vital. 2. Moist wound bed: Dasar luka (wound bed) harus selalu lembab. Lembab bukan berarti basah. Kassa yang direndam dalam larutan seperti NaCl itu basah dan bukan lembab, karena kassa yang basah dapat menjadi kering, sehingga tidak pernah menjadi lembab. Lembab yang dimaksud adalah adanya eksudat yang berasal dari sel di dasar luka yang mengandung sel-sel darah putih, growth factors, dan enzimenzim yang berguna dalam proses penyembuhan luka. Suasana lembab ini harus dipertahankan dengan diikuti pencegahan infeksi dan pembentukan pus. Pemilihan dressing untuk mempertahankan suasana lembab ini akan dibahas pada bab wound dressing. 3. Prevent further injury: Jaringan di sekitar luka biasanya mengalami inflamasi sehingga ikatan antar selnya kurang kuat. Saat merawat luka, sangat dianjurkan untuk tidak membuat luka/kerusakan yang baru pada jaringan di sekitarnya. Imobilisasi lama juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan lainnya misalnya terbentuk ulkus dekubitus, infeksi sekunder, bahkan pneumonia dll. 4. Nutritional therapy: Nutrisi adalah suatu terapi dan bukan hanya sebagai suplemen/tambahan. Terapi nutrisi sangat penting dalam proses penyembuhan luka sebab komponen jaringan yang rusak dan harus diganti pada setiap luka memerlukan elemen pengganti yang didapatkan dari asupan nutrisi. 5. Treat underlying disease(s): Salah satu faktor yang berpengaruh dalam proses penyembuhan luka adalah penyakit yang mendasari luka tersebut, misalnya diabetes mellitus, chronic venous insufficiency, SLE, dll. Jika penyakit yang mendasarinya tidak diatasi, kemungkinan besar luka akan sulit sembuh. 6. Work with the law of nature: Pepatah mengatakan time heals all wounds. Sesungguhnya penyembuhan luka dilakukan oleh tubuh penderita itu sendiri, yang dapat kita lakukan adalah memberikan suasana dan kondisi yang ideal agar luka dapat sembuh tanpa adanya hambatan/gangguan. Jika seluruh faktor yang menghambat

Roys A. Pangayoman, dr., Sp.B, FInaCS

penyembuhan luka dapat diatasi (mulai dari faktor sistemik sampai keadaan status lokalis luka itu sendiri), maka tidak ada alasan luka tidak dapat sembuh. PERAWATAN LUKA AKUT Luka akut yaitu luka yang terjadi dalam hitungan jam (s/d 8 jam). Luka yang dibiarkan lebih dari 8 jam dinamakan neglected wound (luka yang terabaikan). Namun luka yang sulit untuk sembuh dan terjadi hingga lebih dari 2 minggu dinamakan luka kronis. Secara umum waktu 8 jam ditentukan sebagai golden period untuk luka. Jaringan tubuh yang dibiarkan iskemik (tidak mendapatkan asupan oksigen dari darah) selama lebih dari 8 jam akan menjadi nekrosis dan kerusakannya tidak dapat dikembalikan ke keadaan normal (sering disebut irreversible injury). Maka dari itu sebaiknya perawatan luka dimulai secepatnya sejak luka/injury terjadi dan tidak menunggu hingga nekrosis. Luka akut yang bersih (acute clean wounds) misalnya luka akibat sayatan pisau yang bersih, dapat dengan segera ditutup/ dijahit sehingga terjadi penyembuhan luka secara primer (primary wound healing). Luka akut yang kotor memerlukan penanganan debridemen terlebih dahulu sebelum penjahitan luka, sesuai dengan prinsip perawatan luka secara umum. Debridemen pada luka akut dilakukan sesegera mungkin setelah luka terjadi. Penggunaan antiseptik pada luka masih kontroversial karena beberapa pendapat mengatakan bahwa luka tidak perlu harus steril, dan flora normal pada luka masih diperlukan untuk melawan kuman patogen. Drosou et al. mengatakan bahwa penggunaan antiseptik seperti betadine, alkohol, atau peroksida (H2O2) dapat mengakibatkan kerusakan jaringan sehingga tidak dianjurkan untuk digunakan pada luka terbuka. Larutan yang ideal digunakan untuk debridemen luka adalah cairan fisiologis (NaCl 0.9%) sebanyak mungkin sampai luka menjadi bersih. Setelah debridemen luka dengan benar, luka kemudian dinilai apakah dapat langsung dilakukan penutupan/penjahitan. Jika luka akut tersebut kotor namun masih dapat ditutup dengan penjahitan, sebaiknya dipasang drain sebagai pencegahan jika terbentuk pus di kemudian hari. Jika luka akut tersebut cukup besar/dalam dan penjahitan sulit dilakukan, maka sebaiknya dipilih jenis perawatan/penyembuhan luka sekunder (perawatan luka terbuka). Sebagai dressing-nya dapat dilihat pada bab mengenai wound dressing. Luka pasca operasi umumnya merupakan luka akut steril, sehingga dapat dipertahankan sampai 3 hari untuk kemudian dilakukan penggantian dressing. Waktu 3 hari dipakai sebagai patokan sesuai dengan waktu yang diperlukan bagi luka untuk melewati fase proliferasi dan epitelisasi pada luka akut (Tabel 2) tipe primary healing/repair. Saat epitelisasi ujung-ujung luka terjadi, luka tersebut bukan lagi dinamakan luka terbuka, oleh karena itu dapat dilakukan wound dressing dan pencucian. Pencucian dilakukan dengan menggunakan air atau NaCl fisiologis untuk mencuci krusta dan kemungkinan adanya kuman yang menempel saat dressing dibuka. Oleh karena itu pasien boleh mandi setelah dressing/balutan dibuka dan luka harus

Roys A. Pangayoman, dr., Sp.B, FInaCS

dicuci saat mandi. Setelah itu luka dikeringkan dan dapat langsung ditutup dengan dressing yang baru. Penggunaan antiseptik (betadine, alkohol, dll.) masih tetap kontroversial. PERAWATAN LUKA KRONIS Luka kronis adalah luka yang berlangsung lebih dari 2 minggu tanpa melewati fase-fase penyembuhan secara sempurna. Mungkin saja suatu luka kronis melewati seluruh fase penyembuhan namun tanpa mempertahankan fungsi dan struktur anatomis yang benar. Luka dapat menjadi kronis jika terdapat hambatan/gangguan pada saat melewati fasefase penyembuhan, misalnya adanya penyakit yang mendasari (biasanya penyakit kronis pula seperti diabetes, dll.), nutrisi yang kurang, atau akibat perawatan luka yang tidak benar. Gangren diabetikum merupakan salah satu luka kronis yang paling sering dijumpai dan sering berakhir dengan tindakan amputasi. Perawatan luka secara baik dan benar yang dibarengi dengan kontrol glukosa darah yang teratur sesungguhnya dapat mencegah tindakan amputasi yang berlebihan. Secara prinsip perawatan luka kronis tidak banyak berbeda dengan luka akut. Debridemen dan nekrotomi harus dilakukan secara rutin untuk menghilangkan faktor penghambat penyembuhan luka. Debridemen dapat dilakukan secara bertahap untuk mengurangi kemungkinan further injury pada jaringan sehat disekitar luka. Prinsip moist wound bed pun harus dilakukan dengan pemilihan wound dressing yang tepat. Nutrisi dan pengobatan penyakit yang mendasari juga harus selalu dievaluasi supaya pasien memperoleh asupan gizi yang baik untuk mempercepat penyembuhan luka. Luka maligna (malignant wound), suatu luka yang timbul akibat adanya sel-sel neoplasma maligna di sekitar luka tersebut, juga dapat dikategorikan sebagai luka kronis. Meskipun demikian, penanganan luka yang mengikuti prinsip-prinsip di atas dapat menghasilkan penyembuhan luka yang baik. WOUND DRESSINGS Wound dressing (balutan) pada luka hingga saat ini masih merupakan subjek yang terus diteliti dan dikembangkan untuk mencari bentuk yang paling ideal pada semua luka. Dressing yang ideal seharusnya memiliki kriteria sebagai berikut: Maintain moist wound bed Controlled bacterial colonization Negative pressure - absorbent Easy and simple to use Act as bacterial barrier Effective dressing change requirement Promotes healthy granulation tissue formation Promotes epithelialization Inert and safe Reduce & eliminate pain at wound site

Roys A. Pangayoman, dr., Sp.B, FInaCS

Not causing pain on dressing removal Cost effective


Seaman S, J. Am Podiatric Med Ass, 92(1),24-33,2002

TIPE WOUND DRESSING Ada berbagai macam tipe dari balutan (wound dressing), mulai dari yang konvensional hingga yang advanced. Dressing konvensional yang masih digunakan sampai sekarang adalah kassa (cotton gauze). Advance dressing sangat beragam jenisnya diantaranya hydogel, hydrocolloids, alginate, V.A.C (vacuum assisted closure), bioceramics, dan dengan merk yang beraneka ragam seperti TM/:Sofra-tulle/Daryant-tulle/Bactigras, Cutisorb, Suprasorb, Intrasite, Duoderm, Epiglu, Cerplast, dsb. Apapun pilihan dressingnya, prinsip penanganan luka selalu sama (lihat Bab sebelumnya di atas). Dressing konvensional memerlukan penggantian (change) yang lebih sering, umumnya 3-5 kali sehari, sehingga perawatan luka menjadi lebih repot. Selain itu, banyak kekurangan dari gauze lainnya yaitu cepat menjadi kering akibat penguapan, suhu pada dasar luka tidak dipertahankan dalam suhu optimal 37oC, dll. Dressing advanced/modern tidak memerlukan penggantian setiap hari, umumnya cukup 3 hari sekali sehingga perawatan luka lebih efisien dan tidak merepotkan. Kebanyakan modern dressing pun dapat mempertahankan suasana lembab (moist) pada dasar luka serta mempertahankan suhu optimal pada dasar luka. 5-D TAHAPAN PERAWATAN LUKA SECARA UMUM 1. Describe: Luka akut atau kronis, tetanus-prone atau non-tetanus-prone, luas atau kecil, permukaan atau dalam, terbuka atau tertutup (punctured wound), dengan atau tanpa underlying diseases, dsb. 2. Debridement (necrotomy, irrigation, drainage): buang semua debris, pus, jaringan nekrotik, corpus alienum, dan semua hal yang menghambat penyembuhan luka. Jika perlu, lakukan debridement dengan anestesi umum agar pasien tidak kesakitan dan debridement dapat dilakukan dengan sempurna. Hindari injury terhadap jaringan sehat di sekitar luka. Irigasi cukup dengan cairan berupa NaCl fisiologis 0,9% atau aqua (H2O). Hindari pemakaian antiseptik/cairan lain yang dapat merusak jaringan yang sehat (H2O2, povidone iodine, alkohol, dll). Debridement hendaknya dilakukan bertahap untuk mencegah kerusakan jaringan sehat yang berlebihan. 3. Dressing (moist wound bed): luka ditutup dengan balutan yang memenuhi prinsip perawatan luka yakni moist atau lembab, bukan wet atau basah. Jika memungkinkan, pilih dressing yang dapat menciptakan suasana tekanan negatif pada dasar luka (negative pressure), artinya debris/pus/eksudat di dasar luka diangkat/dikeluarkan secara kontinu. Pilih tipe wound dressing yang paling ideal dan memenuhi prinsip penanganan luka. 4. Disease: selama penyakit yang mendasari (underlying disease) timbulnya luka tidak diobati dengan benar (mis. diabetes mellitus, CVI, dll), luka tidak akan dapat sembuh dengan sempurna. 5. Diet: nutrisi yang cukup sangat penting dalam proses penyembuhan luka.

Roys A. Pangayoman, dr., Sp.B, FInaCS

KESIMPULAN Penanganan luka baik akut maupun kronis memerlukan pemahaman yang baik mengenai fase penyembuhan luka serta prinsip-prinsip penanganan/perawatan luka. Perawatan luka yang salah akan menyebabkan komplikasi yang tidak diinginkan. Pilihan dressing harus diutamakan pada kondisi luka dan kemampuan penderita. CATATAN: 1. Perdebatan mengenai antiseptik pada penanganan/perawatan luka hingga saat ini masih belum diperoleh kata sepakat. Sebagian ahli mengemukakan keuntungan dari antiseptik seperti povidone iodine, alkohol, dll dalam perawatan luka, dan sebagian lainnya sangat menentang penggunaan cairancairan tersebut karena kerugiannya yang lebih banyak dibandingkan keuntungannya. Pada akhirnya keputusan penggunaan antiseptik diserahkan tanggungjawabnya kepada dokter yang bersangkutan berdasarkan pengalaman masing-masing, meskipun penulis cenderung untuk tidak menggunakan antiseptik apapun dan hanya menggunakan NaCl 0,9% atau air bersih untuk debridemen atau irigasi luka. 2. Umumnya penggunaan advanced wound dressing diasumsikan dengan harga yang mahal dan sulit diperoleh. Pengalaman penulis dengan pemakaian beberapa jenis advanced dressing ternyata dari segi harga masih jauh lebih ekonomis dibandingkan dengan conventional dressing (kassa), jika menghitung total cost (keseluruhan) yang meliputi biaya transportasi pasien, lamanya penyembuhan luka, pasien lebih lama untuk kembali bekerja lagi, dll. 3. Jenis luka kronis yang sulit ditangani diantaranya luka dekubitus, luka diabetes, luka akibat penyakit vaskular (mis. chronic venous insufficiency/CVI), luka dengan osteomyelitis, dan luka akibat penyakit keganasan (malignant wound). 4. Belum ada rekomendasi mengenai kapan sebaiknya dressing luka pasca operasi untuk diganti. Protokol mengenai waktu penggantian dressing dibuat oleh masing-masing institusi, tersering adalah pada hari ke-3. 5. Hindari kontak langsung dengan luka maupun dressingnya. Selama menangani dressing dan luka, pergunakan sarung tangan (handschoen) tidak perlu steril asalkan bersih. Buang dressing yang telah dipakai ke tempat sampah khusus (infeksius).

Dr. Roys A. Pangayoman, Sp.B, FinaCS Ahli Bedah Umum Ahli Bedah Laparoskopik

Roys A. Pangayoman, dr., Sp.B, FInaCS

royspangayoman@hotmail.com +62-812-231-5785

You might also like