You are on page 1of 4

Gangguan Somatisasi

PENDAHULUAN Gangguan somatisasi sudah dikenal sejak zaman mesir kuno. Nama awalnya untuk gangguan somatisasi adalah hysteria, suatu keadaan yang secara tidak tepat diperkirakan hanya mengenai wanita saja. Hysteria berasal dari bahasa Yunani Hysteria yang diartikan sebagai rahim. (1) Pada abad ke 17, Thomas syndenham menemukan bahwa faktor psikologis yang dinamakannya penderitaan yang mendahului (antecendent sorrow) adalah terlibat dalam patogenese gejala somatisasi. (1) Ditahun 1859 Paul Briquet, seorang dokter Perancis mengamati banyaknya gejala dan sistem organ yang terlibat dalam perjalanan penyakit yang biasanya kronis. (1) Pada tahun 1943, Stekel mengusulkan istilah somatization untuk menggambarkan manifestasi klinis fisik dari konflik neurotik , sebuah konsep yang mirip dengan Freud tentang Conversion Hysteria. (2)

DEFENISI
Gangguan somatisasi ditandai oleh banyaknya gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gangguan ini dibedakan dari gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan melibatkan sistem organ yang multipel ( sebagai contohnya : gastrointestinal dan neurologis). Gangguan ini adalah kronis ( dengan gejala ditemukan selama beberapa tahun dan dimulai sebelum usia 30 tahun) dan disertai dengan penderitaan psikologis yang bermakna, gangguan fungsi sosial dan pekerjaan, dan perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan. (1)

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi seumur hidup gangguan pada populasi umum diperkirakan adalah 0,1 0,2 % walaupun beberapa kelompok penelitian percaya bahwa angka sesungguhnya mungkin mendekati 0,5 %. (1) Wanita dengan gangguan somatisasi melebihi jumlah laki laki sebesar 5-20 kali, walupun perkiraan tertinggi mungkin karena kecenderungan awal yang tidak mendiagnosis ganguan somatisasi pada laki-laki. Namum demikian, dengan rasio wanita berbanding laki-laki adalah 5 berbanding 1, prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi pada wanita dipopulasi umum adalh 1 atau 2 persen ; gangguan ini bukan gangguan yang jarang ditemukan.(1) Ganguan berhubungan terbalik dengan posisi sosial, terjadi paling sering pada pasien denganpendidikan rendah dan miskin(2). Banyak penderita Gangguan somatisasi tubuh dengan menyaksikan kesakitan dari penyakit yang diderita oleh orang tuanya atau sering menderita penyakit sewaktu anak-anak(2). Gangguan somatisasi didefinisikan dimulai sebelum usia 30 tahun, tetapi seringkali mulai usia belasan tahun.(1)

ETIOLOGI
Penyebab gangguan somatisasi adalah tidak diketahui.(3) Beberapa faktor yang dapat menyebabkan gangguan somatisasi antara lain : A. Faktor psikososial. Rumusan psikososial tentang penyebab gangguan melibatkan interpretasi gejala suatu tipe komunikasi sosial, hasilnya adalah menghindari kewajiban (sebagai contoh : mengerjakan pekerjaan yang tidak sesuai), mengekspresikan emosi (sebagai contohnya : kemarahan pada pasangan), atau untuk mensimbolisasikan suatu perasaan atu keyakinan (sebagai contohnya : nyeri pada usus seseorang )(4) Interpretasi psikoanaliti yang ketat tentang gejala terletak pada hipotesi bahwa gejala adalah substitusi untuk implus instinktual yang direpresi.(3) Beberapa pasien gangguan somatisasi berasal dari rumah yang tidak stabil dan telah mengalami penyiksaan fisik.(3). Pandangan perilaku padagangguan somatisasi menekan bahwa pengajaran perebterial dan etika moral mungkin mengajarkan anak-anak untuk lebih bersomatisasi dibandingkan anak lain.(1) B. Faktor Biologi.

Data genetika menyatakan bahwa sekurang-kurangnya pada beberapa keluarga, transmisi gangguan somatisasi memiliki suatu komponen genetika(1). Data menyatakan bahwa gangguan somatisasi cenderung terjadi pada 10-20% saudara wanita derajad pertama penderita gangguan somatisasi
Dan penyalagunaan zat dan ganguan kepribadian antibiotik dialami saudara laki-lakinya(1). Penelitian neuropsikologis menyatakan bahwa pasien memiliki gangguan perhatian dan kognitif yang menyebabkan persepsi yang salah tertahap masukan somatosensorik(1,3). Gangguan yang dilaporkan adalah distraktibilitas, asosiaso parsial, sirkumstansial dan tidak adanya selektivitas.(1)

Pemeriksaan pencitraan otak menunjukkan penurunan motabolisme dilobus frontalis dan hemisfer non dominan.(1)
Penelitian neuro ilmiah dasar mengajukan konsep sitokin yang merupakan molekul pembawa pesan dari sistem kekebalan kepada dirinya sendiri dan kepada otak. Beberapa percobaan awal menyatakan bahwa sitokin berperan dalam patogenesis gejala non spesifik dari penyakit seperti hipersomnia, anoreksia, kelelahan dan depresi. Tetapi belum ada data yang pasti menunjukan hubungan gangguan somatisasi dengan regulasi sitokin yang abnormal.(1)

DIAGNOSIS
Banyak pedoman untuk mendiagnosis gangguan somatisasi. Salah satunya yang sedang sederhana dan berlaku di indonesia adalh berdasarkan pedoman penggolongan dan Diagnosis Gangguan jiwa di Indonesia III, dimana diagnosa pasti gangguan somatisasi memerlukan hal-hal berikut.
A. B. C. Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam macam yang tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikit 2 tahun. Tidak mau meneima nasihat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya. Terdapat disabilitasi dalam fungsinya dimasyarakat dan keluarga yang berkaitan dengan sifat keluhan keluhannya dan dampak dari perilakunya.

GAMBARAN KLINIK
Gangguan somatisasi ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai banyak sistem organ. Selama perjalanan penyakit, penderita gangguan somatisasi mengeluhkan sekurang-kurangnya empat gejala nyeri yaitu dua gejala gastrointestinal, satu gejala seksual dan satu gejala neurologis yang tidak dapat dijelaskan melalui pemeriksaan fisik dan laboratorium.

Pasien biasanya tetapi tidak selalu menggambarkan keluhannya dalam cara yang dramatik, emosional dan berlebihan dengan bahasa yang gemblang dan bermacam-macam.
Gejala yang paling sering timbul biasanya berupa mual, muntah, kesulitan menelan, nyeri lengan dan tungkai, nafas pendek yang tidak berhubungan dengan aktifitas, amnesia, komplikasi kehamilan dan menstruasi.

Kondisi psikiatri yang paling menonjol pada gangguan somatisasi adalh kecemasan dan depresi(1). Ganggauan somatisasi seringkali disertai oleh gangguan mentyal lainya termasuk gangguan depresi berat, gangguan kepribadian (Contohnya :paranoid, obsesif, anti sosial dan histrionik), gangguan penyalagunaan zat, kecemasan umum dan fobia.
Ancaman bunuh diri sering ditemukan, tetapi bunuh diri yang sesungguhnya hanya dijumpai pada pasien gangguan somatisasi yang disertai dengan penyalagunaan zat

DIAGNOSIS BANDING
1. Gangguan somatisasi biasanya didiagnosa banding dengan : Gangguan somatoform lainya yaitu: A. Gangguan konveksi B. Hipokondriasis C. Gangguan nyeri

2. 3. 4.

D. Gangguan dismorfik tubuh. Gangguan depresi berat Gangguan kecemasan umum. Gangguan medis non psikoatri seperti multipe sklerosi, miastenia gravis, lupus eritematosus sistemik, AIDS, porfiria intermitten akut, hiperparatiroidsme dan infeksi sistemik kronis. Onset gejala somatik multi pel pada seseorang pasien yang berusia lebih dari 40 tahun harus dianggap disebabkan oleh kondisi non psikistrik sampai pemeriksaan media yang lengkap telah dilakukan. PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS Gangguan somatisasi suatu gangguan kronis dan sering menyebabkan ketidak mampuan(1,2,3,4). Episode peningkatan keparahan gejala dan perkembangan gejala yang baru diperkirakan berlanmgsung enam sampai sembilan bulan dan dapat dipisahkan oleh periode yang kurang simptomatik yang berlangsung selama sembilan sampai dua belas bulan.(1)

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pasien dengan gangguan somatisasi merupakan sebuah tantangan tersendiri dimana pasien biasanya menolak untuk berobat kepada psikiater.(3) 1. Interaksi dokter dengan pasien. Pasien gangguan somatisasi paling baik diobati jika mereka memiliki seseorang dokter tunggal sebagai perawat kesehatan utamanya(1). Hubungan ini harus memiliki dipertahankan terus dan dokter harus mempunyai empati terhadap pasien(3). Kunjungan harus relatif singkat dan dilakukan pemeriksaan fisik lengkap dengan meminimalisasi pemeriksaan laboratorium dan penunjang diagnostik.(1)

2.

Psikoterapi individu dan kelompok. Dapat membantu pasien mengatasi gejalanya untuk mengekspresikan emosi yang mendasari dan mengembangkan strategi alternatif untuk mengekspresikan perasaan mereka(1). Biasanyapasien merasa ditolak, tidak dimengerti dan diasingkan dari apergaulan, oleh karena itu terapi kelompok dapat mengatasi hal tersebut.(3)

3.

Farmokoterapi. Memberikan medikasi psikotropik bilamana gangguan somatisasi ada bersama-sama dengan gangguan mood atau kecemasan adalh selalu memiliki resiko(1), tetapi pengobatan psikofarmakologis, dan juga pengobatan psikoterapetik, pada gangguan penyerta adalah diindikasikan(1,3). Medikasi haerus dimonitor, karena pasien dengan gangguan somatisasi cenderung menggunakan obat secara berlebihan dan tidak dapat dipercaya.(1)

DAFTAR P USTAKA 1. 2. Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J.A : Sinopsis Psikistri, Jilid II, Edisi ke-7, Banarupa Asksara, Jakarta, 1997, hal 68-74. Halgin R.P, Whitboume S. K : Abnormal Psychology ; The Human Experience of Psychological Disorders, Massachusetts, 1997, page.240-241.

3. 4.

Elkin G. D : Introduction to Clinical Psychiatry, Firs Edition, Prentice-Hall International Inc, San Fransisco, 199, page, 117-121. Maslim R : Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa : Runjukan Ringkasan dari Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan jiwa di Indonesia III, Jakarta, 1996, hal. 84

You might also like