You are on page 1of 12

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI REFLEKS PADA MANUSIA

I.

Judul Praktikum Refleks Pada Manusia

II.

Waktu Hari/tanggal Pukul Tempat : Selasa, 01 Desember 2009 : 08.50 10.30 WIB : Ruang Kelas A2, Kampus Keperawatan, Universitas Jenderal Soedirman

III.

Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah: 1. Menjelaskan fisilogi refleks pada manusia. 2. Mendemonstrasikan pemeriksaan refleks somatik dan otonom pada naracoba yang sehat. 3. Mengetahui keadaan normal dan membandingkannya dengan pemeriksaan dan hubungannya dengan keadaan patologis naracoba.

IV.

Dasar Teori Unit dasar aktivitas saraf terpadu merupakan lengkung refleks. Ia terdiri dari

suatu organ alat indera, suatu neuron aferen, satu sinap atau lebih di dalam stasiun terpadu sentral atau ganglion simpatis, suatu neuron eferen, serta suatu neuron efektor. Dalam amamalia, hubungan antara neuron somatik aferen dan eferen umumny di dalam otak atau medula spinalis. Neuron aferen masuk melalui redix dorsalis atau saraf otak dan mempunyai badan selnya di dalam ganglia homogen pada saraf otak. Serabut eferen meninggalkan melelui radix ventralis atau saraf otak motorik berhubungan. Prinsip bahwa di dalam medula spinalis, radix dorsalis bersifat sensorik dan di dalam radix ventralis bersifat motorik dikenal sebagai hukum Bell-Magendie (Ganong, 1995: 111).

Gambar. Lengkung Refleks Aktivitas motorik somatik akhirnya tergantung atas pola dan kecepatan pelepasan listrik neuron motorik spinalis dan neuron homolog di dalam inti motorik saraf otak. Neuron ini (jaras umum lazim ke otot rangka) dibom oleh impuls dari susunan jaras yang besar sekali. Ada banyak masukan ke tiap neuron motorik spinalis dari segmen spinalis yang sama. Banyak masukan suprasegmental juga berkonvergensi atas sel ini dari segmen spinalis lain, batang otak dan cortex cerebri. Beberapa masukan ini berakhir langsung pada neuron motorik, tetapi banyak yang menimbulkan efeknya melalui interneuron atau melelui sistem eferen ke gelendong (spindel) otot dan kembali melalui serabut aferen lalu ke medula spinalis. Aktiviitas terpadu masukan majemuk dari tingkat spinalis, medula oblongata, mesenchepalon, dan cortex yang mengatur sikap badan dan memungkinkan gerakan terkoordinasi (Ganong, 1995:187). Bila suatu otot rangka dengan persarafan utuh diregangkan, maka ia berkontraksi. Respon ini dinamai refleks regang. Rangsangan yang memulai refleks ini adlah regangan otot dan respon ini merupakan kontraksi otot yang diregangkan. Organ indera ini merukana gelondong otot. Impuls yang berasal di dalam gelendong dihantarkan di dalam susunan saraf pusat oleh serabut sensorik cepat yang lewat langsung ke neuron motorikyang mensarafi otot yang sama. Neurotransmiter pada sinap sentral merupakan glutamat. Refleks regang

merupakan refleks monosinap yang terbaik dikenal dan diteliti di dalam badan. Contoh klinik dari refleks regang adalah pengetokan tendon patella membangkitkan sentakan lutut, refleks regang musculus quadriceps femoris, karena pengetokan tendo meregangkan otot (Ganong, 1995: 112). V. Alat dan Bahan 1. Hammer tendon 2. Kapas dan kapas lidi (cutton buds) 3. Penlight VI. Cara Kerja Refleks Somatik 1. Refleks Tumit (Ankle-Jerk-Reflex) a. Naracoba berdiri dengan kaki kiri dibengkokkan dan diletakkan pada kursi. Naracoba mengalihkan perhatiannya ke sekeliling. b. Tendo Achilles kaki kiri naracoba dengan martil refleks dipukul oleh penguji. c. Gerak refleks yang terjadi diamati dan dicatat hasilnya. d. Lakukan hal yang sama untuk kaki kanan. 2. Refleks Patellar (Knee-Jerk-Reflex) a. Naracoba duduk bertumpang kaki (kaki kanan di atas) dan mengalihkan perhatiannya ke sekeliling. b. Ligamentum patellae kaki kanan naracoba (kaki yang tertumpang di atas) dengan martil refleks dipukul oleh penguji. c. Gerak refleks yang tampak diamati dan dicatat hasilnya pada lembar kerja. d. Lakukan hal yang sama untuk kaki kiri. 3. Refleks Bisep a. Lengan kanan naracoba diluruskan secara pasif dan diletakkan di atas meja atau ditopang dengan tangan pemeriksa. Naracoba mengalihkan perhatiannya ke sekeliling. b. Tendon m. bisep brakhii lengan tersebut dipukul dengan martil refleks oleh penguji.

c. Gerak refleks yang terjadi diamati dan dicatat hasilnya. d. Lakukan hal yang sama untuk lengan kiri. 4. Refleks Trisep a. Lengan kiri naracoba dibengkokkan secara pasif. Alihkan perhatian naracoba ke sekeliling. b. Tendo m. trisep brakhii lengan tersebut dengan martil refleks dipukul oleh penguji. c. Gerak refleks yang terjadi diamati dan dicatat hasilnya. d. Lakukan hal yang sama untuk lengan kanan. 5. Refleks Plantar (Babinski Reflex) a. Naracoba tidur terlentang dengan kedua tungkai sedikit eksternal rotasi. b. Rangsang telapak kaki klien dengan ujung hammer, mulai dari tumit ke arah atas pada bagian sisi luar telapak kaki. c. Gerak refleks yang terjadi diamati dan dicatat hasilnya. d. Lakukan hal yang sama pada kedua kaki secara bergantian. 6. Refleks Mengejap (Corneal Reflex) a. Naracoba membuka kedua matanya dan mengarahkan pandangannya ke titik yang jauh. b. Permukaan kornea mata kanan naracoba disentuh penguji dari samping dengan ujung kapas yang telah dibasahi dengan akuades. c. Gerak refleks yang terjadi diamati dan dicatat hasilnya. d. Lakukan untuk mata kanan dan kiri. 7. Refleks Pharyngeal a. Naracoba membuka mulutnya dengan lebar. b. Sentuh palatum lunak (dekat uvula) dengan menggunakan kapas lidi yang steril. c. Gerak refleks yang terjadi diamati dan dicatat hasilnya. d. Lakukan untuk mata kanan dan kiri secara bergantian. Refleks Otonom 8. Refleks Pupillary a. Gunakan cahaya dalam ruang pemeriksaan agak gelap.

b. Gunakan penlight untuk memeriksa diameter pupil. c. Gerakan penlight dari arah kanan atau kiri sudut mata. Perhatikan diameter pupil naracoba. d. Catat gerak refleks yang terjadi. VII. Hasil Naracoba I: Nama Jenis Kelamin Umur No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. : Agus Fathurochman : Laki-laki : 19 tahun Respon Plantar Fleksi Ekstensi Tungkai Bawah Fleksi Lengan Bawah Ekstensi Lengan Bawah Diam Berkedip Menutup Pupil Mengecil Keterangan Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Pemeriksaan Refleks Tumit Refleks Patellar Refleks Bisep Refleks Trisep Refleks Plantar (Babinski) Refleks Mengejap Refleks Pharyngeal Refleks Pupillary Naracoba II: Nama Jenis Kelamin Umur

: Yulia Kurnia Sari : Perempuan : 19 tahun Respon Plantar Fleksi Ekstensi Tungkai Bawah Fleksi Lengan Bawah Ekstensi Lengan Bawah Bergerak Sejajar Berkedip Menutup Pupil Mengecil Keterangan Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Pemeriksaan Refleks Tumit Refleks Patellar Refleks Bisep Refleks Trisep Refleks Plantar (Babinski) Refleks Mengejap Refleks Pharyngeal Refleks Pupillary

VIII.

Pembahasan

Pemeriksaan refleks yang dilakukan berupa refleks somatik dan otonom. Pemeriksaan refleks somatik berupa refleks tumit, refleks patellar, refleks bisep, refleks trisep, refleks plantar (babinski), refleks mengejap, refleks pharyngeal; sedangkan pemerriksaan refleks otonom berupa refleks pupillary. Refleks tumit menunjukkan keadaan normal apabila respon yang ditunjukkan berupa plantar fleksi. Refleks patellar menunjukkan nilai normal apabila respon yang ditunjukkan berupa ekstensi tungkai bawah. Refleks bisep menunjukkan keadaan normal apabila respon yang ditunjukkan berupa fleksi lengan bawah. Refleks trisep menunjukkan keadaan normal apabila respon yang ditunjukkan berupa ekstensi lengan bawah. Refleks plantar (babinski) menunjukkan keadaan normal pada dewasa apabila respon yang ditunjukkan berupa kaki diam atau bergerak sejajar, sedangkan normal bagi bayi sampai umur satu tahun yaitu jari-jari kaki meregang atau fleksi ibu jari kaki. Refleks mengejap menunjukkan keadaan normal apabila respon yang ditunjukkan berupa berkedip. Refleks pharyngeal menunjukkan keadaan normal apabila respon yang ditunjukkan berupa mulut menutup atau muntah. Refleks pupillary menunjukkan keadaan normal apabila respon yang ditunjukkan berupa pupil mengecil. Lengkung refleks tersederhana merupakan lengkung dengan sinap tunggal di antara neuron aferen dan eferen. Lengkung demikian bersifat monosinaptik dan refleks yang timbul di dalamnya merupakan refleks monosinaptik. Lengkung refleks yang menempatkan satu interneuron atau lebih di antara neuron aferen dan eferen bersifat polisinaptik, jumlah sinap di dalam lengkung ini bervariasi dari dua sampai beratus-ratus. Pada kedua jenis, tetapi terutama dalam lengkung refleks polisinaptik, aktivitas dimodifikasi oleh fasilitasi ruang dan waktu, penutupan (oklusi), efek pinggir subliminal dan efek lain (Ganong, 1995: 112). Reseptor berespon terhadap stimulus (rangsangan), yaitu perubahan fisika atau kimia di lingkungan reseptor yang dapat dideteksi. Sebagai respon terhadap rangsangan tersebut, reseptor membentuk potensial aksi yang dipancarkan oleh jalur aferen ke pusat integrasi untuk diolah. Biasanya, sebagai pusat integrasi adalah SSP. Korda spinalis dan batang otak bertanggung jawab untuk mengintegrasikan refleks-refleks dasar, sementara pusat-pusat otak yang lebih tinggi biasanya mengolah refleks-refleks didapat. Pusat integrasi mengolah semua

informasi yang datang dari reseptor serta dari masukan lain, kemudian mengambil keputusan mengenai respon yang sesuai. Instruksi dari pusat integrasi disalurkan melalui jalur eferen ke efektor, suatu otot atau kelenjar untuk melaksanakan respon yang diinginkan. Tidak seperti perilaku sadar, yang memiliki beberapa kemungkinan respon, respon refleks dapat diduga karena jalur antara reseptor dan efektor selalu sama (Sherwood, 2001: 142). Tanda atau refleks Babinski adalah suatu refleks patologis. Biasanya kalau sisi lateral telapak kaki digores dari tumit ke arah pangkal jari-jari kaki, melengkung ke medial melintasi kaput-kaput tulang metatarsal, akan terjadi fleksi plantar pada ibu jari kaki. Prosedur ini menguji radiks saraf pada L5-L2. kaki harus digores dengan rangsang yang cukup kuat seperti sebuah kunci. Jangan memakai peniti! Kalau ada penyakit traktus piramidalis, dan gerakan yang telah diuraikan diatas dilakukan, akan terjadi dorsifleksi ibu jari kaki dengan penyebaran jari-jari lainnya. Refleks ini adalah refleks Babinski. Karena tanda Babinski merupakan suatu refleks abnormal, kita hanya mengetakan bahwa ada tanda Babinski, tanda ini tidak pernah tidak ada. Adalah benar bila kita menuliskan refleks plantar sebagai fleksi plantar (normal) atau dorsifleksi (abnormal, Babinski) (Swartz, 1995: 383). Menurut Ganong (1995: 191) kecuali dalam masa bayi, respon normal terhadap rangsangan ini adalah fleksi plantaris semua jari kaki. Refleks hiperaktif merupakan ciri penyakit traktus ekstrapiramidalis. Kelainan elektrolit, hipertiroidisme, dan kelainan metabolik lainnya dapat pula menjadi penyebab refleks hiperaktif. Berkurangnya refleks merupakan cirri kelainan sel kornu anterior dan miopati. Pemeriksa harus selalu mempertimbangkan kekuatan refleks dengan besarnya massa otot. Seorang pasien mungkin mempunyai refleks yang berkurang sebagai akibat penurunan massa ototnya. Pasien dengan hipertiroidisme mengalami penurunan relaksasi setelah suatu refleks tendo profunda, yang disebut refleks tergantung (Swartz, 1995: 378). Cahaya adalah merupakan stimulus utama terjadinya refleks cahaya/pupil. Cahaya yang jatuh pada retina akan menstimulasi sel-sel fotoreseptor di retina. Stimulus ini akan dilanjutkan melalui akson aferen N.Optikus menuju nucleus dilewati oleh serabut-serabut pupilmotor. Pretectal nuclear complex berhubungan

secara silang dan tidak silang dengan nucleus motor parasimpatis EdingerWestpal yang terdiri dari bagian dorsal nucleus okulomotor. Serabut parasimpatis preganglionik meninggalkan midbrain (otak besar) sebagai menginervasi m.sfingter pupil. Stimulus cahaya pada satu mata, akan menyebabkan terjadinya konstriksi pupil bilateral dan simetris. Dua stimulus utama yang menyebabkan terjadinya konstriksi pupil adalah jatuhnya sinar pada reseptor retina dan refleks melihat dekat dan akomodasi. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan ukuran pupil dan reaksinya. Ukuran pupil dapat berubah menurut umur. Pada neonatus pupil lebih miotik dibandingkan dengan umur decade ke dua (Wulandari, 2003: 6). Dalam melakukan pemeriksaan refleks pada manusia, ada beberapa hal yang menjadikan pemeriksaan ini sulit dan perlu diperhatikan, diantaranya: 1. 2. 3. Menentukkan dan mencari lokasi pemeriksaan sulit, terutama pada bisep dan trisep wanita karena letaknya yang sedikit tersembunyi dari pria. Pemukulan martil refleks pada lokasi yang salah. Saat pemeriksaan, naracoba yang seharusnya tidak sadar akan diperiksa, justru sadar terhadap pemeriksaan yang akan dilakukan (karena dapat mengurangi respon refleks yang akan muncul). 4. Setelah martil diketukkan, martil masih tetap menempel pada permukaan lokasi pemeriksaan (tubuh naracoba). Manifestasi Klinis Penyakit parkinson adalah gangguan gerakan dengan penyabab yang tidak diketahui. Penyakit ini terutama menyerang neuron-neuron berpigmen yang mnegandung dopamin dari pars kompakta substansia nigra. Ditandai oleh gejala yang timbul secara lambat, tonus otot yang meningkat, dan tremor istirahat. Perlambatan gerakan volunter ditemukan terutama pada awal gerakan berjalan, memutar badan, dan mikrografia. Ekspresi fasial menurun, bicara monoton, volume suara kecil, dan kedipan mata berkurang. Postur tubuh kaku dan pasien berjalan lambat dengan dengan langkah kecil-kecil, dengan ayunan lengan berkurang dan keseimbangan postural menurun. Sering disertai fetsinasi. Tonus abnormal bersifat rigiditas lead-pipe atau cogwheel. Yang paling karakteristik dan

seringkali terdapat pada awal penyakit adalah tremor istirahat yang bersifat asimetris, kasar (3-7 siklus per detik), seperti memulung pil (pill-rolling). Tetapi tremor menghilang bila otot berelaksasi total (Mansjoer, 2000: 60). Ataksia Friedreich, menurut Japardi (2002: 4-5) penyakit ini menurun secara resesif dengan perubahan patologis dominan pada kolomna posterior, traktus spinoserebellaris, dan traktus kortikospinalis. Gejala umumnya timbul pada usia muda, 50% terdapat pada usia kurang dari 10 tahun. Penyakit ini berjalan secara progresif dan biasanya setelah 5 tahun pasien tak dapat berjalan lagi. Laki-laki lebih sering terkena dari pada wanita. Rata-rata usia kematian adalah 26,5 pada penyakit yang diturunkan secara resesif, dan 39,5 tahun pada penyakit yang diturunkan secara dominan. Gejala klinis: 1. Terjadi ataksia sensorik maupun serebeller, terjadi inkoordinasi dari kedua tungkai bawah. Mula-mula pasien sulit berdiri cepat dan berlari, kemudian timbul kelelahan, nyeri pada tungkai, kaku setelah latihan berat. Dapat terjadi kelemahan pada tangan setelah gangguan berjalan, kemudian bicara jadi rero, lambat, tidak jelas dan eksposif, lengan jadi ataksik dan dapat disertai intensio tremor. Akhirnya bicara, bernafas, menelan dan tertawa jadi tak terkoordinasi. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Rasa getar dan posisi dapat terganggu selanjutnya rasa raba, suhu dan nyeri terganggu. Romberg positif Reflek tendo kedua tungkai ini menghilang akibat terputusnya jaras sensorik dari lengkung reflek Refleks Babinski + Sering terjadi deformitas pada kaki. Terjadi pes cavus dengan arkus plantar yang tinggidan terjadi retraksi pada sensi jari dan fleksi sendi interphlalang Nystagmus + (biasanya horisontal) Peningkatan reflek rahang Dapat disertai ketulian, vertigo, otik atrofi, kardiopati (pada setengah kasus). Gejala tersebut mirip dengan penyakit degenerasi spinocerebeller yang herediter, tetapi biasanya pada penyakit ini reflek meningkat.

IX.

KESIMPULAN Kesimpulan yang didapat dari praktikum adalah :

1.

Fisiologi refleks pada manusia diperankan oleh lengkung refleks, yang terdiri dari reseptor sensoris, saraf aferen (sensorik), area sentral di SSP, saraf eferen (motorik), dan organ efektor.

2.

Pemeriksaan refleks somatik yaitu berupa pemeriksaan refleks tumit, refleks patella, refleks bisep, refleks trisep, refleks plantar (babinski), refleks mengejap, dan refleks pharyngeal; sedangkan pemeriksaan refleks otonom yaitu refleks pupillary.

3.

Keadaan normal pemeriksaan refleks pada naracoba: Respon Normal Plantar Fleksi Ekstensi Tungkai Bawah Fleksi Lengan Bawah Ekstensi Lengan Bawah Bergerak Sejajar atau Diam Berkedip Menutup Pupil Mengecil Naracoba I Plantar Fleksi Ekstensi Tungkai Bawah Fleksi Lengan Bawah Ekstensi Lengan Bawah Diam Naracoba II Plantar Fleksi Ekstensi Tungkai Bawah Fleksi Lengan Bawah Ekstensi Lengan Bawah Bergerak Sejajar Berkedip Menutup Pupil Keterangan Normal Normal

Pemeriksaan Refleks Tumit Refleks Patellar Refleks Bisep Refleks Trisep Refleks Plantar (Babinski) Refleks Mengejap Refleks Pharyngeal Refleks

Normal Normal

Normal

Berkedip Menutup Pupil Mengecil

Normal Normal

Normal Pupillary Mengecil Keadaan diatas normal dan tidak menunjukkan adanya keadaan patoligis pada kedua naracoba.

X.

DAFTAR PUSTAKA

Ganong, William F. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta.

Japardi, Iskandar. 2002. Penyakit Degeneratif pada Medula Spinalis. Sumatera Utara: USU. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Jakarta: Media Aesculaplus. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta. Sidharta, Priguna. 2005. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Dian Rakyat. Jakarta. Swartz, Mark H. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. EGC. Jakarta. Wulandari, Novi. 2003. Perubahan Pupil Cycle Time Pada Penderita Diabetes Mellitus. Sumatera Utara: USU.

XI.

LAMPIRAN

You might also like