You are on page 1of 20

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat pasien ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan sehingga terhindar dari kecacatan atau kematian. Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien. Tahapan kegiatan dalam penanggulangan penderita gawat darurat telah mengantisipasi hal tersebut. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder.

1.2 Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa itu Airway Breathing Management. 2. Tujuan Khusus Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan: a. Pengelolaan Jalan Nafas (Airway Management) dengan Menggunakan Alat b. Tindakan Pembebasan Jalan Nafas (Airway Management) dengan Tanpa Menggunakan Alat (Manual) c. Mengeluarkan benda asing pada saluran nafas

1.3 Sistematika Penulisan KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Umum dan khusus 1.3 Sistematika penulisan BAB II. AIRWAY BREATHING MANAGEMENT 2.1 Anatomi Sistem Pernafasan 2.2 Jalan Nafas (Airway) 2.3 Pengelolaan Jalan Nafas dengan Tanpa Alat 2.4 Tindakan Pembebasan Jalan Nafas dengan Alat BAB III. PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran DAFTAR PUSTAKA

BAB II PEMBAHASAN AIRWAY MANAGEMENT

2.1 Anatomi Sistem Pernafasan Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Saluran pernapasan terbagi atas beberapa bagian yaitu: 1. Saluran Nafas Bagian Atas a. Rongga hidung Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius). b. Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah). c. Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan). 2. Saluran Nafas Bagian Bawah a. Laring: Terdiri dari Tulang rawan krikoid, Selaput/pita suara, Epilotis, Glotis. b. Trakhea: Merupakan pipa silider dengan panjang 11 cm, berbentuk cincin tulang rawan seperti huruf C. c. Bronkhi: Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. d. Epiglotis: Trakea dilindungi oleh sebuah flap berbentuk daun yang berukuran kecil yang dinamakan epiglotis. 3. Alveoli 4. Sirkulasi Paru Mengatur aliran darah vena-vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan mengalirkan darah yang bersifat arterial melaului vena pulmonalis kembali ke ventrikel kiri. 5. Bronkus dan paru Merupakan jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus, bronkhiolus terminalis, bronkhiolus respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik .Pada alveolus akan terjadi pertukaran oksigen dengan karbondioksida.

2.2

Jalan Nafas (Airway) Airway merupakan komponen yang penting dari sistem pernapasan adalah hidung dan mulut, faring, epiglotis, trakea, laring, bronkus dan paru. Sehingga Penilaian jalan napas (Airway) pada korban yang pertama kali adalah: 1. Mendengarkan apakah ada suara nafas tambahan? 2. Apakah jalan nafas terbuka

Tanda-tanda sumbatan pada jalan nafas yaitu : 1. Bagian atas a. Snoring: suara seperti orang ngorok dimana pangkal lidah yang jatuh ke belakang. b. Gurgling: seperti orang berkumur dimana dikarenakan adanya cairan atau darah. c. Stridor: terjadi karena uap panas atau gas yang mengakibatkan mukosa bengkak ataupun jalan nafanya menjadi kasar. 2. Bagian bawah a. Rales b. Wheezing: seperti suara biola dimana mengalami penyempitan di bronkusnya. c. Stridor 2.3 Pengelolan Jalan Nafas Tanpa Alat Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas pada korban tidak sadar. Pada korban yang tidak sadar, lidah akan kehilangan kekuatan ototnya sehingga akan terjatuh kebelakang rongga mulut. Hal ini mengakibatkan tertutupnya trakea sebagai jalan napas. Tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan kontrol servikal. Dengan tujuan membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh.

2.3.1 Membuka Jalan Nafas Pemeriksaan Jalan Napas dengan look/lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran, listen/dengar aliran udara pernafasan, feel/rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi penolong. Ada dua manuver yang lazim digunakan untuk membuka jalan napas, yaitu head tilt/ chin lift dan jaw trust manuver. Gambar 1. Cara pemeriksaan Look-ListenFeel (LLF) dilakukan secara simultan. Cara ini dilakukan untuk memeriksa jalan nafas dan pernafasan.

1. Head Tilt / Chin Lift Tehnik ini hanya dapat digunakan pada korban tanpa cedera kepala, leher, dan tulang belakang. Tahap-tahap untuk melakukan tehnik ini adalah: a. Letakkan tangan pada dahi korban (gunakan tangan yang paling dekat dengan dahi korban). b. Pelan-pelan tengadahkan kepala pasien dengan mendorong dahi kearah belakang. c. Letakkan ujung-ujung jari tangan yang satunya pada bagian tulang dari dagu korban. Jika korban anak-anak, gunakan hanya jari telunjuk dan diletakkan dibawah dagu. d. Angkat dagu bersamaan dengan menengadahkan kepala. Jangan samapi mulut korban tertutup. Jika korban anak-anak, jangan terlalu menengadahkan kepala. e. Pertahankan posisi ini. 2. Jaw Trust Pada pasien dengan dugaan cedera leher dan kepala, hanya dilakukan maneuver jaw thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher. a. Berlutut diatas kepala korban. Letakkan siku pada lantai di kedua sisi kepala korban. Letakkan tangan di kedua sisi kepala korban. b. Cengkeram rahang bawah korban pada kedua sisinya.jika korban anak-anak, gunakan dua atau tiga jari dan letakkan pada sudut rahang. c. Gunakan gerakan mengangkat untuk mendorong rahang bawah korban keatas. Hal ini menarik lidah menjauhi tenggorokan. d. Tetap pertahankan mulut korban sedikit terbuka. Jika perlu, tarik bibir bagian bawah dengan kedua ibu jari.

2.3.2 Membersihkan Jalan Nafas Sapuan jari (finger sweep) dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga mulut belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya sehingga hembusan nafas hilang.

Cara melakukannya : 1. Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian buka mulut dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas (maneuver emaresi) 2. Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus dengan sarung tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan gerakan menyapu.

2.3.3 Mengatasi Sumbatan Nafas Parsial Mengatasi sumbatan nafas parsial dapat digunakan teknik manual thrust 1. Abdominal thrust (Manuver Heimlich) Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang. Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma abdomen). a. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas.

b. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak sadar) Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas. Penolong berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah atas. Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring tidak dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung

melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP). c. Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas. Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kea rah diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidak berhasil dapat dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi

2.4

Pemasangan dan perawatan Oropharyngeal

2.4.1 Pengertian Oropharyngeal Oropharyngeal tube adalah sebuah tabung / pipa yang dipasang antara mulut dan pharynx pada orang yang tidak sadar yang berfungsi untuk membebaskan jalan nafas. (Medical Dictionary). Pembebasan jalan nafas dengan oropharyngeal tube adalah cara yang ideal untuk mengembalikan sebuah kepatenan jalan nafas yang menjadi terhambat oleh lidah pasien yang tidak sadar atau untuk membantu ventilasi (Sally Betty,2005). Oropharyngeal tube adalah alat yang terbuat dari karet bengkok atau plastik yang dimasukkan pada mulut ke pharynx posterior untuk menetapkan atau memelihara kepatenan jalan nafas. (William dan Wilkins). Pada pasien tidak sadar, lidah biasanya jatuh ke bagian pharynx posterior sehingga menghalangi jalan nafas,

sehingga pemasangan oropharyngeal tube yang bentuknya telah disesuaikan dengan palatum / langit-langit mulut mampu membebaskan dan mengedarkan jalan nafas melalui tabung / lubang pipa. Dapat juga berfungsi untuk memfasilitasi pelaksanaan suction. Pembebasan jalan nafas dengan oropharingeal tube digunakan dalam jangka waktu pendek pada post anastesi atau langkah postictal. Penggunaan jangka panjang dimungkinkan pada pasien yang terpasang endotracheal tube untuk menghindari gigitan pada selang endotraceal. 2.4.2 Organ-organ yang terlibat dalam oropharyngeal airway a. b. Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius) Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah) c. Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)

2.4.3 Indikasi dan Kontra Indikasi 1. Indikasi Adapun indikasi pemasangan oropharyngeal tube adalah sebagai berikut : a. b. c. Pemeliharaan jalan nafas pasien dalam ketidaksadaran, Melindungi endotracheal tube dari gigitan, Memfasilitasi suction pada jalan nafas

2. Kontra indikasi Tidak boleh diberikan pada pasien dengan keadaan sadar ataupun semi sadar karena dapat merangsang muntah, spasme laring. Harus berhati-hati bila terdapat trauma oral. 2.4.4 Konsep Fisiologi / Pengaruh Terhadap Tubuh

Pemasangan oropharengeal tube meniadakan proses pemanasan dan pelembaban udara inspirasi kecuali pasien dipasang ventilasi mekanik dengan humidifikasi yang baik. Perubahan ini menyebabkan gagalnya silia mukosa bronkus mengeluarkan partikel-partikel tertentu dari paru. Discharge trakea berkurang dan menjadi kental, akhirnya terjadi metaplasia skuamosa pada epitel trakea. Pada penderita dengan bantuan jalan nafas oropharyngeal ini merupakan benda asing dalam tubuh pasien sehingga sering menjadi tempat ditemukan berbagai koloni bakteri, yang sering ialah Pseudomonas aeruginosa dan kokus gram positif.

Pada fiksasi oropharyngeal tube juga sering kali menimbulkan penekanan pada salah satu sisi bibir pasien sehingga bisa menyebabkan luka/nekrotik sebagai penyebab masuknya kuman ke dalam tubuh pasien.

2.4.5 Prinsip Pencegahan Infeksi Untuk pencegahan infeksi, digunakan prosedur yang bersih baik itu dari peralatan dan juga lingkungan bersih dalam melakukan prosedur tindakan. Untuk perawatan, jaga kebersihan mulut setiap 2 sampai 4 jam jika dibutuhkan. Oropharyngeal tube dapat direndam di baskom yang telah diisi air kemudian dibilas dengan larutan hydrogen peroxida dan air. 2.4.6 Prinsip / Hal Lain Untuk Pemasangan Oropharyngeal tube a. Cara pemasangan yang tidak tepat dapat mendorong lidah ke belakang atau apabila ukuran terlampau panjang, epiglotis akan tertekan sehingga menyebabkan jalan nafas tersumbat. b. Hindarkan terjepitnya lidah dan bibir antara gigi dan alat. c. Jangan gunakan alat ini pada pasien dimana refleks faring masih ada karena dapat menyebabkan muntah dan spasme laring. 2.4.7 Hal Yang Dikaji Sebelum Tindakan Hal yang dikaji sebelum tindakan pemasangan oropharyngeal tube. Pastikan pasien dalam keadaan tidak sadar. Pemaksaan pemasangan alat ini akan menimbulkan gag reflek atau muntah yang mungkin menyebabkan aspirasi. Perhatikan dan ukur besarnya oropharyngeal tube yang akan dipakai. 2.4.8 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul 1. Kerusakan pertukaran gas spontan 2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas 3. Kerusakan menelan 4. Resiko infeksi 2.4.9 Outcome Yang Ingin Dicapai Dari Pemasangan Oropharingeal Tube Tujuan pemasangan oropharyngeal tube adalah Menjaga kepatenan jalan nafas pasien. Tujuan perawatan orupharyngeal tube adalah Menjaga jalan nafas tetap paten dan Mencegah terjadinya infeksi 2.4.10 Prosedur Persiapan dan Pemasangan serta Perawatan Oropharyngeal A.Persiapan Perawat

1.Persiapan Alat a. b. c. d. e. f. g. h. Mayo Sarung tangan Plaster Bengkok Tounge spatel Kasa Suction Selang penghisap

2. Persiapan Lingkungan a. b. Ciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman serta kooperatif Siapkan sampiran atau sketsel

3. Persiapan Pasien a. b. Informasikan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan Posisikan klien terlentang, upayakan sedekat mungkun dengan bagian atas empat tidur c. d. Pastikan pasien dalm keadaan aman untuk dilakukan tindakan Pastikan tidak terdapat reflek faring

B. Prosedur Tindakan Pemasangan oropharyngeal tube a. Cuci tangan, gunakan sarung tangan b. Pilihlah ukuran airway yang sesuai dengan pasien. Hal ini mungkin dilakukan dengan menempatkan jalan napas di pipi pasien dengan bagian datar di bibir. Ujung dari jalan napas harus ada di dagu pasien. c. Masukkan jalan napas dengan mengikuti salah satu cara dibawah ini. Balik jalan napas sehingga bagian atasnya menghadap kemuka. Mulai untuk memasukkan jalan napas ke mulut. Sebagaimana jalan napas mendekati dinding posterior Faring dekat lidah belakang, putar jalan napas pada posisi yang seharusnya (180 ). Gunakan penekan lidah , gerakkan lidah keluar untuk menghindari terdorong ke belakangmasuk faring posterior. Masukkan jalan napas oral ke dalam posisi yang seharusnya dengan bagian atas masuk kebawah dan tidak perlu diputar.

10

d. Jika reflek cegukan pasien terangsang, cabut jalan nafas dengan segera dan masukkan kembali. e. Fiksasi jalan napas dengan plester dan letakkan di pipi dan melintasi bagian datar dari jalan napas, pada bibir pasien. Jangan menutupi bagian terbuka dari jalan napas. Harus berhati- hati untuk menjamin pasien tidak cegukan terhadap jalan napas ketika direkatkan pada tempatnya. Perekatan dapat mencegah pasien dari dislokasi jalan napas dan karena itu pasien muntah segera setelah ia sadar kembali.

Prosedur perawatan oropharyngeal tube : a. Cuci tangan , gunakan sarung tangan, lakuka perawatan oral pada sisi rongga mulut yang tidak terhalang oleh pipa. b. Perhatikan tanda panjang pipa dalam sentimeter dengan acuan bibir pasien. c. Pegang pipa dalam tanda tersebut dan dengan hati-hati dan cermat gerakkan pipa kesisi lain dari mulut pasien. d. Pastikan bahwa tanda acuan tetap sama. e. Gunakan penghisap oral sesuai kebutuhan f. Atur kembali posisi klien g. Rapikan semua peralatan, lepaskan sarung tangan dan buang di tempat yang disediakan. h. Evaluasi status pernafasan klien, kenyamanan klien. i. Perawat mencuci tangan

2.4.11 Evaluasi 1. Kaji status neurologi pasien secara berkala. Jalan napas dapat menyebabkan muntah-muntah pada pasien yang sensitif dan karenanya harus digunakan hanya pada pasien tidak sadar. 2. Monitor pasien dari penumpukan sekresi oral dan penghisapan rongga mulut. 3. Jika keadaan pasien memungkinkan, pemakaian jangka panjang

memerlukanpelepasan jalan napas untuk memberikan perawatan oral.

Dokumentasi 1. Catat ukuran dari jalan napas yang digunakan 2. Catat waktu prosedur dilakukan dan toleransi pasien

11

3. Catat setiap perubahan dalam status pasien dan atau setiap komplikasi 4. Catat kecepatan dan sifat dari pernapasan. 2.5 Pemasangan dan perawatan Nasopharyngeal

2.5.1 Pengertian Nasopharyngeal Nasopharyngeal adalah suatu cara untuk mengelurkan sekret dari saluran nafas dengan menggunakan suction kateter yang di masukan melalui hidung atau rongga mulut kedalam faring atau trakea. Penghisapan lendir digunakan bila klien mampu batuk scara efektif tapi tidak mampu membersihkan sekret dengan mengeluarkan atau menelan. Tindakan pengisapan lendir juga, tepat pada klien yang kurang responsif atau koma, yang memerlukan pembuangan sekret oral. 2.5.2 Tujuan Nasopharyngeal 1. untuk memelihara saluran nafas dengan tetap bersih 2. untuk mengeluarkan sekret dari pasien yang tidak mampu mengeluarkan sendiri 3. diharapkan suplay oksigen terpenuhi dengan jalan nafas yang adekuat. 2.5.3 Indikasi dan Kontra Indikasi Nasopharyng saluran udara kadang-kadang digunakan oleh orang yang memiliki slep upnea. Alat ini juga digunakan oleh para profesional perawatan darurat seperti EMT dan paramedis dalam situasi dimana bentuk pemeliharaan jalan nafas buatan diperlukan tetapi tidak mungkin atau disarankan menggunakan jalan nafas Orofaryngeal, jenis yang digunakan saluran nafas tambahan, atau intubasi, dianggap paling cara tertentu untuk mengamankan jalan nafas paten, tetapi juga yang paling infasif medis. Dalam pasien yang tak sadarkan diri hisap dari saluran nafas atas juga didapat diterapkan melalui NPA. Penyisipan dari NPA merupakan kontra indikasi dari pasien dengan cidera kepala berat atau wajah, atau memiliki bukti patah tulang tenggkorak basilar (tanda battle mata rakun, cairan screbrospinnal/darah dari telinga). Karena kemungkinan penyusupan langsung pada jaringan otak sebuah jalan nafas orofaryngeal dapat digunakan sebagai pengganti, tetapi perangkat ini sering memicu pasien untuk reflek muntah, sementara saluran udara nasopharyng biasanya tidak.

12

2.5.4 Prosedur Pemasangan Nasopharyngeal

No 1

Prosedur Tindakan Pengertian : Nasopharyngeal adalah suatu cara untuk mengelurkan sekret dari saluran nafas dengan

Bobot Nilai 1 2 3 4

Ket

menggunakan suction kateter yang di masukan melalui hidung atau rongga mulut kedalam faring atau trakea. 2 Tujuan : 1. untuk memelihara saluran nafas dengan tetap bersih 2. untuk mengeluarkan sekret dari pasien yang tidak mampu mengeluarkan sendiri 3. diharapkan suplay oksigen terpenuhi dengan jalan nafas yang adekuat 3 Persiapan Alat : 1. Masker 2. Sarung tangan steril 3. Aquades steril 4. Jelly 5. Pipa nasofaring 6. Bengkok Persiapan klien / keluarga : 1. Kaji ulang respon klien sebelum tindakan. 2. Beritahukan kepada klien / keluarga tentang hal-hal dan maksud tindakan yang akan dilakukan Persiapan Lingkungan : 1. Tutup gorden / pasang sampiran 2. Anjurkan keluarga untuk menunggu di luar ruangan terkecuali anggota keluarga yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan tindakan. Pelaksanaan : 1. Cuci tangan. 2. Petugas memakai masker dan sarung tangan. 3. Posisikan pasien terlentang dan gunakan teknik chin lift head tilt / jaw thrus untuk mengamankan jalan nafas secara manual.

13

4. Lubrikasi bagian luar pipa dengan lubrikan berbahan dasar air sebelum dimasukkan dengan mencelupkan dalam aquades steril. 5. Ujung hidung didorong dengan hati-hati ke arah atas, bagian sudut ujung selang harus menghadap dasar lubang hidung atau septumnasi. 6. Memasukkan pipa kedalam lubang hidung, masukkan terus hingga bagian pinggir pipa berhenti dan tertahan kuat pada lubang hidung pasien. Jangan pernah mendorong kuat, jika sulit untuk memajukan pipa, tarik keluar dan coba pada lubang hidung yang lain. 7. Kaji ulang respon klien setelah tindakan. 8. Sampaikan terimakasih kepada klien atas kerjasamanya. 9. Rapihkan kembali klien pada posisi nyaman. 10. Bersihkan dan rapihkan alat-alat yang telah digunakan. 11. Buka sarung tangan dan buang ke tempat sampah medis. 12. Cuci tangan. 13. Dokumentasikan pada catatan keperawatan. 2.6 Suctioning

2.6.1 Pengertian Suction Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri. ( Ignativicius, 1999 ). Sebagian pasien mempunyai permasalahan di pernafasan yang memerlukan bantuan ventilator mekanik dan pemasangan ETT (Endo Trakeal Tube), dimana pemasangan ETT (Endo Trakeal Tube) masuk sampai percabangan bronkus pada saluran nafas. Pasien yang terpasang ETT (Endo Trakeal Tube) dan ventilator maka respon tubuh pasien untuk mengeluarkan benda asing adalah mengeluarkan sekret yang mana perlu dilakukan tindakan suction. Suction adalah suatu tindakan untuk membersihkan jalan nafas dengan memakai kateter penghisap melalui nasotrakeal tube (NTT), orotraceal tube (OTT), traceostomy tube (TT) pada saluran pernafasa bagian atas. Bertujuan untuk membebaskan jalan nafas, mengurangi retensi sputum, merangsang batuk, mencegah terjadinya infeksi paru. Prosedur ini dikontraindikasikan pada klien yang mengalami

14

kelainan yang dapat menimbulkan spasme laring terutama sebagai akibat penghisapan melalui trakea gangguan perdarahan, edema laring, varises esophagus, perdarahan gaster, infark miokard (Elly, 2000).

2.6.2 Indikasi penghisapan sekret endotrakeal diperlukan untuk 1. Menjaga jalan napas tetap bersih (airway maintenence) a. b. 2. Pasien tidak mampu batuk efektif Di duga ada aspirasi.

Membersihkan jalan napas (branchial toilet) bila ditemukan : a. Pada auskultasi terdapat suara napas yang kasar, atau ada suara napas

tambahan. b. c. 3. 4. 5. Di duga ada sekresi mukus di dalam sal napas. Klinis menunjukkan adanya peningkatan beban kerja sistem pernapasan.

Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium. Sebelum dilakukan tindakan radiologis ulang untuk evaluasi. Mengetahui kepatenan dari pipa endotrakeal. Penerapan prosedur suction diharapkan sesuai dengan standar prosedur yang

sudah ditetapkan dengan menjaga kesterilan dan kebersihan agar pasien terhindar dari infeksi tambahan karena prosedur tindakan suction. Adapun standar yang digunakan di RS dr. Kariadi adalah (Protap RSUP Dr. Kariadi, 2004). 2.6.3 Komplikasi yang dapat terjadi akibat penghisapan sekret endotrakeal (Setianto, 2007): 1. Hipoksia / Hipoksemia 2. Kerusakan mukosa bronkial atau trakeal 3. Cardiac arest 4. Arithmia

15

5. Atelektasis 6. Bronkokonstriksi / bronkospasme 7. Infeksi (pasien / petugas) 8. Pendarahan dari paru 9. Peningkatan tekanan intra kranial 10. Hipotensi 11. Hipertensi 2.6.4 Evaluasi dari hasil yang diharapkan setelah melakukan tindakan penghisapan sekret endotrakeal adalah (Setianto, 2007): 1. 2. Meningkatnya suara napas Menurunnya Peak Inspiratory Pressure, menurunnya ketegangan saluran

pernapasan, meningkatnya dinamik campliance paru, meningkatnya tidal volume. 3. Adanya peningkatan dari nilai arterial blood gas, atau saturasi oksigen yang bisa

dipantau dengan pulse oxymeter 4. Hilangnya sekresi pulmonal.

2.6.5 Prosedur Pemasangan Suction

No. Pengertian :

Prosedur Tindakan

Bobot Nilai 2 3

Ket

Tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan 1. lender dari jalan nafas melalui mulut, hidung, intratracheal dengan menggunakan mesin suction. Tujuan : 1. Mengeluarkan benda asing berupa 2. cairan pada jalan nafas 2. Jalan nafas bersih dari slym

16

3. Persiapan Alat : 1. Mesin penghisap lender 2. Slang penghisap lendir sesuai kebutuhan 3. Air matang untuk pembilas dalam

tempatnya (kom) 4. Cairan desinfektan dalam tempatnya untuk merendam slang 5. Pinset anatomi untuk memegang slang 6. Spatel / sundip lidah yang dibungkus dengan kain kasa 7. Sarung tangan 8. Bak instrumen 9. Kasa 10. Bengkok

4. Persiapan Klien/keluarga : 1. 1. Bila pasien sadar : Siapkan dengan posisi setengah duduk 2. 2. Bila pasien tidak sadar : Posisi miring Kepala ekstensi agar penghisap dapat berjalan lancar

5. Persiapan Lingkungan : 1. Tutup gorden/pasang sampiran 2. Anjurkan keluarga untuk menunggu diluar ruangan terkecuali anggota

keluarga yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan tindakan. 6. Pelaksanaan : 1. Pakai Barak Short 2. Jelasakan pada pasien/ keluarga dan inform concern

17

3. Alat didekatkan pada pasien dan perawat cuci tangan 4. Perawat memakai sarung tangan 5. Pasien disiapkan sesuai dengan kondisi 6. Slang dipasang pada mesin penghisap lendir 7. Mesin penghisap lendir dihidupkan pada keadaan on. 8. Sebelum menghisap lendir pada pasien, cobakan lebih dahulu untuk air bersih yang tersedia 9. Tekan lidah dengan tong spatel 10. Tempatkan tissue pada dahu klien 11. Hisap lendir pasien sampai selesai. Mesin dimatikan. 12. Bersihkan mulut pasien kassa 13. Membersihakan slang dengan air dalam kom 14. Slang direndam dalam cairan desinfektan yang tersedia 15. Alat dirapihkan 16. Perawat cuci tangan

18

BAB III PENUTUP

3.1

Kesimpulan Airway merupakan komponen yang penting dari sistem pernapasan adalah hidung dan mulut, faring, epiglotis, trakea, laring, bronkus dan paru. Breathing (Bernapas) adalah usaha seseorang secara tidak sadar/otomatis untuk melakukan pernafasan. Tindakan ini merupakan salah satu dari prosedur resusitasi jantung paru (RJP). Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.

3.2

Saran Setelah membaca makalah ini semoga pembaca memahami isi makalah yang telah disusun meskipun kami menyadari makalah ini kurang dari sempurna. Oleh karena itu kami berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang dapat membantu menyempurnakan makalah yang selanjutnya.

19

DAFTAR PUSTAKA Brunner dan Suddarth, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol. II, EGC: Jakarta John, A, Boswick, 1997. Perawatan Gawat Darurat. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta Purwadianto, Agus, dkk, 2000. Kegawatdaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara

20

You might also like