You are on page 1of 12

1.

1 Tujuan Praktikum y Peserta praktikum memahami pengukuran kebutuhan oksigen kimiawi y Peserta praktikum mampu menganalisa COD dengan metode bikromat (reflux) 1.2 Teori Dasar y Ruang lingkup Metode ini digunakan untuk penentuan kadar kebutuhan oksigen kimiawi (KOK/COD) dalam air dan air limbah secara refluk terbuka dengan kisaran kadar KOK/COD antara 50 mg/L O2 sampai dengan 900 mg/L 02. Metode ini tidak berlaku bagi contoh/sample air yang mengandung ion klorida lebih besar dari 2000 mg/L. y Pengertian Tes COD digunakan untuk mengukur jumlah organik di dalam limbah cair baik itu domestik maupun industri. The Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada di dalam air menjadi karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). Sebagai contoh : C6H12ON2 + 6.75O2 6C02 + 2.5H2O + 2NH3

Dari equation di atas dapat dilihat bahwa terdapat sebuah bilangan / angka di depan O2. Bilangan tersebut dapat dikonversi ke dalam bentuk ppm dan dinyatakan dalam satuan mg/L. Besaran dalam bentuk mg/L itu menunjukan besarnya O2 yang dibutuhkan pada sebuah sampel air. COD berbanding terbalik dengan Dissolved Oxygen (DO). Artinya semakin sedikit kandungan udara di dalam air maka angka COD akan semakin besar. Besarnya angka COD tersebut menunjukkan bahwa keberadaan zat organik di air berada dalam jumlah yang besar. Organik-organik tersebut mengubah oksigen menjadi karbondioksida dan air sehingga perairan tersebut menjadi kekurangan oksigen. Hal inilah yang menjadi indikator seberapa besar pencemaran di dalam limbah cair oleh pembuangan domestik dan industri. Semakin sedikit kadar oksigen di dalam air berarti semakin besar jumlah pencemar (organik) di dalam perairan tersebut. Karena itu secara

logika kita dapat berkata bahwa air yang kita konsumsi harus memiliki kadar COD yang sangat rendah. Dari hasil tes yang biasa didapat, jumlah COD selalu lebih besar dibanding dengan jumlah BOD. Seperti asal kata namanya, jika COD melibatkan unsur kimiawi di dalam prosesnya, maka berbeda dengan BOD, BOD melibatkan unsur biokimiawi. Artinya, tes COD memperhitungkan semua unsur kimia dalam air yang membutuhkan oksigen untuk proses oksidasi, maka BOD hanya memperhitungkan kebutuhan bakteri (organisme hidup) saja. Jadi pada BOD, pelakunya hanyalah bakteri. Sebagai contoh, selulosa adalah salah satu contoh yang sulit diukur melalui uji BOD karena sulit dioksidasi melalui reaksi biokimia, akan tetapi dapat diukur melalui uji COD. Lalu berikut adalah hubungan antara BOD dan COD : 1. Hubungan statistik antara limbah cair BOD dan COD bisa dicapai, ketika kekuatan organik tinggi dan perbedaan konstituen dissolved oksigen (DO) rendah. 2. Hubungan yang paling baik digambarkan oleh kuadrat regresi dengan derajat koefisien korelasi. 3. Perbandingan BOD-COD yang tidak disukai adalah indikasi pengolahan limbah cair secara biologi. Jika perbandingan meningkat, maka kandungan organik akan hilang lebih cepat dengan metode biological. Di dalam praktikum kimia lingkungan terdapat satu jenis lain yang dapat digunakan untuk mengoksidasi zat organik yaitu KMnO4 (Kalium Permanganat). Perbedaan dari ketiga jenis di atas yaitu banyaknya zat organik yang mampu dioksidasi di dalam sebuah perairan. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa BOD menempati urutan kedua setelah CO, dan di bawah itu terdapat KMnO4. Bila dipersentasekan maka COD mampu memperhitungkan sampai 90 % zat organik yang dioksidasi di dalam sebuah perairan maka BOD hanya 70 % lalu KMnO4 sebesar 25 %. Di dalam praktikum COD, pengujian dilakukan oleh larutan kalium dikromat (K2Cr2O7) dalam suasana asam yang mendidih. Adapun reaksi yang terjadi:

CaHbOc + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + 2 Cr3+

Keuntungan besar dari tes COD adalah hasil yang cepat, tidak seperti BOD yang harus dilakukan pengeraman selama 5 hari terlebih dahulu. Agen kimia pengoksidasi telah lama digunakan untuk mengukur kebutuhan oksigen pada air yang tercemar. Kalium permanganat merupakan larutan yang telah digunakan bertahun-tahun. Oksidasi oleh permanganat memiliki variasi yang tinggi berdasarkan dengan variasi tipe senyawa. Ceric sulfate, potassium iodate, dan potassium dikromat merupakan agen oksidasi yang lain yang biasa digunakan untuk menghitung COD. COD hanya dapat mengoksidasi 90 % karena pada faktanya ada senyawa tertentu yang tidak dapat dioksidasi oleh dikromat tanpa kehadiran katalis. Fakta lain juga mengatakan bahwa senyawa hirokarbon dan pyridine tak dapat dioksidasi dalam keadaan-keadaan tertentu. Kedua hal tersebut menjadi alasan perhitungan COD yang tidak dapat sempurna. Contoh-contoh lain yang dapat digunakan untuk menyatakan kadar kontaminan berupa senyawa organik dalam air yaitu nutrient, senyawa toksik, mikrorganisme pathogen, partikel non biodegradable, padatan tersuspensi maupun terlarut. (Metcalf & Eddy,2003). Kesalahan dalam menganalisa sampel bisa menyabakan terjadinya penurunan konsentrasi COD atau menyebabkan kenaikan konsentrasi COD. Dimana senyawa nitrit (NO2), ferro (Fe2+), Sulfida (S1) dan Mangan (Mn2+) merupakan senyawa-senyawa yang tidak stabil dalam air, sehingga mudah sekali teroksidasi. Teroksidasinya senyawa-senyawa anorganik ini menyebakan hasil analisis akan lebih tinggi dari nilai yang sebenarnya. (Horas P. H.,dan Abdul R.). Berikut adalah faktor yang menghalangi tes COD : 1. Banyak material organik dioksidasi oleh dikromat tapi tidak secara biokimia oksidasi . 2. Sejumlah substan anorganik seperti sulfide, sulfite, thio sulfat, nitrit, ferrous iron dioksidasi dikromat menghasilkan COD anorganik yang menyesatkan ketika kandungan organic limbah cair diukur. 3. Clorida dengan analisa COD dan efeknya harus diminimalisasi untuk hasil yang konsisten.

Sebagai tambahan berikut akan disajikan batasan air limbah untuk industri menurut Kepmen LH No. KEP-51/MENLH/10/1995

Parameter Konsentrasi (mg/L) COD 100 - 300 BOD 50 - 150 Minyak nabati 5 - 10 Minyak mineral 10 - 50 Zat padat tersuspensi (TSS) 200 - 400 pH 6.0 - 9.0 Temperatur 38 - 40 [oC] Ammonia bebas (NH3) 1.0 - 5.0 Nitrat (NO3-N) 20 - 30 Senyawa aktif biru metilen 5.0 - 10 Sulfida (H2S) 0.05 - 0.1 Fenol 0.5 - 1.0 Sianida (CN) 0.05 - 0.5

y Prinsip Zat organik dioksidasi dengan campuran mendidih asam sulfat dan kalium dikromat yang diketahui normalitasnya dalam suatu refluk selama 2 jam. Kelebihan kalium dikromat yang tidak terduksi, dititrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat (FAS).

1.3 Alat dan Bahan Alat: 1. Peralatan refluks, yang terdiri dari labu erlenmeyer, pendingin Liebig 30 cm 2. Hot plate 3. Labu ukur 100 ml dan 1000 ml 4. Buret 50 ml 5. Pipet volume 5 ml, 10 ml, 15 ml dan 50 ml 6. Labu erlenmeyer 250 ml (labu refluks)

7. Timbangan analitik 8. COD Reaktor 9. DR 2000 10. Panci 11. Baskom untuk mendinginkan

Bahan : 1. Larutan sampel 10 ml 2. Larutan Baku Kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,25 N 3. Larutan K2Cr2O7 yang diencerkan dengan air suling 4. Larutan Asam sulfat Perak sulfat 5. Larutan indikator ferroin 6. Larutan ferro ammonium sulfat (FAS) 0,1 N 7. Larutan baku potasium hidrogen phthalat (KHP) 8. Serbuk merkuri sulfat (HgSO4) 9. Batu didih 10. Air suling

1.4 Cara kerja Terbagi menjadi 2: A. Menggunakan COD meter 1. Masing-masing kuvet yang berisi sampel dan blanko ditambahkan Kalium Dikromat (K2Cr207) 0,25 N sebanyak 2 ml. 2. Dikocok lalu dimasukkan ke dalam COD reaktor selama 2 jam. 3. Dilakukan pembacaan pada DR 2000 setelah 2 jam. 4. Catat pembacaan.

B. Menggunakan titrasi 1. 10 ml sample dipipet lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. 2. Ditambahkan 0,2 gr serbuk HgSO4 dan 3 keping batu didih. 3. Ditambahkan 5 ml kalium dikromat (K2Cr207) 0,25 N 4. Ditambahkan 15 ml peraksi asam sulfat perak sulfat perlahan-lahan sambil didinginkan di dalam baskom berisi air. 5. Dihubungkan dengan pendingin Liebig dan didihkan diatas hotplate selama 2 jam. 6. Didinginkan dan dicuci bagian dalam dari pendingin dengan air suling hingga volume sampel 70 ml. 7. Didinginkan sampai temperatur kamar, tambahkan indikator ferroin 2 sampai dengan 3 tetes, titrasi dengan larutan FAS 0,1 N sampai warna merah kecoklatan, catat kebutuhan larutan FAS. 8. Lakukan langkah 1 sampai 7 terhadap air suling sebagai blanko. Catat kebutuhan larutan FAS. Analisis blanko ini sekaligus melakukan pembakuan larutan FAS dan dilakukan setiap penentuan KOK. 1.5 Pengolahan data Data diambil dari 3 kelompok berurutan berdasarkan waktu praktikum. Data praktikum I (Data Kelompok kami)

Bahan yang diuji Sampel Blanko

Volume lar. FAS yang dititrasi (ml) 5.5 6.5

Kadar COD dari COD reaktor = 43.3 mg/L O2

 Data Praktikum II Bahan yang diuji Sampel Blanko Volume lar. FAS yang dititrasi (ml) 6.6 8

Kadar COD dari COD reaktor = 44 mg/L O2  Data praktikum III Bahan yang diuji Sampel Blanko Volume lar. FAS yang dititrasi (ml) 5.38 7.32

Kadar COD dari COD reaktor = 46 mg/L O2 Pengolahan Data : KOK/COD (mg/L O2) = Keterangan : A B N = Volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk blanko (ml) = Volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk contoh/sampel (ml) = Normalitas larutan FAS, telah diketahui sebelumnya yaitu 0,1 N
 

Data Praktikum I (Data Kelompok kami) Kadar KOK/COD (mg/L O2) =




= 80 mg/L O2

Data praktikum II


Kadar KOK/COD (mg/L O2)

= 112 mg/L O2 Data praktikum III Kadar KOK/COD (mg/L O2) =




= 121.6 mg/L O2

1.6

Analisa

1.6.1 Analisa Percobaan Praktikum ini bertujuan untuk menentukan kadar Chemical Oxygen Demand (COD) dalam suatu sampel air secara refluks terbuka dengan kisaran COD antara 50 mg/L O2 sampai dengan 900 mg/L O2. Langkah pertama dalam percobaan ini adalah memipet 10 ml sampel air yang kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Lalu serbuk HgSO4 ditambahkan sebanyak 0,2 g ke dalam sampel. Pencampuran HgSO4 bertujuan untuk menghilangkan ion klorida yang biasanya terdapat di dalam air buangan. Ion klorida merupakan bahan inorganik yang dapat mengganggu proses oksidasi . Selain itu juga ditambahkan beberapa batu didih untuk meratakan pemanasan . Setelah penampahan serbuk HgSO4 dan batu didih dilakukan terhadap sampel air, hal selanjutnya yang dilakukan adalah menambahkan 5 ml larutan kalium dikromat K2Cr2O7 0,25N. Peoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent). Setelah itu, 15 ml pereaksi asam sulfat-perak sulfat ditambahkan ke dalam sampel secara perlahan-lahan sambil didinginkan dalam air pendingin dalam baskom. Asam sulfat perak sulfat menimbulkan akan menimbulkan suhu yang tinggi. Perak Sulfat Ag2SO4 ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercapat reaksi. Kemudian labu erlenmeyer yang berisi sampel tersebut dihubungkan ke pendingin Liebig sambil dididihkan di atas pemanas selama 2 jam. Seelah 2 jam, bagian dalam dari

pendingin dicuci dan didinginkan dengan air suling hingga volume contoh atau sampel menjadi kurang lebih 70 ml. Setelah itu, 2 sampai 3 tetes indikator ferroin ditambahkan ke dalam erlenmeyer yang berisi sampel. K2Cr2O7 yang tersisa dalam larutan tersebut digunakan untuk menentukan berapa oksigen yang telah terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi dengan ferro amonium sulfat (FAS) 0,1 N sampai warna larutan tersebut menjadi merah kecoklatan, lalu catat banyak larutan FAS yang digunakan. Langkah-langkah yang sama juga dilakukan terhadap air suling sebagai blanko. Selain itu pengujian kadar COD juga dilakukan dengan menggunakan COD reactor, dimana hasilnya akan digunakan sebagai pembanding.

1.6.2 Analisa Hasil Dari praktikum ini kami mendapatkan hasil untuk pembacaan COD reaktor secara berurutan yaitu sebesar 43.3mg/L ,44mg/L ,dan 46 mg/L. Hasil yang kami peroleh berdasarkan penghitungan menggunakan larutan FAS yaitu 80 mg/L, 112 mg/L, 121.6 mg/L. Hasil yang kami peroleh mebuktikan teori bahwa kadar COD meningkat akibat adanya aktivitas oksidasi di dalam perairan. Artinya semakin lama waktu praktikum maka jumlah oksigen yang di dalam larutan tersebut akan semakin berkurang. Angka untuk larutan blanko yang selalu lebih besar membuktikan bahwa kadar organik atau pencemar dalam air suling bernilai kecil atau sedikit. Penggunaan kalium dikromat dan larutan ferro ammonium sulfat secara literatur seharusnya mewakili jumlah oksigen yang terdapat di dalam larutan. Namun pada praktikum ini pembacaan COD reaktor dengan hasil titrasi menghasilkan angka berbeda yang cukup signifikan. Hasil ini dipengaruhi oleh kesalahankesalahan yang terdapat dalam pelaksanaan praktikum. Kesalahan tersebut akan dibahas pada analisa kesalahan.

1.6.3 Analisa Kesalahan Perbedaan hasil yang didapat dari COD Reaktor dan Titrasi disebabkan oleh beberapa faktor kesalahan : y y Kesalahan dalam mengaduk / menghomogenkan Perbedaan waktu pembacaan kedua metode tersebut

Menentukan perubahan warna pada saat titrasi, kemungkinan terbesar adalah larutan FAS yang tertuang ke dalam larutan terlalu banyak.

y y 1.7

Kesalahan paralaks pada pembacaan buret ataupun pipet Kesalahan pembacaan DR 2000

Kesimpulan y Semakin bertambahnya waktu maka kadar COD dalam sebuah sampel air akan semakin bertambah besar, berbanding terbalik dengan jumlah oksigen yang semakin berkurang. y Kadar COD melalui alat COD Reaktor = 43.3 mg/L Kadar COD melalui titrasi FAS 0.1 N = 80 mg/L y Setiap cairan yang tercemar oleh zat organik selalu terdapat proses oksidasi di dalamnya yang dapat dinyatakan dalam COD. Semakin besar kadar COD maka pencemaran air semakin besar. y Penentuan kadar COD bermanfaat untuk menentukan sistem pengolahan limbah.

1.8

Referensi Sawyer, Clair N. McCarty Perry L. Parkin, Gene F. Chemistry for Environmental Engineering and Science fifth edition. Singapura : Mc Graw Hill. Modul Praktikum Kimia Lingkungan. Labotarorium Teknik Penyehatan dan Lingkungan. Program Studi Teknik Lingkungan. Universitas Indonesia : 2009. Horas, P.H. dan Abdul, R.,2000, Penentuan Kebutuhan Oksigen Kimiawi.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN MODUL VI KEBUTUHAN OKSIGEN KIMIAWI (KOK/COD)

KELOMPOK 5 : 1. Dewi Aprianti 2. Jevon Radytia 3. Nandia Gresita 0706275536 0706275656 0706275712

Tanggal Praktikum Asisten Praktikum Tanggal Disetujui Nilai Paraf

: 23 April 2009 : Angga : : :

LABORATORIUM KIMIA LINGKUNGAN DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2009

You might also like