You are on page 1of 10

TUGAS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) WANGAYA DENPASAR

GENERAL ANESTESI

DISUSUN OLEH:

I Gusti Ayu Kusuma Dewi, S.Farm. I Putu Bagus Maha Paradipa, S.Farm.

(1208525010) (1208525015)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2013

GENERAL ANESTESI

A. PENDAHULUAN Kata anestesi berasal dari bahasa Yunani yang berarti keadaan tanpa rasa sakit. Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesi maupun analgesi, pengawasan keselamatan pasien operasi atau tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi lokal dan anestesi umum. Pada anestesi lokal hilangnya rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran, sedangkan pada anestesi umum hilangnya rasa sakit disertai hilang kesadaran. Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel). Komponen trias anestesi ideal terdiri dari hipnotik, analgesi, dan relaksasi otot. Cara pemberian anestesi umum: 1. Parenteral (intramuskular/intravena). Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anestesi. Umumnya diberikan tiopental, namun pada kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam, dan lain-lain. Untuk tindakan yang lama anestesi parenteral dikombinasikan dengan cara lain. 2. Perektal. Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan singkat. 3. Anestesi inhalasi, yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui udara pernapasan. Zat anestetik yang digunakan berupa campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan parsialnya. Tekanan parsial dalam jaringan otak akan menentukan kekuatan daya anestesi, zat anestetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial yang rendah sudah dapat memberi anestesi yang adekuat.

B. OBAT PREMEDIKASI Pemberian obat premedikasi bertujuan: 1. Menimbulkan rasa nyaman pada pasien (menghilangkan kekhawatiran, memberikan ketenangan, membuat amnesia, memberikan analgesi). 2. Memudahkan/memperlancar induksi, rumatan, dan sadar dari anestesi. 3. Mengurangi jumlah obat-obatan anestesi. 4. Mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardi, mual, dan muntah pascaanestesi.

5. Mengurangi stres fisiologis (takikardia, nafas cepat, dan lain-lain). 6. Mengurangi keasaman lambung. Obat-obat yang dapat diberikan sebagai premedikasi pada tindakan anestesi sebagai berikut: a. Analgetik narkotik Morfin. Dosis premedikasi dewasa 5 10 mg (0,1 0,2 mg/kgBB) intramuskular diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien menjelang operasi, menghindari takipnu pada pemberian trikloroetilen, dan agar anestesi berjalan dengan tenang dan dalam. Kerugiannya adalah terjadi perpanjangan waktu pemulihan, timbul spasme serta kolik biliaris dan ureter. Kadang-kadang terjadi konstipasi, retensi urin, hipotensi, dan depresi napas. Petidin. Dosis premedikasi dewasa 50 75 mg (1 1,5 mg/kgBB) intravena diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernapasan serta merangsang otot polos. Dosis induksi 1 2 mg/kgBB intravena. b. Barbiturat Pentobarbital dan sekobarbital. Diberikan untuk menimbulkan sedasi. Dosis dewasa 100 200 mg, pada anak dan bayi 1 mg/kgBB secara oral atau intramuskular. Keuntungannya adalah masa pemulihan tidak diperpanjang dan kurang menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Yang mudah didapat adalah fenobarbital dengan efek depresan yang lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi serta jarang menyebabkan mual muntah. c. Antikolinergik Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan bronkus selama 90 menit. Dosis 0,4 0,6 mg intramuskular bekerja setelah 10 15 menit. d. Obat penenang (transquillizer) Diazepam. Diazepam (Valium) merupakan golongan benzodiazepin. Pemberian dosis rendah bersifat sedatif, sedangkan dosis besar bersifat hipnotik. Dosis premedikasi dewasa 10 mg intramuskular atau 5 10 mg oral (0,2 0,5 mg/kgBB) dengan dosis maksimal 15 mg. Dosis sedasi pada analgesi regional 5 10 mg (0,04 0,2 mg/kgBB) intravena. Dosis induksi 0,2 1 mg/kgBB intravena. Midazolam. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam mempunyai awal dan lama kerja lebih pendek. Belakangan ini midazolam lebih disukai dibandingkan dengan diazepam. Dosis 50% dari dosis diazepam.

C. OBAT PELUMPUH OTOT Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuskular sehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya, obat ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu obat penghambat depolarisasi resisten (misalnya suksinil kolin) dan obat penghambat kompetitif atau nondepolarisasi (misalnya kurarin). Pada anestesi umum, obat ini memudahkan dan mengurangi cedera tindakan laringoskopi dan intubasi trakhea, serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi kendali.

Tabel 1 Perbedaan obat pelumpuh otot depolarisasi dan nondepolarisasi Depolarisasi Ada fasikulasi otot Berpotensi dengan antikolinesterase. Nondepolarisasi Tidak ada fasikulasi otot Berpotensi dengan hipokalemia, hipotermia, obat anestetik inhalasi, eter, halotan,

enfluran, isofluran. Tidak menunjukkan kelumpuhan yang Menunjukkan kelumpuhan yang bertahap

bertahap pada perangsangan tunggal atau pada perangsangan tunggal atau tetanik. tetanik. Belum dapat diatasi dengan obat spesifik. Kelumpuhan berkurang dengan pemberian obat pelumpuh otot nondepolarisasi dan asidosis. Dapat diantagonis oleh antikolinesterase.

a. Obat Pelumpuh Otot Nondepolarisasi Pavulon (pankuronium bromida). Pavulon merupakan steroid sintetis yang banyak digunakan. Mula kerja pada menit kedua ketiga selama 30 40 menit. Memiliki efek akumulasi pada pemberian berulang sehingga dosis rumatan harus dikurangi dan selang waktu pemberian diperpanjang. Dosis awal untuk relaksasi otot 0,08 mg/kgBB intravena pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis intubasi trakea 0,15 mg/kgBB intravena. Kemasan ampul 2 mL berisi 4 mg pavulon. Trakurium (atrakurium besilat). Trakurium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice leontopeltalum. Keunggulannya adalah metabolisme terjadi di dalam darah, tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang, dan tidak menyebabkan

perubahan fungsi kardiovaskular yang bermakna. Mula dan kerja tergantung dosis yang digunakan. Mula kerja pada dosis intubasi 2 3 menit sedangkan lama kerja pada dosis relaksasi 15 35 menit. Dosis intubasi 0,5 0,6 mg/kgBB intravena. Dosis relaksasi otot 0,5 0,6 mg/kgBB intravena. Dosis rumatan 0,1 0,2 mg/kgBB intravena. Kemasan ampul 5 mL berisi 50 mg trakurium. Vekuronium (norkuron). Vekuronium merupakan homolog pankuronium bromida yang berkekuatan lebih besar dan lama kerjanya singkat. Zat anestetik ini tidak memiliki efek akumulasi pada pemberian berulang dan tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular yang bermakna. Mula kerja terjadi pada menit kedua ketiga dengan masa kerja selama 30 menit. Kemasan berupa ampul berisi 4 mg serbuk vekuronium. Pelarutnya dapat berupa akuades, garam fisiologik, Ringer Laktat, atau dekstrosa 5% sebanyak 2 mL. Rekuronium. Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat. Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan kerugiannya adalah terjadi gangguan fungsi hati dan efek kerja yang lebih lama. Dosis intubasi 0,3 0,6 mg/kgBB. Dosis rumatan 0,1 2 mg/kgBB. b. Obat Pelumpuh Otot Depolarisasi Suksametonium (suksinil kolin). Mula kerja 1 2 menit dengan lama kerja 3 5 menit. Dosis intubasi 1 1,5 mg/kgBB intravena. Kemasan berupa serbuk putih 0,5 1 gram dan larutan suntik intravena 20, 50, atau 100 mg/mL. c. Antagonis Pelumpuh Otot Nondepolarisasi Prostigmin (neostigmin metilsulfat). Prostigmin merupakan antikolinesterase yang dapat mencegah hidrolisis dan menimbulkan akumulasi asetilkolin. Prostigmin mempunyai efek nikotinik, muskarinik, dan merupakan stimulan otot langsung. Efek muskarinik diantaranya bradikardia, hiperperistaltik, spasme saluran cerna,

pembentukan sekret jalan napas dan liur, bronkospasme, berkeringat, miosis, dan kontraksi vesika urinaria. Dosis 0,5 mg bertahap sampai 5 mg, biasa diberi bersama atropin dosis 1 1,5 mg.

D. OBAT ANESTESI INHALASI Dinitrogen oksida (N2O/gas gelak) merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis, tidak iritatif, tidak berasa, lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan soda lime absorber (pengikat CO2). penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O:O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%, dan 50% :

50%. dosis untuk mendapatkan efek analgesik digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumotoraks, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara, dan timpanoplasti. Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif, mudah menguap, tidak mudah terbakar/meledak, tidak bereaksi dengan soda lime, dan mudah diuraikan cahaya. Halotan merupakan obat anestetik dengan kekuatan 4 5 kali eter atau 2 kali kloroform. Keuntungan penggunaan halotan adalah induksi cepat dan lancar, tidak mengiritasi jalan napas, bronkodilatasi, pemulihan cepat, proteksi terhadap syok, jarang menyebabkan mual/muntah, tidak mudah terbakar dan meledak. Kerugiannya adalah sangat poten, relatif mudah terjadi over dosis, analgesik dan relaksasi yang kurang, harus dikombinasi dengan obat analgetik dan relaksan, harga mahal, menimbulkan hipotensi, aritmia, meningkatkan tekanan intrakranial, menggigil pasca anestesi, dan hepatotoksik. Overdosis relatif mudah terjadi dengan gejala gagal napas dan sirkulasi yang dapat menyebabkan kematian. Dosis induksi 2 4 % dan pemeliharaan 0,5 2 %. Etil Klorida merupakan cairan tidak berwarna, sangat mudah menguap, dan mudah terbakar. Anestesi dengan etil klorida cepat terjadi namun cepat hilang. Induksi dapat dicapai dalam 0,5 2 menit dengan waktu pemulihan 2 3 menit sesudah pemberian anestesi dihentikan. Etil klorida sudah tidak dianjurkan lagi untuk digunakan sebagai anestesi umum, namun hanya untuk induksi dengan memberikan 20 30 tetes pada masker selama 30 detik. Pada sistem tetes terbuka (open drop), etil klorida disemprotkan ke sungkup dengan volume 3 20 mL yang menghasilkan uap 3,5 5 % sehingga pasien tidak sadar dan kemudian dilanjutkan dengan penggunaan obat lain seperti eter. Etil klorida juga digunakan sebagai anestetik lokal dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Eter (dietil eter) merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas, mengiritasi saluran napas, mudah terbakar/meledak, tidak bereaksi dengan soda lime adsorber, dan dapat terurai oleh udara serta cahaya. Eter merupakan obat anestetik yang sangat kuat sehingga pasien dapat memasuki setiap tingkat anestesi. Eter dapat digunakan dengan berbagai metode anestesi. Pada penggunaan secara open drop uap eter akan turun kebawah karena 6 10 kali lebih berat dari udara. Penggunaan secara semi closed methode dalam kombinasi dengan oksigen dan N2O tidak dianjurkan pada operasi dengan tindakan kauterisasi. Keuntungan penggunaan eter adalah murah dan mudah didapat, tidak perlu digunakan bersama obat-obat lain karena telah memenuhi

trias anestesi, cukup aman dengan batas keamanan yang lebar, dan alat yang digunakan cukup sederhana. kerugiaannya adalah mudah meledak/terbakar, bau tidak enak, mengiritasi jalan napas, menimbulkan hipersekresi kelenjar ludah, menyebabkan mual dan muntah serta dapat menyebabkan hiperglikemia. Jumlah eter yang dibutuhkan tergantung dari berat badan dan kondisi penderita, kebutuhan dalamnya anestesi dan teknik yang digunakan. Dosis induksi 10 20 % volume uap eter dalam oksigen atau campuran oksigen dan N2O. Dosis pemeliharaan sodium III 5 15 % volume uap eter. Enfluran (ethran) merupakan obat anestetik eter berhalogen berbentuk cairan, mudah menguap, tidak mudah terbakar, tidak bereaksi dengan soda lime. Induksi dengan enfluran cepat dan lancar. Obat ini jarang menimbulkan mual dan muntah serta masa pemulihannya cepat. Dosis induksi 2 4,5 % dikombinasi dengan O2 atau campuran N2 O2. Dosis rumatan 0,5 3 % volume. Isofluran (forane) merupakan eter berhalogen, berbau tajam, dan tidak mudah terbakar. keuntungan penggunaan isofluran adalah irama jantung stabil dan tidak terangsang oleh adrenalin serta induksi dan masa pulih anestesi cepat. Namun, harga obat ini mahal. Dosis induksi 3 3,5% dalam O2 atau kombinasi N2O O2. Dosis rumatan 0,5 3 %. Sevofluran merupakan obat anestetik turunan eter berhalogen yang paling disukai untuk induksi inhalasi. Induksinya enak dan cepat terutama pada anak. Dosis induksi 6 8 % volume. Dosis rumatan 1 2 % volume.

Tabel 2 Farmakologi obat anestetik inhalasi N2O Kardiovaskular Tekanandarah Frekuensidenyut Jantung Tahananpemb. darah Sistemetik Curahjantung Respirasi Volume tidal Frekuensinapas PaCO2 T/B T/B T/B T/B T/B Resting challange Serebral Lajudarah Halotan T/B Enfluran Isofluran T/B

Tekanan intracranial Angka metabolic Serebral Seizures Neuromuscular Blockade Nondepolarisasi Ginjal Lajudarahginjal Angkafiltrasi Glomerular Pengeluaranurin Hati Alirandarah Metabolisme T/B :tidakberubah E. OBAT ANESTESI INTRAVENA

0,004 %

15-20%

2-5%

0,2%

Natrium thiopental (thiopental, pentotal) berupa bubuk kuning yang bila akan digunakan dilarutkan dalam air menjadi larutan 2,5% atau 5%. Indikasi pemberian tiopental adalah induksi anestesi umum, operasi atau tindakan yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jarit luka, dilatasi serviks dan kuretase), sedasi pada analgesi regional, dan untuk mengatasi kejang-kejang eklamsia atau epilepsi. Kontraindikasinya adalah status asmatikus, porfiria, syok; anemia, disfungsi hepar, asma bronkial, versi ekstraksi, miastenia gravis, dan riwayat alergi terhadap tiopental. Keuntungan penggunaan tiopental adalah induksi mudah dan cepat, tidak ada delirium, masa pemulihan cepat, tidak ada iritasi mukosa jalan napas, sedangkan kerugiannya adalah dapat menyebabkan depresi pernapasan, depresi kardiovascular, cenderung menyebabkan spasme laring, relaksasi otot perut kurang dan bukan analgetik. Dosis induksi tiopental 2,5% adalah 3 6 mg/kgBB intravena. dosis sedasi 0,5 1,5 mg/kgBB. Ketamin adalah suatu rapid acting non barbiturat general anestetik. indikasi pemakaian ketamin adalah prosedur dengan mengendalikan jalan napas yang sulit, prosedur diagnosis, tindangan ortopedi, pasien resiko tinggi, tindakan operasi besar, dan asma. Kontraindikasinya adalah tekanan sistolik adalah 160 mmHg dan Diastolik 100 mmHg, riwayat penyakit serebrovaskular, dan gagal jantung. Dosis induksi 1 4 mg/kgBB intravena dengan dosis rata-rata 2 mg/kgBB untuk lama kerja 15 20 menit, dosis tambahan 0,5 mg/kgBB sesuai kebutuhan. Dosis pemberian intramuskular 6 13 mg/kgBB, rata-rata 10 mg/kgBB untuk lama kerja 10 25 menit.

Droperidol (dehidrobenzperidol, dropleptan) adalah turunan butirofenon dan merupakan antagonis reseptor dopamin. Droperidol digunakan sebagai premedikasi (anti emetik yang baik) dan sedasi pada anestesi regional. Obat anestetik ini juga dapat digunakan untuk membantu prosedur intubasi bronkoskopi, esofagoscopi, dan gastroskopi. Droperidol dapat menimbulkan reaksi ekstrapiramidal yang dapat diatasi dengan pemberian dipenhydramin. Dosis antimuntah droperidol 0,05 mg/kgBB (1,25 2,5 mg) intra vena. Dosis premedikasi 0,04 0,07 mg/kgBB intravena. Dosis analgesi neuroleptik 0,02 0,07 mg/kgBB intravena. Diprivan (diisopropil fenol, propofol) adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi berisi 10% minyak kedelai, 2,25% gliserol, dan lesitin telur. Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Dosis induksi 1 2,5 mg/kgBB. Dosis rumatan 500 g/kgBB/menit infus. Dosis sedasi 25 100 g/kgBB/menit infus. Sebaiknya menyuntikkan obat anestetik ini pada vena besar karena dapat menimbulkan nyeri pada pemberian intravena.

Tabel 3 Beberapa anastetik intravena dan pengaruhnya terhadap sistem organ Kardiovaskular Respirasi Serebral Agent HR MAP Vent Bdil CBF CMRO2 ICP Thiopental Diazepam 0/ 0 Morfin * 0 Ketamine Propofol 0 0 Droperidol 0 0 0 HR: heart rate, MAP: mean artery pressure, Vent: ventilator drive, Bdil: bronchodilatation, CBF: cerebral blood flow, CMRO2: cerebral oxygen consumtion, ICP: intracranial pressure. 0: tidakadaefek, 0/: tidakberubahatausedikimeningkat, : meningkat, : menurun

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A., Suprohaita, W. I. Wardhani, dan W. Setiowulan. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: Media Aesculapius.

You might also like