You are on page 1of 32

FOZEN HOULDER

I. Definisi Frozen shoulder adalah suatu gangguan bahu yang sedikit atau sama sekali tidak menimbulkan rasa sakit, tidak memperlihatkan kelainan pada rontgen, tetapi menunjukkan adanya pembatasan gerak yang dapat mengakibatkan gangguan aktivitas kerja sehari-hari. Frozen shoulder merupakan suatu istilah yang merupakan wadah untuk semua gangguan pada sendi bahu yang menimbulkan nyeri dan pembatasan lingkup gerak sendi baik secara aktif mapun pasif akibat capsulitis adhesiva yang disebabkan adanya perlengketan kapsul sendi, yang sebenarnya lebih tepat untuk menggolongkannya di dalam kelompok periarthritis.

II. Etiologi Istilah kapsulitis adhesiva hanya digunakan untuk penyakit yang sudah diketahui dengan baik yang ditandai dengan nyeri dan kekakuan progesif pada bahu yang biasanya berlangsung sekitar 18 bulan. Proses ini sering berawal sebagai tendinitis kronis, tetapi perubahan peradangan kemudian menyebar melibatkan seluruh cuff dan kapsul yang mendasari. Sementara peradangan berkurang, jaringan berkontraksi, kapsul dapat menempel pada caput humerus. Penyebabnya tidak diketahui. Diduga penyakit ini merupakan respon terhadap hasil-hasil rusaknya jaringan lokal. Meskipun penyebabnya biasanya idiopatik, keadaan yang serupa terlibat setelah hemiplegia atau infark jantung. Etiologi dari frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva masih belum diketahui dengan pasti. Adapun faktor predisposisinya antara lain periode immobilisasi yang lama, akibat trauma, over use, injuries atau operasi pada sendi, hyperthyroidisme, penyakit cardiovascular,clinical depression dan Parkinson.

1|Frozen Shoulder

III. Patofisiologi Imobilisasi yang lama karena adanya nyeri pada sendi shoulder menyebabkan statis pembuluh vena dan menimbulkan reaksi timbunan protein, akhirnya terjadi fibrosus pada sendi glenohumeral. Fibrosus mengakibatkan

adhesi antar lapisan didalam sendi, sehingga terjadi perlengketan kapsul sendi dan terjadilah keterbatasan gerak pada sendi bahu. Frozen shoulder sendiri kondisi dimana terjadi keterbatasan pada sendi glenohumeral yang didahului oleh adanya nyeri. Sedangkan nyeri tersebut dapat dikarenkan oleh tendinitis bicipitalis, inflamasi rotator cuff, fraktur atau kelainan dari ekstra clavicular, yaitu angina. Akibat dari frozen shoulder adalah adanya nyeri kesemua gerakan, terutama gerak exorotasi, abduksi, dan endorotasi. Jika exorotasi lebih terbatas dari gerak abduksi, dan endorotasi maka membentuk pola kapsuler.

Gambar 1 Frozen Shoulder

2|Frozen Shoulder

Adapun beberapa teori yang dikemukakan American Academy of Orthopedic Surgeon tahun 2000 mengenai frozen shoulder, teori tersebut adalah : a. Teori hormonal. Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60% pada wanita bersamaan dengan datangnya menopause. b. Teori genetik. Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen shoulder, contohnya ada beberapa kasus dimana kembar identik pasti menderita pada saat yang sama. c. Teori auto immuno. Diduga penyakit ini merupakan respon auto immuno terhadap hasilhasil rusaknya jaringan lokal. d. Teori postur. Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan berpostur tegap menyebabkan pemendekan pada salah satu ligamen bahu. Frozen shoulder dapat disebabkan oleh trauma, imobilisasi lama, imunologi, serta hubungannya dengan penyakit lainnya, misal hemiparese, ischemic heart disease, TB paru, bronchritis kronis dan diabetes mellitus dan diduga penyakit ini merupakan respon autoimun terhadap rusaknya jaringan lokal. Capsulitis adhesiva merupakan kelanjutan dari lesi rotator cuff, karena terjadi peradangan atau degenerasi yang meluas ke sekitar dan ke dalam kapsul sendi dan mengakibatkan terjadinya reaksi fibrous. Adanya reaksi fibrous dapat diperburuk akibat terlalu lama membiarkan lengan dalam posisi impingement yang terlalu lama (Appley, 1993). Menurut Kisner (1996) frozen shoulder dibagi dalam 3 tahapan, yaitu a. Pain (Freezing) Ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat, gerak sendi bahu menjadi terbatas selama 2-3 minggu dan masa akut ini berakhir ampai 10- 36 minggu. b. Stiffness (Frozen)

3|Frozen Shoulder

Ditandai dengan rasa nyeri saat bergerak, kekakuan atau perlengketan yang nyata dan keterbatasan gerak dari glenohumeral yang di ikuti oleh keterbatasan gerak scapula. Fase ini berakhir 4-12 bulan. c. Recovery (Thawing) Pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan tidak ada synovitis tetapi terdapat keterbatasan gerak karena perlengketan yang nyata. Fase ini berakhir 6-24 bulan atau lebih. Selama peradangan berkurang jaringan berkontraksi kapsul menempel pada kaput humeri dan guset sinovial intra artikuler dapat hilang dengan perlengketan. Frozen merupakan kelanjutan lesi rotator cuff, karena degenerasi yang progresif. Jika berkangsung lama otot rotator akan tertarik serta memperlengketan serta memperlihatkan tnada-tanda penipisan dan fibrotisasi. Keadaan lebih lanjut, proses degenerasi diikuti erosi tuberculum humeri yang akan menekan tendon bicep dan bursa subacromialis sehingga terjadi penebalan dinding bursa. Frozen shoulder dapat pula terjadi karena ada penimbunan kristal kalsium fosfat dan karbonat pada rotator cuff. Garam ini tertimbun dalam tendon, ligamen, kapsul serta dinding pembuluh darah. Penimbunan pertama kali ditemukan pada tendon lalu kepermukaan dan menyebar keruang bawah bursa subdeltoid sehingga terjadi rardang bursa, terjadi berulang-ulang karena tekiri terus-menerus menyebabkan penebalan dinding bursa, pengentalan cairan bursa, perlengketandinding dasar dengan bursa sehingga timbul pericapsulitis adhesive akhirnya terjadi frozen shoulder (Mayo, 2007). Frozen shoulder dibagi 2 Klasifikasi, yaitu : a. Primer/ idiopetik frozen shoulder Yaitu frozen yang tidak diketahui penyebabnya. Frozen shoulder lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria dan biasanya terjadi usia lebih dari 41 tahun. Biasanya terjadi pada lengan yang tidak digunakan dan lebih memungkinkan terjadi pada orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan gerakan bahu yang lama dan berulang. b Sekunder frozen shoulder

4|Frozen Shoulder

Yaitu frozen yang diikuti trauma yang berarati pada bahu misal fraktur, dislokasi, luka baker yang berat, meskipun cedera ini mungkin sudah terjadi beberapa tahun sebelumnya.
Kapsul Sendi mengalami peradangan

Gambar 2 Capsulitis Adhesiva Bahu Kiri Tampak dari Anterior

IV. Anatomi Fungsional Sendi Bahu Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi, gambar 2. 2. Cavitas sendi bahu sangat dangkal, sehingga memungkinkan seseorang dapat menggerakkan lengannya secara leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan ketidakstabilan ini sering menimbulkan gangguan pada bahu. Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade),clavicula (collar bone), humerus (upper arm bone), dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular, sendi glenohumeral, sendi

acromioclavicular, sendi scapulothoracal. Empat sendi tersebut bekerjasama secara secara sinkron. Pada sendi glenohumeralsangat luas lingkup geraknya

5|Frozen Shoulder

karena caput humeri tidak masuk ke dalam mangkok karena fossa glenoidalis dangkal.

Gambar 3 Anatomi Shoulder

Berbeda dngan cara berpikir murni anatomis tentang gelang bahu, maka bila dipandang dari sudut klinis praktis gelang bahu ada 5 fungsi persendian yang kompleks, yaitu: a. Sendi Glenohumerale Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan cavitas glenoidalisscapula yang dangkal dan berbentuk buah per. Permukaan sendi meliputi oleh rawan hyaline, dan cavitas glenoidalis diperdalam oleh adanya labrum glenoidale. Dibentuk oleh caput humerrus dengan cavitas glenoidalisscapulae, yang diperluas dengan adanya cartilago pada tepi cavitas glenoidalis, sehingga rongga 6|Frozen Shoulder

sendi menjadi lebih dalam. Kapsul sendi longgar sehingga memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih luas. Proteksi terhadap sendi tersebut diselenggarakan oleh acromion, procecus coracoideus, dan ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk mempertahankan agar caput humerus selalu dipelihara pada cavitas glenoidalisnya.

Gambar 4 Anatomi Shoulder

7|Frozen Shoulder

Gambar 5 Anatomi Shoulder

Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral antara lain ligamenglenoidalis, ligamenhumeral tranversum, ligamencoraco humeral dan ligamencoracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas glenoidalis dan collum anatomicum humeri. Ligament yang memperkuat antara lain: 1) ligamentumcoraco humerale, yang membentang dari procesus coracoideus sampai tuberculum humeri. 2) ligament coracoacromiale, yang membemtang dari procesus

coracoideus sampai acromion. 3) ligament glenohumerale, yang membentang dari tepi cavitas glenoidalis ke colum anatobicum, dan ada 3 buah yaitu:

8|Frozen Shoulder

a) ligament gleno humerale superior, yang melewati articulatio sebelah cranial b) Ligament glenohumeralis medius, yang melewati articulatio sebelah ventral. c) Ligamentum gleno humeralis inferius, yang melewati articulation sebelah inferius. Bursa-bursa yang ada pada shoulder joint: 1) Bursa otot latisimus dorsi, terletak pada tendon otot teres mayor dan tendon latisimus dorsi. 2) Bursa infra spinatus, terdapat pada tendon infra spinatus dan tuberositashumeri. 3) Bursa otot pectoralis mayor, terletak pada sebelah depan insersio otot pectoralis mayor. 4) Bursa subdeltoideus, terdapat diatas tuberositas mayus humeri dibawah otot deltoideus. 5) Bursa ligament coraco clavikularis, terletak diatas ligamentum coracoclaviculare. 6) Bursa otot subscapularis terletak diantar sisi glenoidalis scapulae dengan otot subscapularis. 7) Bursa subcutanea acromialis, terletak diatas acromion dibawah kulit Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika pada sendi glenoidal yaitu rotasi atau gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan menurut garis lurus dan kedua gerakan tersebut akan menghasilkan gerakan tertentu dalam sendi atau permukaan sendi yang disebut gerakan artrokinematika.Rotasi tulang atau gerakan fisiologis akan menghasilkan gerakan roll-gliding di dalam sendi dan translasi tulang menghasilkan gerakan gliding, traction ataupun compression dalam sendi yang termasuk dalam joint play movement. Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika adalah rotasi atau gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan menurut garis lurus dan kedua gerakan tersebut akan menghasilkan gerakan tertentu dalam sendi

9|Frozen Shoulder

atau permukaan sendi yang disebut gerakan artrokinematika. Rotasi tulang atau gerakan fisiologis akan menghasilkan gerakan roll-gliding di dalam sendi dan translasi tulang menghasilkan gerakan gliding, traction ataupun compression dalam sendi yang termasuk dalam joint play movement. Gerakan arthrokinematika pada sendi gleno humeralyaitu : (1) gerakan fleksi terjadi rollingcaput humeri ke anterior, sliding ke posterior (2) gerakan abduksi terjadi rollingcaput humeri ke cranio posterior, sliding ke caudo ventral (3) gerakan eksternal rotasi terjadi rollingcaput humeri ke dorso lateral, sliding ke ventro medial (4) gerakan internal rotasi terjadi rollingcaput humeri ke ventro medial dan sliding ke dorso lateral. b. Sendi sterno claviculare Dibentuk oleh extremitas glenoidalis clavikula, dengan incisura clavicularis sterni. Menurut bentuknya termasuk articulation sellaris, tetapi fungsionalnya glubiodea. Diantar kedua facies articularisnya ada suatu discus articularis sehingga lebih dapat menyesuikan kedua facies articularisnya dan sebagai cavum srticulare. Capsula articularis luas,sehingga kemungkinan gerakan luas. Ligamentum yang memperkuat: 1) ligamentum interclaviculare, yang membentang diantara medial extremitassternalis, lewat sebelah cranial incisura jugularis sterni. 2) ligamentum costoclaviculare, yang membentang diantara costae pertama sampai permukaan bawah clavicula. 3) ligamentum sterno claviculare, yang membentang dari bagian tepi caudal incisura clavicularis sterni, kebagian cranial extremitas sternalis claviculare. Gerak osteokinematika yang terjadi adalah gerak elevasi 45 dan gerak depresi 70, serta protraksi 30 dan retraksi 30. Sedangkan gerak osteokinematikanya meliputi: (1) gerak protraksi terjadi roll clavicula kearah ventral dan slide kearah ventral, (2) gerak retraksi terjadi roll clavicula kerah dorsal dan slide kearah dorsal, (3) gerak elevasi terjadi roll kearah cranial dan slide kearah caudal, gerak fleksi shoulder 10 (sampai fleksi 90) terjadi gerak

10 | F r o z e n S h o u l d e r

elevasi berkisasr 4, (4) gerak depresi terjadi roll ke arah caudal dan slide clavicula kearah cranial. c. Sendi acromioclaviculare Dibentuk oleh extremitas acromialisclavicula dengan tepi medial dari acromion scapulae. Facies articularisnya kecil dan rata dan dilapisi oleh fibro cartilago. Diantara facies articularis ada discus artucularis. Secara morfologis termasuk ariculatio ellipsoidea, karena facies articularisnya sempit, dengan ligamentum yang longgar. Ligamentum yang memperkuatnya: 1) ligamentacromio claiculare, yamg membentang antara acromion dataran ventral sampai dataran caudal clavicula. 2) ligament coraco clavicuculare, terdiri dari 2 ligament yaitu: a) Ligamentum conoideum, yang membentang antara dataran medial procecuscoracoideus sampai dataran caudal claviculare. b) Ligamentum trapezoideus, yang membentang dari dataran lateral procecuscoraoideus sampai dataran bawah clavicuare, Gerak osteokinematika sendi acromio clavicularis selalu berkaitan dengan gerak pada sendi scapulothoracalis saat elevasi diatas kepala maka terjadi rotasi clavicula mengitari sumbu panjangnya. Rotasi ini menyebabkan elevasi clavicula, elevasi tersebut pada sendi sterno clavicularis kemudian 30% berikutnya pada rotasi clavicula. d. Sendi subacromiale Sendi subacromiale berada diantara arcus acromioclaviculare yang berada di sebelah cranial dari caput serta tuberositas humeri yang ada di sebeleh caudal, dangan bursa subacromiale yang besar bertindak sebagai rongga sendi. e. Sendi scapulo thoracic Sendi scapulo thoracic bukan sendi yang sebenarnya, hanya berupa pergerakan scapula terhadap dinding thorax [(Sri surini, dkk),2002]. Gerak osteokinematika sendi ini meliputi gerakan kerah medial lateral yang dalam klinis disebut down ward-up wardrotasi juga gerak kerah cranialcaudal yang dikenal dengan gerak elevasi-depresi.

11 | F r o z e n S h o u l d e r

Join play movement adalah istilah yang digunakan pada Manipulative therapy untuk menggambarkan apa yang terjadi didalam sendi ketika dilakukan gerakan translasi, gerakan-gerakan tersebut dilakukan secara pasif oleh terapis pada saat pemeriksaan maupun terapi. Ada 3 macam joint play movement: (1). Traction/ traksi, (2). Compression/ kompresi, (3). Gliding. 1) Gliding Gliding yaitu gerakan permukaan sendi dimana hanya ada satu titik kontak pada satu permukaan sendi yang selalu kontak dengan titik kontak yang baru (selalu berubah) pada permukaan sendi laannya. Arah gliding permukaan sendi sesuai dengan hukum konkaf konvek yaitu : jika permukaan sendi konkaf, maka arah gliding berlawanan dengan gerakan tulang. Sedangkan bila permukaan sendi konvek maka arah gliding searah dengan gerakan tulang. Untuk sendi bahu arah gliding berlawanan dengan arah gerakan tulang, karena pertmukaan sendi konfek bergerak peda permukaan sendi konkaf (caput humei dengan cavitas glenoidal). 2) Traksi Traksi adalah gerakan translasi tulang yang arah geraknya tegak lurus dan menjauhi bidang terapi sehimgga terjadi peregangan sendi, biasanya dapat mengurangi nyeri pada sendi, 3) Kompresi Kompresi adalah gerakan translasi tulang yang arahnyategak lurus tetapi kedua pernukaan sendi saling mendekati, biasanya akan menimbulkan nyeri (mudatsir, 2007). Pelaksanaan Join Play movement : Join Play dilakukan dengan pasien pada posisi tidur terlentang, rileks. Adapun gerakannya yaitu; backward glide of the humerus, forward glide of the humerus, lateral distraction of the humerus, caudal glide of the humerus, backward glide of the humerus in abduktion, lateral distraktion of the humerus in abduktion, anterior posterior dan cepalo caudal movement the clavicula in acromio clavicula, anterior posterior dan cepalo caudal movement the clavicula in sterno clavicula, dan general movement of the scapula (magee).

12 | F r o z e n S h o u l d e r

V. Tanda dan gejala Tanda dan gejala klinis yang sering timbul pada penderita frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva adalah : a. Nyeri Pasien berumur antara 40-60 tahun, dapat memiliki riwayat trauma, sering kali ringan, diikuti rasa sakit pada bahu dan lengan. Nyeri berangsur-angsur bertambah berat dan pasien sering tidak bisa tidur pada posisi yang terkena, setelah beberapa bulan nyeri mulai berkurang, tetapi sementara itu kekakuan semakin menjadi, berlanjut terus selama 6-12 bulan. Setelah itu beberapa bulan kemudian nyeri mulai berkurang, tetapi kekakuan semakin menjadi. Setelah berapa bulan kemudian pasien dapat bergerak, tetapi tidak normal.

Gambar 6 Diagnosis Banding Nyeri pada Shoulder

13 | F r o z e n S h o u l d e r

Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus. Bila terjadi pada malam hari sering dijumpai mengganggu tidur. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kesulitan penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita akan melakukan gerakan kompensasi dengan mengangkat bahu pada saat gerakan mengangkat lengan yang sakit, yaitu saat flexi dan abduksi sendi bahu diatas 90 atau di sebut dengan shrugging mechanism. Juga dapat dijumpai adanya atrofi otot gelang bahu.(Heru,2004). Cardinal feature yang ditemui adalah hilangnya atau berkurangnya kemampuan gerakan pasiv dan aktif pada semua arah. Pemeriksaan X-ray menunjukkan hasil yang normal kecuali ditemukan adanya reduce bone density. Kata kunci untuk meng-exclude penyebab lain dari nyeri adalah, adanya stiff shoulder.

14 | F r o z e n S h o u l d e r

Gambar 7 Scartch Test

15 | F r o z e n S h o u l d e r

b. Keterbatasan LGS (Lingkup Gerak Sendi) Frozen sholder karena capsulitis adhesiva ditandai dengan adanya keterbatasan lingkup gerak sendi glenohumeral pada semua gerakan yang nyata, baik gerakan yang aktif maupun pasif. Sifat nyeri dan keterbatasan gerak sendi bahu terjadi pada semua gerakan sendi bahu, tetapi sering menunjukkan pola yang spesifik, yaitu pola kapsuler. Pola gerak sendi bahu ini adalah gerak exorotasi lebih terbatas dari gerak abduksi dan lebih terbatas dari gerak adduksi. Ini adalah suatu gambaran klinis yang dapat menyertai tendinitis, infark myokard, diabetes melitus, fraktur

immobilisasi berkepanjangan atau redikulitis cervicalis. Keadaan ini biasanya unilateral, terjadi pada usia antara 4560 tahun dan lebih sering pada wanita. Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus. Bila terjadi pada malam hari sering sampai mengganggu tidur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita akan melakukan dengan mengangkat bahunya (srugging).

Gambar 8 Frozen Shoulder

16 | F r o z e n S h o u l d e r

c. Penurunan kekuatan otot dan arofi otot Pada pemeriksaan fisik didsapat adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi) karena penurunan kekuatan otot. Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus, bila terjadi pada malam hari sering menggangu tidur. Pada pemeriksaan didapatkan adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita akan melakukan dengan mengangkat bahunya (srugging). Juga dapat dijumpai adanya atropi bahu (dalam berbagai tingkatan). Sedangkan pemeriksaan neurologik biasanya dalam batas normal. d. Gangguan Aktifitas fungsional Dengan beberapa adanya tanda dan gejala klinis yanmg ditemukan pada penderita frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva seperti adanya nyeri, keterbatasan LGS, penurunan kekuatan otot, dan atrofi maka secara langsung akan mempengaruhi aktifitas fungsional yang dijalani.

VI. Diagnosis Tidak semua kekakuan atau nyeri pada shoulder didiagnosis dengan frozen shoulder, terdapat beberapa kontroversi mengenai cara mendiagnosis frozen shoulder. Stiffnes dapat terjadi pada beberapa keadaan seperti pada arthritis, rheumatoic, post traumatic dan postoperatif. Diagnosis frozen shoulder ditegakkan secara klinis, dengan dua karakteristik yang didapatkan yaitu: 1) Painful restriction of movement dengan X-ray normal 2) Natural progression dengan 3 successive phase

17 | F r o z e n S h o u l d e r

Gambar 9 X-ray normal pada Frozen Shoulder Pada saat menemukan pasien pertama kali, beberapa kondisi harus di exclude, infeksi, post traumatic stiffness, diffuse stiffness dan reflex sympathetic dystrophy. Infeksi. Pada pasien diabetes, sangat penting menyingkirkan adanya infeksi. Pada hari pertama dan kedua nyeri biasanya tanda tanda inflamasi belum ditemukan. Posttraumatic stiffness. Setelah adanya cedera shoulder yang parah, stiffness dapat bertahan selama beberapa bulan. Nyeri diawal dan secara gradual berkurang nyerinya. Tidak ditemukan karakteristik dari frozen shoulder. Diffuse stiffness. Jika lengan sedang dalam perawatan karena sebab yang lain misalnya forearm fracture shoulder dapat ditemukan kaku. Namun sekali lagi, karakteristik dari frozen shoulder tidak ditemukan. Reflex Yympathetic Dystrophy. Shoulder pain dan stiffness dapat mengikuti myocardial infarction atau stroke. Keadaanya sama dengan frozen

18 | F r o z e n S h o u l d e r

shoulder lalu kemudian setelah diobservasi lebih lanjut ternyata merupakan bentuk dari reflex sympathetic dystrophy. Pada kasus yang berat upper limb dapat terlibat, dengan adanya trophic dan perubahan vasomotor di tangan (the shoulder hand syndrome)

VII.

Penatalaksanaan a. Terapi Konservatif Terapi konservatif ditujukan untuk meredakan nyeri dan mencegah stiffening yang berkelanjutan selama masa recovery terlampaui. Latihan sangat dianjurkan, yang terpenting adalah pedunculum exercise. Physioterapi masih diragukan manfaatnya sedangkan injeksi steroid masih diperdebatkan. Saat terjadi nyeri akut, anastesi general dapat dipertimbangkan untuk membantu range of movement. Shoulder digerakkan secara gently tapi lembut ke external rotation lalu di abduksi dan flexi. Perawatan khusus diperlukan bagi elderly, pasien dengan osteoporosis memiliki resiko tinggi terjadi fraktur pada neck of humerus. Dan akhitnya persendian di injeksi dengan methylprednisolon dan lignocain.

19 | F r o z e n S h o u l d e r

Gambar 10. Injeksi Antinyeri dan Kortikosteroid pada Frozen Shoulder Metode alternatif lainnya adalah dengan injeksi large volume (50 200 ml) of steril saline under pressure. Pada arthroscopy menunjukkan bahwa manipulasi dan distensi memiliki efek ruptur capsul sendi. Nyeri post operasi dapat dikontrol, jika perlu dengan interscalene block. Latihan dapat dilakukan segera jika dirasakan sudah nyaman. Hasil dari terapi konservatif sangat subyektif. Beberapa pasien berkurang nyerinya dan merasa puas. Bagaimanapun juga, pada pemeriksaan selanjutnya menunjukkan residual restriction movement (specially external rotation) pada lebih dari 50% kasus.

20 | F r o z e n S h o u l d e r

b. Terapi Operatif Operasi bukan merupakan well defined role. Indikasi utamanya adalah adanya prolonged dan disabling restriction of movement yang gagal dengan terapi konservatif. Rotator interval dan coracohumeral ligament di relased, dan coracoacromial ligament di latih. Dapat dilakukan dengan bantuan arthroscopically, sedangkan pada kasus yang sulit open operation lebih disarankan.

Gambar 11 Arthroscopy pada Frozen Shoulder

21 | F r o z e n S h o u l d e r

Fisiotherapy 1. Diatermi gelombang pendek (Short Wave Diathermy/ SWD) Short wave diathermy merupakan suatu pengobatan dengan menggunakan stressor berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak- balik frekuensi 27, 12 MHz, dengan panjang gelombang 11m. Efektifitas dalam penggunaan SWD ditentukan oleh penentuan intensitas dan dosis.Intensitas ditentukan oleh perasaan penderita terhadap panas yang diterimanya. Besar kecilnya intensitas bersifat subjektif tergantung sensasi panas yang diterima pasien oleh karena itu antara orang satu dengan lainnya mungkin bisa berbeda intensitas SWD yang diberikan. Menurut schliphake, intensitas dibagi menjadi empat tingkat yaitu : (a) Intensitas submitis (penderita tidak merasakan panas), (b) Intensitas mitis (penderita merasakan sedikit panas), (c) Intensitas normalis (penderita merasakan hangat yang nyaman), (d) Intensitas fortis (Penderita merasakan panas yang kuat, tapi masih bisa ditahan). Tujuan terapi panas yang dihasilkan pada pemberian SWD ini adalah: a) Mengurangi nyeri Adanya gejala nyeri menunjukkan dalam keadaan tidak normal. Jaringan tersebut merupakan sumber nyeri, keadaan yang tidak normal tadi memberikan iritasi kepada reseptor nyeri. Stimulus tadi selanjutnya akan dihantarkan oleh serabut C tanpa myelin (nyeri tumpul, lamban, diffuse) atau serabut A delta bermielin (nyeri tajam, cepat). Panas yang diberikan akan memberikan efek sedative karena adanya kenaikan nilai ambang nyeri.karena adanya vasodilatasi akan memperlancar pembuangan zat pain producing substance (Sri Mardiman, 1989). b) Memberikan relaksasi otot- otot spasme Nyeri bahu akan merangsang reaksi protektif dari tubuh berupa spasme otot- otot sekitar bahu. Ini dimaksudkan untuk memfiksir sendi

22 | F r o z e n S h o u l d e r

bahu agar tidak bergerak, yang selanjutnya akan terhindar rasa nyeri. Reaksi spasme itu sendiri akan menghambat sistem peredaran darah setempat yang mengakibatkan terhambatnya reorgnisasi jaringan dan pain producing substance. Hal ini akan menambah nyeri, sehingga siklus yang tidak menguntungkan, sel-sel abnormal yang menyebabkan bengkak dan nyeri oleh pengaruh medan magnit yang ditimbukan oleh gelombang pulsa SWD, sel-sel abnormal dapat dinormalkan (Sri Mardiman, 1989). Syarat-syarat untuk menentukan indikasi pemberian terapi dengan SWD: 1) Stadium dari penyembuhan luka 2) Sifat dari jaringan atau organ yang mengalami kerusakan 3) Lokalisasi dari jaringan/ organ yang mengalami kerusakan

2. Terapi Manipulasi Terapi manipulasi adalah suatu gerakan pasif yang digerakkan dengan tiba- tiba, amplitude kecil dan kecepatan yang tinggi, sehingga pasien tidak mampu menghentika gerakan yang terjadi ( Mudatsir, 2007 ). Tujuan mobilisasi sendi adalah untuk mengembalikan fungsi sendi normal dan tanpa nyeri. Secara mekanis, tujuannya adalah untuk memperbaiki joint play movement dan dengan demikian memperbaiki roll-gliding yang terjadi selama gerakan aktif. Terapi manipulasi harus diakhiri apabila sendi telah mencapai LGS maksimal tanpa nyeri dan pasien dapat melakukan gerakan aktif dengan normal (Heru Kuntono, 2007). Gerakan translasi (traksi dan gliding) dibagi menjadi tiga gradasi. Gradasi gerakan ini ditentukan berdasarkan tingkat P

kekendoran (slack) sendi yang dirasakan fisioterapis saat melakukan gerakan pasif seperti yang ditunjukkan pada Grade I

23 | F r o z e n S h o u l d e r

Grade I traksi merupakan gerakan dengan amplitudo sangat kecil sehingga tidak sampai terasa adanya geseran permukaan sendi. Kekuatan gaya tarik yang diberikan sebatas cukup untuk menetralisir gaya kompresi yang bekerja pada sendi. Kombinasi antara tegangan otot, gaya kohevisitas kedua permukaan sendi dan tekiri atmosfer menghasilkan gaya kompresi pada sendi. Grade II traksi dan gliding gerakan sampai terjadi slack taken up jaringan di sekitar persendian meregang. Grade III traksi dan gerakan sampai diperoleh slack taken up kemudian diberi gaya lebih besar lagi sehingga jaringan di sekitar persendian teregang. Traksi untuk memperbaiki luas gerak sendi: Traksi mobilisasi grade III efektif untuk memperbaiki mobilitas sendi karena dapat meregang (streatch) jaringan lunak sekitar persendian yang memendek. Traksi-mobilisasi dipertahamkan selama 7 detik atau lebih dengan kekuatan maksimal sesuai dengan toleransi pasien. Antara dua traksi yang dilakukan, traksi tidak perlu dilepaskan total keposisi awal melainkan cukup diturunkan kegrade II dan kemudian lakukan traksi grade III lagi. (Mudatsir S, 2002).

3. Terapi Latihan. Adapun metode yang digunakan adalah : a. Active exercise Latihan aktif disini bertujuan untuk menjaga serta menambah lingkup gerak sendi (LGS).Disini penulis

memberikan latihan dengan menggunakan metode free active exercise.Gerakan dilakukan oleh kekuatan otot penderita itu sendiri dengan tidak menggunakan suatu bantuan dan tahanan yang berasal dari luar.Latihan ini bisa dilakukan kapan pun dan dimana pun penderita berada.

24 | F r o z e n S h o u l d e r

b. Overhead pulley Tujuan dari pemberian overhead pulley adalah untuk menambah lingkup gerak sendi dan meningkatkan nilai kekuatan otot dengan bantuan alat ini. Dengan adanya gerakan yang berulang-ulang maka akan terjadi penambahan lingkup gerak sendi serta menjaga dan menambah kekuatan otot jika diberi beban. c. Codman pendulum exercis. Codman pendulumexercise dilakukan pada stadium akut. 1) Tujuan : Untuk mencegah perlengketan pada sendi bahu dengan melakukan gerakan pasif sedini mungkin yang dilakukan pasien secara aktif. Gerakan pasif dilakukan untuk mempertahankan pergerakan pada sendi & mencegah pelengketan permukaan sendi. Sedangkan pencegahan gerakan aktif adalah untuk mencegah terjadinya kontraksi otot- otot rotator cuff & abductor bahu 2) Cara melakukan: Pasien membungkukkan badan dan lengan yang

sakit tergantung vertical. Posisi ini menyebabkan lengan fleksi 9 pada bahu tanpa adanya kontraksi otot- otot

deltoid maupun rotator cuff. Gravitasi / gaya tarik bumi menyebabkan pemisahan permukaan sendi glenohumeral sehingga kapsul sendi tersebut akan memanjang. Lutut pasien dalam keadaan fleksi untuk mencegah timbulnya gangguan pada pinggang.

25 | F r o z e n S h o u l d e r

Gambar 12 Slide ke Arah Postero Lateral

Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis duduk di kursi menghadap pasien. Pada pelaksanaannya kedua tangan terapis memegang bagian proksimal lengan atas, siku pasien diletakkan pada bahu terapis kemudian terapis mendorong ke arah postero lateral. Tujuan pemberian terapi ini adalah untuk memperbaiki gerak endorotasi sendi bahu.

Gambar 13 Traksi Latero Ventro Cranial

26 | F r o z e n S h o u l d e r

Gambar 14 Slide ke Arah Caudal

Posisi pasien berbaring terlentang, lengan abduksi sebatas nyeri, posisi terapis berdiri di samping sendi bahu pasien. Pelaksanaannya siku terapis ditekuk dan diposisikan menempel pada tubuh terapis, sedangkan jari I dan II diletakkan pada daerah caput humeri pasien, lengan terapis yang lain menyangga pada siku pasien dengan fiksasi, terapis mendorong caput humeri ke arah caudal dengan dorongan dari siku terapis yang menempel pada tubuh terapis dan dorongan bisa ditambah dengan gaya berat badan. Tujuan pemberian terapi ini adalah untuk

memperbaiki gerak abduksi sendi bahu.

Gambar 15 Slide ke Arah Antero Medial

27 | F r o z e n S h o u l d e r

Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis berdiri di samping sisi yang akan diterapi. Pelaksanaan tangan terapis di letakkan pada bagian proksimal lengan atas (sedekat mungkin dengan axilla). Lengan bawah pasien dijepit dengan lengan terapis kemudian terapis

menggerakakkan ke arah antero medial. Tujuan pemberian terapi ini adalah untuk memperbaiki gerak eksorotasi sendi bahu.

Edukasi Edukasi yang diberikan pada pasien dengan kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva antara lain : (1) pasien diminta melakukan kompres panas (jika pasien tahan) 15 menit pada bahu yang sakit untuk mengurangi rasa nyeri yang timbul, (2) pasien dianjurkan agar tetap meggunakan lengannya dalam batas toleransi pasien untuk menghindari posisi immobilisasi yang lama yang dapat memperburuk kondisi frozen shoulder, (3) latihan sesuai metode Codman pendular exercise di rumah dengan beban minimal dan dapat ditambah secara bertahap, (4) latihan merambatkan jari lengan yang sakit ke dinding (walking finger), (5) menghindari posisi menetap yang lama yang dapat memicu rasa nyeri, (6) latihan dengan handuk, posisi lengan seperti huruf S terbalik kedua lengan memegang handuk kemudian bahu yang sehat menarik ke atas sampai lengan yang sakit tertarik, (7) latihan penguatan dengan prinsip Codman pendular exercise yang dilakukan di dalam kolam atau bak mandi dengan melawan tahanan air.

28 | F r o z e n S h o u l d e r

VIII. Komplikasi Pada kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva yang berat dan tidak dapat mendapatkan penanganan yang tepat dalam jangka waktu yang lama, maka akan timbul problematik yang lebih berat antara lain : (1) Kekakuan sendi bahu (2) Kecenderungan terjadinya penurunan kekuatan otot-otot bahu (3) Potensial terjadinya deformitas pada sendi bahu (4) Atropi otot-otot sekitar sendi bahu (5) Adanya gangguan aktifitas keseharian (AKS). Adapun berbagai macam gangguan yang ditimbulkan dari frozen shoulder adalah sebagai berikut : 1. Impairment. Pada kasus frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva permasalahan yang ditimbulkan antara lain adanya nyeri pada bahu, keterbatasan lingkup gerak sendi dan penurunan kekuatan otot di sekitar bahu. 2. Functional limitation. Masalah-masalah yang sering ditemui pada kondisi-kondisi frozen shoulder adalah keterbatasan gerak dan nyeri, oleh karena itu dalam keseharian sering ditemukan keluhan-keluhan seperti tidak mampu untuk menggosok punggung saat mandi, menyisir rambut, kesulitan dalam berpakaian, mengambil dompet dari saku belakang kesulitan memakai breast holder (BH) bagi wanita dan gerakan-

gerakan lain yang melibatkan sendi bahu (Appley, 1993).

29 | F r o z e n S h o u l d e r

Gambar 15 Functional Limitation pada Frozen Shoulder

3. Participation restriction. Pasien yang mengalami frozen shoulderakan menemukan hambatan untuk melakukan aktifitas sosial masyarakat karena keadaannya, hal ini menyebabkan pasien tersebut tidak percaya diri dan merasa kurang berguna dalam masyarakat, tapi pada umumnya frozen shoulder jarang menimbulkan disability atau kecacatan.

30 | F r o z e n S h o u l d e r

IX. Prognosis Apabila dilakukan tindakan sendiri mungkin secara tepat maka prognosis gerak dan fungsi dari kasus frozen sholder adalah baik. Penderita sebaiknya diberitahu bahwa akan dapat menggerakkan bahu kembali tanpa rasa nyeri tetapi memerlukan waktu beberapa bulan.(Setiawan,1991).

VII. Diagnosis banding a. Tendinitis bicipitalis Tendon otot biceps dapat mengalami kerusakan secara tersendiri, meskipun berada bersama-sama otot supraspinatus. Tendinitis ini biasanya merupakian reaksi terhadap adanya trauma akibat jatuh atau dipukul pada bahu dengan lengan dalam posisi adduksi serta lengan bawah supinasi. Pada kasus tendonitis juga dapat terjadi pada orang-orang yang bekerja keras dengan posisi seperti tersebut di atas dan secara berulang kali. Pemeriksaan fisik pada penderita tendinitis bisipitalis didapatkan adanya aduksi sendi bahu terbatas, nyeri tekan pada tendon otot bisep, tes yorgason disamping timbul nyeri juga didapat penonjolan pada samping medial tuberkuluminus humeri, berarti tendon otot bisep tergelincir dan berada di luar sulcus bisipitalis sehingga terjadi penipisan tuberkulum (Heru, 2004). b. Bursitis Subacromialis Bursitus subacromialis merupakan peradangan dari bursa sub acromialis, keluhan utamanya adalah tidak dapat mengangkat lengan ke samping (abduksi aktif), tetapi sebelumnya sudah merasa pegal-pegal di bahu. Lokasi nyeri yang dirasakan adalah pada lengan atas atau tepatnya pada insertion otot deltoideus di tuberositas deltoidea humeri. Nyeri ini merupakan nyeri rujukan dari bursitis sub acromialis yang khas sekali, ini dapat dibuktikan dengan penekanan pada tuberkulum humeri. Tidak adanya nyeri tekan berarti nyeri rujukan.

31 | F r o z e n S h o u l d e r

Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya Panfull arc sub acromialis 700-1200, tes fleksi siku melawan tahanan pada posisi fleksi 900 terjadi rasa nyeri (Heru, 2004). c. Tendinitis Supraspinatus Tendon otot supraspinatus sebelum berinsersio pada tuberkulum mayus humeri, akan melewati terowongan pada daerah bahu yang dibentuk oleh kaput humeri (dengan pembungkus kapsul sendi glinohumeral) sebagai alasnya, dan acromion serta ligamentum coraco acromiale sebagai penutup bagian atasnya. Disini tendon tersebut akan saling bertumpang tindih dengan tendon dari otot bisep kaput longum. Adanya gesekan berulang-ulang serta dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada tendo otot supraspinatus dan berlanjut sebagai tendonitis supraspinatus (Heru, 2004).

32 | F r o z e n S h o u l d e r

You might also like