You are on page 1of 19

GANGGUAN PSIKOSOMATISASI

Oleh :
MOHD SHAFIQ BIN SHAMSUL ANUAR

Email : shafiqshamsul@gmail.com
FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
1

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.2
DAFTAR ISI3
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...4
B. Tujuan....5
C. Manfaat..5
BAB II : PEMBAHASAN
A. PEMBAHASAN....6
1. Definisi.........6
2. Etiologi.6
3. Manifestasi klinik.7
4. Gangguan spesifik pada psikosomatis...10
5. Kriteria diagnosis...12
6. Perjalanan penyakit14
7. Pemeriksaan...........14
8. Diagnosis15
9. Penatalaksanaan.16
BAB III : PENUTUP.19
DAFTAR PUSTAKA...20
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. L A T A R B E L A K A N G
Pengertian dari psikologi adalah ilmu yang mempelajari manusia sebagai kesatuan utuh
yakni jasmani dan rohani. Psikologi sering disebut dengan ilmu jiwa. Salah satu akar dari
psikologi adalah psikologi kesehatan. Dan psikologi kesehatan sendiri adalah psikologi yang
mempelajari tentang pengaruh psikologis terhadap kesehatan, sakit serta pola koping ketika
menghadapi masalah kesehatan (Nietzel, Bernstein & Milich, 1998).
Gangguan psikosomatis adalah faktor psikologis yang merugikan, mempengaruhi kondisi
medis pasien. Faktor psikologis tersebut dapat berupa gangguan mental, gejala psikologis, sifat
kepribadian atau gaya mengatasi masalah, dan prilaku kesehatan yang maladaptif. 1 Kurang lebih
400 tahun SM ahli filsafat Hipocrates sudah mengutarakan pentingnya peran faktor psikis pada
penyakit. Pada abad pertengahan Paracelcus seorang ahli kimia menyatakan bahwa kekuatan
batin memiliki pengaruh terhadap kekuatan seseorang.2
Menurut The National Academy Science tahun 1978 definisi psikosomatis adalah bidang
interdisiplin yang memperhatikan perkembangan dan integrasi ilmu pengetahuan prilaku,
biomedis dan teknik yang relevan dengan kesehatan dan penyakit serta penerapan pengetahuan,
dan teknik-teknik tersebut untuk mencegah, mendiagnosis dan rehabilitasi. 1
Kedokteran psikosomatis menyadari kesatuan dari pikiran dan tubuh serta interaksi
diantara keduanya, dimana faktor psikologis penting dalam perkembangan semua penyakit,
namun apakah peranannya dalam memulai, perkembangan, memperberat dan eksaserbasi
penyakit, predisposisi atau reaksi terhadap suatu penyakit masih dalam perdebatan. Dengan
demikian kedokteran prilaku adalah istilah yang khusus untuk kedokteran psikosomatis.1, 2
3

Sesuatu yang jarang diulas yaitu tentang gangguan saluran cerna yang dipengaruhi faktor
psikologis. Bahkan mungkin banyak yang heran ternyata kedua hal tersebut saling berpengaruh.
Dengan kenyataan-kenyataan tersebut, sangat penting untuk mengulas faktor psikologis yang
berpengaruh terhadap sistem saluran gastrointestinal.

B . T U J U A N
Makalah ini disusun dengan harapan, setiap pembaca khususnya kalangan medis, lebih
mengetahui bagaimana ciri-ciri gangguan psikologis yang mempengaruhi sistem saluran
gastrointestinal yang nantinya akan mempermudah untuk mendiagnosa secara pasti gangguan ini,

sehingga pengobatan dapat diberikan secara maksimal dan tepat, yang nantinya memberikan efek
positif atau kesembuhan yang diharapkan. Dan juga untuk memberikan informasi tentang
bagaimana cara penanganan dari gangguan psikologis tersebut.

C.

MANFAAT
Menambah informasi ilmiah mengenai gangguan psikologis yang mempengaruhi sistem

saluran gastrointestinal. Memahami lebih baik mengenai dasar diagnosis dan penatalaksanaannya

BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Psikosomatis berasal dari dua kata yaitu psiko yang artinya psikis, dan somatis yang
artinya tubuh. Dalam Diagnostic And Statistic Manual Of Mental Disorders edisi ke empat
(DSM IV) istilah psikosomatis telah digantikan dengan kategori diagnostik faktor psikologis
yang mempengaruhi kondisi medis.1, 2
----Menurut Wittkower psikosomatis secara luas didefinisikan sebagai usaha untuk
mempelajari interelasi aspek-aspek psikologis dan aspek-aspek fisis semua faal jasmani dalam
keadaan normal maupun abnormal. Ilmu ini mencoba mempelajari, menemukan interelasi dan
interaksi antara fenomena kehidupan psikis (jiwa) dan somatis (raga) dalam keadaan sehat
maupun sakit.2

Etiologi
Ada beberapa penyebab dari gangguan psikosomatis3 :
1. Stress Umum
----Stress ini dapat berupa suatu peristiwa atau suatu situasi kehidupan dimana individu
tidak dapat berespon secara adekuat. Menurut Thomas Holmes dan Richard Rahe, didalam skala
urutan penyesuaian kembali sosial (social read justment rating scale) menuliskan 43 peristiwa
kehidupan yang disertai oleh jumlah gangguan dan stres pada kehidupan orang rata-rata, sebagai
contohnya kematian pasangan 100 unit perubahan kehidupan, perceraian 73 unit, perpisahan
perkawinan 65 unit, dan kematian anggota keluarga dekat 63 unit. Skala dirancang setelah
menanyakan pada ratusan orang dengan berbagai latar belakang untuk menyusun derajat relatif
penyesuaian yang diperlukan olewh perubahan lingkungan kehidupan. Penelitian terakhir telah
menemukan bahwa orang yang menghadapi stres umum secara optimis bukan secara pesimis
adalah tidak cenderung mengalami gangguan psikosomatis, jika mereka mengalaminya mereka
mudah pulih dari gangguan.
5

2. Stres Spesifik Lawan Non Spesifik


----Stres psikis spesifik dan non spesifik dapat didefenisikan sebagai kepribadian spesifik atau
konflik bawah sadar yang menyebabkan ketidakseimbangan homeostatis yang berperan dalam
perkembangan gangguan psikosomatis. Tipe kepribadian tertentu yang pertama kali
diidentifikasi berhubungan dengan kepribadian koroner (orang yang memiliki kemauan keras
dan agresif yang cenderung mengalami oklusi miokardium).
3. Variabel Fisiologis
----Faktor hormonal dapat menjadi mediator antara stres dan penyakit, dan variabel lainnya
adalah kerja monosit sistem kekebalan. Mediator antara stress yang didasari secara kognitif dan
penyakit mungkin hormonal, seperti pada sindroma adaptasi umum Hans Selye, dimana
hidrokortison adalah mediatornya, mediator mungkin mengubah fungsi sumbu hipofisis anterior
hipotalamus adrenal dan penciutan limfoit. Dalam rantai hormonal, hormon dilepaskan dari
hipotalamus dan menuju hipofisis anterior, dimana hormon tropik berinteraksi secara langsung
atau melepaskan hormon dari kelenjar endokrin lain. Variabel penyebab lainnya mungkin adalah
kerja monosit sistem kekebalan. Monosit berinteraksi dengan neuropeptida otak, yang berperan
sebagai pembawa pesan (messager) antara sel-sel otak. Jadi, imunitas dapat mempengaruhi
keadaan psikis dan mood.

Manifestsi klinik
Proses emosi terdapat di otak dan disalurkan melalui susunan saraf otonom vegetatif ke alatalat viseral yang banyak dipersarafi oleh saraf-saraf otonom vegetatif tersebut, seperti
kardiovascular, traktus digestifus, respiratorius, system endokrin dan traktus urogenital. 2 Adapun
kriteria klinis penyakit psikosomatis terdiri atas kriteria yang negatif dan kriteria yang positif.2

a. Kriteria yang positif ( yang biasanya tidak ada) 4


1. Tidak didapatkan kelainan-kelainan organik pada pemeriksaan yang teliti sekalipun, walaupun
mempergunakan alat-alat canggih. Bila ada kelainan organic belum tentu bukan psikosomatik,
sebab :
6

.Bila penyakit psikosomatik tidak diobati, dalam jangka waktu yang cukup lama dapat
menimbulkan kelainan-kelainan organik pada alat-alat yang dikeluhkan.

Secara kebetulan ada kelainan organik, tapi kelainan ini tidak dapat menerangkan
keluhan yang ada pada pasien tersebut, yang dinamakan koinsidensi.

Sebelum timbulnya psikosomatis, telah ada lebih dahulu kelainan organiknya tetapi tidak
disadari oleh pasien. Baru disadari setelah diberitahu oleh orang lain atau kadang-kadang
oleh dokter yang mengobatinya. Hal ini membuatnya menjadi takut, khawatir dan
gelisah, yang dinamakan iatrogen.

1. Tidak didapatkan kelainan psikiatri. Tidak ada gejala-gejala psikotik yakni tidak ada
disintegrasi kepribadian, tidak ada distorsi realitas. Masih mengakui bahwa dia sakit, masih
mau aktif berobat.
b. Kriteria positif (yang biasanya ada) 2
1. Keluhan-keluhan pasien ada hubungannya dengan emosi tertentu
2. Keluhan-keluhan tersebut berganti-ganti dari satu sistem ke sistem lain, yang dinamakan
shifting phenomen atau alternasi.
3. Adanya vegetatif imbalance (ketidakseimbangan susunan saraf otonom)
4. Penuh dengan stress sepanjang kehidupan (stress full life situation) yang menjadi sebab
konflik mentalnya.
5. Adanya perasaan yang negatif yang menjadi titik tolak keluhankeluhannya.
6. Adanya faktor pencetus (faktor presipitasi) proksimal dari keluhankeluhannya.
7. Adanya faktor predisposisi yang dicari dari anamnesis longitudinal. Yang membuat pasien
rentan terhadap faktor presipitasi itu.Faktor predisposisi dapat berupa faktor fisik / somatik,
biologi, stigmata neurotik, dapat pula faktor psikis dan sosiokultural. Kriteria-kriteria ini
tidak perlu semuanya ada tetapi bila ada satu atau lebih, presumtif, indikatif untuk penyakit
psikosomatis.
Beberapa manifestasi klinis dari gangguan psikosomatis antara lain:
1. Terdapat suatu kondisi medis umum 3
2. Faktor psikologis secara merugikan mempengaruhi kondisi medis umumdengan cara:
7

Faktor psikologis telah mempengaruhi perjalanan kondisi medis umum seperti yang
ditunjukkan oleh hubungan temporal yang erat antara faktorpsikologis dan perkembangan
atau eksaserbasi dari atau keterlambatanpenyembuhan dari kondisi medis umum.
Faktor psikologis mempengaruhi terapi kondisi medis umum
Faktor psikologis berperan dalam resiko kesehatan individu
Respon psikologis yang berhubungan dengan stres mencetuskan atau mengeksasebasi
gejala kondisi medis umum
Yang dimaksud dengan faktor psikologis tersebut adalah: 3
Gangguan mental mempengaruhi kondisi medis (misalnya gangguandepresi berat
memperlambat penyembuhan infark miokard)
Gangguan psikologis mempengaruhi kondisi medis (misalnya gejala depresi
memperlambat pemulihan setelah pembedahan, kecemasanmengeksasebasi asma)
Sifat kepribadian atau gaya menghadapi masalah mempengaruhi kondisi medis
(misalnya penyangkalan patologis terhadap kebutuhan pembedahan pada seorang pasien
dengan kanker, perilaku bermusuhan dan tertekanberperan pada penyakit kardiovaskuler)
Gangguan kesehatan maladatif mempengaruhi kondisi medis (misalnya tidak
melakukan olahraga, seks yang tidak aman, makan yang berlebihan)
Respon fisiologis yang berhubungan dengan stres mempengaruhi kondisi medis
(misalnya eksasebasi ulkus, hipertensi, aritmia, atau nyeri kepala yang berhubungan
dengan stres).
Faktor psikologi lain yang tidak ditentukan mempengaruhi kondisi medis (misalnya
faktor personal, kultural atau religius).

Gangguan Spesifik pada Psikosomatis


8

Ada beberapa gangguan spesifik yang dapat disebabkan oleh gangguan psikis:
1. Sistem gastrointestinal
a. Gastritis
Kriteria psikologis diperlukan karena diagnosis dengan penemuan negative organis
dan keluhan vegetatif tidak mencukupi. Dari evaluasi psikis ditemukan:
1. gejala bersifat neurosis
2. depresi dan anxietas
3. berkeinginan untuk dirawat dan dimanja dan untuk memiliki objek yang diinginkan
b. Ulkus peptikum
Sifat kepribadian ulkus menjadi faktor presdiposisi. Sifat kepribadian ituantara lain:1,8
1. Tingkah laku
Orang tersebut biasanya tegang, selalu was-was, sangat aktif dalam berbagai
bidang. Tidak mudah menerima kenyataan bila dia gagal
2. Kepandaian
Mempunyai kepandaian dalam berbagai bidang yang dikerjakan sekaliguspada
waktu yang bersamaan
3. Pertanggungjawaban
Mempunyai

tanggung

jawab

yang

sangat

besar

bahkan

sampai

memikirkanpekerjaan orang lain 7


4. Pengenalan terhadap penyakitnya
Tidak menghiraukan penyakitnya, sering terlambat makan, merasa sakit uluhati
tapi masih mau bekerja terus, sering datang terlambat ke dokter
5. Umur
9

Terbanyak pada usia 30-an, karena banyak faktor stress, kesulitan dalam bidang
ekonomi dan keluarga
6. Jenis kelamin/ bangsa
Laki-laki lebih sering dibandingkan wanita. Kulit hitam lebih jarang dibandingkan
kulit putih
7. Faktor sosial
Sering ditemukan dikota besar dan daerah industri. Stress dan kecemasan yang
disebabkan oleh berbagai konflik yang tidak spesifik dapat menyebabkan
hiperasiditas lambung dan hipersekresi pepsin, yang menyebabkan suatu ulkus.
Psikoterapi merupakan terapi yang dapat dipakai untuk konflik ketergantungan
pasien.Biofeedback dan terapi relaksasi mungkin berguna.Terapi medis lain yang
digunakan adalah cimetidine, famotidine.1
c. Kolitis ulserativa
Tipe kepribadian dari pasien dengan Kolitis ulserativa menunjukkan sifat kompulsif
yang

menonjol.

Pasien

cenderung

pembersih,

tertib,

rapi,

tepat

waktu,

hiperintelektual, malu-malu, dan terinhibisi dalam mengungkapkan kemarahan. Stress


non spesifik dapat memperberat penyakit ini. Terapi yang dianjurkan pada kolitis
ulserativa yang akut adalah psikoterapi yang non konfrontatif dan suportif dengan
psikoterapi interpretatif selama periode tenang. Terapi medis terdiri dari tindakan
medis nonspesifik, seperti antikolinergik dan anti diare.1
d. Obesitas
Terdapat presdiposisi familial genetika pada obesitas, dan faktorperkembangan awal
ditemukan pada obesitas masa anak-anak.Faktor psikologisadalah penting pada
obesitas hipergrafik (makan berlebihan).Terapi yangdianjurkan adalah pembatasan
diet dan penurunan asupan kalori. Dukunganemosional dan modifikasi perilaku
adalah membantu untuk kecemasan dandepresi yang berhubungan dengan makan
berlebihan dan diet.1
10

Teknik behaviour modification bertujuan untuk mengubah kebiasaan makan,salah


satu programnya sebagai berikut.1.9
1. Dekripsi tingkah laku untuk mengidentifikasi unsur mana dalam tingkah laku itu
yang dapat diubah.
2. Pengendalian stimuli yang mendahului makan.
3. Memperlambat proses makan.
4. Menyediakan nilai untuk pengendalian yang berhasil
e. Anoreksia nervosa
Anoreksia nervosa ditandai oleh perilaku yang diarahkan untukmenghilangkan berat
badan, pola aneh dalam menangani makanan, penurunan berat badan, rasa takut yang
kuat terhadap kenaikan berat badan, gangguan citra tubuh, dan pada wanita
amenore:1,10

Kriteria Diagnosis
Diagnosis pasti gangguan somatisasi berdasarkan PPDGJ III:
1. Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat
dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun.
2. Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada
kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan- keluhannya.
3. Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan
sifat keluhan-keluhan dan dampak dari perilaku.
Kriteria diagnosis gangguan somatisasi berdasarkan DSM IV :
1. Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun yang
terjadi selama periode beberapa tahun dan menyebabkan individu tersebut mencari
11

penanganan atau gangguan yang bermakna pada fungsi social, pekerjaan dan fungsi
penting lainnya.
2. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, yaitu :
a) 4 gejala nyeri : sekurangnnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya
kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi,
selama hubungan seksual, atau selama miksi)
b) 2 gejala gastrointestinal : sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual,
kembung, muntah selain dari selama masa kehamilan diare, atau intoleransi terhadap
beberapa jenis makanan)
c) 1 gejala seksual : sekurangnya satu gejala selain nyeri (misalnya indiferensi seksual,
disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi
berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
d) 1 gejala pseudoneurologis : sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan
pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau
keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi
atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang : gejala disosiatif seperti
amnesia ; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).
3. Salah satu 1) atau 2) :
a) Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria, 2) tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang di kenal atau efek
langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
b) Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan social atau pekerjaan
yang ditimbulkan adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
4. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuata-buat (sepertiga gangguan buatan
atau pura-pura).4
12

Perjalanan Penyakit
Gangguan somatisasi merupakan gangguan yang berlangsung kronik, berfluktuasi,
menyebabkan ketidakmampuan dan sering kali disertai dengan ketidakserasian dari perilaku
sosial, interpersonal dan keluarga yang berkepanjangan.
Episode peningkatan keparahan gejala dan perkembangan gejala yang baru diperkirakan
berlangsung 6 9 bulan dan dapat dipisahkan dari periode yang kurang simtomatik yang
berlangsung 9 12 bulan. Tetapi jarang seorang pasien dengan gangguan somatisasi berjalan
lebih dari satu tahun tanpa mencari suatu perhatian medis. Seringkali terdapat hubungan antara
periode peningkatan stress atau stress baru dan eksaserbasi gejala somatik.1

Pemeriksaan
Biasanya penderita datang kepada dokter dengan keluhan-keluhan, tetapi tidakdidapatkan
penyakit atau diagnosis tertentu, namun selalu disertai dengan keluhan dan masalah. Pada 239
penderita dengan gangguan psikogenik Streckter telah menganalisis gejala yang paling sering
didapati yaitu 89% terlalu memperhatikan gejala-gejala pada badannya dan 45% merasa
kecemasan, oleh karena itu pada pasien psikosomatis perlu ditanyakan beberapa faktor yaitu:
1. Faktor sosial dan ekonomi, kepuasan dalam pekerjaan, kesukaran ekonomi, pekerjaan
yang tidak tentu, hubungan dengan dengan keluarga dan orang lain, minatnya,
pekerjaan yang terburu-buru, kurang istirahat.
2. Faktor perkawinan, perselisihan, perceraian dan kekecewaan dalam hubungan seksual,
anak-anak yang nakal dan menyusahkan.
3. Faktor kesehatan, penyakit-penyakit yang menahun, pernah masuk rumah sakit, pernah
dioperasi, adiksi terhadap obat-obatan, tembakau.
13

4. Faktor psikologik, stres psikologik, keadaan jiwa waktu dioperasi, waktu penyakit
berat, status didalam keluarga dan stres yang timbul. Quirido membagi cara
pemeriksaan dalam 3 lapangan : 2
a. Lapangan psikis
b. Lapangan social
c. Lapangan somatic
Yang

ditujukan

pada

lapangan

kejiwaan

dinamakan

psikoterapi

indentik.Yangditujukan pada lapangan sosial dan somatik disebut psikoterapi non


identik, yang terdiri dari pemeriksaan fisik, mengobati kelainan fisik dengan obat,
memperbaiki kondisi sosial ekonomi, lingkungan, kebiasaan hidup sehat.

Diagnosis
Pada umumnya penderita dengan gangguan psikosomatis dapat dibagi menjadi 3 golongan,
yaitu: 4
1. Terdapat keluhan tentang fisik, akan tetapi tidak terdapat penyakit fisik dan kelainan
organik yang dapat menyebabkan keluhan tersebut
2. Terdapat kelainan organik tetapi yang primer yang menyebabkannya adalah faktor
psikologis
3. Terdapat kelainan organik tetapi terdapat juga gejala lain yang timbul bukan sebab
penyakit organik itu, akan tetapi karena faktor psikologis. Faktor psikologis ini mungkin
timbul akibat penyakit organik seperti kecemasan.
Lewis memberikan beberapa kriteria khusus untuk diagnosis gangguan psikosomatis yaitu: 4
1. Gejala-gejala yang didapat mempunyai permulaan, akibat, manifestasi dan jalannya yang
sangat mencurigakan akan adanya gangguan psikosomatik.
2. Dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak didapatkan penyakit organik yang
dapat menyebabkan gejala-gejala.
3. Adanya suatu stress atau konflik yang menyulitkan penderita.
14

4. Reaksi penderita terhadap stress ini banyak hubungannya dengan gejala-gejala yang
dikeluhkannya, yaitu bahwa gejala-gejala itu secara psikosomatik merupakan manifestasi
fisik dari konflik atau penyelesaian masalah yang tidak memuaskan.
5. Terjadinya stress harus memiliki korelasi antara waktu dan timbulnya keluhan,
bertambah beratnya penyakit yang ada.
-Untuk diagnosis perlu dievaluasi faktor-faktor sebagai berikut: 4

Komponen organik versus komponen nonorganik.

Komponen fungsional nonpsikogenik versus psikogenik.

Dasar kestabilan emosi (kepribadian premorbid dan predisposisi).

Stres yang menimbulkan gejala-gejala.

Beratnya gangguan fisik atau psikologik.

Penatalaksanaan
Di Amerika Serikat 1/3 penderita yang datang berobat pada dokter umum tidak mempunyai
gangguan organik, 1/3 yang lain mempunyai gangguan organik tetapi keluhannya berlebihan.4
Dengan kesabaran dan simpati banyak penderita dengan gangguan psikosomatik dapat
ditolong. Kita dapat menerangkan kepada penderita tidak dapat sesuatu dalam tubuhnya yang
rusak atau yang kurang, tidak terdapat infeksi dan kanker, hanya anggota tubuhnya bekerja tidak
teratur. Untuk menerangkan bagaimana emosi dapat mengganggu tubuh dapat diambil contoh
sehari-hari seperti orang yang malu mukanya akan menjadi merah, orang yang takut menjadi
bergemetar dan pucat. Dapat dipakai perumpamaan menurut pendidikan dan pengetahuan
penderita.4
Setelah dibuat diagnosis gangguan psikosomatis, terdapat 3 fase terapi yaitu: 4
Fase 1 : ialah fase pemeriksaan dan pemberian ketenangan, penderita dan dokter bersama-sama
berusaha dan saling membantu melalui anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik yang teliti dan
tes laboratorium bila perlu. Diusahakan membuktikan bahwa tidak terdapat penyakit organik dan
dijelaskan kepada penderita tentang mekanisme fisiologik serta keterangan tentang gejala-gejala.
Berikan kesempatan kepada penderita untuk bertanya.
Fase 2 : merupakan fase pendidikan, fase ini dokter lebih banyak bicara. Untuk memberi
keterangan tentang keluhan, meyakinkan serta menenangkan pasien, dapat dikatakan antara lain :
15

Bahwa gejala-gejalanya benar ada, dapat dimengerti kalau ia mengeluh dan menderita
Bahwa gejala-gejalanya sering terdapat juga pada orang lain yang sudah kita obati
Bahwa tidak ada kanker atau penyakit berbahaya lain
Bahwa gejala-gejala itu timbul karena ketegangan sehari-hari dan gangguan emosional
Bahwa gejala itu tidak akan segera hilang, diperlukan beberapa waktu, tetapi akan hilang atau
berkurang bila diobati dengan baik
Bahwa kita semua mengalami ketegangan, kekecewaan, godaan dan kecemasan
Bahwa kelelahan fisik atau jiwa dapat mengurangi daya tahan tubuh sehingga timbul gejala
Bahwa kita apabila terlalu terburu-buru akan timbul ketegangan jiwa
Bahwa tubuh kita bereaksi terhadap ketegangan yang terlalu berat. Sering gejala merupakan
pekerjaan alat tubuh yang bekerja berlebihan
Bahwa ini akan lebih baik bila pasien mengerti akan penyebab gejala.
Fase 3 : ialah fase keinsafan intelektual dan emosional. Pada fase ini pasien yang lebih banyak
bicara. Terjadi pengakuan, katarsis dan wawancara psikiatrik. Hal ini harus berjalan sangat
pribadi, rahasia, tanpa sering terganggu dan dalam suasana penuh kepercayaaan dan pengertian.
Dokter menjelaskan saja agar pembicaraan berjalan dengan baik, tidak terlalu menyimpang dari
pokok pembicaraan. Terdapat 3 golongan senyawa psikofarmaka:1, 4
1. Obat tidur (hipnotik)
Diberikan dalam jangka waktu pendek 2-4 minggu. Obat yang dianjurkan adalah senyawa
benzodiazepine berkhasiat pendek seperti nitrazepam, flurazepam, dan triazolam. Pada
insomnia dengan kegelisahan dapat diberikan senyawa fenotiazin seperti tioridazin,
prometazin.
2. Obat penenang minor dan mayor

Obat penenang minor


Diazepam merupakan obat yang efektif yang dapat digunakan pada anxietas,agitasi,
spasme otot, delirium, epilepsi. Benzodiazepine hanya diberikan pada anxietas hebat
maksimal 2 bulan.

Obat penenang mayor


Yang paling sering digunakan adalah senyawa fenotiazin dan butirofenon seperti
clorpromazin, tioridazin dan haloperidol.
16

3. Antidepresan
Yang dianjurkan adalah senyawa trisiklik dan tetrasiklik seperti amitriptilin, imipramin,
mianserin dan maprotilin yang dimulai dengan dosis kecil yang kemudian ditingkatkan

BAB III
PENUTUP
17

KESIMPULAN
Penyakit-penyakit saluran pencernaan merupakan gangguan yang sering kita derita dan
disebabkan oleh terganggunya saluran cerna kita. Faktor penyebab penyakit/gangguan tersebut
rata-rata adalah perilaku makan kita. Selain itu, faktor psikologis ternyata sangat mempengaruhi
dan berdampak besar atas gangguan-gangguan tersebut.
Sindrom fungsional pada gangguan saluran cerna yang dipengaruhi oleh faktor psikologis,
antara lain adalah: gastritis, ulkus peptikum, colitis ulseratif, obesitas, anorexia nervosa. Dalam
hal ini, depresi adalah dampak yang sering membayangi para penderita. Jadi dapat kami
simpulkan bahwa selain menjaga kesehatan fisik kita juga harus menjaga kesehatan psikis.
Karena kesehatan yang hakiki akan tercipta apabila kesimbangan antara fisik dan psikis terjaga

DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, Saddock, Grebb. Sinopsis Psikiatri. Jilid II. Edisi ketujuh. Bina Rupa Aksara.
Jakarta.1997: 276-303
18

2. Budihalim S, Sukatman D. Psikosamatis. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK UI


Jakarta 1999: 591-592
3. Mansyur A, dkk. Gangguan Psikosomatis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FK UI 1999:228-231
4. Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press. Surabaya
1980:339-371
5. Budihalim S, Mudjadid. Kedokteran Psikosamatis. Dalam : buku ajar Ilmu Penyakit
Dalam jilid II edisi IV. FK UI Jakarta 2006: 903-08
6. Sukatman D, Budihalim S, Biran S.I. Aspek Psikosomatis Gangguan Pernafasan. Dalam :
Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK UI Jakarta 1999:614-20
7. Budihalim S, Sukatman D. Sindrom Fungsional pada traktus digestivus. Dalam : Ilmu
Penyakit Dalam jilid II, FK UI Jakarta 1999: 623
8. Budihalim S, Aspek psikosomatis ulkus peptik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK
UI Jakarta 1999: 628-29
9. Arsyad Z, Syahbuddin S. Aspek psikosomatis obesitas. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam
jilid II, FK UI Jakarta 1999: 657-58
10. Nasution H.N. Anoreksia nervosa. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK UI Jakarta
1999: 659-60
11. Sukatman D, Budihalim S, Aspek Psikosomatis penyakit reumatik. Dalam : Ilmu
Penyakit Dalam jilid II, FK UI Jakarta 1999: 648- 49
12. Kadri. Aspek psikosomatis. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK UI Jakarta 1999:
665-66
13. Asdie A.H. Dahlan P. Migren dan sakit kepala. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam jilid II, FK
UI Jakarta 1999: 652
14. Budihalim S, Sukatman D. Psikofarmaka dan Psikosamatik. Dalam : Ilmu Penyakit
Dalam jilid II, FK UI Jakarta 1999: 602-03

19

You might also like