You are on page 1of 11

ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK

Disusun oleh:

KELOMPOK 1

SHABRINA HASNA Y YULLIUS NOVIAN FANDY MUHAMMAD ATIKA FARAHDIBA SABBAHA MAHFAZA ERICKA WINDA MUTMA INNA MARTA ULINA NAIBAHO SAFARINA SUHADA M.HIRZI NUGRAHA HIMMA ILLIYANA

08787 08789 08791 08793 08795 08797 08799 08803 08805 08807 08809

NANI AGUSTIANI NIMAS IRENE ANJANI RIZKI SYAPUTRA YOHANA SETIANING S RAMDANIAR NURDIANA GEODETI KALOKA SARI YOUVANKA ARSY W PUTRI AMALIA R DIVA AGRITA D W BYAK WELDA J DITTA SNH

08813 08815 08817 08819 08821 08825 08827 08829 08833 08835 08837

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013

SKENARIO Seorang ibu membawa anaknya yang berumur 10 tahun karena sudah 2 hari anak tersebut mengalami demam dan gusinya bengkak. Dua minggu yang lalu anaknya pernah

mengeluhkan giginya sakit, sehingga anak tersebut tidak mau makan dan menjadi pendiam. Setelah dilakukan pemeriksaan ditemukan adanya benjolan pada gusi gigi m1 kanan rahang bawah dan gigi tersebut berlubang, dan tes vitalitas negative. Diagnosisnya abses periapikal.

PEMBAHASAN A. Anamnesis Anamnesis pada pasien anak ini dilakukan dengan cara autoanamnesis, yaitu dengan wawancara langsung pada anak dan alloanamnesis, yaitu dengan wawancara pada ibunya. Setelah dilakukan anamnesis, maka didapatkan hasil : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Chief complaint (CC) : anak berumur 10 tahun mengeluhkan demam dan gusi yang bengkak sejak 2 hari yang lalu. Present illness (PI) : sakit. Past dental history (PDH) : 2 minggu yang lalu gigi sakit, sehingga anak tidak mau makan dan menjadi pendiam. Past medical history (PMH) : tidak ada. Family history (FH) : tidak ada. Sosial ekonomi : tidak ada.

1. Pemeriksaan Objektif (Pemeriksaan Klinis) Gejala objektif ditentukan oleh pengujian dan observasi yang dilakukan oleh seorang klinisi. Pengujian-pengujian tersebut adalah sebagai berikut : a. Pemeriksaan visual dan taktil Uji klinis yang paling sederhana adalah pemeriksaan berdasarkan penglihatan. Hal ini terlalu sering hanya dilakukan sambil lalu selama pemeriksaan, dan sebagai hasilnya, banyak informasi penting hilang. Suatu pemeriksaan visual dan taktil jaringan keras dan lunak yang cermat mengandalkan pada pemeriksaan three Cs: color, contour, dan consistency (warna, kontur dan konsistensi). Pada jaringan lunak, seperti gusi, penyimpangan dari warna merah muda sehat dapat dengan mudah dikenal bila terdapat inflamasi. Suatu perubahan kontur yang timbul dengan pembengkakan, dan konsistensi jaringan yang lunak, fluktuan, atau seperti bunga karang yang berbeda dengan jaringan normal, sehat dan kuat adalah indikatif dari

keadaan patologik. Pada pemeriksaan dengan visual didapatkan atau ditemukan pembengkakan disertai benjolan pada gusi gigi M1. b. Perkusi Uji ini memungkinkan seseorang mengevaluasi status periodonsium sekitar suatu gigi. Gigi diberi pukulan cepat dan tidak keras, mula-mula dengan jari dengan intensitas rendah, kemudian intensitas ditingkatkan dengan menggunakan tangkai suatu instrumen, untuk menentukan apakah gigi merasa sakit. Berdasarkan kasus diatas, apabila dilakukan tes perkusi hasilnya positif, karena adanya infeksi periapikal. c. Palpasi Tes sederhana ini dilakukan dengan ujung jari menggunakan tekanan ringan untuk memeriksa konsistensi jaringan dan respon rasa sakit. Meskipun

sederhana,tetapi merupakan suatu tes yang penting. Berdasarkan kasus diatas, apabila dilakukan tes perkusi hasilnya positif, karena adanya benjolan atau gumboil. d. Uji termal Tes ini meliputi aplikasi dingin dan panas pada gigi, untuk menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal. Meskipun keduanya merupakan tes sensitivitas, tetapi tidak sama dan digunakan untuk alasan diagnosis yang berbeda. Suatu respon terhadap dingin menunjukkan pulpa vital, tanpa memperhatikan apakah pulpa itu normal atau abnormal. Suatu respon abnormal terhadap panas biasanya menunjukkan adanya gangguan pulpa atau periapikal yang memerlukan perawatan endodontik. Pada kasus ini, uji termalnya menggunakan aplikasi dari CE. 2. Pemeriksaan Penunjang a. Foto rontgen (radiografi) Pemeriksaan radiografi dilakukan setelah pemeriksaan klinis lengkap dilakukan.Pada pemeriksaan radiografi, dokter gigi harus mempertimbangkan dan memutuskan teknik radiografi mana yang dipakai. Gambaran radiografi sangat membantu dokter gigi dalam menegakkan diagnosa dan rencana perawatan yang akan dilakukan. Pada pasien yang mengalami penyakit periodontal, teknik radiografi yang sering dilakukan adalah teknik foto intra oral bitewing dan periapikal.Sedangkan teknik radiografi ekstra oral panoramik jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan teknik foto intra oral bitewing dan periapikal lebih akurat dibandingkan dengan teknik radiografi ekstra oral panoramic

b. Radiografi Periapikal Dua proyeksi intaoral yang sering digunakan untuk mendapatkan foto periapikal adalah teknik parallel dan bisektris. Banyak ahli lebih memilih menggunakan teknik parallel karena memiliki kemungkinan distorsi yang lebih kecil.

B. Diagnosis Abses periapikal adalah kumpulan pus yang terlokalisir dibatasi oleh jaringan tulang yang disebabkan oleh infeksi dari pulpa dan atau periodontal. Abses periapikal umumnya berasal dari nekrosis jaringan pulpa. Jaringan yang terinfeksi menyebabkan sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah memfagosit bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut. Akibat penimbunan nanah ini maka jaringan sekitarnya akan terdorong dan menjadi dinding pembatas abses. Hal ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam maka infeksi bisa menyebar tergantung kepada lokasi abses.

C. Diagnosis Diferensial Abses Periapikal 1. Granuloma Periapikal Periapikal granuloma merupakan lesi yang berbentuk bulat dengan perkembangan yang lambat yang berada dekat dengan apex dari akar gigi, biasanya merupakan komplikasi dari pulpitis. Terdiri dari massa jaringan inflamasi kronik yang berprolifersi diantara kapsul fibrous yang merupakan ekstensi dari ligamen periodontal. Gejala klinis dari granuloma periapikal biasanya pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri, dan tes perkusi negatif. Oleh karena berhubungan dengan pulpa yang telah nekrosis, stimulasi thermal akan menunjukkan nilai yang negatif. Pada gambaran radiografi lesi yang berukuran kecil tidak dapat dipisahkan secara klinis dan radiografi. Periapikal granuloma terlihat sebagai gambaran radiolusen yang menempel pada apex dari akar gigi. Sebuah gambaran radiolusensi berbatas jelas atau difus dengan berbagai ukuran yang dapat diamati dengan hilangnya lamina dura, dengan atau tanpa keterlibatan kondensasi tulang.

Pasien dengan abses periapikal mungkin dapat dengan atau tanpa tanda-tanda peradangan, yang difus atau terlokalisasi. Pada pemeriksaan perkusi dan palpasi dapat ditemukan tanda-tanda sensitifitas dengan derajat yang bervariasi. Pulpa tidak bereaksi terhadap stimulasi thermal karena berhubungan dengan pulpa yang telah nekrosis. gambaran radiografi dapat bervariasi dari penipisan ligamen periodontal hingga lesi radiolusensi dengan batas yang tidak jelas. 2. Abses Periodontal Abses periodontal merupakan suatu inflamasi purulent yang terlokalisir pada jaringan periodonsium. Abses periodontal diketahui sebagai lesi yang dapat dengan cepat merusak jaringan periodonsium terjadi selama periode waktu yang terbatas serta mudah diketahui gejala klinis dan tanda-tandanya seperti akumulasi local pus dan terletak di dalam saku periodontal. Gambaran klinisnya terlihat licin, pembengkakan gingiva mengkilat disertai rasa sakit, daerah pembengkakan gingivanya lunak karena adanya eksudat purulent dan meningkatnya kedalaman probing, gigi menjadi sensitive bila diperkusi dan mungkin menjadi mobile serta kehilangan perlekatan periodontal dengan cepat. Abses periodontal sering muncul sebagai eksaserbasi akut dari saku periodontal yang sebelumnya terutama terkait pada ketidaksempurnaan dalam menghilangkan kalkulus dan tindakan medis seperti pada pasien setelah perawatan bedah periodontal, pemeliharaan preventif, terapi antibiotic sistemik dan akibat dari penyakit rekuren. Abses periodontal yang tidak berhubungan dengan inflamasi penyakit periodontal termasuk perforasi gigi, fraktur dan impaksi benda asing. Tipikal radiografi yang menunjukkan abses periodontal memilki kekhususan pada daerah radiolusensi sepanjang aspek lateral akar. Gambaran radiologisnya adalah terdapat gambaran radiolusen berbatas difus di sekitar akar gigi, biasanya melibatkan penurunan (resorbsi) tulang alveolar, lamina dura melebar dan terjadi pelebaran membran periodontal. 3. Kista Radikuler Kista radikuler merupakan massa cair yang dikelilingi selapis epitel dari jaringan disekitar sel-sel pusat yang akan terus membesar karena mengeluarkan eksudat jaringan hingga diameternya mencapai lebih dari 2 cm yang disebabkan oleh resobsi tulang alveolar yang bergranulasi dan mengalami inflamasi kronis . Gambaran radiografisnya khas. Kista memiliki dinding epitel gepeng berlapis berkeratin dan berisi cairan kental, berbentuk bundar atau oval yang besarnya

bervariasi. Lamina dura menghilang. Membran periodontal menghilang. Oleh karena cairan yang bertambah banyak maka kista akan bertambah besar dan menekan ke segala arah sehingga gambaran radiografisnya berbentuk bundar atau oval, berbatas garis putih yang jelas dan tegas, dindingnya halus dan teratur sehingga dapat dibedakan dengan daerah sekitarnya yang normal. Lokasinya dapat mengenai hanya satu gigi atau beberapa gigi sekaligus. Kista ini tidak menimbulkan keluhan atau rasa sakit, kecuali kista yang terinfeksi.

D. Psikologis Pada kasus, anak berumur 10 tahun. Banyak ahli menganggap masa anak sekolah (usia 6-12 tahun) ini sebagai masa tenang atau masa latent, dimana apa yang telah terjadi di pupuk pada masa-masa sebelumnya akan berlangsung terus untuk masa-masa selanjutnya. Tahap usia ini disebut juga sebagai usia kelompok (gang age), dimana anak mulai mengalihkan perhatian dan hubungan intim dalam keluarga ke kerja sama antar teman dan sikap-sikap terhadap kerja atau belajar. Sakit gigi yang dirasakan oleh anak berdampak pada perubahaan sikap dan tingkah laku seperti misalnya anak yang selalu ceria tampak lebih murung dan rewel bahkan sering dan mudah menangis karena rasa sakit yang di timbulkan oleh giginya. Kondisi yang dialami oleh anak ini tentu sangat menganggu aktifitas , apalagi bila menyerang anak-anak yang sedang dalam masa aktif. Selain itu, rasa sakit gigi yang berkepanjangan juga dapat membuat anak tertinggal dalam pelajaran, memengaruhi konsentrasi saat belajar dan jika dibiarkan dapat memengaruhi keberhasilan akademiknya. Menurut Noerdin (2002) kesulitan yang sering terjadi dalam tindakan perawatan gigi anak adalah pada saat pasien anak menunjunkkan sikap non kooperatif berupa rasa takut dan cemas pada dokter gigi atau perawat gigi yang akan dilakukan (Hendrastuti 2003). Pada kasus disebutkan anak menjadi malas makan dan pendiam. Tipe anak seperti ini takut akan tantangan-tantangan sosial, termasuk pergi ke dokter gigi. Pengalaman ke dokter gigi akan membuat si anak yang introvert mengalami stress, karena dalam kunjungannya ke dokter gigi dibutuhkan suatu hubungan dan komunikasi antara dokter gigi dengan si pasien anak. Kondisi ini menjadi permasalahan yang harus segera diatasi agar nantinya tindakan perawatan yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar. Untuk itu diperlukan kerja sama yang baik antara perawat gigi atau dokter gigi dengan pasien anak serta orang

tua anak. Perawat gigi atau dokter gigi dituntut untuk mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang baik dalam penanganan anak secara psikologis, sedangkan orang tua anak diharapkan dapat memberi pengertian dan dorongan kepada anak agar mau melakukan perawatan gigi yang akan dilakukan kepadanya.(Hendrastuti 2003). Dokter gigi juga harus menyadari bahwa anak-anak introvert akan membutuhkan waktu lama untuk memperlihatkan perilaku yang diharapkan pada dental appointment, sehingga dibutuhkan ekstra kesabaran dalam membangun hubungan, kepercayaan, dan komunikasi.

E. Etiologi Abses Periapikal Etiologi umum dari kebanyakan infeksi orofasial dapat berupa abses periapikal akut sampai dengan selulitis servikofasial bilateral (Ludwig angina) adalah patologi, trauma atau perawatan gigi dan jaringan pendukungnya. Riwayat alami dari infeksi odontogenik biasanya dimulai dengan terjadinya kematian pulpa, invasi bakteri dan perluasan proses infeksi ke arah perapikal. Terjadinya peradangan yang terlokalisir atau abses periapikal akut tergantung dari virulensi kuman, dan efektivitas pertahanan hospes (Pedersen, 1996). Berdasarkan kasus di atas, dapat dapat diketahui bahwa diagnosisnya adalah abses periapikal. Diagnosis dapat ditetapkan setelah dilakukan pemeriksaan objektif dan didapatkan bahwa adanya pembengkakan pada gingiva gigi M1 kanan rahang bawah yang mana gigi tersebut terdapat kavitas dan telah nekrosis. Kejadian ini diawali oleh infeksi kuman dari proses karies. Dengan perkembangan karies, atau beberapa antigen dapat menyebabkan respon peradangan jaringan pulpa kemudian tubuh menyerang infeksi, oleh karena pulpa tertutup oleh struktur padat dentin maka tidak terdapat ruangan untuk perluasan eksudat radang yang berupa nanah (sekumpulan sel darah putih dan jaringan yang mati) sehingga nanah dialirkan ke jaringan periapikal melalui saluran akar. Hal ini menyebabkan gusi yang berada di dekat akar gigi tersebut membengkak dan membentuk abses periapikal dan bila prosesnya kronik akan menjadi kelainan berupa abses kronik, granuloma dan kista radikular. Kuman saluran akar merupakan penyebab utama abses periapikal, dan umumnya berupa Gram positif, Gram negatif baik aerob dan anaerob yang akan invasi ke jaringan periapikal dan akhirnya dapat menyebabkan kerusakan.

F. Rencana Perawatan Pada dasarnya, prinsip terapi abses adalah insisi untuk drainase (mengeluarkan cairan pus), dengan catatan, prinsip ini dipergunakan untuk abses yang berada di jaringan lunak. Pada abses periapikal memiliki kondisi khas berupa gigi mengalami karies besar dan terasa menonjol, sakit bila digunakan mengunyah, kadang terasa ada cairan asin keluar dari gigi yang berlubang tersebut. Terapi kegawat-daruratannya dalam kondisi ini tentunya belum dapat dilakukan insisi, oleh karena pus berada dalam tulang, namun yang dapat dilakukan adalah melakukan prosedur open bur, melakukan eksterpasi untuk mengeluarkan jaringan nekrotik, oklusal grinding, dan pemberian terapi farmakologi. Terapi yang dilakukan adalah insisi, drainase dan pemberian antibiotik. Penderita bisa diobati dengan pemberian antibiotik, analgesik, atau darinase sesuai rujukan dokter gigi atau ahli bedah mulut. Dalam kasus abses lokal dan menyebar, drainase harus dilakukan sesegera mungkin. Jika drainase segera tidak memungkinkan, analgesia yang sesuai (NSAID) harus direkomendasikan sampai infeksi dapat dibuang secara memadai. Pasien harus diberi dosis analgesik (NSAID jika tidak kontra-indikasi) pra-bedah, atau segera setelah operasi. Terapi Antibiotik tidak diindikasikan pada pasien dinyatakan sehat dan ketika abses terlokalisir. Antibiotik sistemik tidak memberikan manfaat tambahan atas drainase dari abses dalam kasus infeksi lokal kecuali terdapat komplikasi sistemik (misalnya demam, limfadenopati, cellulitis), bengkak menyebar atau untuk

pasien immunocompromised. Antibiotik tidak secara rutin diresepkan untuk mengobati abses gigi karena: a. Drainase abses adalah pengobatan yang lebih efektif b. Menggunakan antibiotik untuk mengobati infeksi tidak serius membuat mereka kurang efektif untuk mengobati infeksi yang lebih parah (ini dikenal sebagai resistensi antibiotik) Antibiotik biasanya hanya diperlukan jika: a. Ada tanda-tanda bahwa infeksi menyebar, seperti pembengkakan wajah atau leher b. Anda memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah Jika antibiotik diperlukan, antibiotik amoksisilin disebut biasanya dianjurkan. Jika Anda alergi terhadap amoksisilin, yang merupakan jenis penisilin, metronidazol biasanya dapat diresepkan sebagai tindakan pencegahan.

Proses kuratif untuk periapikal abses meliputi :


a. b.

Mengeringkan kavitas menggunakan cotton pellet (buntalan kapas) Menjaga tingkat kekeringan dengan sedikit membasahi kapas dengan air lalu memberi kavitas eugenol

c. d. e. f.

Menghilangkan debris-debris dari kavitas dengan seksama Menumpat kavitas dengan tumpatan sementara Mengevaluasi kembali oklusi Mengevaluasi kembali perawaan darurat terhadap gigi

Perawatan saluran akar Pengobatan untuk jenis abses biasanya perawatan saluran akar. Perawatan saluran akar sering digunakan untuk menyimpan dan mengembalikan rusak atau mati bagian dalam gigi (pulpa). Dokter gigi akan mengebur ke dalam gigi yang mati dan

memungkinkan nanah untuk dikeluakan melalui gigi, dan kemudian menghilangkan jaringan pulpa memerlukan proses penghilangan jaringan yang terinfeksi seperti sisa-sisa karies, saraf, serta pembuluh darah yang berada dalam pulpa. Kemudian setelah semua sisa jaringan dibersihkan, pulpa diisi dengan gutta percha (untuk mengisi ruang dan mencegah infeksi lebih lanjut) dan ditumpat atau dibuatkan crown. Teknik ini merupakan yang sering digunakan dalam mempertahankan gigi,dan sangat efektif untuk perawatan abses periapikal (Catatan: bahkan jika nyeri telah hilang dengan drainase, Anda masih akan membutuhkan perawatan saluran akar ini karena infeksi dan abses pasti akan kembali kecuali jaringan pulpa mati ditangani..) Jika infeksi berlanjut meskipun perawatan saluran akar, dokter gigi mungkin harus mengekstrak (menghapus) gigi. Ekstraksi gigi Dalam kasus dimana pulpa sudah sangat rusak oleh karena pus, ekstraksi merupakan jalan satu-satunya untuk perawatan. Hal ini dilakukan apabila rahang itu sendiri sudah terkena dan prosedur perawatan saluran akar tidak dapat dilakukan. Hal ini merupakan opsi terakhir dan tidak bisa digunakan sebagai alternatif dari perawatan saluran akar. Gigi yang dicabut lalu diganti dengan implant atau gigi tiruan. Namun sedapat mungkin,dokter diharuskan berusaha mempertahankan gigi asli pasien. Skaling gigi dan root planning

Perawatan ini digunakan untuk mencegah terjadinya abses periapikal pada gigigigi lain yang belum terkena. Perawatan ini merupakan proses preventif dan bukan merupakan perawatan utama dalam abses periapikal. Pasien anak dengan abses periapikal harus dilihat dulu bagaimana kondisi oral hygiene nya. Apabila oral hygienenya buruk dan anak tampak lemah dan sakitsakitan,perlu diberikan antibiotik dan vitamin agar kondisi tubuhnya pulih sebelum dilakukan perawatan. Pus dalam abses dikeluarkan,lalu diberikan perawatan saluran akar apabila masih bisa dilakukan prosedur ini. Setelah itu diperiksa kembali oklusi serta keadaan setelah diberikan perawatan. Diberikan pula dental hygiene education pada pasien agar mau merawat giginya dengan baik dan benar serta rutin memeriksakan ke dokter gigi.

F. PROGNOSIS Prognosis baik apabila seluruh rangkaian perawatan telah dilakukan dengan baik dan benar. Anastesi lokal untuk melakukan drainase berhasil Drainase untuk mengeluarkan pus dari abses periapikal berhasil Insisi dalam melakukan drainase berhasil Pemberian obat pasca bedah dijalankan dengan baik oleh pasien. Penambalan gigi atau pemasangan jaket atau perawatan saluran akar crown berhasil untuk mengatasi gigi yang berlubang tersebut. Terutama apabila diterapi dengan segera menggunakan antibiotika yang sesuai Prognosis buruk apabila seluruh rangkaian perawatan tidak berjalan dengan baik dan benar. Dan menjadi bentuk kronik, akan lebih sukar diterapi dan menimbulkan

komplikasi yang lebih buruk dan kemungkinan amputasi lebih besar

DAFTAR PUSTAKA Chaker, F.M. : Dent. Clin. North Am., 18:393, 1974 dalam Grossman, L.I., Oliet, S. & Del Chandler NP, Koshy S. 2002. clinical review : The changing role of the apicectomy operation in dentistry. Department of Oral Rehabilitation, School of Dentistry, University of Otago, New Zealand. Del Rio, C.E. 1988. Endodontic Practice. 11 th ed. Philadelphia :Lea & Febiger. Eley BM, Manson JD. Periodontics, fifth edition. Philadelphia: Elsivier, 2004: 328-31 Gilangrasuna. Juni 2010. Mari Belajar!, Penjalaran Infeksi Odontogen. Patogenesa, Pola Penyebaran, dan Prinsip Terapi Abses Rongga Mulut. Available at http//www. Abses periapikal. com Grossman, L.I. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta : Egc Gunarsa, S.D. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia. Hendrastuti.(2003). Penanganan Anak Secara Psikologis di klinik. Dentofasial Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin: Makassar. Herrera D, Roldan S, Sanz M. The Periodontal Abscess: a review. Journal of Clinical Peridontology, 2000: 27: 377-386. http://www.primehealthchannel.com/periapical-abscess.html Lia RCC, Garcia JMQ, Sousa-Neto MD, et al. clinical, radiographic and histological evaluation of chronic periapical inflammatory lesions. J Appl Oral Sci 2004; 12(2):117-20 Mazur, B., & Massler, M. : Oral Surg., 17 : 592. 1964 dalam Grossman, L.I., Oliet, S. & Del Newman MG, Takei HH, Kiokkevold PR. Clinical Periodontology, Tenth Edition. China: Saunders Elsevier, 2006: 714-20. Noerdin. (2002). Home-Hand Over Mouth Exercise. Dental Journal FKGUI: Jakarta.
Oliet, S. & Pollock,S. : Bull. Phila. Dent. Soc., 34:12, 1968 dalam Grossman, L.I., Oliet, S. &

Pedersen, G.W., 1996, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, EGC, Jakarta Preethi, P and Gita, BV. Gingival Abscess Revisited. Indian Journal of Multidisciplinary Dentistry. Vol I (2010-2011) Radmila OR, Draginja KB, Vesna BR. The therapy of periodontal abscess. Acta Rima M, Andry H, Willie J. (eds). 1994. Kamus Kedokteran Dorland 26th ed. EGC. jakarta Rio, C.E. 1988.Endodontic practice. 11 th ed. Philadelphia : Lea & Febiger. Sunaryo. 2002. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

You might also like