You are on page 1of 10

INFRASTRUKTUR

PERENCANAAN DINDING PENAHAN TANAH DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL (STUDI KASUS JALAN LINGKAR DONGGALA) Design of Retaining Walls with Geotextile Reinforcement (Case Study of Donggala Ring Road)
Hendra Setiawan
Jurusan Teknik Sipil Universitas Tadulako-Jalan Soekarno Hatta Km. 8 Palu 94118 Email : hendra_3909@yahoo.com

ABSTRACT
Road construction on the land reclamation of the ocean generally face problems, they are such as embankment which is sensitive settlement by the condition of the tidal sea water. Without retaining walls, the material will happening settlement because carry away by the tides of sea water, so that it will eventually happening differential settlement which causes the road pavement will be more easily damaged than the age of the plan. The purpose of this study was to overcome the problem of embankment settlement due to the tidal conditions of sea water using the construction of reinforced soil walls with geotextile reinforcement. The results of stability analysis of relation was in the vertical distance (Sv) relationship of the local embankment obtained the smaller value of (Sv) so the number of layers of reinforcement needed to be more, but the value of safety factor to the pull bars and broken bars become larger. It is provided that the better value friction angle for embankment, the smaller the value of the length of geotextile that is needed and the higher the value of intern stability. The results obtained based on the height embankment of 6 m, the spacing used (Sv) between the same as bar reinforcement of 0,8 m, and length of geotextile that is 13,5 m for the local embankment, 12 m for the embankment of Palu River and 9 m to embankment of Palupi River. With safety factor for extern stability consists of Fgs = 1,5, Fgl = 2,0 and Fqu > 2,0. And safe factor for intern stability consists of Fr> 1,2 and Fp> 1,5. Keywords: embankment, geotextile, road

ABSTRAK
Pembangunan jalan di atas tanah hasil reklamasi laut umumnya menghadapi masalah, diantaranya adalah tanah timbunan yang rawan mengalami penurunan akibat kondisi pasang-surut air laut. Tanpa adanya konstruksi penahan tanah, maka material timbunan akan mengalami penurunan karena terbawa oleh pasang-surut air laut sehingga lambat laun akan terjadi differential settlement (beda penurunan) yang menyebabkan perkerasan jalan akan lebih cepat rusak dari umur rencananya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menanggulangi masalah penurunan tanah timbunan akibat kondisi pasang-surut air laut menggunakan konstruksi dinding tanah bertulang dengan perkuatan geotekstil. Hasil analisis stabilitas dari hubungan variasi jarak vertikal (Sv) terhadap timbunan setempat didapatkan semakin kecil nilai Sv maka jumlah tulangan yang dibutuhkan menjadi lebih banyak, akan tetapi nilai faktor aman terhadap cabut tulangan dan putus tulangan menjadi lebih besar. Diperoleh bahwa semakin baik nilai sudut gesek dari tanah timbunan, maka semakin kecil nilai panjang geotekstil yang dibutuhkan serta semakin tinggi nilai stabilitas dalamnya. Hasil analisis diperoleh berdasarkan ketinggian tanah timbunan di lapangan sebesar 6 m, digunakan jarak spasi (Sv) antar tulangan yang sama sebesar 0,8 m, dan panjang geotekstil yaitu 13,5 m untuk timbunan setempat, 12 m untuk timbunan Sungai Palu dan 9 m untuk timbunan Sungai Palupi. Dengan faktor aman untuk stabilitas luar terdiri dari Fgs=1,5, Fgl=2,0 dan Fqu>2,0. Serta faktor aman untuk stabilitas dalam terdiri dari Fr>1,2 dan Fp>1, 5.. Kata Kunci : timbunan, geotekstil, jalan

PENDAHULUAN Pembangunan jalan di atas tanah hasil reklamasi laut umumnya menghadapi masalah, diantaranya adalah tanah timbunan yang rawan mengalami penurunan akibat kondisi pasang-surut air laut. Tanpa adanya konstruksi penahan tanah, maka material timbunan akan mengalami penurunan karena terbawa oleh pasang-surut air laut sehingga lambat laun akan terjadi differential settlement (beda

penurunan) yang sangat nyata. Karena beda penurunan ini, maka perkerasan jalan akan lebih cepat rusak dari umur rencananya. Untuk mengatasi masalah tersebut maka dapat digunakan cara dengan memasang konstruksi dinding penahan. Namun biasanya tembok penahan yang umum dipakai adalah tembok penahan konvensional yang terbuat dari konstruksi yang memakai bahan batu kali, batu bata, beton atau

PerencanaanDindingPenahanTanahDenganPerkuatanGeotekstil(StudiKasusJalanLingkarDonggala) (HendraSetiawan)

beton bertulang. Seiring dengan kemajuan teknologi, maka konstruksi-konstruksi dengan teknologi baru semakin banyak ditemukan antara lain yaitu konstruksi dinding tanah bertulang yang ditemukan oleh Vidal pada tahun 1969 yang terdiri dari tulangan baja galvanis, tanah pengisi dan penutup permukaan. Pada konstruksi dinding tanah bertulang, tulangan tersebut dapat diganti oleh pemakaian geotekstil. Pada proyek reklamasi di Jalan Lingkar Donggala telah digunakan geotekstil sebagai filter dan separator, yaitu dengan cara memasang lapisan geotekstil di bawah dinding penahan konvensional. Adapun tanah timbunan yang digunakan merupakan tanah timbunan setempat hasil pengerukan bukit di sekitar proyek reklamasi dengan ciri tanah banyak mengandung kapur. Bertolak dari hal tersebut maka penulis mencoba menggunakan alternatif lain dalam konstruksi dinding penahan tanah, yaitu dengan dinding penahan tanah bertulang menggunakan geosintetik jenis geotekstil sebagai filter, separator sekaligus perkuatan bagi tanah timbunan METODE PENELITIAN a. Geotekstil Geotekstil adalah suatu bahan geosintetik yang berupa lembaran serat sintesis tenunan dengan tambahan bahan anti ultraviolet. Geotekstil mempunyai berat sendiri yang relatif ringan sehingga dapat diabaikan, akan tetapi geotekstil mempunyai kekuatan tarik yang cukup besar untuk menerima beban di atasnya. Geotekstil terdiri dari serat-serat sintetik yang terbuat dari bahan mentah polymer. Polymerpolymer yang digunakan dalam produksi geosintetik dapat terbuat dari material-material polypropylene, polyster, polyethylene, atau polyamide (nylon). Bahan propypropylene dan polyethelene mempunyai sifat yang lebih ringan dari air, sedangkan polyster mengabsorbsikan paling sedikit jumlah air. Semua bahan polymer ini mempunyai titik leleh yang tinggi. Bahan-bahan ini dicairkan/dilelehkan dan kemudian dikeraskan melalui spinneret (pemintal) membentuk serat-serat (fibres). Pembentukan seratserat ini bisa dilaksanakan dengan tiga metode yaitu wet formed, dry formed, atau meet formed (pelelehan). Lembaran-lembaran (met formed) ini yang kemudian dipotong-potong jadi pita-pita serat. Proses pengerasan adalah melalui pendinginan sesudah serat-serat tersebut direntangkan. Perentangan yang disertai tarikan ini akan diperkecil ukuran diameter serat dan menyebabkan molekulmolekul dalam serat menyusun diri mereka ke

bentuk yang lebih teratur. Proses ini akan meningkatkan modulusnya, sehingga meningkat kekuatan serat yang menjadi bentuk monofilamen. Monofilamen ini kemudian dibentuk simpulsimpul bersama untuk membentuk suatu serat multifilamen. Serat-serat berupa serabut ini kemudian membentuk suatu ikatan seperti tali yang disebut tow. Sebuah tow dapat berisi ribuan filamenfilamen yang saling bersambungan satu sama yang yang lain. Ikatan-ikatan ini dipotong menjadi bahan yang pendek (staple fibre) sepanjang 1 sampai 4 inch. Staple fibres ini kemudian dibelitkan atau diputar menjadi serat-serat yang panjang untuk sesudahnya diproduksi di pabrik. b. Konstruksi Dinding Tanah Bertulang Dinding tanah bertulang atau dinding tanah diperkuat (reinforced earth wall) adalah dinding yang terdiri dari dinding yang berupa timbunan tanah yang diperkuat dengan bahan-bahan tertentu yang terbuat dari geosintetik maupun dari metal. Bagian yang amat penting dari konsep dasar Reinforced Earth adalah adanya gesekan yang terjadi pada pertemuan antara kedua permukaan yaitu antara anah dan geotekstil, gesekan inilah yang mencegah terjadinya pergerakan relatif pada kedua bahan tersebut. Disamping itu keadaan kepadatan tanah dan kekuatan geotekstil untuk menahan tarikan arah lateral berpengaruh juga pada kestabilan Reinforced Earth. Sistem inilah yang membuat Reinforced Earth berbeda dengan sistem penjangkaran atau pengikatan. Konsep perkuatan tanah atau tanah bertulang (reinforced earth wall) pertama kali diperkenalkan oleh Vidal pada tahun 1969. Hingga saat ini, sistem penulangan tanah banyak digunakan untuk pembangunan tipe-tipe konstruksi, seperti dinding penahan, pangkal jembatan, timbunan badan jalan, penahan galian dan perbaikan stabilitas lereng alam. Selain itu penulangan tanah telah pula diaplikasikan dalam pembangunan konstruksikonstruksi tanggul, bendungan, pondasi rakit, bangunan-bangunan pelengkap pelabuhan dan lainlain. Sistem tulangan tanah mempunyai tiga komponen utama, yaitu: 1). Tulangan-tulangan 2). Tanah timbunan/urugan tanah atau tanah asli lapangan, dan 3). Elemen-elemen permukaan (facing element) yang merupakan elemen-elemen penutup dinding bagian depan. Bahan tulangan dapat terbuat dari metal atau bukan metal (geotekstil, plastik). Tanah timbunan/urugan umumnya dipilih tanah granuler,

75

INFRASTRUKTURVol.2No.2Desember2012:7483

walaupun mulai dicoba dengan menggunakan tanah kohesif. Elemen-elemen penutup dinding depan dapat berupa panel-panel beton, tulangan yang dibengkok, bronjong batu dan lain-lain. Keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan struktur tanah bertulang antara lain: 1). Merupakan struktur yang fleksibel. 2). Tidak mempunyai resiko besar bila terjadi deformasi struktur. 3). Mudah dalam pelaksanaan pembangunannya. 4). Merupakan struktur yang tahan terhadap pengaruh gempa bumi. 5). Sering biaya pembangunan lebih ekonomis dibanding dengan struktur konvensional. 6). Tipe elemen-elemen penutup dinding depan dapat dibuat dalam bentuk yang bermacammacam, sehingga memungkinkan untuk

menciptakan bentuk permukaan dinding yang indah. Penggunaan geotekstil pada struktur penahan tanah yang untuk selanjutnya dapat kita sebut sebagai Reinforced Earth ini adalah suatu usaha untuk memperkuat suatu bahan dasar, dalam hal ini tanah dengan menambahkan lapisan geotekstil yang mempunyai tegangan tarik yang lebih besar, sehingga dihasilkan suatu massa yang saling mengikat dengan kestabilan yang tinggi. Sedangkan untuk proses pembuatan dinding penahan itu sendiri harus dilakukan persiapan serta perlu diperhatikan teknik penempatan geotekstil yang baik sehingga penggunaan geotekstil sebagai reinforcement dapat bekerja secara efektif. Adapun proses pembuatan dinding penahan tanah dengan menggunakan geotekstil tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

a. Proses persiapan dan pembersihan area

b. Penempatan geotekstil pada permukaan tanah

c. Pemberian tanah pengisi di atas geotekstil dan pemadatan

d. Proses pengangkeran

e. Penempatan geotekstil lembar berikutnya

f. Pemberian tanah pengisi di atas geotekstil dan pemadatan

g. Diteruskan sampai ketinggian yang h. Penutup permukaan dikehendaki Gambar 1. Proses pembuatan dinding penahan tanah dengan penggunaan geotekstil sebagai reinforcement (Sumber: Kurniawan dan Hartono, 2000)

76

PerencanaanDindingPenahanTanahDenganPerkuatanGeotekstil(StudiKasusJalanLingkarDonggala) (HendraSetiawan)

c. Pelaksanaan Pengujian dan Urutan Analisis

Gambar 2. Bagan Alir Perencanaan HASIL DAN PEMBAHASAN a. Hasil Pengujian Laboratorium Pengujian di laboratorium yang dilaksanakan meliputi pengujian berat isi tanah dan geser langsung. Adapun hasil pengujian selengkapnya adalah seperti pada Tabel 1. b. Perhitungan Dinding Penahan Dengan Perkuatan Geotekstil Hasil Perhitungan Dinding Penahan Dengan Perkuatan Geotekstil diperlihatkan pada Gambar 3.

77

INFRASTRUKTURVol.2No.2Desember2012:7483

Tabel 1. Data-data Tanah

No 1 2 3 4

Jenis Tanah Tanah Setempat Tanah Timbunan Setempat Tanah Timbunan Sungai Palu Tanah Timbunan Sungai Palupi
1,75 m 2,0 m

c 2 kg/cm 0.152 0.372 0.065 0.000

( ) 40.70 27.07 30.75 44.09

kg/cm = t/m 1.569 1.589 1.805 1.541


3 3

P2,1 qperkerasan

P2,2
0,5 m

P1

qtrotoar
1,0 m

Sv

Tanah Setempat c1 ; 1 ; 1
P1 P2,1 & 2,2

Lo L

= Beban Orang (100 kg) = Beban Roda Kendaraan

Gambar 3. Model perencanaan dinding tanah bertulang dengan menggunakan geotekstil. c. Hasil Analisis Stabilitas Luar dan Stabilitas Dalam Analisis ini terdiri dari parameter tanah setempat dan tanah timbunan berupa berat isi (), sudut gesek () dan kohesi (c) serta variasi jarak spasi vertikal (Sv) yaitu 0,8 m, 0,6 m dan 0,4 m. Dengan melakukan analisis untuk variasi kondisi material tanah timbunan hubungannya dengan spasi vertikal (Sv) serta pengaruh pasang surut air laut terhadap desain dinding tanah bertulang dengan perkuatan geotekstil. Dalam perhitungan stabilitas luar, faktor aman untuk variasi material timbunan yang digunakan adalah sama, untuk faktor aman terhadap geser yaitu sebesar 1,5 dan faktor aman terhadap guling yaitu sebesar 2. Dari hasil perhitungan stabilitas luar untuk tanah timbunan setempat dan timbunan Sungai Palu pada kondisi 1 (muka air laut saat surut) diperoleh panjang tulangan masingmasing sebesar 13,163 m dan 11,913 m, sehingga untuk perhitungan terhadap stabilitas lainnya dicoba menggunakan panjang tulangan masing-masing sebesar 13.5 m dan 12 m yang ternyata memenuhi nilai faktor aman yang disyaratkan. Sedangkan hasil perhitungan stabilitas luar untuk timbunan Sungai Palupi pada kondisi 1 (muka air laut saat surut)

78

2,5 m

5,0 m

Muka air surut

H = 6,0 m

Tanah Timbunan 1) c2 ; 2 ; 2 2) c3 ; 3 ; 3 3) c4 ; 4 ; 4

Muka air pasang

P Perencanaan Din ndingPenahanTanahDengan nPerkuatanGeo otekstil(StudiK KasusJalanLing gkarDonggala) ) (Hen ndraSetiawan) )

diperoleh L = 4,895 m yang y aman te erhadap stabi ilitas geser, akan n tetapi nilai tersebut t ternyata tidak t memenuhi syarat faktor r eksentrisita as terhadap berat b pondasi yai itu e > L/6, maka m panjan ng tulangan perlu p

dipe erbesar untuk k mencapai n nilai aman te erhadap nilai i ekse entrisitas. Sehingga S de engan cara coba-coba a dipe eroleh L = 9 m.

anjang tulang gan dalam me eter) L (Pa 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

13.163 Fgs = 1,5 4.895 13.500 Fgl = 2,0 0 9.000 13.500 Fqu > 2,0 0 9.000 Timbunan Se etempat T Timbunan S. Palu P Tim mbunan S. Palupi 12.000 12.000 11.913 3

G Gambar 4. Grafik G Hubun ngan Fs (ama an) Vs L Kon ndisi 1 (Suru ut)

anjang tulang gan dalam me eter) L (Pa 0 0.5 1 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5 5.5 6

Fgs = 1,5 5 0.128

2.360 0 2.689

5 5.000 Fgl = 2,0 0 5 5.000 5 5.000 Fqu > 2,0 0 5 5.000 Timbunan Se etempat T Timbunan S. Palu P Tim mbunan S. Palu upi 5.500 5.500

G Gambar 5. Gr rafik Hubung gan Fs (aman n) Vs L Kon ndisi 2 (Pasan ng) Un ntuk hasil perhitungan n stabilitas luar ncapai nilai aman terha adap nilai eksentrisitas. e . men terhadap kondisi 2 (m muka air la aut saat pas sang) Seh hingga denga an cara coba-coba dipero oleh panjang g diperoleh panjang p tula angan masin ng-masing untuk u tula angan untuk tanah timbu unan setempa at, timbunan n tanah timbu unan setemp pat, timbuna an Sungai Palu, P Sun ngai Palu dan n Sungai Palu upi berturut-turut adalah h dan timbuna an Sungai Pa alupi adalah sebesar 2,36 60 m, sebe esar 5 m, 5,5 5 m dan 5 m. 2,689 m da an 0,128 m. Nilai N tersebu ut aman terhadap Hasil perhitungan n dari sta abilitas luar r stabilitas ge eser, akan tet tapi ternyata tidak meme enuhi terh hadap kondisi 1 dan k kondisi 2 menunjukkan m n syarat fakt tor aman terhadap t gu uling dan nilai bahw wa panjang tulangan yan ng lebih bes sar diperoleh h eksentrisitas s terhadap berat ponda asi yaitu e> >L/6, pada a saat kondis si 1 (muka ai ir laut saat su urut). Hal ini i maka panjang tulanga an perlu diperbesar d u untuk dise ebabkan kare ena pengaruh h muka air la aut pada saat t

79 9

INFRASTRUKTURVol.2No.2Desember20 012:7483

surut meny yebabkan tekanan tanah h menjadi lebih l besar sehin ngga lebih berbahaya b terhadap stabi ilitas struktur. Maka M dari itu u nilai dari panjang p tulan ngan kondisi 1 ak kan digunak kan sebagai parameter p de esain dinding tana ah bertulang Analisis Stabilitas S D Dinding Ta anah Bertulang Terhadap Variasi Sv v untuk Ta anah Timbu unan Setempat Hasil l perhitunga an stabilitas tanah timbu unan setempat te erhadap vari iasi tebal la apisan geote ekstil menunjukka an bahwa semakin ke ecil nilai spasi s vertikal (Sv v) maka juml lah tulangan yang dibutuh hkan menjadi lebih banya ak, yang berarti ba ahwa

pem makaian geote ekstil juga ak kan semakin n banyak, hal l ini secara s grafis dapat diliha at pada Gamb bar 6. Berdasark kan hasil perhitungan n stabilitas s dala am didapatka an bahwa nil lai spasi vertikal (Sv) 0,8 8 m, 0,6 0 m, dan 0, ,4 m masing-masing telah memenuhi i syar rat keamanan n terhadap c cabut tulanga an dan putus s tula angan untuk kondisi k 1 da an kondisi 2. Didapatkan n pula a bahwa nila ai Sv tidak mempengar ruhi panjang g tula angan (L), akan a tetapi semakin kecil nilai Sv v mak ka nilai fak ktor keaman nan terhadap p cabut dan n putu us tulangan n akan sem makin besar r. Sehingga a ditin njau dari pertimbang gan ekonom mis, maka a digu unakan spasi i vertikal (Sv v) sebesar 0, ,8 m sebagai i para ameter desain n dinding tan nah bertulang g.

15 5

16 14 10 8 6 4 2 0 Jumlah Tulangan 12

1 10 8

Sv = 0,4 m

Sv = 0,6 m

Sv = 0,8 8m

Gambar 6. Grafik Hubu ungan Spasi Vertikal (Sv v) Vs Jumlah h Tulan eroleh nilai faktor f terhad dap cabut tulangan untuk k dipe S D Dinding Ta anah Bertulang Analisis Stabilitas timb bunan Sunga ai Palu meng galami kenaik kan rata-rata a Terhadap Variasi Material M Tan nah Timbu unan sebe esar 60% dan d untuk ti imbunan Su ungai Palupi i dengan Sv = 0,8 m men ngalami kena aikan yang c cukup besar yaitu sekitar r Hasil l perhitunga an stabilitas dalam den ngan 327% terhadap material m timb bunan setem mpat. menggunak kan spasi ver rtikal (Sv) 0, ,8 m, didapa atkan Diperoleh h juga bahwa a semakin da alam lapisan n faktor aman n terhadap ca abut tulangan n untuk kond disi 1 tula angan maka a nilai terhadap faktor r keamanan n (muka air laut l saat suru rut) dan kondisi 2 (muka a air terh hadap cabut tulangan ak kan semakin besar, yang g laut saat pasang) p terha adap masing g-masing va ariasi bera arti bahwa kemungkina an besar tul langan yang g material tan nah timbunan n yaitu timbu unan Sungai Palu akan n tercabut te erjadi pada t tulangan di lapisan atas s dan timbun nan Sungai Palupi P semu uanya meme enuhi (Ga ambar 7 dan n Gambar 8) persyaratan keamanan. Sementara untuk ha asil perhitun ngan faktor r is untuk kon ndisi 1 (muka air Dari hasil analisi ama an terhadap putus tula angan untuk k kondisi 1 laut saat sur rut) diperole eh nilai fakto or terhadap cabut c (mu uka air laut saat s surut) d dan kondisi 2 (muka air r tulangan un ntuk timbun nan Sungai Palu menga alami laut t saat pasan ng) terhadap masing-ma asing variasi i kenaikan ra ata-rata sebe esar 17% sedangkan s u untuk mat terial tanah ti imbunan yait tu timbunan Sungai Palu u timbunan Sungai S Palup pi mengalam mi kenaikan yang y dan timbunan Sungai S Palup pi semuanya a memenuhi i cukup besa ar yaitu seki itar 139% te erhadap mat terial pers syaratan keam manan. Dari hasil analisi is untuk BW W timbunan setempat. Begitu B pula a dengan hasil h 150 dan BW 200 2 diperole eh nilai fakt tor terhadap p analisis untu uk kondisi 2 (muka air laut l saat pas sang) putu us tulangan n untuk ti imbunan Sungai Palu u

80

P Perencanaan Din ndingPenahanTanahDengan nPerkuatanGeo otekstil(StudiK KasusJalanLing gkarDonggala) ) (Hen ndraSetiawan) )

mengalami sedangkan
80 Fp (Faktor Cabut Tulangan) 70 60 50 40 30 20

kenaikan rata-rata sebesar 11% untuk timbunan Sungai Pa t alupi

ngalami kena aikan yang c cukup besar yaitu sekitar r men 111% terhadap material m timb bunan setem mpat.

0.8

1.6

2.4

3.2

4.8

5.6

z (Ked dalaman)

Tim mbunan Setem mpat

Timbunan S. S Palu

Timbunan n S. Palupi

ar 7. Grafik Hubungan z Vs Fp Kond disi 1 (Surut) ) Gamba


42 37 Fp (Faktor Cabut Tulangan) 32 27 22 17 12 7 2 0.8 1.6 2.4 3.2 4 4.8 5.6 6 laman) z (Kedal

Tim mbunan Setem mpat

Timbunan S. S Palu

Timbunan n S. Palupi

Gambar r 8. Grafik Hubungan H z Vs Fp Kond disi 2 (Pasang g) Dari hasil analisi is diperoleh bahwa sem makin dalam lapis san tulangan n maka nilai i terhadap fa aktor putus tulan ngan akan se emakin sem makin kecil yang y berarti bahw wa semakin ke lapisan terbawah, maka m kemungkina an tulangan akan terputu us semakin besar. Seca ara grafis dapat d dilihat t pada Gam mbar 9 dan n Gam mbar 10.

81 1

INFRASTRUKTURVol.2No.2Desember20 012:7483

12.5 11.5 Fr (Faktor Putus Tulangan) Fr (Faktor Putus Tulangan) 10.5 9.5 8.5 Tim mbunan Setem mpat Tim mbunan S. Pa alu Tim mbunan S. Pa alupi 7.5 6.5 5.5 4.5 3.5 2.5 6 5.6 4.8 4 3.2 2.4 1.6 6 0.8 z (K Kedalaman)

Gamb bar 9. Grafi ik Hubungan n z Vs Fr (BW W 150)

18.5 16.5 14.5 Tim mbunan Setem mpat Tim mbunan S. Pa alu Tim mbunan S. Pa alupi 12.5 10.5 8.5 6.5 4.5 6 5.6 4.8 4 3.2 2.4 1.6 0.8 z (K Kedalaman)

Gam mbar 10. Gr rafik Hubung gan z Vs Fr (BW ( 200) KESIMPU ULAN 2). .Untuk anali isis kondisi 1 (muka air r saat surut) ) Berda asarkan has sil pengujia an dan ana alisis dan d kondisi 2 (muka air r saat pasang g) diperoleh h maka dapa at ditarik kesimpulan k sebagai ber rikut hasil h yang be erbeda, pada a kondisi 2 nilai n panjang g kesimpulan sebagai beri ikut : perkuatan p y yang diperoleh relatif lebih kecil l dibandingkan d n dengan kondisi 1 hal ini i 1). Dari has sil perhitung gan stabilitas s luar didapa atkan karena teka bahwa panjang p per rkuatan min nimal (L) untuk u disebabkan d anan tanah total akibat t timbunan n setempat pada p kondisi 1 (muka air r saat kondisi k 1 le ebih besar sehingga menyebabkan m n surut) = 13,5 m dan n untuk kondisi 2 (muka a air struktur s pa ada kondisi i 1 lebih berbahaya a saat pasa ang) = 5 m. Untuk U timbu unan Sungai Palu dibandingkan d n dengan ko ondisi 2. Maka dari itu u pada kon ndisi (1) = 12 m dan unt tuk kondisi (2) ( = desain d dindi ing tanah y yang diguna akan adalah h 5,5 m. Untuk timb bunan Sung gai Palupi pada p berdasarkan b pada kondis si paling berb bahaya yaitu u kondisi (1) ( = 9 m dan n untuk kond disi (2) = 5 m pada p saat mu uka air laut su urut (kondisi i 1).

82

PerencanaanDindingPenahanTanahDenganPerkuatanGeotekstil(StudiKasusJalanLingkarDonggala) (HendraSetiawan)

3). Dari hasil perhitungan stabilitas dinding tanah


bertulang terhadap variasi spasi vertikal (Sv) untuk timbunan setempat dengan tipe geotekstil (BW 150 dan BW 200) diperoleh bahwa jika semakin kecil nilai spasi vertikal (Sv) maka jumlah tulangan yang dibutuhkan menjadi lebih banyak. 4). Tanah timbunan Sungai Palupi memiliki nilai stabilitas dalam yang cenderung lebih besar dibandingkan dengan timbunan Sungai Palu dan timbunan setempat. Hal ini dipengaruhi oleh nilai sudut gesek tanah timbunan yang digunakan. Adapun nilai sudut gesek dan panjang perkuatan pada kondisi ekstrim (muka air laut saat surut) untuk timbunan Sungai Palupi (=44,09o; L = 9 m), Sungai Palu (=30,75o; L = 12 m) dan timbunan setempat ( =27,07o; L = 13,5 m). 5). Dari struktur perkuatan yang direncanakan untuk ketinggian 6 m, hasil analisis adalah jarak spasi antar tulangan yang digunakan adalah jarak spasi vertikal (Sv) yang sama yaitu 0,8 m dan panjang tulangan lembaran geotekstil yang digunakan adalah sepanjang 13,5 m untuk timbunan setempat, 12 m untuk timbunan Sungai Palu dan 9 m untuk timbunan Sungai Palupi. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1997. Rekayasa Pondasi II Pondasi Dangkal dan Pondasi Dalam. Guna Dharma, Jakarta. Anonim, 2002. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Struktur Bangunan Gedung SNI 031726-2002. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Bandung.

Anonim, 2010. Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kabupaten Donggala, Palu. Das, 1990. Mekanika Tanah. Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknik. Erlangga, Jakarta. Das, 1998. Mekanika Tanah. Edisi Keempat, Jilid Kedua. Erlangga, Jakarta. Gunawan, E., 1999. Studi Literatur Perkuatan Embankment Di atas Tanah Lunak Menggunakan Geotekstil, Tugas Akhir Sarjana Teknik Sipil Universitas Kristen Petra, Surabaya. Hardiyatmo, H.C, 2002. Teknik Pondasi I Edisi Kedua. PT. Gramedia, Jakarta. Http://www.g-ande.com/soilfilter&separation.htm , Soil Separation. Diakses 25 September 2011 Koerner, 1990. Designing With Geosynthetics, Second Edition. Prentice Hall. Englewood Cliffs. Kurniawan, H., dan Hartono, V., 2000. Penggunaan Geotekstil Pada Struktur Penahan Tanah, Tugas Akhir Sarjana Teknik Sipil Universitas Kristen Petra, Surabaya. Michael, V.D, 2009. Analisis Dinding Tanah Bertulang Dengan perkuatan Geotekstil di Sungai Palu. Tugas Akhir Sarjana Teknik Sipil Universitas Tadulako, Palu. Soedarsono, 1999. Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi, Kazuto Nakazawa, Pradnya Paramita, Jakarta. Supriadi, B., dan Muntohar, A.S., 2000. Jembatan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

83

You might also like