You are on page 1of 18

KETOASIDOSIS DIABETIKUM

Ketoasidosis Diabetikum (KAD) merupakan salah satu komplikasi akut DM akibat defisiensi (absolut ataupun relatif) hormon insulin. Komplikasi akut pada Diabetes Melitus merupakan keadaan darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak mendapat perawatan dan pengobatan yang cepat dan adekuat.

Ketoasidosis Diabetikum (KAD) merupakan kegawatan di bidang endokrinologi yang paling sering dihadapi oleh para dokter dalam praktek sehari-hari. Walaupun KAD paling sering ditemukan pada penderita diabetes melitus tergantung insulin (DM Tipe 1 = Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM), penderita diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM Tipe 2 = Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus/NIDDM), pada keadaan tertentu juga beresiko untuk mendapatkan KAD. 1

PATOFISIOLOGI Gejala dan tanda KAD dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat ketosis (gambar 1). Defisiensi insulin menyebabkan berkurangnya penggunaan glukosa oleh jaringan tepi dan bertambahnya glukoneogenesis di hati. Keduanya menyebabkan hiperglikemia. 2 Defisiensi insulin menyebabkan bertambahnya kadar glukagon dan perubahan rasio ini menimbulkan peningkatan lipolisis di jaringan lemak serta ketogenesis di hati. Lipolisis terjadi karena defisiensi insulin merangsang kegiatan lipase di jaringan lemak dengan akibat bertambahnya pasokan asam lemak bebas ke hati. Di dalam mitokondria hati enzim karnitil asil transferase I terangsang untuk mengubah asam lemak bebas ini menjadi benda keton, bukan mengoksidasinya menjadi CO2 atau menimbunnya menjadi trigliserid. Proses ketosis ini menghasilkan asam betahidroksibutirat dan asam asetoasetat yang menyebabkan asidosis. Aseton tidak berperan dalam kejadian ini walaupun penting untuk diagnosis ketoasidosis. 2,3 Defisiensi insulin yang menyebabkan ketoasidosis, pada manusia ternyata defisiensi relatif, karena pada waktu bersamaan juga terjadi penambahan hormon stres yang kerjanya berlawanan dengan insulin. Glukagon, ketokolamin, kortisol, dan somatotropin masing-masing

naik kadarnya menjadi 450%, 760%, 450% dan 250% dibandingkan dengan kadar normal 100%. 2

FAKTOR PENCETUS KAD biasanya dicetuskan oleh suatu faktor yang mempengaruhi fungsi insulin. Mengatasi pengaruh faktor ini penting dalam pengobatan dan pencegahan KAD selanjutnya. Berikut ini merupakan faktor-faktor pencetus yang penting : 1. Infeksi

Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering. Pada keadaan infeksi kebutuhan tubuh akan insulin tiba-tiba meningkat. Infeksi yang biasa dijumpai adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia. Jika ada keluhan nyeri abdomen, perlu dipikirkan kemungkinan kolesistitis, iskemia usus, apendisitis, divertikulitis, atau perforasi usus. Bila pasien tidak menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan KAD, maka perlu dicari infeksi yang tersembunyi (misalnya sinusitis, abses gigi, dan abses perirektal). 1 2. Infark Miokard Akut (IMA)

Pada IMA terjadi peningkatan kadar hormon epinefrin yang cukup untuk menstimulasi lipolisis, hiperglikemia, ketogenesis dan glikogenolisis. 1 3. Pengobatan insulin dihentikan

Akibatnya insulin berkurang sehingga terjadi hiperglikemia dan diuresis osmotik yang mengakibatkan dehidrasi dan gangguan elektrolit. 1 4. Stres

Stres jasmani, kadang-kadang stres kejiwaan dapat menyebabkan KAD, kemungkinan karena kenaikan kadar kortisol dan adrenalin. 5. Hipokalemia. 1

Akibat hipokalemia adalah penghambatan sekresi insulin dan turunnya kepekaan insulin. Ini dapat terjadi pada penggunaan diuretik.

6.

Obat

Banyak obat diketahui mengurangi sekresi insulin atau menambah resistensi insulin. Obat-obatan yang sering digunakan dan harus dipertimbangkan perlu tidaknya pada pasien diabetes antara lain: hidroklortiazid, -blocker, Ca-channel blocker, dilantin, dan kortisol. Alkohol mungkin menghambat sekresi insulin karena dapat menyebabkan pankreatitis subklinis dan mempengaruhi sel . 1

GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis KAD meliputi gejala-gejala klinis dan diperkuat dengan pemeriksaan laboratorium. 1 A. Gejala Klinis : 1. Polidipsia, poliuria, dan kelemahan merupakan gejala tersering yang ditemukan, dimana beratnya gejala tersebut tergantung dari beratnya hiperglikemia dan lamanya penyakit. 2. Anoreksia, mual, muntah, dan nyeri perut (lebih sering pada anak-anak) dapat dijumpai dan ini mirip dengan kegawatan abdomen. Ketonemia diperkirakan sebagai penyebab dari sebagian besar gejala ini. Beberapa penderita diabetes bahkan sangat peka dengan adanya keton dan menyebabkan mual dan muntah yang berlangsung dalam beberapa jam sampai terjadi KAD. 3. Ileus (sekunder akibat hilangnya kalium karena diuresis osmotik) dan dilatasi lambung dapat terjadi dan ini sebagai predisposisi terjadinya aspirasi. 4. Pernapasan kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) sebagai kompensasi terhadap asidosis metabolik dan terjadi bila pH < 7,2. 5. Secara neurologis, 20% penderita tanpa perubahan sensoris, sebagian penderita lain dengan penurunan kesadaran dan 10% penderita bahkan sampai koma.

B. Pemeriksaan Laboratorium : 2,5 1. Glukosa Glukosa serum biasanya > 250 mg/dl. Kadar glukosa mencerminkan derajat kehilangan cairan ekstraseluler. Kehilangan cairan yang berat menyebabkan aliran darah ginjal berkurang dan menurunnya ekskresi glukosa. Diuresis osmotik akibat hiperglikemia

menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit, dehidrasi, dan hiperosmolaritas (umumnya sampai 340 mOsm/kg). 2. Keton Tiga benda keton utama adalah : betahidroksibutirat, asetoasetat, dan aseton. Kadar keton total umumnya melebihi 3 mM/L dan dapat meningkat sampai 30 mM/L (nilai normal adalah sampai 0,15 mM/L). Kadar aseton serum meningkat 3-4 kali dari kadar asetoasetat, namun berbeda dengan keton lainnya aseton tidak berperan dalam terjadinya asidosis. Betahidroksibutirat dan asetoasetat menumpuk dalam serum dengan perbandingan 3:1 (KAD ringan) sampai 15:1 (KAD berat). 3. Asidosis. Asidosis metabolik ditandai dengan kadar bikarbonat serum di bawah 15 mEq/l dan pH arteri di bawah 7,3. Keadaan ini terutama disebabkan oleh penumpukan betahidroksibutirat dan asetoasetat di dalam serum. 4. Elektrolit. Kadar natrium serum dapat rendah, normal, atau tinggi. Hiperglikemia menyebabkan masuknya cairan intraseluler ke ruang ekstraseluler. Hal ini menyebabkan hiponatremia walaupun terjadi dehidrasi dan hiperosmolaritas. Hipertrigliseridemia dapat juga

menyebabkan menurunnya kadar natrium serum. Kadar kalium serum juga dapat rendah, normal, dan tinggi. Kadar kalium mencerminkan perpindahan kalium dari sel akibat asidosis dan derajat kontraksi intravaskuler. Karena hal di atas dan hal lain, kadar kalium yang normal atau tinggi tidak mencerminkan defisit kalium tubuh total sesungguhnya yang terjadi sekunder akibat diuresis osmotik yang terus menerus. Kadar kalium yang rendah pada awal pemeriksaan harus dikelola dengan cepat. Kadar fosfat serum dapat normal pada saat masuk rumah sakit. Seperti halnya kadar kalium kadar fosfat tidak mencerminkan defisit tubuh yang sesungguhnya, walaupun terjadi perpindahan fosfat intraseluler ke ruang ekstraseluler, sebagai bagian dari keadaan katabolik. Fosfat kemudian hilang melalui urin akibat diuresis osmotik. 5. Lain-lain Kadar nitrogen ureum darah (BUN) biasanya sekitar 20-30 mg/dl. Lekosit sering meningkat setinggi 15.000-20.000/ml pada KAD, maka dari itu tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya bukti adanya infeksi. Amilase serum dapat meningkat. Penyebabnya tidak

diketahui, mungkin berasal dari pankreas (namun tidak terbukti ada pankreatitis) atau kelenjar ludah. Transaminase juga meningkat.

KRITERIA DIAGNOSIS Penderita dapat didiagnosis sebagai KAD bila terdapat tanda dan gejala seperti pada kriteria berikut ini : 1,4 1. Klinis : riwayat diabetes melitus sebelumnya, kesadaran menurun, napas cepat dan dalam (kussmaul), dan tanda-tanda dehidrasi. 2. Faktor pencetus yang biasa menyertai, misalnya : infeksi akut, infark miokard akut, stroke, dan sebagainya. 3. Laboratorium : - hiperglikemia (glukosa darah > 250 mg/dl). - asodosis (pH < 7,3, bikarbonat < 15 mEq/l). - ketosis (ketonuria dan ketonemia).

DIAGNOSIS BANDING Dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas maka KAD dapat di diagnosis banding dengan : Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik. 4 Perbandingan Nonketotik 3 Ketoasidosis Diabetikum (KAD) Umur Gula darah Na serum K serum Bikarbonat Ureum Osmolaritas Sensitivitas Insulin < 40 th < 1000 mg/dl < 140 mEq /N sangat tapi < 60 mg/dl tapi < 360 mOsm/kg bisa resisten (jarang) Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik (KHNK) > 40 th > 1000 mg/dl > 140 mEq sering N / sedikit > 60 mg/dl > 360 mOsm/kg sangat sensitif Ketoasidosis Diabetikum dan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik

Prognosis Gejala Klinis : - Pernafasan Kussmaul - Bau aseton

mortalitas 10%

mortalitas 50%

ada ada

tidak ada tidak ada

PENATALAKSANAAN

Pengetahuan yang memadai dan perawatan yang baik dari dokter dan paramedis merupakan aspek terpenting dari keberhasilan penatalaksanaan penderita dengan KAD. Sasaran pengobatan KAD adalah : 1. 2. 3. 4. Memperbaiki volume sirkulasi dan perfusi jaringan. Menurunkan kadar glukosa darah. Memperbaiki asam keto di serum dan urin ke keadaan normal. Mengoreksi gangguan elektrolit.

Untuk mencapai sasaran di atas, hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan penderita KAD adalah perawatan umum, rehidrasi cairan, pemberian insulin dan koreksi elektrolit. 2,3 A. TINDAKAN UMUM 5 Penderita dikelola dengan tirah baring. Bila kesadaran menurun penderita dipuasakan. Untuk membantu pernapasan dipasang oksigen nasal (bila PO2 < 80 mgHg). Pemasangan sonde hidung-lambung diperlukan untuk mengosongkan lambung, supaya aspirasi isi lambung dapat dicegah bila pasien muntah. Kateter urin diperlukan untuk mempermudah balans cairan, tanpa mengabaikan resiko infeksi. Untuk keperluan rehidrasi, drip insulin, dan koreksi kalium dipasang infus 3 jalur. Pada keadaan tertentu diperlukan pemasangan CVP yaitu bila ada kecurigaan penyakit jantung atau pada pasien usia lanjut. EKG perlu direkam secepatnya, antara lain untuk pemantauan kadar K plasma. Heparin diberikan bila ada DIC atau bila hiperosmolar berat (>380 mOsm/L).

Antibiotik diberikan sesuai hasil kultur dengan hasil pembiakan kuman dari urin, usap tenggorok, atau dari bahan lain.

B. REHIDRASI CAIRAN Dehidrasi dan hiperosmolaritas (bila ada) perlu diobati secepatnya dengan cairan. Pilihan antara NaCl 0,9% atau NaCl 0,45% tergantung dari ada tidaknya hipotensi dan tinggi rendahnya kadar natrium. Pada umumnya dibutuhkan 1-2 liter dalam jam pertama. Kemungkinan diperlukan juga pemasangan CVP. Rehidrasi tahap selanjutnya sesuai dengan kebutuhan, sehingga jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 liter. Pedoman untuk menilai hidrasi adalah turgor jaringan, tekanan darah, keluaran urin dan pemantauan keseimbangan cairan. 5

C. PEMBERIAN INSULIN Insulin baru diberikan pada jam kedua. 180 mU/kgBB diberikan sebagai bolus intravena, disusul dengan drip insulin 90 mU/jam/kgBB dalam NaCl 0,9%. Bila kadar glukosa darah turun hingga kurang dari 200 mg% kecepatan drip insulin dikurangi himgga 45 mU/jam/kgBB. Bila glukosa darah stabil sekitar 200-300 mg% selama 12 jam dilakukan drip insulin 1-2 U per jam di samping dilakukan sliding scale setiap 6 jam. Setelah sliding scale tiap 6 jam dapat diperhitungkan kebutuhan insulin sehari bila penderita sudah makan, yaitu 3 kali sehari sebelum makan secara subkutan. 1,2

AWITAN JENIS PREPARAT KERJA (JAM) Insulin kerja pendek Actrapid Human 40/Humulin Actrapid Human 100 Insulin kerja menengah Monotard Human 100 Insulatard 12 0,5 1

PUNCAK KERJA (JAM) 24

LAMA KERJA (JAM) 58

4 12

8 24

NPH 2 Insulin kerja panjang PZI 0,5 - 1 Insulin campuran Mixtard 2 4 dan 6 12 8 - 24 6 20 18 36

Cara pemakaian insulin : Insulin kerja cepat/pendek : diberikan 15-30 menit sebelum makan Insulin analog : diberikan sesaat sebelum makan : 1-2 kali sehari, 15-30 menit sebelum makan. 1

Insulin kerja menengah

D. KOREKSI ELEKTROLIT 1,4 Kalium Karena kalium serum menurun segera setelah insulin mulai bekerja, pemberian kalium harus dimulai bila diketahui kalium serum dibawah 6 mEq/l. Ini tidak boleh terlambat lebih dari 1-2 jam. Sebagai tahap awal diberikan kalium 50 mEq/l dalam 6 jam (dalam infus). Selanjutnya setelah 6 jam kalium diberikan sesuai ketentuan berikut : - kalium < 3 mEq/l, koreksi dengan 75 mEq/6 jam - kalium 3-4,5 mEq/l, koreksi dengan 50 mEq/6 jam - kalium 4,5-6 mEq/l, koreksi dengan 25 mEq/6 jam - kalium > 6 mEq/l, koreksi dihentikan Kemudian bila sudah sadar beri kalium oral selama seminggu. Bikarbonat 1 Bikarbonat baru diperlukan bila pH < 7,0 dan besarnya disesuaikan dengan pH. Bila pH meningkat maka kalium akan turun, oleh karena itu pemberian bikarbonat disertai dengan pemberian kalium, dengan ketentuan sbb: pH <7 7-7,1 >7,1 Bikarbonat 100 mEq 50 mEq 0 Kalium 26 mEq 13 mEq 0

Hal-hal yang harus dipantau selama pengobatan adalah : 1. 2. 3. Kadar glukosa darah tiap jam dengan alat glukometer. Kadar elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya tergantung keadaan. Analisa gas darah; bila pH < 7 waktu masuk, periksa setiap 6 jam sampai pH >

7,1, selanjutnya setiap hari sampai stabil. 4. jam. 5. 6. Keadaan hidrasi, balans cairan. Waspada terhadap kemungkinan DIC Pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan temperatur setiap

Skema penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetikum 2

Jam ke- :

Infus I (NaCl 0,9%)

Infus II (Insulin)

Koreksi K+

Koreksi HCO3-

Bila pH 0 2 kolf, jam 1 kolf, jam 1 Pada jam ke-2 : 2 2 kolf Bolus 180 mU/kgBB, 3 1 kolf dilanjutkan dengan drip insulin 90 2 kolf 4 mU/jam/kgBB dalam NaCl 0,9% 26 13 50 mEq / 6 jam (dalam infus) + + 100 50 mEq HCO30 mEq HCO3<7 7,1 7-7,1

mEq K+ mEq 5 kolf Bila gula darah < 200 kolf mg% kecepatan dikurangi 45 mU/jam/kgBB K+ (*)

Bila gula darah stabil dan seterusnya bergantung pada kebutuhan sekitar 200-300 mg% selama 12 jam dilakukan drip insulin Jumlah cairan yg diberikan dlm 15 jam sekitar 5 liter. Bila Na+ > 155 mEq/l ganti NaCl n 1-2 unit/jam disamping dilakukan sliding scale setiap 6 jam. Insulin diberikan sesuai dengan kadar glukosa sebagai berikut : GD Insulin sc <200mg/dl 200-250 250-300 U 300-350 U 15 5U 10 75 25 50 0 Bila kadar K+ : <3 6 3-4,5 >6 4,5-

mEq/ mEq/ mEq/ 6 jam 6jam 6 jam

>300

20 U

Bila stabil dilanjutkan dengan sliding scale tiap 6 jam

Bila gula darah < 200

Setelah sliding scale tiap 6 jam dapat

Bila sudah sadar

*Bila pH

beri K+ oral selama K+ akan seminggu oleh karena itu pemberian HCO3disertai dengan pemberian K+

mg% ganti dextrose diperhitungkan 5% kebutuhan insulin sehari 3x sehari Kontrol CVP sebelum makan (bila os sudah makan

KOMPLIKASI Pada pengobatan KAD diperlukan pengawasan yang ketat, karena pengobatan KAD sendiri dapat menyebabkan beberapa komplikasi yang membahayakan diantaranya dapat timbul keadaan hipoksemia dan sindrom gawat napas dewasa (adult respiratory distress syndrom, ARDS). Patogenesis terjadinya hal ini belum jelas. Kemungkinan akibat rehidrasi yang berlebih, gagal jantung kiri, atau perubahan permeabilitas kapiler paru. 3 Selain itu masih ada komplikasi iatrogenik, seperti hipoglikemia, hipokalemia, hiperkloremia, edema serebral, dan hipokalsemia yang dapat dihindari dengan pemantauan yang ketat dengan menggunakan lembar evaluasi penatalaksanaan ketoasidosis yang baku. 3

DAFTAR PUSTAKA

1.

Bakta IM, Suastika IK. Gawat Darurat Di Bidang Penyakit Dalam, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 1999.

2.

Mansjoer A, Setiowulan W, Wardhani W I, Savitri R, Triyanti K, Suprohaita. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke III, Jilid I, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2000.

3.

PERKENI. Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta. 2002

4.

Simandibrata M, Setiati S, Alwi A, Oemardi M, Gani RA, Mansjoer A. Pedoman Diagnosis dan Terapi Di Bidang Penyakit Dalam, Pusat Informasi Dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. 2004

5.

Sjaifoellah, Noer., Waspadji S, Rahman AM. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1, edisi III, Balai Penerbit FKUI,Jakarta. 2006

Koma Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik PENGERTIAN Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik adalah suatu komplikasi akut dari diabetes melitus di mana penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma. Ini terjadi pada penderita diabetes tipe II (www.wikipedia.com) Hyperglikemia, Hiperosmolar Non Ketogenik adalah sindrom berkaitan dengan kekurangan insulin secara relative, paling sering terjadi pada panderita NIDDM. Secara klinik diperlihatkan dengan hiperglikemia berat yang mengakibatkan hiperosmolar dan dehidrasi, tidak ada ketosis/ada tapi ringan dan gangguan neurologis Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma akibat dari komplikasi diabetes melitus di mana terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa terjadi pada DM tipe II. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik ialah suatu sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis, disertai penurunan kesadaran (Mansjoer, 2000). Menurut Hudak dan Gallo (edisi VI) koma hiperosmolar adalah komplikasi dari diabetes yang ditandai dengan : 1. 2. 3. 4. 5. Hiperosmolaritas dan kehilangan cairan yang hebat. Asidosis ringan. Sering terjadi koma dan kejang lokal. Kejadian terutama pada lansia. Angka kematian yang tinggi.

ETIOLOGI 1. a. b. 2. a. Insufisiensi insulin DM, pankreatitis, pankreatektomi Agen pharmakologic (phenitoin, thiazid) Increase exogenous glukose Hiperalimentation (tpn)

b.

High kalori enteral feeding

3. a. b. 4. 5. 6. 7. 8.

Increase endogenous glukosa Acute stress (ami, infeksi) Pharmakologic (glukokortikoid, steroid, thiroid) Infeksi: pneumonia, sepsis, gastroenteritis. Penyakit akut: perdarahan gastrointestinal, pankreatitits dan gangguan kardiovaskular. Pembedahan/operasi. Pemberian cairan hipertonik. Luka bakar.

Faktor risiko: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun) Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2) Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg) Riwayat keluarga DM Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram Riwayat DM pada kehamilan Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl) Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) (http://endokrinologi.freeservers.com)

MANIFESTASI KLINIK Tanda dan gejala umum pada klien dengan KHNK adalah haus, kulit terasa hangat dan kering, mual dan muntah, nafsu makan menurun (penurunan berat badan), nyeri abdomen, pusing, pandangan kabur, banyak kencing, mudah lelah, polidipsi, poliuria, penurunan kesadaran, (www.tabloid-nakita.com). Gejala-gejala meliputi : 1. 2. 3. Agak mengantuk, insiden stupor atau sering koma. Poliuria selam 1 -3 hari sebelum gejala klinis timbul. Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada bau napas.

4. 5. 6. 7. 8. 9.

Penipisan volume sangat berlebihan (dehidrasi, hipovolemi). Glukosa serum mencapai 600 mg/dl sampai 2400 mg/dl. Kadang-kadang terdapat gejala-gejala gastrointestinal. Hipernatremia. Kegagalan mekanisme haus yang mengakibatkan pencernaan air tidak adekuat. Osmolaritas serum tinggi dengan gejala SSP minimal (disorientasi, kejang setempat).

10. Kerusakan fungsi ginjal. 11. Kadar HCO3 kurang dari 10 mEq/L. 12. Kadar CO2 normal. 13. Celah anion kurang dari 7 mEq/L. 14. Kalium serum biasanya normal. 15. Tidak ada ketonemia. 16. Asidosis ringan.

PATOFISIOLOGI Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan kekurangan hormon insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin menyebabkan hambatan pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon glukagon menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik cairan intraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan volume cairan intraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan menyebabkan kekurangan cairan. Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul glycosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ). Dampak dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya potasium, sodium dan phospat. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang

disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik. Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem saraf pusat karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma. Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat mengakibatkan pembentukan bekuan darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung.

DIAGNOSIS Kriteria .diagnosis KHNK adalah : Hiperglikemia > 600 mg% Osmolalitas serum > 350 mOsm/ kg pH > 7,3 Bikarbonat serum > 15 mEq/L Anioan gap normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium sangat membantu untuk membedakan dengan ketoasidosis diabetic. Kadar glukosa darah > 600 mg%, aseton negative, dan beberapa tambahan yang perlu diperhatikan : adanya hipertermia, hiperkalemia, azotemia, kadar blood urea nitrogen (BUN): kreatinin = 30 : 1 (normal 10:1), bikarbonat serum > 17,4 mEq/l. Bila pemeriksaan osmolalitas serum belum dapat dilakukan, maka dapat dipergunakan formula :

PENATALAKSANAAN MEDIS

Pengobatan : 1. Pengobatan utama adalah rehidrasi dengan mengunkan cairan

NACL bisa diberikan cairan isotonik atau hipotonik normal diguyur 1000 ml/jam sampai keadaan cairan intravaskular dan perfusi jaringan mulai membaik, baru diperhitungkan kekurangan dan diberikan dalam 12-48 jam. Pemberian cairan isotonil harus mendapatkan pertimbangan untuk pasien dengan kegagalan jantung, penyakit ginjal atau hipernatremia. Gklukosa 5% diberikan pada waktu kadar glukosa dalam sekitar 200-250 mg%. Infus glukosa 5% harus disesuaikan untuk mempertahankan kadar glukosa darah 250-300 mg% agar resiko edema serebri berkurang. 2. Insulin

Pada saat ini para ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar hiperglikemik non ketotik sensitif terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan dengan insulin dosis rendah pada ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat. Karena itu pelaksanaan pengobatan dapat menggunakan skema mirip proprotokol ketoasidosis diabetik. 3. Kalium

Kalium darah harus dipantau dengan baik.. Dengan ditiadakan asidosis, hiperglikemia pada mulanya mungkin tidak ada kecuali bila terdapat gagal ginjal. Kekurangan kalium total dan terapi kalium pengganti lebih sedikit dibandingkan KAD. Bila terdapat tanda fungsi ginjal membaik, perhitungan kekurangan kalium harus segera diberikan. 4. Hindari infeksi sekunder

Hati-hati dengan suntikan, permasalahan infus set, kateter

You might also like