You are on page 1of 12

Amputasi adalah penghilangan ujung anggota tubuh oleh trauma fisik atau operasi.

Sebagai
ukuran medis, amputasi digunakan untuk memeriksa rasa sakit atau proses penyebaran penyakit
dalam kelenjar yang terpengaruh, misalnya pada malignancy atau gangrene. Dalam beberapa kasus
amputasi dilakukan untuk mencegah penyakit tersebut menyebar lebih jauh dalam tubuh. Dalam
beberapa negara Islam, amputasi tangan atau kaki kadang digunakan sebagai bentuk hukuman bagi
para kriminal. Dalam beberapa budaya dan agama, amputasi minor atau mutilasi dianggap sebagai
suatu pencapaian spiritual.

ASKEP AMPUTASI

A. Pengertian

Amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh.

B. Etiologi

Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :

1. Iskemia karena penyakit reskularisasi perifer, biasanya pada orang tua, seperti klien dengan
artherosklerosis, Diabetes Mellitus.

2. Trauma amputasi, bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, thermal injury seperti
terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets disease dan kelainan
kongenital.

C. Patofisiologi

Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh, dengan dua metode :

1. Metode terbuka (guillotine amputasi).

Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya benar-benar
terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.

2. Metode tertutup (flap amputasi)

Pada metode ini, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang
diamputasi.
3. Tidak semua amputasi dioperasi dengan terencana, klasifikasi yang lain adalah karena trauma
amputasi.

D. Tingkatan Amputasi

1. Ekstremitas atas

Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini berkaitan
dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang
lainnya yang melibatkan tangan.

2. Ekstremitas bawah

Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki yang
menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.

Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak
amputasi yaitu :

a. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).

Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan inschemic limb.

b. Amputasi diatas lutut

Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer.

3. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak
berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.

4. Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta
melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama
diistirahatkan atau tidak di gerakkan.

5. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket
dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari
stump sehingga tertanam di dalam otot.

6. Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya
ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan,
stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.

E. Penatalaksanaan Amputasi

Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.
Ada 2 cara perawatan post amputasi yaitu :

1. Rigid dressing

Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu
memasang harus direncanakan apakah penderita harus immobilisasi atau tidak. Bila tidak diperlukan
pemasangan segera dengan memperhatikan jangan sampai menyebabkan konstriksi stump dan
memasang balutan pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol. Keuntungan cara ini
bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri.

Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera, mobilisasi
setelah 7 – 10 hari post operasi setelah luka sembuh, setelah 2 – 3 minggu, setelah stump
sembuh dan mature. Namun untuk mobilisasi dengan rigid dressing ini dipertimbangkan juga
faktor usia, kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya perawat yang terampil, therapist
dan prosthetist serta kerelaan dan kemauan dokter bedah untuk melakukan supervisi
program perawatan. Rigid dressing dibuka pada hari ke 7 – 10 post operasi untuk melihat
luka operasi atau bila ditemukan cast yang kendor atau tanda-tanda infeksi lokal atau
sistemik.

2. Soft dressing

Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril yang rapi dan
semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus diperhatikan penggunaan elastik
verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan
meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik
sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut setelah
48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin
untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 – 14 post
operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah
stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.

F. Dampak Masalah Terhadap Sistem Tubuh.

Adapun pengaruhnya meliputi :

1. Kecepatan metabolisme

Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi simpatik
serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.

2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme, maka
akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler
ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema.
Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan
memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga
terjadi peningkatan diuresis.

3. Sistem respirasi

a. Penurunan kapasitas paru

Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta
relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan
ekspirasi paksa.

b. Perubahan perfusi setempat

Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi
dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan
metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.

c. Mekanisme batuk tidak efektif

Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga


sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan
siliaris normal.

4. Sistem Kardiovaskuler

a. Peningkatan denyut nadi

Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme
pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan
immobilisasi.

b. Penurunan cardiac reserve

Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu
pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.

c. Orthostatik Hipotensi

Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan
venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada
vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah
yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk
memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan
pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.

5. Sistem Muskuloskeletal
a. Penurunan kekuatan otot

Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan
nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa
metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.

b. Atropi otot

Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi
persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.

c. Kontraktur sendi

Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan
gerak.

d. Osteoporosis

Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan
anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.

6. Sistem Pencernaan

a. Anoreksia

Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi


kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan
kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.

b. Konstipasi

Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus
menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan
faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.

7. Sistem perkemihan

Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan
sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine
sehingga dapat menyebabkan :

- Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.

- Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat
menyebabkan ISK.
8. Sistem integumen

Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan
sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan
akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit
dimasase untuk meningkatkan suplai darah.

G. Diagnosa Keperawatan

Untuk klien dengan amputasi diagnosa keperawatan yang lazim terjadi adalah :

1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.

2. Gangguan konsep diri ; body image berhubungan dengan perubahan fisik.

3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan otot.

4. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya


kemampuan dalam merawat diri.

5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.

6. Potensial kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.

7. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.

H. Perencanaan

1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.

a. Tujuan :

· Jangka Panjang : Mobilisasi fisik terpenuhi.

· Jangka Pendek :

- Klien dapat menggerakkan anggota tubuhnya yang lainnya yang masih ada.

- Klien dapat merubah posisi dari posisi tidur ke posisi duduk.

- ROM, tonus dan kekuatan otot terpelihara.

- Klien dapat melakukan ambulasi.

b. Intervensi :
1.) Kaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan oleh prosedur pengobatan dan
catat persepsi klien terhadap immobilisasi.

Rasional : Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien dan persepsi


klien terhadap immobilisasi akan dapat menemukan aktivitas mana
saja yang perlu dilakukan.

2.) Latih klien untuk menggerakkan anggota badan yang masih ada.

Rasional : Pergerakan dapat meningkatkan aliran darah ke otot, memelihara


pergerakan sendi dan mencegah kontraktur, atropi.

3.) Tingkatkan ambulasi klien seperti mengajarkan menggunakan tongkat dan kursi roda.

Rasional : Dengan ambulasi demikian klien dapat mengenal dan menggunakan alat-
alat yang perlu digunakan oleh klien dan juga untuk memenuhi
aktivitas klien.

4.) Ganti posisi klien setiap 3 – 4 jam secara periodik

Rasional : Pergantian posisi setiap 3 – 4 jam dapat mencegah terjadinya kontraktur.

5.) Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat tidur.

Rasional : Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam duduk dan turun
dari tempat tidur.

2. Gangguan konsep diri ; body image berhubungan dengan perubahan fisik.

a. Tujuan :

· Jangka Panjang : Klien dapat menerima keadaan fisiknya.

· Jangka Pendek :

- Klien dapat meningkatkan body image dan harga dirinya.

- Klien dapat berperan serta aktif selama rehabilitasi dan self care.

3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan otot.

a. Tujuan :

· Jangka Panjang : Nyeri berkurang atau hilang


· Jangka Pendek :

- Ekspresi wajah klien tidak meringis kesakitan

- Klien menyatakan nyerinya berkurang

- Klien mampu beraktivitas tanpa mengeluh nyeri.

b. Intervensi :

1.) Tinggikan posisi stump

Rasional : Posisi stump lebih tinggi akan meningkatkan aliran balik vena, mengurangi
edema dan nyeri.

2.) Evaluasi derajat nyeri, catat lokasi, karakteristik dan intensitasnya, catat
perubahan tanda-tanda vital dan emosi.

Rasional : Merupakan intervensi monitoring yang efektif. Tingkat kegelisahan


mempengaruhi persepsi reaksi nyeri.

3.) Berikan teknik penanganan stress seperti relaksasi, latihan nafas dalam atau
massase dan distraksi.

Rasional : Distraksi untuk mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri karena


perhatian klien dialihkan pada hal-hal lain, teknik relaksasi akan
mengurangi ketegangan pada otot yang menurunkan rangsang nyeri
pada saraf-saraf nyeri.

4.) Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional : Analgetik dapat meningkatkan ambang nyeri pada pusat nyeri di otak atau
dapat membloking rangsang nyeri sehingga tidak sampai ke susunan
saraf pusat.

4. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya


kemampuan dalam merawat diri.

a. Tujuan :

· Jangka Panjang : Klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri.

· Jangka Pendek :

- Tubuh, mulut dan gigi bersih serta tidak berbau.


- Kuku pendek dan bersih.

- Rambut bersih dan rapih

- Pakaian, tempat tidur dan meja klien bersih dan rapih.

- Klien mengatakan merasa nyaman.

b. Intervensi :

1.) Bantu klien dalam hal mandi dan gosok gigi dengan cara mendekatkan alat-alat mandi,
dan menyediakan air di pinggirnya, jika klien mampu.

Rasional : Dengan menyediakan air dan mendekatkan alat-alat mandi maka akan
mendorong kemandirian klien dalam hal perawatan dan melakukan
aktivitas.

2.) Bantu klien dalam mencuci rambut dan potong kuku.

Rasional : Dengan membantu klien dalam mencuci rambut dan memotong kuku maka
kebersihan rambut dan kuku terpenuhi.

3.) Anjurkan klien untuk senantiasa merapikan rambut dan mengganti pakaiannya setiap
hari.

Rasional : Dengan membersihkan dan merapihkan lingkungan akan memberikan rasa


nyaman klien.

5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.

a. Tujuan :

· Jangka Panjang : Klien dapat sembuh tanpa komplikasi seperti infeksi.

· Jangka Pendek :

- Kulit bersih dan kelembaban cukup.

- Kulit tidak berwarna merah.

- Kulit pada bokong tidak terasa ngilu.

b. Intervensi :

1.) Kerjasama dengan keluarga untuk selalu menyediakan sabun mandi saat mandi.
Rasional : Sabun mengandung antiseptik yang dapat menghilangkan kuman dan
kotoran pada kulit sehingga kulit bersih dan tetap lembab.

2.) Pelihara kebersihan dan kerapihan alat tenun setiap hari.

Rasional : Alat tenun yang bersih dan rapih mengurangi resiko kerusakan kulit dan
mencegah masuknya mikroorganisme.

3.) Anjurkan pada klien untuk merubah posisi tidurnya setiap 3 – 4 jam sekali

Rasional : Untuk mencegah penekanan yang terlalu lama yang dapat menyebabkan
iritasi.

6. Resiko tinggi terhadap kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.

a. Tujuan :

· Jangka Panjang : Kontraktur tidak terjadi.

· Jangka Pendek :

- Klien dapat melakukan latihan rentang gerak.

- Setiap persendian dapat digerakkan dengan baik.

- Tidak terjadi tanda-tanda kontraktur seperti kaku pada persendian.

b. Intervensi :

1.) Pertahankan peningkatan kontinyu dari puntung selama 24 – 48 jam sesuai pesanan.
Jangan menekuk lutut, tempat tidur atau menempatkan bantal dibawah sisa tungkai,
tinggikan kaku tempat tidur melalui blok untuk meninggikan puntung.

Rasional : Peninggian menurunkan edema dan menurunkan resiko kontraktur fleksi


dari panggul.

2.) Tempatkan klien pada posisi telungkup selama 30 menit 3 – 4 kali setiap hari setelah
periode yang ditentukan dari peninggian kontinyu.

Rasional : Otot normalnya berkontraksi waktu dipotong. Posisi telungkup membantu


mempertahankan tungkai sisa pada ekstensi penuh.

3.) Tempatkan rol trokanter disamping paha untuk mempertahankan tungkai adduksi.

Rasional : Kontraktur adduksi dapat terjadi karena otot fleksor lebih kuat dari
pada otot ekstensor.
4.) Mulai latihan rentang gerak pada puntung 2 – 3 kali sehari mulai pada hari pertama
pasca operasi. Konsul terapist fisik untuk latihan yang tepat.

Rasional : Latihan rentang gerak membantu mempertahankan fleksibilitas dan tonus


otot.

7. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.

a. Tujuan :

· Jangka Panjang : Infeksi tidak terjadi

· Jangka Pendek :

- Luka bersih dan kering

- Daerah sekitar luka tidak kemerahan dan tidak bengkak.

- Tanda-tanda vital normal

- Nilai leukosit normal (5000 – 10.000/mm3)

b. Intervensi :

1.) Observasi keadaan luka

Rasional : Untuk memonitor bila ada tanda-tanda infeksi sehingga akan cepat
ditanggulangi.

2.) Gunakan teknik aseptik dan antiseptik dalam melakukan setiap tindakan keperawatan

Rasional : Tehnik aseptik dan antiseptik untuk mencegah pertumbuhan atau


membunuh kuman sehingga infeksi tidak terjadi.

3.) Ganti balutan 2 kali sehari dengan alat yang steril.

Rasional : Mengganti balutan untuk menjaga agar luka tetap bersih dan dengan
menggunakan peralatan yang steril agar luka tidak terkontaminasi
oleh kuman dari luar.

4.) Monitor LED

Rasional : Memonitor LED untuk mengetahui adanya leukositosis yang merupakan


tanda-tanda infeksi.

5.) Monitor tanda-tanda vital


Rasional : Peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi dan penurunan tekanan
darah merupakan salah satu terjadinya infeksi

You might also like