You are on page 1of 59

LAPORAN TUTORIAL C BLOK 23

Disusun oleh: KELOMPOK L8

Anggota Kelompok: Rachmat Taufan Indri Pratiwi Tiara Eka M. Nuraidah Fitri Maya Anggraini Agien Tri Wijaya Yuni Paradita Djunaidi Obby Saleh Dipika Awinda Fitri Nurrahmi Billy Peter Manawan Try Febriani Siregar Birgitta Fajarai Kevin Putrawan 04111001030 04111001034 04111001035 04111001039 04111001040 04111001041 04111001042 04111001046 04111001074 04111001077 04111001078 04111001086 04111001090 04111001105

Tutor: dr. H. Amir Fauzi, SpOG(K)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA TAHUN 2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya Laporan Tutorial Skenario C Blok 23 ini dapat terselesaikan dengan baik. Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Tim Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pembuatan laporan ini. Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan. pihak-pihak yang terlibat dalam

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... DAFTAR ISI..................................................................................................... I. II. III. IV. V. VI. VII. VIII. SKENARIO .......................................................................................... KLARIFIKASI ISTILAH ..................................................................... IDENTIFIKASI MASALAH ............................................................... ANALISIS MASALAH........................................................................ SINTESIS ............................................................................................. KERANGKA KONSEP........................................................................ KESIMPULAN ..................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................

2 3 4 4 5 5 54 57 58 59

I. SKENARIO C BLOK 23 TAHUN 2014 A female baby was born at Moh.Hoesin Hospital from a 19 years old woman. Her mother, Mrs. Solehah was hospitalized at Moh.Hoesin Hospital due to contraction. It was her first pregnancy. She forgot when her first day of last period, but she thought that her pregnancy. Six hours after admitted, she delivered her baby spontaneously. The labor process was 30 minutes, and rupture of membrane happened one hour before delivery. The baby didnt cry spontaneously after birth, and resuscitation was done. APGAR score at 1 minute was1, at 5 minute was 3, and at 10 minute was 7. One hour later the baby still had grunting and cyanosis.

On physical examination: Body weight was 1400 gr, body length was 40 cm, and head circumference was 30 cm. the muscle tone decreased, she poorly flexed at the limbs, she had thin skin, more lanugo over the body and plantar creased at 1/3 anterior. At 10 minutes of age, she still had grunting and cyanosis on the whole body. The respiratory rate was 70 x/min, heart rate was 150bpm, the temperature was 360C. thre was chest indrawing. Other physical examinations were within normal limit.

II. KLARIFIKASI ISTILAH Resusitasi : usaha dalam memberikan fentilasi yang adekuat pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen jantung dan alat vital lainnya. HPHT : hari pertama haid terakhir. APGAR score : ungkapan tentang keadaan bayi dalam angka, biasanya ditentukan pada 60 detik pertama setelah lahir berada sarkat ddj, usaha nafas, tonus otot, reflek iritabilitas dan warna. Grunting : suara pada akhir respirasi paling sering pada bayi baru lahir atau bayi mengalami gawat nafas. Sianosis : diskolorisasi kebiruan dari kulit dan membran mukosa akibat konsentrasi hb tereduksi yang meningkat pada darah. Persalinan spontan : persalinan melalui jalan lahir pervaginam tanpa alat bantu dengan tenaga ibu itu sendiri. Ruptur membran : suatu keadaan menjelang kelahiran yang menjelaskan pecahnya ketuban. Lanugo : rambut halus pada tubuh fetus. Tonus otot : kontraksi otot yang ringan dan terus-menerus.
4

Chest indrawing : tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada saat bernafas

III. IDENTIFIKASI MASALAH 1. Ibu hamil usia 19 tahun kehamilan pertama dibawa ke rumah sakit dengan kontraksi. 2. Ny. Solehah lupa HPHT, tapi perkiraan pasien hamil 8 bulan tanpa riwayat hipertensi dan sakit pada kehamilan 3. 6 jam setelah masuk rumah sakit pasien melahirkan bayi perempuan secara spontan dengan proses persalinan 30 menit dan 1 jam sebelum persalinan mengalami pecah ketuban 4. Bayi tidak menangis spontan setelah kelahiran dan dilakukan resusitasi 5. APGAR score 1 menit 1, 5 menit 3, dan 10 menit 7 setelah satu jam bayi masih menangis lemah dan sianosis 6. Pemeriksaan Fisik

IV. ANALISIS MASALAH Ibu hamil usia 19 tahun kehamilan pertama dibawa ke rumah sakit dengan kontraksi. a. Bagaimana dampak usia muda terhadap kehamilan? Berikut resiko kehamilan usia dini: 1. Kurangnya Perawatan Selama Hamil dan Sebelum Melahirkan Gadis remaja yang hamil terutama jika tidak mendapatkan dukungan dari keluarganya sangat berisiko mengalami kekurangan dalam hal perawatan selama hamil dan sebelum melahirkan. Padahal perawatan ini sangat penting terutama di bulan-bulan awal kehamilan. Perawatan ini berguna untuk memantau kondisi medis ibu dan bayi serta pertumbuhannya, sehingga jika ada komplikasi bisa tertangani dengan cepat.

2. Mengalami Pendarahan Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot rahim yang terlalu lemah dalam proses involusi. Selain itu juga disebabkan selaput ketuban stosel (bekuan darah yang tertinggal di dalam rahim). Kemudian proses pembekuan darah yang lambat dan juga dipengaruhi oleh adanya sobekan pada jalan lahir.

3. Hipertensi Remaja yang hamil memiliki risiko mengalami tekanan darah tinggi atau disebut dengan pregnancy-induced hypertension, dibandingkan dengan perempuan yang hamil di usia matang. Kondisi ini memicu terjadinya preeklampsia, yaitu kondisi medis berbahaya yang menggabungkan tekanan darah tinggi dengan kelebihan protein dalam urin, pembengkakan tangan dan wajah ibu serta kerusakan organ. Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).

4. Kelahiran prematur Prematuritas terjadi karena kurang matangnya alat reproduksi terutama rahim yang belum siap dalam suatu proses kehamilan, berat badan lahir rendah (BBLR) juga dipengaruhi gizi saat hamil kurang dan juga umur ibu yang belum menginjak 20 tahun. Cacat bawaan dipengaruhi kurangnya pengetahuan ibu tentang kehamilan, pengetahuan akan asupan gizi rendah, pemeriksaan kehamilan (ANC) kurang, keadaan psikologi ibu kurang stabil. selain itu cacat bawaan juga di sebabkan karena keturunan (genetik) proses pengguguran sendiri yang gagal, seperti dengan minum obat-obatan (gynecosit sytotec) atau dengan loncat-loncat dan memijat perutnya sendiri. Ibu yang hamil pada usia muda biasanya pengetahuannya akan gizi masih kurang, sehingga akan berakibat kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan dengan demikian akan mengakibatkan makin tingginya kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan cacat bawaan.

5. Resiko Tertular Penyakit Menular Seksual (PMS)

Remaja yang melakukan hubungan seks memiliki risiko tertular penyakit seksual seperti chlamydia dan HIV. Hal ini sangat penting untuk diwaspadai karena PMS bisa menyebabkan gangguan pada serviks (mulut rahim) atau menginfeksi rahim dan janin yang sedang dikandung.

6. Depresi Pasca Melahirkan Kehamilan yang terjadi pada saat remaja, terlebih yang tidak mendapat dukungan dari suami (yang menghamili) berisiko tinggi mengalami depresi pasca melahirkan. Depresi ini bisa mengganggu perawatan bayi yang baru lahir dan juga perkembangan remaja tersebut ke depannya, karena umurnya yang belasan tahun sudah harus mengurusi anak, ditambah lagi jika dalam pengurusannya tidak ditunjang oleh dukungan suami (bagi remaja yang sudah menikah) dan oleh lakilaki yang menghamili (bagi remaja yang hamil di luar nikah).

7. Keguguran Keguguran pada hamil usia muda dapat terjadi secara tidak disengaja, misalnya karena terkejut, cemas, stres. Tetapi ada juga keguguran yang sengaja dilakukan oleh tenaga non profesional sehingga dapat menimbulkan akibat efek samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.

8. Anemia Kehamilan Anemia gizi lebih sering dijumpai dalam kehamilan karena pada masa ini terjadi peningkatan kebutuhan zat-zat makanan untuk mendukung perubahan-perubahan fisiologis selama hamil. Penyebab anemia pada saat hamil di usia muda disebabkan kurang pengetahuan akan pentingnya gizi pada saat hamil di usia muda, karena pada saat hamil mayoritas seorang ibu mengalami anemia. tambahan zat besi dalam tubuh fungsinya untuk meningkatkan jumlah sel darah merah, membentuk sel darah merah janin dan plasenta, lama kelamaan seorang yang kehilangan sel darah merah akan menjadi anemis.

9. Keracunan Kehamilan (Gestosis) Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin meningkatkan terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre-eklampsia atau

eklampsia. Pre-eklampsia dan eklampsia memerlukan perhatian serius karena dapat menyebabkan kematian.

b. Bagaimana fisiologi kontraksi uterus? (kontraksi palsu) His menurut Kampono dan M. Moegni (1999) adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos dinding uterus yang dimulai dari daerah fundus uteri di mana tuba falopii memasuki dinding uterus, awal gelombang tersebut didapat dari pacemaker yang terdapat di dinding uterus daerah tersebut. WIknyosastro, dkk (1999 : 188) menyatakan bahwa his adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan mendorong janin ke bawah. Saat kontraksi yang memegang peranan penting adalah myocin chain kinase (MLCK) yang dapat mendorong ikatan fosforilasi dan ikatan kalsium pada ekor miosin sehingga terjadi jembatan yang menghubungkan lempeng tipis dengan lempeng tebal dan menimbulkan kontraksi. Proses ini sebenarnya sangat kompleks dan digambarkan sebagai berikut: 1. Konsentrasi kalsium ion intra sel sekitar 10-7, sedangkan untuk dapat menimbulkan kontraksi harus menjadi 10-6. 2. masuknya kalsium menuju intra sel dapat terjadi oleh karena: Perbedaan tegangan listrik pada membran. a. Penggunaan reseptor yang dipengaruhi oleh Oksitosin, Alfa adrenergic agonis, Prostaglandin b. Aliran yang bersifat selektif karena perbedaan konsentrasi yang dipengaruhi oleh Stomata ion dan Prostaglandin c. Pengeluaran ion kalsium yang berasal dari sarkoplasma yang dipengaruhi oleh Oksitosin, Prostaglandin dan Inositol

triphosphatase (IP3) 3. Meningkatnya konsentrasi ion kalsium menjadi 10-6, akan menimbulkan reaksi berantai, yaitu: a. Interaksi anatara myosin dengan aktin ditentukan oleh beberapa factor diantaranya: Konsentrasi ion kalsium Kalsium binding protein calmodulin cAMP (cycli adeno monophosphat) Enzim untuk fosforilasi dan defosforilasi ekor dari myosin Myocin light chain kinase (MLCK)
8

b. Proses reaksi intra sel berlansung sebagai berikut. Masuknya ion kalsium sehingga konsentrasi meningkat diatas 10-6, diikuti ikatan dengan calmodulinyang kini bersifat aktif.

Ikatan Cal-Ca akan mengaktifkan MLCK-Cal-Ca, ang akan merangsang miosin. MLCK-Cal-Ca yang aktif mengaktifkan-miosisn dengan jalan fosforilasi melalui perubahan ATP menjadi ADP. Dengan fosforilasi tersebut, maka aktin dapat berikatan pada kepala miosin sehingga menimbulkan kontraksi.

Kontraksi

suatu

sel

ini

akan

diteruskan

rangsangannya

dengan

mempergunakan gap junction sehingga kontraksi otot uterus berjalan sinkrone dan terarah menuju serviks.

RESEPTOR OKSITOSIN dan KONTRAKSI BRAXTON HICKS Kontraksi untuk persalinan tidak terjadi secara mendadak, tetapi berlangsung lama dengan persiapan makin meningkatnya reseptor oksitosin. Distribusi reseptor oksitosin, dominan pada fundus dan korpus uteri, makin berkurang jumlahnya disegmen bawah rahim dan praktis tidak banyak dijumpai pada serviks uteri. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kontraksi akan dominan pada fundus dan korpus uteri, sedangkan pada serviks uteri tidak terjadi kontraksi. Serviks tanpa kontraksi sangat penting artinya untuk dapat dipergunakan sebagi jalan pengeluaran lokia, proses menstruas atau pos abortus sehingga tidak terdapat timbunan darah dan lendir intra uterin yang akan dapat menjadi sumber infeksi. Oksitosin yang dikeluarkan oleh tubuh berlangsung secara pulsatif sedangkan sejak umur hamil 20 minggu reseptor untuk oksitosin semakin bertambah jumlahnya dengan dominasi pada fundus dan korpus. Dengan demikian kontraksi Braxton Hicks akan semakin meningkat frekuensinya sejak umur hamil 20 minggu, sebagai upaya untuk memperlunak serviks uteri.

Reseptor oksitosin terutama terbentuk saat persalinan dimulai sehinga hanya diperlukan dosis oksitosin yang rendah untuk kontraksi persalinan. Bersamaan dengan dimulainya persalinan maka prostaglandin semakin meningkat konsentrasinya, dan reseptor oksitosin mencapai jumlah maksimal. Ada kemungkinan oksitosin janin ikut serta memegang peranan penting untuk dimulainya proses persalinan. Prostaglandin PGE- merupakan prostaglandin paling dominan saat persalinan berlangsung. Fungsinya belum jelas diketahui, tetapi diduga meningkatkan
10

potensi oksitosin berikatan dengan reseptornya sehingga kontraksi otot uterus mencapai tingkat optimal untuk persalinan. Ada kemungkina lain bahwa PGE- dapat ikut menggunakan reseptor oksitosin sehingga makin meningkatkan kontraksi otot uterus. Keregangan uterus seiring makin tuanya kehamilan menimbulkan 2 hal penting, yaitu: 1. Makin meningkatnya reseptor oksitosin 2. Makin meningkatnya pembentukan gap junction Akibatnya, persiapan untuk proses persalina semakin optimal. Sekresi pulsatif oksitosin berlangsung selama kehamilan, tetapi bagaiman sekresi pulsatif tersebut makin frekuen saat persalinan masih belum jelas mekanismenya. Diduga mekanisme makin seringnya sekresi pulsatif oksitosin berkaitan dengan tekanan pada serviks uteri untuk pembukaan dan perlunakan. Seiring dengan makin terbukanya serviks, maka semakin sering frekuensi sekresi pulsatif oksitosin dikeluarkan sehingga resultante kontraksi makin kuat menuju proses persalinan. His yang baik dan ideal menurut Kampono dan M. Moegni (1999) meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. Kontraksi simultan simetris di seluruh uterus Kekuatan terbesar (dominasi) di daerah fundus Terdapat periode relaksasi di antara dua periode kontraksi. Terdapat retraksi otot-otot korpus uteri setiap sesudah his Serviks uteri yang banyak mengandung kolagen dan kurang mengandung

serabut otot, akan tertarik ke atas oleh retraksi otot-otot korpus, kemudian terbuka secara pasif dan mendatar (cervical effacement). Ostium uteri eksternum dan internum pun akan terbuka.

c. Bagaimana pengaruh kehamilan pertama pada kasus? Kehamilan pertama pada usia 19 tahun meningkatkan risiko terjadinya komplikasi pada janin termasuk BBLR dan asfiksia neonatus. Pada kasus asfiksia, bayi dari ibu dengan usia <20 tahun memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya asfiksia. Selain itu disebutkan bahwa primiparitas atau wanita yang pernah melahirkan bayi normal satu kali mempunyai risiko lebih tinggi untuk terjadinya asfiksia neonatorum.

11

Ny. Solehah lupa HPHT, tapi perkiraan pasien hamil 8 bulan tanpa riwayat hipertensi dan sakit pada kehamilan. a. Bagaimana cara menentukan usia kehamilan dan waktu kelahiran menggunakan HPHT? Menghitung usia kehamilan berdasar HPHT hanya dapat dilakukan pada ibu hamil yang memiliki siklus haid normal dan teratur (28-30 hari). Untuk taksiran usia kehamilan berdasarkan HPHT dapat menggunakan rumus Neagele, selain dapat menghitung usia kehamilan, rumus ini juga dapat digunakan untuk menghitung hari perkiraan lahir (HPL). Penggunaan rumus ini adalah dengan menambahkan 7 pada tanggal pertama dari haid terakhir, kemudian mengurangi bulan dengan 3 dan menambahkan 1 pada tahunnnya, sedangkan untuk bulan yang tidak bisa dikurangi 3, misalnya Januari, Februari, dan Maret, maka bulannya ditambah 9, tapi tahunnya tetap tidak ditambah atau dikurangi. Contoh: Jika HPHT anda adalah 16 Oktober 2005, maka: 16 -10 - 05 + 7 - + 3 1

23 - 7 - 06 (Ini adalah tanggal HPL)

Jadi taksiran waktu kelahiran adalah tanggal 23 Juli 2006, sedangkan untuk usia kehamilan tinggal menghitungnya setiap tanggal 23, jadi pada saat tgl 23 November , berarti usia kehamilan anda menginjak satu bulan, 23 Desember usia kehamilan 2 bulan dst. Untuk Hari Perkiraan Lahir sebaiknya ditambah tenggang waktu plus atau minus 7 hari.

b. Bagaimana cara menentukan usia kehamilan dan waktu kelahiran menggunakan metode lain? Selain melalui perhitungan Hari Pertama Hari Terakhit (HPHT) ,usia kehamilan dapat diketahuin dengan beberapa metode lain: o Gerakan pertama fetus o Palpasi abdomen o Perkiraan tinggi fundus uteri o Ultrasonografi o Penilaian ukuran antropometik
12

Gerakan Pertama Fetus Gerakan pertama fetus dapat dirasakan pada umur kehamilan 16 minggu.

Palpasi Abdomen Palpasi abdomen dapat menggunakan : o Rumus Bartholomew o Rumus Mc Donald o Palpasi Leopold

Rumus Bartholomew Antara simpisis pubis dan pusat dibagi menjadi 4 bagian yang sama, maka tiap bagian menunjukkan penambahan 1 bulan. Fundus uteri teraba tepat di simpisis umur kehamilan 2 bulan (8 minggu). Antara pusat sampai prosesus xifoideus dibagi menjadai 4 bagian dan tiap bagian menunjukkan kenaikan 1 bulan. Tinggi fundus uteri pada umur kehamilan 40 minggu (bulan ke-10) kurang lebih sama dengan umur kehamilan 32 minggu (bulan ke-8).

Rumus Mc Donald Fundus uteri diukur dengan pita. Tinggi fundus dikalikan 2 dan dibagi 7 memberikan umur kehamilan dalam bulan obstetrik dan bila dikalikan 8 dan dibagi 7 memberikan umur kehamilan dalam minggu.

Palpasi Leopold Palpasi leopold merupakan teknik pemeriksaan pada perut ibu bayi untuk menentukan posisi dan letak janin dengan melakukan palpasi abdomen. Palpasi leopold terdiri dari 4 langkah yaitu: o Leopold I : Leopold I bertujuan untuk mengetahui letak fundus uteri dan bagian lain yang terdapat pada bagian fundus uteri o Leopold II : Leopold II bertujuan untuk menentukan punggung dan bagian kecil janin di sepanjang sisi maternal o Leopold III : Leopold III bertujuan untuk membedakan bagian persentasi dari janin dan sudah masuk dalam pintu panggul o Leopold IV : Leopold IV bertujuan untuk meyakinkan hasil yang ditemukan pada pemeriksaan Leopold III dan untuk mengetahui sejauh
13

mana bagian presentasi sudah masuk pintu atas panggul Memberikan informasi tentang bagian presentasi: bokong atau kepala, sikap/attitude (fleksi atau ekstensi), dan station (penurunan bagian presentasi)

Gambar 1. Palpasi leopold

Taksiran berat janin Taksiran ini hanya berlaku untuk janin dengan presentasi kepala. Rumusnya adalah sebagai berikut: Tinggi fundus uteri (dalam cm-n) x 155 = berat (gram) Bila kepala belum masuk panggul maka n-12, jika kepala sudah masuk panggul maka n-11.

Perkiraan Tinggi Fundus Uteri Cara menentukan kehamilan dengan perkiraan tinggi fundus uteri: Mempergunakan tinggi fundus uteri Menggunakan alat ukur caliper Menggunakan pita ukur Menggunakan pita ukur dengan metode berbeda

Mempergunakan tinggi fundus uteri Perkiraan tinggi fundus uteri dilakukan dengan palpasi fundus dan

membandingkan dengan patokan. Umur Kehamilan 12 minggu 16 minggu 20 minggu 24 minggu 28 minggu 34 minggu Tinggi Fundus Uteri 1/3 diatas simpisis simpisis pusat 2/3 di atas simpisis Setinggi pusat 1/3 di atas pusat pusat prosessus xifoideus
14

36 minggu 40 minggu

Setinggi prosessus xifoideus 2 jari dibawah prosessus xifoideus

Menggunakan alat ukur caliper Caliper digunakan dengan meletakkan satu ujung pada tepi atas simfisis pubis dan ujung yang lain pada puncak fundus. Kedua ujung diletakkan pada garis tengah abdominal. Ukuran kemudian dibaca pada skala cm (centimeter) yang terletak ketika 2 ujung caliper bertemu. Ukuran diperkirakan sama dengan minggu kehamilan setelah sekitar 22-24 minggu.

Menggunakan pita ukur Pita ukur merupakan metode akurat kedua dalam pengukuran TFU setelah 22-24 minggu kehamilan. Titik nol pita pengukur diletakkan pada tepi atas simfisis pubis dan pita pengukur ditarik melewati garis tengah abdomen sampai puncak. Hasil dibaca dalam skala cm, ukuran yang terukur sebaiknya diperkirakan sama dengan jumlah minggu kehamilan setelah 22-24 minggu kehamilan.

Menggunakan pita ukur dengan metode berbeda Garis nol pita pengukur diletakkan pada tepi atas simfisis pubis di garis abdominal, tangan yang lain diletakkan di dasar fundus, pita pengukur diletakkan diantara jari telunjuk dan jari tengah, pengukuran dilakukan sampai titik dimana jari menjepit pita pengukur. Sehingga pita pengukur mengikuti bentuk abdomen hanya sejauh puncaknya dan kemudian secara relatif lurus ke titik yang ditahan oleh jari-jari pemeriksa, pita tidak melewati slope anterior dari fundus. Caranya tidak diukur karena tidak melewati slope anterior tapi dihitung secara matematika sebagai berikut: Sebelum fundus mencapai ketinggian yang sama dengan umbilikus, tambahkan 4 cm pada jumlah cm yang terukur. Jumlah total centi meternya diperkirakan sama dengan jumlah minggu kehamilan. Sesudah fundus mencapai ketinggian yang sama dengan umbilikus, tambahkan 6 cm pada jumlah cm yang terukur. Jumlah total centi meternya diperkirakan sama dengan jumlah minggu kehamilan.

15

Gambar 2. Pengukuran TFU dengan metlin

Ultrasonografi Tujuan ultrasonografi adalah: o Konfirmasi kehamilan o Mengetahui usia kehamilan

Konfirmasi kehamilan Embrio dalam kantung kehamilan tampak pada awal kehamilan 5,5 minggu dan detak jantung janin tampak jelas dalam usia 7 minggu.

Mengetahui usia kehamilan Penentuan umur kehamilan dengan USG menggunakan 3 cara yaitu: Mengukur diameter kantong kehamilan (GS=gestational sac) pada kehamilan 612 minggu. Mengukur jarak kepala bokong (GRI=grown rump length) pada kehamilan 7-14 minggu Mengukur diameter biparietal (BPD) pada kehamilan lebih 12 minggu

Paling akurat di awal kehamilan, dengan variasi 5-7 hari. Crown Rump Length (CRL) paling akurat pada trimester pertama. Diameter biparietal (Biparietal Diameter-BPD) paling akurat dari usia kehamilan 14 hingga 26 minggu, dengan variasi 7-10 hari. BPD dihitung dari tepi terluar tengkorak bagian distal, setinggi thalamus dan kavum septum pelusidum. Lingkar kepala (Head circumferenceHC) juga diukur. Jika bentuk kepala datardolikosefali, atau bulatbrakisefali, HC lebih sahih dibangingka BPD. Panjang femur (Femur length-FL) berkolerasi baik dengan BPD dan usia gestasi. Panjang femur dihitung dengan sorotan tegak
16

lurus terhadap sumbu panjang diafisis (shaft), tanpa melibatkan epifisis, dan memiiki variasi 7-11 hari pada trimester kedua. Lingkar perut (Abdominal circumference-AC) memiliki variasi terbesar, hingga mencapai 2-3 mingg, karena melibatkan jaringan lunak. Lingkar ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan janin. AC diukur di garis kulit pada penampang transversal janin setinggi lambung janin setinggi lambung janin dan vena umbilikalis. Variabilitas perkiraan usia gestasi meningkat dengan semakin tuanya kehamilan. Penugkuran secara individual kurang akurt pada trimester ketiga dan perkiraan semakin meningkat dengan merata-ratakan keempt parameter. Jika satu parameter berbeda secara bermakna, dapat dieksklusi dari perhitungan. Hal ini dapat diakibatkan oleh visibilitas yang buruk, tetapi juga dapat menunjukkan abnormalitas pada janin atau gangguan perkembangan. Pemeriksaan sonografi yang dilakukan unutk mengevaluasi perkembangn janin sebaiknya dilakukan setidaknya 2 hingga 4 minggu. (ACOG, 2009; American Institute of Ultrasound in Medicine, 2007) Prinsip: Ketepatan perkiraan usia kehamilan berbanding terbalik dengan usia janin. Laju pertumbuhan janin selama kehamilan tidak konstan; sangat cepat di awal kehamilan, kemudian melambat sejalan dengan makin tua usia kandungan. Pada kehamilan Trimester 3, ketepatan penentuan usia kehamilan akan lebih baik jika dilakukan secara serial (beberapa kali pemeriksaan dengan interval waktu tertentu). Terutama bagi ibu hamil yang tidak mengetahui secara pasti usia kandungannya atau baru memeriksakan kehamilannya pertama kali pada trimestern 3. Pemeriksaan serial dilakukan dengan interval minimal 2 minggu, agar penambahan ukuran biometri mudah dibedakan.

17

Penilaian ukuran antropometrik : A. Berat badan lahir ( BBL ) BBL merupakan indeks yang terburuk untuk menentukan masa gestasi neonatus. Hal ini disebabkan BBL sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. BBL kurang atau sama dengan 2.500 gram tidak dapat dipandang sebagai unit yang homogen. Bayi BBLR dapat merupakan bayi prematur murni atau dismatur. Jadi lama masa gestasi untuk BBLR sangat bervariasi.

B. Crown heel length Lingkaran kepala, diameter oksipito-frontal, diameter bipariental dan panjang badan. Menurut Finnstrom ( 1971 ), dari semua ukuran tersebut di atas hanya ukuran lingkaran kepala yang mempunyai korelasi yang baik dengan lamanya masa gestasi. Untuk ini ia menemukan confidence limit kira-kira 26,1 hari. (1) Selain itu ia mengajukan rumus sebagai berikut: Y = 11,03 + 7,75x Y = masa gestasi x = lingkaran kepala.

Penilaian karakteristik fisik luar dari beberapa alat tubuh ternyata mempunyai hubungan dengan maturitas bayi. Dari semua kriteria external yang dapat dinilai untuk menentukan masa gestasi neonatus, kriteria yang disebutkan di bawah ini adalah yang terbaik mempunyai hubungan dengan masa gestasi. Kriteria tersebut adalah bentuk puting susu, ukuran payudara, plantar creases, rambut kepala, transparansi kulit, membran pupil, alat kelamin, kuku dan tulang rawan telinga.

18

Hasil penelitian kriteria external ini bervariasi, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, beberapa sarjana mengadakan skor terhadap kriteria external ini dan korelasi antara skor dengan masa gestasinya. Lihat tabel 1. (1,3,4,5)

Penilaian Kriteria Neurologis Telah lama diketahui bahwa beberapa kriteria neurologis atau reflek tertentu baru timbul pada suatu masa gestasi. Cara penilaian masa gestasi dengan kriteria external dan neurologis merupakan maturitas yang paling mendekati kebenaran. Kombinasi penilaian karakteristik external, kriteria neurologis dan lingkaran kepala adalah cara yang paling mendekati kebenaran. Lihat tabel 2.

Penilaian menurut Dubowitz Menggabungkan hasil penilaian fisik external dan neurologis. Kriteria neurologis diberikan skor, demikian pula kriteria fisik external. Jumlah skor fisik dan neurologis dipadukan, kemudian dengan menggunakan grafik linier dicari masa gestasinya.

19

TABEL 1. Hubungan Antara masa gestasi dan beberapa kriteria pada bayi baru lahir.
Kriteria Sampai 36 minggu Plantar Creases Bagian anterior: hanya ada transverse creases Diameter nodul mammae Rambut kepala Daun telinga Lentur, tidak bertulang rawan Testis scrotum dan Testis di kanal bawah. Scrotum kecil, ruga sedikit Intermedia Sedikit tulang rawan Kaku, tulang rawan tebal Testis pendulum. Scrotum penuh, ruga extensif Halus Halus Kasar 2mm 4mm 7mm Masa gestasi 37-38 minggu Meliputi 2/3 anterior 39 minggu Seluruh telapak kaki

20

c. Bagaimana dampak bayi lahir preterm? Bayi lahir hidup, yang dilahirkan sebelum 37 minggu dari hari pertama menstruasi terakhir disebut premature oleh WHO. Masalah Kematian janin intra uteri Asfiksia perinatal Patogenesis Hipoksia, asidosis, infeksi, anomali yang mematikan Perfusi uteroplacenta menurun selama persalinan hipoksia-asidosis janin yang kronis; sindrom aspirasi mekonium Simpanan glikogen jaringan menurun, glukoneogenesis menurun, hiperinsulinisme, kebutuhan glukosa pada hipoksia meningkat, hipotermia, otak besar Hipoksia janin dengan peningkatan produksi eritropoietin Hipoksia, hipoglikemia, pengaruh kelaparan, simpanan lemak dunkutan kurang Sindrom anomalad, gangguan kromososm genetic, deformasi akibat gangguan oligohidramnion, infeksi TORCH

Hipoglikemia

Polisitemia-Hiperviskositas Konsumsi oksigen berkurang/ hipotermi Dismorfologi

Masalah-masalah yang terkait dengan bayi premature

21

Setelah 6 jam masuk rumah sakit, pasien melahirkan bayi perempuan secara spontan dengan proses persalinan 30 menit dan 1 jam sebelum persalinan mengalami pecah ketuban. a. Bagaimana asuhan persalinan normal? Beberapa jam terakhir kehamilan ditandai dengan adanya kontraksi uterus yang menyebakan penipisan, dilatasi serviks dan mendorong janin keluar melaui jalan lahir. Kontraksi uterus pada persailnan juga disertai nyeri. Kontraksi uterus: berubah menjadi dua bagian yang berbeda, bagian atas berkontraksi secara aktif menjadi lebih tebal ketika persalinan berlangsung dan bagian bawah relativ pasif. Ketuban pecah : paling sering terjadi pada waktu persalinan aktif. Ada empat kala dalam persalinan normal, pertama adalah kala I yaitu dimulai dengan waktu serviks membuka karena his, kontraksi uterus teratur, makin lama, makin kuat, makin sering, makin terasa nyeri, disertai pengeluaran lendir darah dan berakhir setelah pembukaan serviks lengkap yaitu bibir portio tidak dapat diraba. Selaput ketuban biasanya pecah spontan pada akhir kala I. Terdapat fase laten berlansung selama 8 jam dan fase aktif selama 6 jam. Peristiwa yang
22

penting dalam kala ini adalah keluar lendir darah (bloody show) dengan lepasnya mucous plug, terbukanya vaskular pembuluh darah serviks, pergeseran antara selaput ketuban dengan dinding dalam uterus. Ostium uteri internum dan eksternum terbuka menjadikan serviks menipis dan mendatar dan selaput ketuban pecah spontan. Kala II berlangsung selama 2 jam, dimulai dengan pembukaan serviks dengan lengkap dan berakhir dengan saat bayi telah lahir lengkap. Sebelumnya his menjadi lebih kuat, lebih sering, lebih lama, sangat kuat. Kadang kala, selaput ketuban mungkin juga pecah spontan pada awal Kala II. Pada kala ini, ibu selalunya rasanya ingin mengedan makin kuat sehingga perineum meregang dan anusnya membuka. Bagian terbawah janin turun hingga dasar panggul. Sedangkan kepala dilahirkan lebih dahulu, dengan suboksiput di bawah simfisis, selanjutnya dilahirkan badan dan anggota badan janin. Kala III dimulai pada saat bayi lahir dengan lengkap dan berakhir dengan lahirnya plasenta . Ini ditandai dengan perdarahan baru atau kadang kala dari tidak disertai perdarahan. Pada keadaan normal, kontraksi uterus bertambah keras, fundus setinggi pusat, plasenta lepas 5-15 menit setelah bayi lahir Kala IV dimulai dengan observasi selama 2 jam post partum. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan seperti vital sign ibu dalam batas normal,b apakah kontraksi uterus baik, pastikan bahwa perdarahan per vaginam kurang dari 500 cc, plasenta dan selaput ketuban sudah lahir lengkap , pastikan kandung kemih harus kosong dan jika terdapat luka-luka di perineum harus dirawat segera

b. Bagaimana interpretasi, fisiologi, dan patofisiologi : melahirkan setelah 6 jam masuk rumah sakit Tidak ada patokan pasti untuk waktu kelahiran normal. Namun waktu yang dibutuhkan untuk kelahiran pertama akan memakan waktu lebih lama dibandingkan waktu kelahiran kedua dan seterusnya.

proses persalinan 30 menit Pada nullipara, kala II normalnya berlangsung selama 2 jam, sedangkan pada pasien ini hanya terjadi 1 jam. Median durasi kala II adalah 50 menit pada nulipara dan 20 menit pada multipara, tetapi hal ini dapat sangat bervariasi. Sehingga ada pasien ini dapat dikatakan normal. Pada seorang wanita yang mempunyai paritas lebih tinggi dengan vagina dan perineum yang lemas,
23

untuk menyelesaikan kelahiran bayi cukup membutuhkan dua atau tiga daya dorong setelah pembukaan servik lengkap.

1 jam sebelum persalinan pecah ketuban

Bayi tidak menangis spontan setelah kelahiran dan dilakukan resusitasi. a. Bagaimana etiologi, interpretasi dan patofisiologi bayi tidak menangis spontan? Bayi tidak menangis spontan artinya terjadi kegagalan usaha bayi untuk menghirup udara ke paru-paru. Normalnya bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru-paru yang mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan interstisial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan menyebabkan arteriol pulmonal berelaksasi sehingga pembuluh darah sistemik juga akan mendapat pasokan oksigen. Hal ini dikarenakan setelah lahir bayi akan langsung tergantung pada paru-paru sebagai sumber untuk oksigenasi tubuh. Keadaan ini dapat menunjukkan terjadinya asfiksia.

Etiologi dan faktor resiko: A. Antepartum 1. Faktor Matenal : DM Toxemia Hypertensi Penyakit jantung Collagen vascular disease Infeksi Insoimmunisasi Drug addiction

2. Faktor Obstetrik : Plasenta Previa Cord prolaps PROM Polyhidramnion


24

Placenta insuffeciency Chorioamnionitis

B. Inpartum 1. Plasenta abnormal 2. partus yang lama atau partus presipitatus 3. dystocia 4. Forceps or vacum

C. Fetal or neonatal conditions 1. Prematur 2. Respiratry distress syndrome 3. Meconium aspiration syndrome 4. Sepsis, pneumonia, hemolitic disease 5. Kelainan jantung dan organ respirasi

Patofisologi : Pada bayi perempuan yang lahir prematur pada kasus (lahir usia 32 minggu) pematangan paru belum sempurna, dan produksi surfaktan yang dihasilkan oleh pneumosit II yang berperan dalam menurunkan tegangan permukaan alveoli dan meningkatkan compliance paru serta mencegah terjadinya kolapsnya alveoli masih rendah. Hal ini akan menyebabkan bayi baru lahir yang sangat tergantung pada paru mengalami kesulitan untuk bernapas. Karena pada saat lahir, bayi akan bernapas dengan menangis spontan sehingga akan mendesak cairan yang mengisi alveolus ke ruang interstisial dan memudahkan oksigen masuk ke paru-paru.

b. Apa tindakan yang diberikan bila bayi tidak menangis? Tindakan Umum Bersihkan jalan nafas : kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lendir dari saluran nafas ayang lebih dalam. Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achiles.
25

Mempertahankan suhu tubuh.

Tindakan khusus Asfiksia berat Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 100 x/menit. Asfiksia sedang/ringan Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri O2 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20x/menit. Memberikan lingkungan yang optimal Suhu tubuh harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o370)dengan meletakkan bayi di dalam incubator Humiditas atau kelembaban ruangan juga harus adekuat (70-80%) Pemberian oksigen Konsentrasi O2 yang diberikan harus dijaga agar cukup untuk

mempertahankan PaO2 antara 80-100mmHg. Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menyebabkan fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasi retrolental). Jika kadar PaO2 masih kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih dari 70 mmHg maka diindikasikan pemakaian CPAP (Continuous Possitive Airway Pressure) pada tekanan 6-10 cm H2O melalui lubang hidung. Ventilasi bantuan diberikan jika PaO2 dimasih dibawah 50 mmHg. Ventilasi konvensional 60-80 x/menit dengan intubasi endotrakea Ventilasi pancaran frekuensi tinggi (HFJV) 150-600 x/menit Osilator 300-1800x/menit Pemberian cairan, glukosa, dan elektrolit Pada hari pertama diberikan glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan (60-125 ml/kgbb/hari). Pemberian surfaktan
26

Survanta adalah surfaktan eksogen yang dipersiapkan dari paru sapi yang dicincang halus dengan ekstraksi lipid dan diperkaya fosfatidilkolin, asam palmitat, trigliserida Eksosurf adalah surfaktan sintesis yang mengandung

dopalmitolfosfatidilkolin, heksadekanol, tiloksapol. Pemberian antibiotic Untuk mencegah infeksi sekunder. Penisilin (50.000 U- 100.000 U/kgbb/hari), ampisilin (100 mg/kgbb/hari) dengan gentamisin (3-5 mg/kgbb/hari)

c. Bagaimana cara tindakan resusitasi?

27

Apabila jawabannya tidak maka dilalukan langkah awal dari resusitasi Langkah awal Berikan kehangatan dengan cara meletakkan bayi di bawah pemancar panas

Memposisikan kepala bayi setengah ekstensi

28

posisi yang salah

posisi yang benar

memberikan bantalan bahu

Bila terdapat mekonium dan bayi tidak bugar Berikan O2 dan pantau FJ Pasang laringoskop, hisap dgn kateter penghisap no.12F/14F Masukkan pipa ET Sambung pipa ET ke alat penghisap Lakukan penghisapan sambil menarik keluar pipa ET Ulangi bila perlu atau bila FJ menunjukkan resusitasi harus segera dilanjutkan ke tahap berikut

29

Pemberiangan rangsangan taktil

Langkah awal dilakukan dalam 30 detik, kemudian nilai : Pernafasan Frekuensi denyut jantung Warna kulit Bila bayi tidak bernafas / megap megap atau FJ < 100/menit VTP

Ventilasi Tekanan Positif Menggunakan balon sungkup resusitasi Konsentrasi O2 (21% vs 100%) Frekuensi 40-60 menit Setelah 30 detik Vtp secara adekuat, lakukan penilaian FJ Bila Fj <60 menit ,lanjtukan dengan kompresi dada sambil tetap teruskan VTP.

Rekomendasi NRP: penggunaan O2 100% untuk VTP pada resusitasi bayi. Namun penelitian menunjukkan, resusitasi dgn O2 21% sama berhasilnya dgn O2 100%

Bagi yang menggunakan O2 < 100%, diperlukan tambahan O2 bila tidak ada perbaikan dalam 90 detik setelah lahir

Bila O2 tidak tersedia, gunakan udara kamar

30

Balon Resusitasi Syarat Balon Resusitasi untuk Neonatus: Ukuran balon 200-750 ml Dapat memberikan oksigen kadar tinggi Mempunyai alat pengaman (katup pelepas tekanan) untuk mencegah tekanan yang terlalu tinggi Ukuran sungkup wajah harus tepat

Sungkup wajah Sungkup harus menutupi: o Ujung dagu o Mulut o Hidung

Sebelum melakukan VTP Pilih sungkup ukuran sesuai


31

Pastikan jalan napas bersih dan terbuka Posisi kepala bayi sedikit tengadah Posisi penolong di sisi samping atau kepala bayi

Frekuensi ventilasi 40 -60 kali / menit dengan irama: Pompa - - - Lepas - - - Lepas / 1---2---3

Bila VTP perlu dilanjutkan lama Pasang pipa orogastrik untuk mengatasi distensi lambung karena: Distensi lambung dapat menekan diafragma menghambat pengembangan paru Kemungkinan regurgitasi dan aspirasi

Kompresi Dada perlu 2 orang 1. Pelaksana kompresi menilai dada & menempatkan posisi tangan dgn benar 2. Pelaksana VTP posisi di kepala bayi, menempatkan sungkup wajah secara efektif & memantau gerakan dada

Lakukan Kompresi Dada Gerakkan jari-jari sepanjang tepi bawah iga sampai mendapatkan sifoid. Letakkan ibu jari atau jari-jari pada tulang dada di atas/superior sifoid.

32

Tehnik Ibu Jari

Tehnik Dua Jari

Kedalaman dan tekanan


33

Kedalaman + 1/3 diameter antero-posterior dada Lama penekanan lebih pendek dari lama pelepasan curah jantung maksimum Koordinasi VTP dan Kompresi Dada 1 siklus: 3 kompresi & 1 ventilasi dalam 2 detik (3:1) Frekuensi: 90 kompresi + 30 ventilasi dalam 1 menit (berarti 120 kegiatan per menit) Dilakukan dalam 30 detik 15 siklus Untuk memastikan frekuensi kompresi dada dan ventilasi yg tepat, penekan menghitung dengan jelas Satu Dua Tiga - Pompa-

Penilaian frekuensi denyut jantung: Bila < 60 / menit beri obat (epinefrin) melalui vena umbilikal atau pipa endotrakea. Obat2 lain sesuai indikasi. Bila > 60 / menit kompresi dada dihentikan. VTP dilanjutkan sampai > 100 / menit dan bayi bernapas spontan.

Intubasi Endotrakea Intubasi Endotrakea Tindakan intubasi endotrakea dapat dilakukan sesuai keadaan dan kebutuhan. Pada diagram alur ditandai dengan tanda *. Laringoskop: daun lurus no.0 (prematur) atau 1 (aterm) Pipa endotrakea: ukuran sesuai berat badan/usia

34

Memilih pipa ET Ukuran pipa (diameter dalam mm) 2,5 3,0 3,5 3,4 4,0 < 1.000 1.000 2.000 2.000 3.000 >3.000 Berat ( g ) Umur kehamilan (minggu) < 28 28 34 34 38 >38

Peran Asisten pada intubasi Menyiapkan & memastikan peralatan dalam keadaan siap pakai Memposisikan bayi & stabilisasi kepala Memberikan O2 aliran bebas Melakukan pengisapan Memegang kateter pengisap Menekan krikoid bila diminta Membantu VTP selama intubasi Menghubungkan pipa ET dgn peralatan resusitasi Memantau FJ & gerakan dada Mempertahankan letak pipa ET Tanda Anatomis

Intubasi Endotrakea Langkah 1: Persiapan memasukkan laringoskop


35

o Stabilkan kepala bayi dalam posisi sedikit tengadah o Berikan O2 aliran bebas selama prosedur Langkah 2: Memasukkan laringoskop o Daun laringoskop di sebelah kanan lidah o Geser lidah ke sebelah kiri mulut o Masukkan daun sampai batas pangkal lidah Langkah 3: Angkat daun laringoskop o Angkat sedikit daun laringoskop o Angkat seluruh daun, jangan hanya ujungnya o Lihat daerah farings o Jangan mengukit daun Langkah 4: Melihat tanda anatomis o Cari tanda pita suara, seperti garis vertikal pada kedua sisi glottis (huruf V terbalik) o Tekan krikoid agar glotis terlihat o Bila perlu, hisap lendir untuk membantu visualisasi Langkah 5: Memasukkan pipa o Masukkan pipa dari sebelah kanan mulut bayi dengan lengkung pipa pada arah horisontal o Jika pita suara tertutup, tunggu sp terbuka o Masukkan pipa sampai garis pedoman pita suara berada di batas pita suara o Batas waktu tindakan 20 detik (jika 20 detik pita suara belum terbuka, hentikan & berikan VTP) Langkah 6: Mencabut laringoskop o Pegang pipa dengan kuat sambil menahan ke arah langit-langit mulut bayi, cabut laringoskop dengan hati-hati. o Bila memakai stilet, tahan pipa saat mencabut stilet

Pemberian Obat: Epinefrin Larutan = 1 : 10.000 Cara = IV (pertimbangkan melalui ET bila jalur IV sedang disiapkan) Dosis = 0.1 0.3 mL/kg BB IV
36

Persiapan = larutan 1 :10.000 dalam semprit 1 ml (semprit lebih besar diperlukan untuk pemberian melalui pipa ET. Dosis melalui pipa ET 0.3- 1.0mL/kg) Kecepatan = secepat mungkin Jangan memberikan dosis lebih tinggi secara IV

Indikasi pemberian cairan penambah volume darah (volume expanders) Bayi tidak berespons terhadap resusitasi dan bayi mengalami syok (pucat, nadi lemah, FJ rendah/tinggi, tidak membaik setelah diresusitasi) Ada riwayat terkait dgn kehilangan darah janin (a.l. perdarahan per vaginam, solusio plasenta, plasenta previa, twin to twin transfusion)

Cairan penambah volume darah Cairan: Garam Fisiologis, Ringer Laktat, Darah O Rh negatif Dosis : 10 mL/kg Jalur : Vena umbilikalis Persiapan : dalam semprit besar Kecepatan: 5 10 menit

Bayi tidak membaik setelah diberi obat

37

APGAR score 1 menit 1, 5 menit 3, dan 10 menit 7 setelah satu jam bayi masih menangis lemah dan sianosis. a. Bagaimana interpretasi, patofisiologi dan cara menilai APGAR score? APGAR sebagai sebuah metode sederhana untuk secara cepat menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat setelah kelahiran. Penilaian APGAR adalah sebuah tes cepat yang dilakukan pada menit pertama dan kelima pasca kelahiran, skor pada menit ke-1 memberi gambaran seberapa baik bayi melakukan toleransi terhadap proses kelahiran. Menit ke-5, skor memberikan penilaian akan bagaimana bayi beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Nilai Apgar ditentukan dengan menilai denyut jantung, pernafasan, ketegangan otot, warna kulit dan respon terhadap rangsangan (refleks); masing-masing diberi nilai 0, 1 atau 2. Total Skor bernilai antara 1 sampai dengan 10, dengan nilai 10 memberikan gambaran bayi yang paling sehat. Lima komponen yang diperhatikan adalah Appearance,

Pulse, Grimace, Activity, Respiration (warna kulit, denyut jantung, respons refleks, tonus otot/keaktifan, dan pernapasan). Lima kriteria Skor Apgar: Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 kulit tangan, kaki merah tidak Appearance Akronim

warna kulit tubuh warna normal Warna kulit seluruhnya muda, biru merah tubuh, dan

tetapi tangan dan normal kaki kebiruan muda,

(akrosianosis) Denyut jantung

ada sianosis

tidak ada

<100 kali/menit

>100 kali/menit

Pulse

tidak Respons refl respons eks

ada

meringis/menang is lemah ketika distimulasi

meringis/bersin/b atuk saat Grimace

terhadap stimulasi

stimulasi saluran napas

38

Tonus otot

lemah/tida k ada

sedikit gerakan

bergerak aktif

Activity

Pernapasan

tidak ada

lemah atau tidak teratur

menangis

kuat,

pernapasan baik Respiration dan teratur

Interpretasi Nilai Apgar Tes ini umumnya dilakukan pada waktu satu dan lima menit setelah kelahiran, dan dapat diulangi jika skor masih rendah. Jumlah skor Interpretasi Catatan 7-10 Bayi normal Memerlukan 4-6 Agak rendah tindakan medis segera seperti

penyedotan lendir yang menyumbat jalan napas, atau pemberian oksigen untuk membantu

bernapas. 0-3 Sangat rendah Memerlukan tindakan medis yang lebih intensif

Pada kasus ini awalnya bayi mengalami asfiksia berat (yaitu pada menit pertama dan kelima). Hasil resusitasi baru terlihat pada menit kesepuluh.

b. Bagaimana dampak keadaan bayi masih merintih dan sianosis setelah lahir 1 jam? Keadaan bayi masih merintih dan sianosis setelah 1 jam dan setelah diberikan resusitasi dapat menunjukkan terjadinya gawat napas bahkan gagal napas setelah dinilai dengan skor Down.

Pemeriksaan Fisik a. Bagaimana interpretasi dan patofisiologi pemeriksaan fisik? Berat badan : 1,4 kg (Normal ) interpretasi : BBLR Panjang badan: 40cm
39

Lingkar kepala: 30cm Pemeriksaan Normal Pada Skenario Interpretasi Patofisiologi

Berat Badan

2,5-4,0

kg 1,4 kg

BBLR

Berat

Badan

Untuk usia 8 bulan : 1,7 kg Panjang Badan 48 52 cm Untuk usia 8 bulan kira40 cm BBLR

Lahir Rendah (BBLR) pada scenario diakibatkan kelahiran premature

kira 42 cm Lingkar Kepala 33 35 cm 30 cm BBLR

Tonus otot lemah Bayi lahir premature relative hipotonis ( memiliki tonus otot yang lemah)

Sulit menggerakkan/ memfleksikan ekskremitas Diakibatkan lemahnya tonus otot sehingga bayi sedikit bergerak

Kulit yang tipis Kulit bayi prematur tipis, halus, dan cenderung berwarna merah sekali. Bayi yang amat sangat premtur tampak seperti agar-agar (gelatin). Pada BBL yang berumur 1-3 hari sering tampak papula putih kecil-kecil dan kadang berbentuk vesikulopustula di atas eritema dan disebut eritema toksikum.
40

Memiliki banyak lanugo pada tubuh and plantar creased at anterior Lanugo adalah rambut imatur yang halus, lunak, dan sering menutupi kulit kepala, dahi, dan muka. Saat kehamilan mencapai 20 minggu lanugo mulai tumbuh dan rambut ini tidak berpigmen karena lanugo ini diproduksi oleh folikel yang terdapat dalam Rahim.Lanugo akan hilang dan rontok saat janin berusia 7 hingga 8 bulan dan berganti dengan vellus, setelah kelahirannya bulu-bulu halus itu akan hilang saat bayi berusia 1 sampai 5 minggu dan kulit bayi akan terlihat lebih halus dan mulus.Sedangkan fungsi dari lanugo sebagai pelindung untuk menutupi tubuh bayi dalam rahim agar tidak terendam oleh cairan ketuban dan membantu menahan vernix. Lanugo akan sering kita jumpai pada bayi dengan kelahiran prematur sebab ia masih tumbuh di usia janin hingga 8 bulan dan lanugo merupakan hal yang alami dan tidak bisa dihilangkan secara medis. Lanugo akan mnghilang dan diganti oleh rambut biasa. Seberkas rambutdi daeah lumbosakral menujukksn adanya kelainan di daerah tersebut seperti spina bifida okulta, sinus tract, atau tumor

Nampak, masih ditemukan sianosis dan gruntig setelah dilakukan resusitasi menunjukkan adanya pernapasan dan sirkulasi yang inadekuat.

Grunting Usia janin preterm defisiensi surfactant alveoli kolaps saat ekspirasi ada usaha untuk meningkatkan pernapasan penutupan glottis sebagian di akhir ekspirasi grunting

Cyanosis

41

Hipoventilasi Pa O2 di alveolus resistensi pulmonal tetap tinggi foramen ovale dan duktus arteriosus tidak menutup terdapat shunting (dari kanan ke kiri) darah bercampur dengan CO2 Hb terduksi banyak terbentuk cyanosis

Pemeriksaan RR 70x/menit

Nilai Normal 40-60x/menit

Interpretasi takipneu

Keterangan untuk meningkatkan ventilasi sebagai

kompensasi menurunnya volume tidal HR 150bpm 120-140 bpm takikardi Sebagai kompensasi akibat menurunnya oksigenasi jaringan T 360C chest indrawing 36,5-37,50C normal abnormal Sebagai kompensasi untuk meningkatkan compliance paru

Diagnosis a. Bagaimana cara penegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang pada kasus? a. Anamnesis Anamnesis diarahkan untuk mencari factor resiko terhadap terjadinya asfiksia neonatorum. b. Pemeriksaan fisik
1. 2. 3. 4.

Bayi tidak bernafas atau menangis Denyut jantung kurang dari 100x/menit Tonus otot menurun Bias didapatkan cairan ketuban ibu tercampur mekonium, atau sisa mekonium pada tubuh bayi
42

5.

BBLR

c. Kriteria Diagnosis Nilai APGAR, merupakan suatu skoring yang berhubungan erat dengan beratnya asfiksia dan biasanya dinilai satu menit dan lima menit setalah bayi lahir. Angka ini penting artinya karena dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi yang akan dikerjakan. 0 Appereance (warna kulit) Pucat 1 Badan 2 merah, Seluruh tubuh kemerahan >100

ekstremitas biru Pulse Rate (frekuensi nadi) Grimace (reaksi rangsangan) Tidak ada Tidak ada <100

Sedikit gerakan Batuk/bersin mimik

Activity (tonus otot)

Tidak ada

Ekstremitas seikit fleksi

Gerakan aktif

Respiration bernafas)

effort

(usaha Tidak ada

Lemah/tdak teratur

Baik/menangis

Berdasarkan nilai APGAR 1 menit dapat diklasifikasikan: a. 8-10 b. 5-7 c. 3-4 d. 0-2 tidak asfiksia. asfiksia ringan. asfiksia sedang asfiksia berat.

d. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium ; hasil analisis gas darah menunjukkan hasil asidosis pada daerah tali pusat: 1. PaO2 < 50 mmH2O 2. PaCO2> 55 mmH2O 3. Ph < 7,30 Bila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif, pemeriksaan penunjang diarahkan pada kecurigaan atas komplikasi, berupa: 1. Pemeriksaan darah tepi 2. Analisi gas darah sesudah lahir
43

3. Pemeriksaan gula darah sewaktu 4. Pemeriksaan ginjal 5. Pemeriksaan elektrolit 6. Pemeriksaan radiologi/ rontgen dada 7. Pemeriksaan ct scan kepala

Jumlah skor rendah pada tes menit pertama dapat menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir ini membutuhkan perhatian medis lebih lanjut tetapi belum tentu mengindikasikan akan terjadi masalah jangka panjang, khususnya jika terdapat peningkatan skor pada tes menit kelima. Jika skor Apgar tetap dibawah 3 dalam tes berikutnya (10, 15, atau 30 menit), maka ada risiko bahwa anak tersebut dapat mengalami

kerusakan syaraf jangka panjang. Juga ada risiko kecil tapi signifikan akan kerusakan otak. Namun demikian, tujuan tes Apgar adalah untuk menentukan dengan cepat apakah bayi yang baru lahir tersebut membutuhkan penanganan medis segera; dan tidak didisain untuk memberikan prediksi jangka panjang akan kesehatan bayi tersebut. Nilai APGAR tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP). b. Bagaimana diagnosis banding dan diagnosis kerja dari kasus ini? Predisposisi Usia kehamila n HMD TTN Pneumonia MAS Prematur SC ibu overhidrasi infeksi Fetal distress preterm Full term Near term ++/++++ ++/+++ Full term Full term Post term +++/++++ ++ Beberapa jam Beberapa jam Hari pertama ++/++++ / lebih Sejak lahir +/++++ +/+++ +/++ + -/+ ++/++++ +/+++ Derajat distress Mulainya gejala Hipokse mia Hipecap nea

Ibu mengalami Preterm

44

PPHN

Asfiksia :MAS Sepsis Paru hipoplastik

Full term

++/+++

Hari pertama

++++

-/+

Kebocoran udara paru CHD PBF naik PBF turun

Ventilasi tekanan positif ? ? Respon terhadap O2

Preterm Full term Full term Preterm Full term Preterm

+/++++ +/+++ -/+ Suara nafas Turun, crackles

Variabel

+/++++

+/++++ +/++ -

Variabel : 2- + 3 hari Hari pertama ++/++++

Respon terhadap IPPV Membaik

Tanda infeksi

Rontgen dada

HMD

++

kabur Air bronchogram granuler

TTN

+++

Bukan indikasi

Crackles

Kabur Vaskular marking Cardiomegali

Pneumonia

++

Variabel, mungkin Turun membaik crackles

Bercak granuler Efusi pleura

MAS

++

Variabel, mungkin Crackles. membaik Suara bronkial disertai variabel

Bercak Hiperinflasi

PPHN

+/++++

Membaik

-/+

Variabel

hiperventilasi Memburuk dengan tekanan berlebihan Kebocoran udara paru ++ Variabel Turun asimetris Kolaps paru Mediastinal shiftnaik sampai dikoreksi CHD PBF naik ++ Variabel, mungkin Normal membaik crackles Kabur, sampai dikoreksivaskul
45

turun

ar marking Cardiomegali PBF turun -/+ Tidak ada, Normal Gelap Vascular marking memburuk dengan tekanan berlebihan

Diagnosis kerja: Respirarotry distress syndrome atau Hyaline Membrane Diseases

c. Bagaimana epidemilogi dari kasus ini? Sekitar 50% dari neonatus yang lahir pada usia kehamilan 26-28 minggu terjadi Penyakit Membran Hialin (PMH), sedangkan kurang dari 30% dari neonatus prematur lahir pada usia kehamilan 30-31 minggu terjadi kondisi tersebut. Penyakit membrane hialin sering ditemukan di negara berkembang dibandingkan di tempat lain, terutama karena sebagian besar bayi prematur yang kecil untuk usia kehamilan mereka telah mengalami stres di dalam rahim karena kekurangan gizi atau hipertensi yang diinduksi kehamilan. PMH telah dilaporkan dalam semua ras, terjadi paling sering pada bayi prematur berkulit putih. Kelangsungan hidup telah meningkat secara signifikan, terutama setelah adanya surfaktan eksogen, dan sekarang angka kelangsungan hidup menjadi > 90%.

d. Bagaimana etiologi dari kasus ini ? Etiologi dan faktor resiko Asfiksia A. Antepartum 1. Faktor Matenal : DM Toxemia Hypertensi Penyakit jantung Collagen vascular disease Infeksi Insoimmunisasi Drug addiction

2. Faktor Obstetrik :
46

Plasenta Previa Cord prolaps PROM Polyhidramnion Placenta insuffeciency Chorioamnionitis

B. Inpartum 1. Plasenta abnormal 2. partus yang lama atau partus presipitatus 3. dystocia 4. Forceps or vacum

C. Fetal or neonatal conditions 1. Prematur 2. Respiratry distress syndrome 3. Meconium aspiration syndrome 4. Sepsis, pneumonia, hemolitic disease 5. Kelainan jantung dan organ respirasi Etiologi dari Respiratory Distress Syndrome: Gangguan sintesis dan sekresi surfaktan yang menyebabkan terjadinya atelektasis, Defisiensi relative dari surfaktan menurunkan daya kompliens paru dan kapasitas residu fungsional, dengan meningkatkan deadspace. Hipoksia, asidosis, hipotermia dan hipotensi akan merusak produksi dan sekresi surfaktan Defisiensi Apoprotein. Idrofobik SP-B dan SP-C esensial untuk fungsi paru dan homeostasis pulmo setelah lahir. Protein ini memperkuat penyebaran, adsorpsi dan stabilitas surfaktan lipid diperlukan untuk mengurangi tegangan permukaan di alveolus. SP-B dan SP-C berperan dalam regulasi proses intraselular dan ekstraselular dalam menjaga struktur dan fungsi paru. Mutasi ABCA3. ABCA3 sangat penting dalam formasi badan lamellar dan fungsi surfaktan. Karena sangat berkaitan dengan ABCA1 dan ABCA4 yang
47

mengkode protein yang mentransportasi fosfolipid di makrofag dan sel fotoreseptor, yang berperan dalam metabolism fosfolipid surfaktan.

e. Bagaimana patofisiologi dari kasus ini? Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir ekspirasi. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, serta terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menyebabkan terjadinya : 1. Oksigenasi jaringan menurun > metabolisme anerobik dengan penimbunan asam laktat asam organic>asidosis metabolic. 2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan membrane hialin. Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun, penurunan aliran darah keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.

f. Bagaimana manifestasi klinis dari kasus ini? Gejala klinis yang progresif dari RDS adalah: Takipnea diatas 60x/menit Grunting ekspiratoar
48

Subcostal dan interkostal retraksi Cyanosise. Nasal flaring

Selain itu bayi dengan RDS juga dapat memiliki gejala: Berat badan lahir sangat rendah Tidak menangis spontan Sulit melakukan fleksi ekstremitas Kulit tipis Banyak terdapat lanugo diseluruh tubuh Kerutan plantar di 1/3 anterior

Pada bayi extremely premature ( berat badan lahir sangat rendah) mungkindapat berlanjut apnea, dan atau hipotermi. Pada RDS yang tanpa komplikasi maka surfaktan akan tampak kembali dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala dapatmemburuk secara bertahap pada 24-36 jam pertama. Selanjutnya bila kondisi stabildalam 24 jam maka akan membaik dalam 60-72 jam. Dan sembuh pada akhir minggupertama. Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor Silverman-Anderson dan skor Downes. Skor SilvermanAnderson lebih sesuaidigunakan untuk bayi prematur yang menderita hyaline membrane disease (HMD),sedangkan skor Downes merupakan sistem skoring yang lebih komprehensif dan dapat digunakan pada semua usia kehamilan. Penilaian dengan sistem skoring inisebaiknya dilakukan tiap setengah jam untuk menilai progresivitasnya. Pemeriksaan 0 Frekuensi nafas Retraksi Sianosis < 60 / menit Tidak ada Tidak ada 1 60 80 / menit Ringan Hilang dengan O2 Skor 2 >80 /menit Berat Sianosis menetap walaupun diberi O2 Air entry Udara masuk Penurunan ringan udara masuk Merintih Tidak merintih Dapat didengan dengan stetoskop Tidak ada udara masuk Dapat didengan tanpa alat bantu
49

Skor >= 6 : Ancaman gagal nafas

g. Bagaimana tatalaksana dari kasus ini? Umum 1. Pengaturan suhu tubuh 2. Pemberian cairan parenteral 3. Antibiotic 4. Pemantauan berkesinambungan 5. Penggunaan CPAP 6. Jika 2 dari nilai analisis gas darah : PH < 7,2 PO2 < 40 mmHg PCO2 >60 mmHg FiO2 > 60% Deficit basa > -10

Lakukan intubasi dan ventilasi mekanik Khusus Terapi surfaktan jika intubasi trakeal diperlukan. Terapi antibiotic jika kultur darah positif.

50

h. Bagaimana pencegahan dari kasus ini? A. Pencegahan secara Umum Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait. Adanya kebutuhan dan tantangan untuk meningkatkan kerjasama antar tenaga obstetri di kamar bersalin. Perlu diadakan pelatihan untuk penanganan situasi yang tak diduga dan tidak biasa yang dapat terjadi pada persalinan. Setiap
51

anggota tim persalinan harus dapat mengidentifikasi situasi persalinan yang dapat menyebabkan kesalahpahaman atau menyebabkan keterlambatan pada situasi gawat.14 Pada bayi dengan prematuritas, perlu diberikan

kortikosteroid untuk meningkatkan maturitas paru janin.

B. Antisipasi dini perlunya dilakukan resusitasi pada bayi yang dicurigai mengalami depresi pernapasan untuk mencegah morbiditas dan mortilitas lebih lanjut Pada setiap kelahiran, tenaga medis harus siap untuk melakukan resusitasi pada bayi baru lahir karena kebutuhan akan resusitasi dapat timbul secara tiba-tiba. Karena alasan inilah, setiap kelahiran harus dihadiri oleh paling tidak seorang tenaga terlatih dalam resusitasi neonatus, sebagai penanggung jawab pada perawatan bayi baru lahir. Tenaga tambahan akan diperlukan pada kasus-kasus yang memerlukan resusitasi yang lebih kompleks. Dengan pertimbangan yang baik terhadap faktor risiko, lebih dari separuh bayi baru lahir yang memerlukan resusitasi dapat diidentifikasi sebelum lahir, tenaga medis dapat mengantisipasi dengan memanggil tenaga terlatih tambahan, dan menyiapkan peralatan resusitasi yang diperlukan

i. Bagaimana komplikasi dari kasus ini? Komplikasi yang dapat terjadi asfiksia, yaitu : Septicemia Bronchopulmonary dysplasia (BPD) Patent ductus arteriosus (PDA) Pulmonary hemorrhage Apnea/bradycardia Necrotizing enterocolitis (NEC) Retinopathy of prematurity (ROP) Hypertension Failure to thrive Intraventricular hemorrhage (IVH) Periventricular leukomalacia (PVL) With associated

neurodevelopmental and audiovisual handicaps

52

j. Bagaimana prognosis kasus ini? keadaan bayi dengan Respiratory Distress Syndrome ( RDS ) biasanya bertambah parah setelah 2 sampai 4 hari setelah kelahiran dan terkadang membaik dengan cukup lambat. Beberapa bayi dengan RDS yang parah akan mati dalam waktu 2 sampai 7 hari. Prognosis tergantung pada latar belakang etiologi gangguan pernapasan. Prognosis baik bila gangguan napas akut dan tidak berhubungan dengan keadaan hipoksemia yang lama. Quo ad vitam: dubia ad bonam. Quo ad functionam: dubia Quo ad sanationam: dubia.

k. Bagaimana standar kompetensi dokter indonesia dari kasus ini? Untuk RDS KDUnya 3B, yaitu: mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau Xray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).

53

V.

SINTESIS

Asfiksia
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis(IDAI, 2004). Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir(WHO, 1999).

Klasifikasi asfiksia Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR; a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3. b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6. c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9. d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

Manifestasi klinis Asfiksia Denyut jantung janin lebih dari 1OOx/mnt atau kurang dari lOOx/menit dan tidak teratur Mekonium dalam air ketuban ibu Apnoe Pucat Sianosis Penurunan kesadaran terhadap stimulus Kejang

Diagnosis Asfiksia Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya asfiksia neonatorum. a. Anamnesis - Gangguan/ kesulitan waktu lahir. -Cara dilahirkan. -Ada tidaknya bernafas dan menangis segera setelah dilahirkan -Bayi tidak bernafas atau menangis.

b.Pemeriksaan fisik
54

Denyut jantung kurang dari 100x/menit. Tonus otot menurun. Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa mekoniumpada tubuh bayi. BBLR (berat badan lahir rendah)

Laboratorium: hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada darah tali pusat jika: Pemeriksaan penunjang PaO2 < 50 mm H2O PaCO2 > 55 mm H2 pH < 7,30 (Ghai, 2010)

Penatalaksanaan Penatalaksanaan secara umum pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut adalah sebagai berikut: 1) Pengawasan suhu Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan suhu bayi baru lahir dengan: a) Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak. b) Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar. c) Bungkus bayi dengan kain kering. 2) Pembersihan jalan nafas Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion, kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir. 3) Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi.

Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara lain:

55

a. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10) Caranya: 1. Bayi dibungkus dengan kain hangat 2. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut 3. Bersihkan badan dan tali pusat. 4. Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam inkubator.

b. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6) Caranya: 1. Bersihkan jalan napas. 2. Berikan oksigen 2 liter per menit. 3. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu ada reaksi, bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag). 4. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra kranial meningkat.

c. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3) Caranya: 1. Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag. 2. Berikan oksigen 4-5 liter per menit. 3. Bila tidak berhasil lakukan ETT. 4. Bersihkan jalan napas melalui ETT. 5. Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.

Pencegahan Pencegahan secara Umum Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari.
56

VI.

KERANGKA KONSEP

57

VII.

KESIMPULAN Bayi Ny. Salehah perempuan mengalami respirarotry distress syndrome

58

VIII.

DAFTAR PUSAKA

F. Gary Cunningham et.al. 2001. Williams obstetrics. Ed 21. Jakarta: EGC. Rennie JM, Roberton NRC. Respiratory Distress Syndrome. Dalam A Manual of Neonatal Intensive Care, Edisi 4.London ; Arnold, 2002:128-78. Pusponegoro TS. Penggunaan Surfaktan pada Sindrom Gawat Nafas Neonatal. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak no 27, Nopember 1997; 89-96 Pusponegoro TS. Penggunaan Surfaktan pada Sindrom Gawat Nafas

Neonatal.Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak no 27, Nopember 1997; 89-96 Suradi R. Pemeriksaan Fisis pada Bayi Baru Lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. Edisi 1. Jakarta: IDAI. 2008 Berhman, Kliegman, Arvin .1999. Ilmu Penyakit Anak : Nelson. Edisi 15 volume 1. Jakarta : EGC Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008 Kementerian Kesehatan RI.2010. Buku Saku Kesehatan Neonatal

Esensial.Jakarta:Departemen Kesehatan RI

59

You might also like