You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai alat
pengolahan bahan-bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai media
penggorengan sangat penting dan kebutuhannya semakin meningkat. Minyak dapat
bersumber dari tanaman, misalnya minyak zaitun, minyak jagung, minyak kelapa,
dan minyak biji bunga matahari. Minyak juga dapat bersumber dari hewan, misalnya
ikan sarden, ikan paus dan lain-lain ( S. Ketaren, 1986 ).
Dewasa ini laju perkembangan pemasaran minyak kelapa sawit cukup
menanjak. Diantara macam-macam minyak goreng, antara lain minyak yang berasal
dari kedelai, bunga matahari, lobak zaitun, dan kelapa hibrida. Munculnya minyak
kelapa sawit dalam pemasaran dengan cepat dan pesat mampu mengisi dan bersaing
dengan minyak nabati yang lain. Bahkan, keberadaannya mampu mendesak
pemasaran minyak kedelai. Dengan melihat kemampuannya dalam merebut pasaran
dunia dengan cepat, tentunya ada hal-hal khusus yang menjadi keunggulan minyak
kelapa sawit dibandingkan dengan minyak nabati yang lain.
Minyak kelapa sawit yang digunakan sebagai produk pangan biasanya
dihasilkan dari bagian kulit (sabut) kelapa sawit maupun inti (biji) kelapa sawit
melalui proses fraksinasi (pemisahan), rafinasi (pemurnian), dan hidrogenasi. Selain
sebagai bahan baku minyak sawit, kelapa sawit digunakan dalam bentuk minyak
goreng, margarin, butter, shortening untuk pembuatan kue-kue dan lain sebagainya
(Penebar swadaya 1992).
Dari nilai gizinya, penggunaan minyak kelapa sawit sebagai minyak goreng
cukup menguntungkan. Adanya karoten dan tokoferol yang terkandung di dalamnya
menyebabkan minyak kelapa sawit ini perlu dikembangkan sebagai sumber vitamin.
Karoten dan tokoferol ini diketahui dapat meningkatkan kemantapan minyak terhadap
oksidasi dengan kata lain menyebabkan minyak tidak mudah tengik. Selain itu
minyak kelapa sawit dapat dikatakan sebagai minyak goreng non kolesterol (kadar
kolesterolnya rendah) (Penebar swadaya 1992).
Minyak goreng kelapa sawit yang dikenal dengan istilah minyak goreng
kelapa sawit curah umumnya hanya menggunakan satu kali proses fraksinasi,
sehingga masih mengandung fraksi padat stearin yang relatif lebih banyak dari
minyak goreng bermerek yang menggunakan dua kali proses fraksinasi. Oleh karena
itu penampakan minyak goreng kelapa sawit curah tidak sejernih minyak goreng
bermerek. Penampakan ini berkaitan erat dengan titik cair (suhu pada saat lemak
mulai mencair) dan cloud point (suhu pada saat mulai terlihat adanya padatan) pada
minyak (www.kompas.com 18 April 2002).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas minyak adalah kandungan air,
kandungan kotoran, kandungan asam lemak bebas, warna dan bilangan peroksida
Faktor -faktor lain adalah titik cair, kandungan gliserida, refining loss, plastisitas,
spreadabiliti, kejernihan, kandungan logam berat dan bilangan penyabunan. Semua
faktor-faktor ini perlu dianalisis untuk mengetahui kualitas minyak kelapa sawit (S.
Ketaren, 1986).
Minyak goreng kelapa sawit bermutu prima (Special Quality) mengandung
asam lemak bebas (Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2 % pada saat pengapalan.
Kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak lebih dari 5 % asam lemak
bebas (www.depperin.go.id). Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas
(kemurnian) minyak goreng kelapa sawit adalah asam lemak bebas. Peningkatan
jumlah asam lemak bebas ini terjadi bila minyak goreng teroksidasi ataupun
terhidrolisis sehingga mengakibatkan ikatan rangkap yang ada dalam minyak akan
pecah. Pecahnya ikatan rangkap ini lama-kelamaan akan membuat minyak goreng
menjadi semakin jenuh (Penebar swadaya, 1992).
Minyak atau lemak yang mengandung persentase asam lemak dengan kadar
tinggi kurang baik untuk kesehatan, karena bila untuk menggoreng (deep fried atau
dipanaskan), disamping akan mengalami polimerisasi (penggumpalan), juga
membentuk trans fatty acids (asam lemak trans) dan free radicals (radikal bebas)
yang bersifat toksik dan karsinogenik ( Iwan T. Budiarso, 2004).
B. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang dapat dirumuskan permasalahan Berapakah kadar
asam lemak bebas pada minyak goreng kelapa sawit curah yang dijual di Pasar
Peterongan Semarang sebelum dan sesudah digunakan untuk menggoreng?


C. Tujuan Penelitian
1. Menetapkan kadar asam lemak bebas pada minyak goreng kelapa sawit curah
yang dijual di Pasar Peterongan Semarang sebelum digunakan untuk menggoreng.
2. Menetapkan kadar asam lemak bebas pada minyak goreng kelapa sawit curah
yang dijual di Pasar Peterongan Semarang sesudah digunakan untuk menggoreng.
3. Membandingkan kadar asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak goreng
kelapa sawit curah yang dijual di Pasar Peterongan Semarang sebelum digunakan
untuk menggoreng dengan Standar Nasional Indonesia 01-3747-2002.
D. Manfat Penelitian
1. Penelitian ini bermanfaat sebagai informasi kepada masyarakat tentang kualitas
minyak goreng kelapa sawit curah sebelum dan sesudah digunakan untuk
menggoreng bila ditinjau dari asam lemak bebasnya.
2. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang kandungan asam
lemak bebas pada minyak goreng kelapa sawit curah sebelum dan sesudah
digunakan untuk menggoreng.






BAB II
TINJUAN PUSTAKA

A. Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga
kesehatan tubuh manusia. Selain itu minyak dan lemak juga merupakan sumber
energi yang lebih efektif dibadingkan dengan karbohidrat dan protein. Satu gram
minyak atau lemak dapat menghasilkan 9kkal, sedangkan karbohidrat dan protein
hanya menghasilkan 4kkal/gram. Minyak atau lemak, khususnya minyak nabati,
mengandung asam-asam lemak esensial seperti asam linoleat, lenolenat, dan
arokidonat yang dapat mencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan
kolesterol. Minyak dan lemak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi
vitamin-vitamin A, D, E, dan K. Minyak dan lemak terdapat pada hampir semua
bahan pangan dengan kandugan yang berbeda-beda.
Tetapi minyak dan lemak sering kali ditambahkan dengan sengaja ke bahan
makanan dengan berbagai tujuan. Dalam pengolahan bahan pangan, minyak dan
lemak berfungsi sebagai media penghantar panas, seperti minyak goreng, shortening
(mentega putih), lemak (gajih), mentega, dan margarine. Di samping itu, penambahan
lemak dimaksudkan juga untuk menambah kalori serta memperbaiki tekstur dan cita
rasa bahan pangan, seperti pada kembang gula, penambahan shortening pada
pembuatan kue-kue, dan lain-lain. Lemak yang ditambahkan ke dalam bahan pangan
atau dijadikan bahan pangan membutuhkan persyaratan dan sifat-sifat tertentu.
Berbagai bahan pangan seperti daging, telur, susu, apokat, kacang tanah, dan berbagai
jenis sayuran yang mengandung minyak dan lemak yang biasanya termakan bersama
makanan tersebut. Minyak dan lemak tersebut dikenal sebagai minyak tersembunyi
(invisible fat). Sedangkan minyak dan lemak yang telah diekstrasi dari ternak atau
bahan nabati dan dimurnikan dikenal sebagai lemak minyak biasa atau lemak kasat
mata (visible fat) (F.G Winarno, 2004).
Secara umum, lemak diartikan sebagai trigliserida yang dalam kondisi suhu
ruang berada dalam keadaan padat, sedangkan minyak adalah yang dalam suhu ruang
berbentuk cair. Trigliserida merupakan kelompok lipid yang terdapat paling banyak
dalam jaringan hewan dan tanaman. Trigliserida dalam tubuh manusia bervariasi
tergantung dari tingkat kegemukan seseorang.
Dalam proses pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses
kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga
asam lemak berbeda-beda) yang membentuk satu molekul trigliserida dan tiga
molekul air.
O O
H
2
C OH R
1
C OH H
2
C O C R
1

O O
H C OH + R
2
C OH H C O C R
2
+

3H
2
O
O O
H
2
C OH R
3
C OH H
2
C O C R
3
Gliserol Asam lemak Trigliserida Air
Apabila R1 = R2 = R3 maka trigliserida yang terbentuk disebut trigliserida
sederhana (Slamet Sudarmadji,dkk, 2003). Apabila minyak atau lemak mengandung
gliserida sederhana dalam jumlah yang sedikit atau sama sekali tidak ada, maka hal
tersebut akan membuat gliserida-gliserida yang menyusun minyak dan lemak menjadi
sama, sehingga sukar untuk memisahkan dan baru setelah dilakukan proses hidrolisis
pada minyak atau lemak tersebut akan dapat dilakukan pemisahan asam-asam
lemaknya. Pemisahan tersebut tergantung pada dua faktor yaitu kelarutan asam lemak
dalam air dan kemampuan menguap asam-asam lemak dalam komponon-komponen
yang tersendiri (Bambang Djatmiko & A. Pandji W, 1984).
1. Jenis minyak dan lemak
Minyak dan lemak adalah minyak atau lemak yang berasal dari tumbuhan
yang mengandung fitosterol, dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh
sehingga umumnya berbentuk cair. Pembagian lemak menurut asalnya:
a. Lemak nabati yang berbentuk cair dapat dibedakan menjadi 3 golongan,yaitu :
1) Drying Oil : minyak yang akan menjadi keras bila kontak langsung dengan udara.
Contoh : minyak cat atau pernis
2) Semi Drying oil : minyak yang apabila mengalami pemanasan akan menguap.
Contoh : minyak jagung, minyak bunga matahari.
3) Non Drying Oil : minyak yang apabila mengalami pemanasan tidak menguap.
Contoh : minyak kelapa, minyak kacang.
Lemak nabati yang berbentuk padat adalah minyak coklat dan bagian
stearin dari kelapa sawit.
b. Lemak hewani adalah minyak atau lemak yang berasal dari hewan dan banyak
mengandung sterol yang disebut kolesterol.
Lemak hewani terdiri dari 2 bentuk yaitu :
1) Bentuk cair : contoh : minyak ikan paus.
2) Bentuk padat : contoh: lemak susu (keju), lemak babi, lemak sapi.
2. Pembagian jenis minyak dan lemak :
a. Minyak goreng
Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih, dan
penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik
asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak
diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Hidrasi gliserol akan
membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik asap makin
baik minyak goreng itu. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar
gliserol bebas. Minyak yang telah digunakan untuk menggoreng titik aspnya akan
turun, karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Karena itu untuk menekan
terjadinya hidrolisis, pemanasan minyak sebaiknya dilakukan pada suhu yang tidak
terlalu tinggi (suhu penggorengan 177
o
C - 221
o
C) (F.G Winarno, 2004).
b. Minyak salad
Minyak sawit dapat dijadikan minyak salad, dari fraksi cair yang dapat tetap
jernih selama 72 jam pada suhu 8
o
C dan fraksi padat yang dapat diubah menjadi
fraksi cair melalui fraksinasi kimia dan fisika. Kemampuan minyak salad untuk
bertahan pada suhu rendah sangat tergantung pada kadar trigliserida jenuh yang ada
(Sagung Seto, 2001).
c. Mentega
Mentega dapat dibuat dari lemak susu yang manis (sweet cream) atau yang
asam. Mentega dari lemak yang asam mempunyai cita rasa yang kuat. Mentega
sendiri merupakan emulsi air dalam minyak dengan kira-kira 18% air terdispersi di
dalam 80% lemak dengan sejumlah kecil protein yang bertindak sebagai zat
pengemulsi.
d. Margarin
Margarin atau oleo margarine merupakan pengganti mentega dengan rupa,
bau, konsistensi, rasa, dan nilai gizi yang hampir sama. Margarin juga merupakan
emulsi air dalam minyak, dengan persyaratan mengandung tidak kurang dari 80 %
lemak. Umumnya margarin berasal dari lemak hewani dan lemak nabati. Lemak
hewani yang digunakan biasanya lemak babi (lard) dan lemak sapi (oleo oil)
sedangkan minyak nabati yang digunakan adalah minyak kelapa, minyak kelapa
sawit, minyak kedelai, dan minyak biji kapas. Karena minyak nabati umumnya dalam
bentuk cair, maka harus dihidrogenasi lebih dulu menjadi lemak padat. Yang berarti
margarin harus bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah,
dan segera dapat mencair dalam mulut.
e. Shortening
Shortening adalah lemak padat yang mempunyai sifat plastis dan kestabilan
tertentu, umumnya berwarna putih sehingga disebut mentega putih. Bahan ini
diperoleh dari hasil pencampuran dua atau lebih lemak dengan cara hidrogenasi. Pada
umumnya shortening terbuat dari minyak nabati seperti minyak biji kapas, minyak
kacang kedelai, minyak kacang dan lain-lain.
f. Lemak gajih
Gajih atau lard adalah lemak yang diperoleh dari jaringan lemak ternak sapi,
babi, atau kambing. Pada umumnya lemak banyak terdapat pada rongga perut dan
lemak tersebut biasanya akan menghasilkan lemak gajih yang bermutu tinggi. Karena
sifatnya yang beragam serta sifat-sifat yang lainnya seperti tekstur, cita rasa, dan
baunya, lemak gajih semakin terbatas penggunaanya. Apalagi lemak gajih mudah
sekali menjadi tengik, sehingga dalam pembuatannya perlu ditambahkan anti oksidan
(F.G. Winarno, 2004).
3. Sumber Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak yang dapat dimakan (edible fat), dihasilkan oleh alam,
yang dapat bersumber dari bahan nabati atau hewani. Dalam tanaman atau hewan,
minyak berfungsi sebagai sumber cadangan energi. Minyak dan lemak dapat
diklasifikasikan berdasarkan sumbernya sebagai berikut :
a. Besumber dari tanaman
1) Biji-bijian palawija : minyak jagung, biji kapas, kacang, wijen, kedelai, dan bunga
matahari.
2) Kulit buah tanaman tahunan : minyak zaitun dan kelapa sawit.
3) Biji-bijian dari tanaman tahunan : kelapa, cokelat, inti sawit.

b. Bersumber dari hewani
1) Susu hewan peliharaan : lemak susu
2) Daging hewan peliharaan : lemak sapi, lemak babi.
3) Hasi laut : minyak ikan sarden dan minyak ikan paus (S.Ketaren, 1986).
4. Sifat-sifat fisik dan kimia minyak dan lemak
a. Sifat fisik
1) Warna
Warna minyak dapat dipengaruhi oleh adanya zat-zat yang terkandung secara
alamiah dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak
pada proses ekstaksi. Zat warna tersebut antara lain dan karotin, xantofil, klorofil
Dan anthosyanin. Zat warna ini minyebabkan minyak berwarna kuning, kuning
kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemarah-merahan.
Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang
bersifat larut dalam minyak. Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak
jenuh. Jika minyak dihidrogenasi, karoten tersebut juga ikut terhidrogenasi, sehingga
intensitas warna kuning berkurang. Karotenoid bersifat tidak stabil pada suhu tinggi,
dan jika minyak diolah menggunakan uap panas, maka warna kuning akan hilang.
Warna gelap pada minyak selain disebabkan oleh proses oksidasi terhadap
tokoferol (vitamin E), juga dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan.
Sedangkan warna coklat disebabkan oleh pigmen coklat yang berasal dari bahan yang
telah membusuk. Hal itu juga dapat disebabkan karena adanya reaksi molekul
karbohidrat dengan gugus pereduksi seperti aldehida serta gugus amin dari molekul
protein dan disebabkan karena aktivitas enzim-enzim, seperti phenol oksidase,
polyphenol oksidase.
2) Flavor / Bau
Flavor pada minyak atau lemak selain terdapat secara alami, juga terjadi
karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek sebagai hasil
penguraian pada kerusakan minyak atau lemak. Umumnya flavor ini disebabkan oleh
komponen bukan minyak, seperti bau khas minyak kelapa sawit dikarenakan
terdapatnya beta ionone, sedangkan bau khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh
nonil metal keton.
3) Kelarutan
Minyak dan lemak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak. Minyak dan
lemak hanya sedikit larut dalam alkohol, tetapi akan larut sempurna dalam etil eter,
karbon disulfide dan pelarut-pelarut halogen.
4) Titik Cair
Pengukuran titik cair minyak atau lemak, suatu cara yang lazim digunakan
dalam penentuan atau pengenalan komponen-komponen organik yang murni. Minyak
atau lemak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai temperatur tertentu.
5) Titik Didih
Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin miningkat dengan bertambah
panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.


6) Bobot Jenis
Bobot jenis dari minyak biasanya ditentukan pada temperatur 25
o
C, akan
tetapi dalam hal ini dianggap penting juga untuk diukur pada temperatur 40
o
C atau
60
o
C untuk lemak yang titik cairnya tinggi.
7) Indeks Bias
Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan pada
suatu medium yang cerah. Indeks bias tersebut pada minyak dan lemak dipakai pada
pengenalan unsur kimia dan untuk pangujian kemurnian minyak.
8) Titik asap, titik nyala dan titik api
Titik asap adalah temperatur pada minyak atau lemak menghasilkan asap yang
kebiru-biruan pada saat pemanasan. Titik nyala adalah temperatur pada saat
campuran uap dari minyak dengan udara mulai terbakar. Sedangkan titik api adalah
terperatur pada saat dihasilkan pembakaran yang terus-menerus, sampai habisnya
contoh uji(S. Ketaren, 1986).
b. Sifat kimia
1) Hidrolisis
Dalam reaksi hidrolisis, minyak atau lemak dapat terhidrolisis menjadi
gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim.
Hidrolisis sangat mudah terjadi dalam lemak dengan kadar asam lemak rendah.
Hidrolisis sangat menurunkan mutu minyak goreng.


2) Oksidasi
Terjadinya reaksi oksidasi mengakibatkan ketengikan pada lemak atau
minyak. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti
cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti, Cu,
Fe, Co, dan Mn ( F.G Winarno, 2004).
3) Hidrogenasi
Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai
karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Reaksi hirogenasi ini dilakukan dengan
menggunakan hidrokarbon murni dan ditambahkan dengan serbuk nikel sebagai
katalisator. Setelah proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalisator
dipisahkan dengan cara penyaringan.
4) Esterifikasi
Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari
trigliserid dalam bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi
kimia yang disebut interesterifikasi atau pertukaran ester yang didasarkan atas prinsip
transesterifikasi Friedel-Craft (S. Ketaren, 1986).
B. Minyak Kelapa Sawit
1. Komposisi minyak sawit
Minyak kelapa sawit adalah minyak yang dihasilkan dari inti kelapa sawit
(palm kernel oil). Minyak kelapa sawit terutama dikenal sebagai bahan mentah
minyak dan lemak pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng,
shortening, margarin, dan minyak makan lainnya. Dengan kandungan karoten yang
tinggi, minyak sawit merupakan sumber provitamin A yang murah dibandingkan
dengan bahan baku lainnya. Minyak sawit dihasilhan dari proses ekstraksi bagian
sabut buah dan biji buah kelapa sawit. Minyak yang dihasilkan dari bagian kulit atau
sabut tersebut dikenal dengan nama Crude Palm Oil (CPO) dan bagian dari biji
buahnya diseut Palm Kernel Oil (PKO).
Minyak kelapa sawit mengandung asam lemak tidak jenuh dengan
perbandingan yang hampir sama, yaitu 40 % asam oleat, dan 44 % asam palmitat.
Minyak sawit juga merupakan sumber vitamin E, tokoferol dan tokotrienol yang
berperan sebagai antioksidan, yaitu suatu zat yang dapat mencegah terjadinya
oksidasi. Tokoferol dan tokotrienol dapat menangkap radikal bebas dan mencegah
kanker.
Selain asam lemak dan trigliserida masih terdapat senyawa non trigliserida
dalam jumlah kecil. Yang termasuk senyawa non trigliserida ini antara lain::
motibgliserida, diglisrida, fosfatida, karbohidrat, turunan karbohidrat, protein, dan
bahan-bahan berlendir atau getah (gum) serta zat-zat berwarna yang memberikan
warna serta rasa dan bau yang tidak diinginkan.
(yongkikastanyaluthana.wordpress.com)
2. Pengolahan kelapa sawit
Pengolahan tandan buah segar sampai diperoleh minyak sawit kasar crude
palm oil (CPO) dan inti sawit melalui proses yang cukup panjang. Urutan pengolahan
kelapa sawit sebagai berikut:

a. Pengangkutan buah ke pabrik.
Buah kelapa sawit dari kebun harus secepatnya diangkut ke pabrik. Kemudian
buah harus segera ditimbang, dan dimasukkan ke dalam lori perebusan yang biasanya
berkapasitas 2,5 ton setiap lori. Buah yang tidak segera diolah akan menghasilkan
minyak dengan kadar asam lemak bebas (free fatay acid) tinggi. Untuk menghindari
terbentuknya asam lemak bebas, pengolahan harus sudah dilaksanakan paling lambat
8 jam setelah panenan.
b. Perebusan buah.
Buah serta lorinya direbus dalam tempat rebusan dengan mengalirkan atau
menekankan uap panas selama 60 menit ke dalam tempat rebusan. Suhu uap yang
digunakan adalah 125
0
C dan tekanan dalam ruang sterilisasi 2,5 atm.
c. Pelepasan buah dan pelumatan
Tandan buah yang telah direbus dimasukkan ke dalam mesin pelepas buah
(thresher), kemudian buah yang lepas (rontok) dibawa ke dalam mesin pelumat
(digester). Sambil dilumat, buah dipanasi (diuapi) agar daging buah hancur dan lepas
dari bijinya, keadaan demikian memudahkan proses pengeluaran (ekstraksi) minyak.
d. Pengeluaran minyak
Ada bermacam cara untuk mengeluarkan minyak (extraction of oil), tetapi
yang umum dipakai adalah pengepresan dengan menggunakan alat atau mesin
pengepres tipe hydraulic, centrifugal atau tipe continuous screw press. Daging buah
yang sudah dilumatkan di mesin pelumat dimasukkan ke dalam alat pengepres,
kemudian dipres sehingga minyak dapat dikeluarkan dan dipisahkan dari ampasnya.
Minyak yang keluar ditampung untuk selanjutnya dimurnikan.
e. Pemurnian dan penjernihan minyak.
Minyak yang keluar dari mesin pengepres mengandung 45 % sampai 55 % air,
lumpur dan bahan-bahan lainnya. Minyak yang masih kasar ini dibawa ke tangki
pemurnian atau tangki klarifikasi. Setelah mengalami pemurnian akan diperoleh 90 %
minyak, dan sisanya adalah lumpur. Setelah dilakukan penyaringan kemudian
minyak ditampung dalam tangki dan dijernihkan lebih lanjut untuk memisahkan air
yang masih terkandung di dalamnya. Selanjutnya minyak dilewatkan pada continuous
vaccum driyer sehingga diperoleh minyak berkadar air kurang dari 0,1 %. Minyak ini
ditampung dalam tangki-tangki penampungan dan sudah siap untuk dijual pada
konsumen. Kualitas minyak kelapa sawit ditentukan oleh kadar asam lemak bebas,
kandungan air dan mudah atau tidaknya minyak tersebut dijernihkan (bleachability)
(www.elearning.unej.ac.id).
C. Proses Penggorengan
1. Sebelum penggorengan
Jenis minyak yang digunakan untuk menggoreng umumnya yang masih segar
yang berasal dari minyak nabati. Minyak nabati yang digunakan untuk menggoreng
biasanya mengandung asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat dan asam palmitat.
Minyak yang tergolong asam lemak tidak jenuh adalah minyak jagung, minyak wijen,
minyak bunga matahari, minyak sawit dan lain-lain.

2. Sesudah penggorengan
Selama penggorengan minyak dalam kondisi suhu tinggi, adanya udara dan
air yang dikandung oleh bahan menyebabkan minyak mengalami kerusakan. Adanya
interaksi antara produk dan minyak menyebabkan terjadinya reaksi yang sangat
komplek, akan terbentuk senyawa volatile maupun nonvolatile yang akan
memberikan tanda bahwa minyak telah rusak (www.unram.ac.id).
D. Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas merupakan fraksi bukan lemak yang dapat mempengaruhi
kualitas minyak. Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisa
enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan, asam lemak
dengan kadar lebih besar dari 0,2 % dari berat lemak akan mengakibatkan flavor yang
tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni tubuh. (S. Ketaren 1986).
Pengaruh lama penyimpanan juga dapat mempengaruhi peningkatan kadar
asam lemak bebas pada minyak goreng. Peningkatan kadar asam lemak bebas dan
bilangan peroksida dipengaruhi juga oleh kadar air dalam minyak, ada tidaknya
penambahan zat pengawet antioksidan, dan kondisi penyimpanan seperti intensitas
kontak dengan cahaya serta oksigen yang akan mempercepat proses kerusakan
minyak goreng (www.kompas.com, 18 April 2008).



E. Analisis Asam Lemak Bebas
Metode : Alkalimetri
Prinsip : Reaksi penetralan asam oleh basa.
O O
R C OH + KOH R C O K + H
2
O
Prosedur :
a. Ditimbang 10 gram minyak dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml.
b. Ditambah etanol netral sebanyak 50 ml.
c. Dipanaskan kurang lebih 40
0
C.
d. Ditambah indikator PP 1% sebantyak 2-3 tetes.
e. Dititrasi dengan KOH 0,05 N sampai warna merah jambu atau merah muda
konstan.
% Asam lemak bebas = V x N x F x 100
G sampel
V = Jumlah KOH yang diperlukan untuk titrasi sampel
N = Normalitas KOH
F = Faktor minyak kelapa sawit 25,6
G = Bobot contoh dalam gram
(SNI 01-3541-2002)

You might also like