You are on page 1of 5

AMOEBIASIS ICD – 9 006; ICD-10 A06

(Amebiasis).
1. Identifikasi
Infeksi oleh protozoa ada dalam 2 bentuk; dalam bentuk kista yang infektif dan bentuk lain
yang lebih rapuh, berupa trofosoit yang patogen. Parasit bisa menjadi komensal atau
menyerang jaringan dan naik ke saluran pencernaan atau menjadi penyakit ekstraintestinal.
Kebanyakan infeksi tidak memberikan gejala, namun muncul gejala klinis pada kondisi
tertentu. Penyakit pada saluran pencernaan bervariasi mulai dari akut atau berupa disenteri
fulminan dengan gejala demam, menggigil, diare dengan darah atau diare mukoid (disenteri
amoeba), hingga hanya berupa perasaan tidak nyaman pada abdomen dengan diare yang
mengandung darah atau lendir dengan periode konstipasi atau remisi. Amoeba granulomata
(ameboma), kadang-kadang dikira sebagai kanker, bisa muncul di dinding usur besar pada
penderita dengan disenteri intermiten atau pada kolitis kronis. Luka pada kulit, di daerah
perianal, sangat jarang terjadi sebagai perluasan langsung dari lesi saluran pencernaan atau
abses hati yang disebabkan oleh amoeba, lesi pada penis bisa terjadi pada orang dengan
perilaku homoseksual aktif. Penyebaran melalui aliran darah mengakibatkan abses di hati,
atau yang lebih jarang di paru-paru atau di otak.
Kolitis yang disebabkan oleh amoeba sering dikelirukan dengan berbagai bentuk penyakit
radang usus seperti kolitis ulserativa; harus hati-hati dalam membedakan kedua penyakit ini
karena pemberian kortikosteroid bisa memperburuk kolitis oleh amoeba. Amoebiasis juga
mirip dengan berbagai penyakit saluran pencernaan non-infeksi dan infeksi. Sebaliknya,
ditemukannya amoeba dalam tinja bisa dikira sebagai penyebab diare pada orang yang
penyakit saluran pencernaannya disebabkan oleh sebab lain.
Diagnosa dibuat dengan ditemukannya trofosoit atau kista pada spesimen tinja segar, atau
preparat apus dari aspirat atau kerokan jaringan yang didapat dari proctoscopy atau aspirat
dari abses atau dari potongan jaringan. Adanya trofosoit yang mengandung eritrosit
mengindikasikan adanya invasive amoebiasis.
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada spesimen segar oleh seorang yang terlatih karena
organisme ini harus di bedakan dari amoeba non patogen dan makrofag. Tes deteksi antigen
pada tinja saat ini telah tersedia; tetapi tes ini tidak dapat membedakan organisme patogen
dari organisme non-patogen. Diharapkan kelak dikemudian hari, pengujian spesifik terhadap
Entamoeba histolityca telah tersedia. Diperlukan adanya laboratorium rujukan. Banyak tes
serologis yang tersedia sebagai tes tambahan untuk mendiagnosa amoebiasis ekstraintestinal,
seperti abses hati dimana pemeriksaan tinja kadang-kadang hasilnya negatif. Tes serologis
terutama imunodifusi HIA dan ELISA, sangat bermanfaat untuk mendiagnosa penyakit
invasif. Scintillography, USG dan pemindaian CAT sangat membantu menemukan dan
menentukan lokasi dari abses hati amoeba dan sebagai penegakan diagnosa apabila disertai
dengan ditemukannya antibodi spesifik terhadap Entamoeba histolityca.

2. Penyebab penyakit.
Entamoeba histolityca adalah parasit yang berbeda dengan E. hartmanni, Escherishia coli
atau protozoa saluran pencernaan lainnya. Membedakan E. histolityca patogen dengan
organisme non-patogen yang secara morfologis sama yaitu E. dispar didasarkan pada
perbedaan imunologis dan pola isoenzim nya. Ada 9 patogen dan 13 nonpatogen zymodemes
(yang di klasifikasikan sebagai E. dispar) telah diidentifikasi dan di isolasi dari 5 benua.
Kebanyakan kista yang ditemukan dalam tinja orang tanpa gejala adalah E. dispar.
3. Distribusi penyakit.
Amoebiasis ada dimana-mana. Invasive amoebiasis biasanya terjadi pada dewasa muda.
Abses hati terjadi terutama pada pria. Amoebiasis jarang terjadi pada usia dibawah 5 tahun
dan terutama di bawah 2 tahun, pada usia ini disenteri biasanya karena shigella. Angka
prevalensi kista yang di publikasikan, biasanya didasarkan pada bentuk morfologi dari kista,
sangat bervariasi dari satu tempat ketempat lain. Pada umumnya, angka ini lebih tinggi di
tempat dengan sanitasi buruk (sebagian besar daerah tropis), di institusi perawatan mental
dan diantara para homoseksual pria, (kemungkinan kista dari E. dispar). Di daerah dengan
sanitasi yang baik, infeksi amoeba cenderung terjadi di rumah tangga dan institusi. Proporsi
dari pembawa kista yang menunjukkan gejala klinis biasanya rendah.
4. Reservoir : Manusia; biasanya penderita kronis atau pembawa kista yang tidak menampakkan
gejala.
5. Cara penularan.
Penularan terjadi terutama dengan mengkonsumsi makanan atau air yang terkontaminasi tinja
dan mengandung kista amoeba yang relatif resisten terhadap klorin. Penularan mungkin
terjadi secara seksual melalui kontak oral-anal. Penderita dengan disentri amoeba akut
mungkin tidak akan membahayakan orang lain karena tidak adanya kista dan trofosoit pada
kotoran.
6. Masa inkubasi : Bervariasi, mulai dari beberapa hari hingga beberapa bulan atau tahun,
biasanya 2 – 4 minggu.
7. Masa penularan : Selama ada E. histolytica, kista dikeluarkan melalui tinja dan ini bisa
berlangsung selama bertahun-tahun.
8. Kekebalan dan kerentanan.
Semua orang rentan tertulari, orang-orang yang terinfeksi E. dispar tidak akan menjadi sakit.
Infeksi ulang mungkin tejadi tetapi sangat jarang.
9. Cara pemberantasan.
A. Tindakan pencegahan.
1) Memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang kebersihan perorangan, terutama
pembuangan tinja yang saniter, dan mencuci tangan sesudah buang air besar dan
sebelum memasak atau menjamah makanan. Menyebarkan informasi tentang risiko
mengkonsumsi buah atau sayuan mentah atau yang tidak dimasak dan minum air
yang tidak terjamin kebersihannya.
2) Membuang tinja dengan cara yang saniter.
3) Melindungi sumber air umum dari kontaminasi tinja. Saringan air dari pasir
menghilangkan hampir semua kista dan filter tanah diatomaceous menghilangkan
semua kista. Klorinasi air yang biasanya dilakukan pada pengolahan air untuk umum
tidak selalu membunuh kista; air dalam jumlah sedikit seperti di kantin atau kantong
Lyster sangat baik bila di olah dengan yodium dalam kadar tertentu, apakah itu dalam
bentuk cairan (8 tetes larutan yodium tincture 2% per quart air atau 12,5 ml/ltr larutan
jenuh kristal yodium) atau sebagai tablet pemurni air (satu tablet tetraglycin
hydroperiodide, Globaline ®, per quart air). Biarkan lebih kurang selama 10 menit (30
menit jika dingin) sebelum air bisa diminum. Filter yang mudah dibawa dengan
ukuran pori kurang dari 1,0 µm efektif untuk digunakan. Air yang kualitasnya
diragukan dapat digunakan dengan aman bila di rebus selama 1 menit.
4) Mengobati orang yang diketahui sebagai “carriers”; perlu ditekankan pentingnya
mencuci tangan dengan baik sesudah buang air besar untuk menghindari infeksi ulang
dari tetangga atau anggota keluarga yang terinfeksi.
5) Memberi penyuluhan kepada orang dengan risiko tinggi untuk menghindari hubungan
seksual oral yang dapat menyebabkan penularan fekal-oral.
6) Instansi kesehatan sebaiknya membudayakan perilaku bersih dan sehat bagi orang-
orang yang menyiapkan dan mengolah makanan untuk umum dan menjaga
kebersihan dapur dan tempat-tempat makan umum. Pemeriksaan rutin bagi penjamah
makanan sebagai tindakan pencegahan sangat tidak praktis. Supervisi yang ketat
perlu dilakukan terhadap pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat ini.
7) Disinfeksi dengan cara merendam buah dan sayuran dengan disinfektan adalah cara
yang belum terbukti dapat mencegah penularan E. histolytica. Mencuci tangan
dengan baik dengan air bersih dan menjaga sayuran dan buah tetap kering bisa
membantu upaya pencegahan; kista akan terbunuh dengan pengawetan, yaitu dengan
suhu diatas 50oC dan dengan iradiasi.
8) Penggunaan kemopropilaktik tidak dianjurkan.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar.
1). Laporan kepada instansi kesehatan setempat; pada daerah endemis tertentu; di
sebagian besar negara bagian di AS dan sebagian besar negara didunia penyakit ini
tidak wajib dilaporkan, Kelas 3C (lihat tentang pelaporan penyakit menular).
2). Isolasi : Untuk penderita yang di rawat di rumah sakit, tindakan kewaspadaan enterik
dilakukan pada penanganan tinja, baju yang terkontaminasi dan sprei. Mereka yang
terinfeksi dengan E. histolityca dijauhkan dari kegiatan pengolahan makanan dan
tidak diizinkan merawat pasien secara langsung. Ijinkan mereka kembali bekerja
sesudah kemoterapi selesai.
3). Disinfeksi serentak : Pembuangan tinja yang saniter.
4). Karantina : Tidak diperlukan.
5). Imunisasi kontak : Tidak dilakukan.
6). Investigasi kontak dan sumber infeksi : Terhadap anggota rumah tangga dan kontak
lain yang dicurigai sebaiknya dilakukan pemeriksaan tinja secara mikroskopis.
7). Pengobatan spesifik : Disentri amoebik akut dan amoebiasis ekstraintestinal sebaiknya
diobati dengan metronidazole (Flagyl), diikuti dengan iodoquinol (Diodoquin),
paromomycin (Humatin®) atau diloxanide furoate (Furamide®). Dehydroemetine
(Mebadin®), diikuti dengan iodoquinol, paromomycin atau diloxanide furoate, adalah
pengobatan alternatif yang cocok untuk penyakit saluran pencernaan yang sukar
disembuhkan atau yang berat. Pada penderita dengan abses hati dengan demam yang
berlanjut 72 jam sesudah terapi dengan metronidazole, aspirasi non-bedah bisa
dilakukan. Kadang-kadang klorokuin ditambahkan pada terapi dengan metronidazole
atau dehydroemetine untuk pengobatan abses hati yang sulit disembuhkan. Kadang-
kadang abses hati membutuhkan tindakan aspirasi bedah jika ada risiko pecah atau
abses yang semakin melebar walaupun sudah diobati. Pembawa kista yang tidak
mempunyai gejala diobati dengan iodoquinol, paromomycin atau diloxanide furoate.
Metronidazole tidak direkomendasikan untuk digunakan selama kehamilan trimester
pertama, namun belum ada bukti adanya teratogenisitas pada manusia.
Dehydroemetin merupakan kontraindikasi selama kehamilan. Diloxanide furoate dan
dehydroemetin tersedia di CDC Drug Service, CDC, Atlanta, telp 404-639-3670.

C. Penanggulangan Wabah:
Terhadap mereka yang diduga terinfeksi sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium
untuk menghindari “false positive” dari E. histolityca atau oleh etiologi lain. Investigasi
epidemiologis dilakukan untuk mengetahui sumber dan cara penularan. Jika sumber
penularan bersifat “common source”, misalnya berasal dari air atau makanan, tindakan yang
tepat perlu dilakukan untuk mencegah penularan lebih lajut.
D. Implikasi bencana :
Buruknya fasilitas sanitasi dan fasilitas pengolahan makanan memudahkan timbulnya KLB
amoebiasis, terutama pada kelompok masyarakat yang sebagian besar adalah pembawa kista.
E. Tindakan internasional : tidak ada.

You might also like